LEGAL REVIEW
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN NEGARA
NOMOR 2/KN/2017 TAHUN 2017
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN LELANG
Pasal 4
(1) Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II wajib meneliti kelengkapan dokumen persyaratan lelang dan legalitas formal subjek dan objek lelang.
(2) Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan kepadanya sepanjang dokumen persyaratan lelang sudah lengkap dan telah memenuhi Legalitas Formal Subjek dan Objek Lelang.
(3) Dalam hal Penjual telah memenuhi kelengkapan dokumen persyaratan lelang yang bersifat umum maupun khusus dan telah memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang, Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II harus menetapkan dan memberitahukan kepada Penjual tentang jadwal lelang secara tertulis, yang berisi:
a. penetapan waktu dan tempat lelang;
b. permintaan untuk melaksanakan pengumuman lelang dan menyampaikan bukti pengumuman kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II sebelum pelaksanaan lelang; dan
c. hal-hal lain yang perlu disampaikan kepada Penjual, antara lain: penguasaan secara fisik terhadap barang bergerak yang dilelang, cara penawaran lelang, kewajiban aanwijzing untuk lelang barang bergerak dengan nilai limit total paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) ke atas.
Pasal 5
Surat permohonan lelang wajib dilengkapi dokumen persyaratan lelang yang bersifat umum yang disampaikan pada saat permohonan lelang, sebagai berikut:
1. salinan/fotokopi Surat Keputusan Penunjukan Penjual/Surat Tugas Penjual/ Surat Kuasa Penjual, kecuali Pemohon Lelang adalah perorangan, atau Perjanjian/Surat Kuasa penunjukan Balai Lelang sebagai pihak Penjual; [Note SHIETRA & PARTNERS: Paradigma pembentuk regulasi, masih menjadikan status hukum / posisi kreditor pemegang jaminan kebendaan sebagai penjual objek lelang eksekusi, padahal antara Pemohon Lelang Eksekusi dan pihak penjual, bisa jadi adalah 2 subjek hukum yang berbeda, dimana secara falsafah, kedudukan kreditor pemegang jaminan kebendaan hanya selaku “penerima kuasa untuk menjual lelang eksekusi”, sementara penjualnya tetap adalah “mengatas-namakan” nama sang debitor / pemberi agunan. Salah kaprah tersebut justru dikukuhkan oleh salah-kaprah dalam Risalah Lelang yang juga tetap mencantumkan nama sang kreditor sebagai penjual, sementara nama sang debitor sama sekali tidak tercantum. Oleh karena itu, dalam praktik, pihak debitor kerap melakukan perlawanan atau tidak bersedia mengosongkan diri dari objek lelang eksekusi yang laku terjual, dengan argumentasi : “Saya tidak merasa pernah menjual rumah saya!”]
2. daftar barang yang akan dilelang, kecuali untuk lelang kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama;
3. surat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan, dalam hal objek lelang berupa tanah dan/atau bangunan dengan dokumen kepemilikan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai di atas tanah Hak Pengelolaan;
4. informasi tertulis yang diperlukan untuk penyerahan/penyetoran hasil bersih lelang berupa:
a. data yang diperlukan untuk pengisian Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) sekurang-kurangnya meliputi kode Satuan Kerja Penjual, kode Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), kode Mata Anggaran Penerimaan (MAP), apabila hasil bersih lelang sesuai ketentuan harus disetorkan langsung ke Kas Negara oleh Bendahara Penerimaan; atau
b. nomor rekening Penjual atau surat pernyataan bermeterai cukup dari Penjual yang menerangkan tidak mempunyai rekening khusus dan bersedia mengambil atau menerima hasil bersih lelang dalam bentuk cek tunai atas nama Pejabat Penjual, apabila hasil bersih harus disetorkan ke Pemohon Lelang;
5. surat keterangan dari Penjual mengenai syarat lelang tambahan (apabila ada), sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, yaitu:
a. jangka waktu bagi Peserta Lelang untuk melihat, meneliti secara fisik barang yang akan dilelang;
b. jangka waktu pengambilan barang oleh Pembeli; dan/atau
c. jadwal penjelasan lelang kepada Peserta Lelang sebelum pelaksanaan lelang (aanwijzing);
6. surat keterangan dari Penjual mengenai syarat lelang tambahan selain yang diatur dalam angka 5 (apabila ada) berikut peraturan perundang-undangan yang mendukungnya;
7. surat penetapan nilai limit dari Penjual, dalam hal lelang menggunakan nilai limit;
8. surat pernyataan/surat keterangan dari Penjual bahwa objek lelang dalam penguasaan Penjual, dalam hal objek lelang berupa barang bergerak yang berwujud; dan
9. foto objek lelang dalam hal lelang melalui internet, kecuali lelang kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama dan lelang barang bergerak dengan kuantitas banyak, foto dapat berupa sampel yang mewakili.
Pasal 6
Dokumen persyaratan lelang yang bersifat khusus untuk Lelang Eksekusi sebagai berikut:
4. Lelang Eksekusi Harta Pailit terdiri dari:
a. dokumen yang bersifat khusus yang disampaikan pada saat permohonan lelang terdiri dari:
1) salinan/fotokopi putusan pailit dari Pengadilan Niaga;
2) salinan/fotokopi daftar boedel pailit;
3) surat pernyataan dari Balai Harta Peninggalan/kurator, sebagai pihak yang akan bertanggungjawab apabila terjadi gugatan perdata atau tuntutan pidana;
4) asli dan/atau fotokopi bukti peralihan hak atau dokumen lain yang menyatakan aset merupakan milik Terpailit, dalam hal aset masih tertulis milik pihak ketiga, kecuali objek lelang merupakan milik pihak lain yang dijaminkan dengan hak kebendaan untuk menanggung hutang terpailit; [Note SHIETRA & PARTNERS: Konsekuensi dari pengaturan demikian, berhubung yang jatuh pailit ialah debitor, maka bila agunan diberikan oleh pihak ketiga, maka pailitnya seorang debitor tidak mengakibatkan agunan jatuh ke dalam boedel pailit.]
5) asli dan/atau fotokopi salinan penetapan atau keterangan tertulis dari Hakim Pengawas mengenai dimulainya keadaan insolvensi dan/atau Berita Acara Rapat Kreditor yang ditandatangani oleh Kurator dan Hakim Pengawas yang menyatakan dimulainya keadaan insolvensi; [Note SHIETRA & PARTNERS: Pencantuman ayat ini dapat membuat salah-kaprah, seolah agunan yang diikat sebagai jaminan kebendaan, dapat dikuasai dan dilikuidasi oleh Kurator. Dalam konsep separated creditor, agunan bersifat “terpisah dari boedel pailit”, kecuali ditelantarkan oleh kreditor pemegang jaminan kebendaan dengan tidak segera memulai parate eksekusi saat masa insolvensi berlangsung.]
6) asli dan/atau fotokopi bukti kepemilikan/hak apabila berdasarkan peraturan perundang-undangan diperlukan adanya bukti kepemilikan/hak, atau apabila bukti kepemilikan/hak tidak dikuasai, harus ada surat pernyataan/surat keterangan dari Penjual bahwa barang-barang tersebut tidak disertai bukti kepemilikan/hak dengan menyebutkan alasannya;
7) Surat persetujuan Hakim Pengawas bahwa boedel pailit dijual melalui lelang, dalam hal terhadap putusan pailit diajukan kasasi atau peninjauan kembali; dan
8) salinan/fotokopi Laporan penilaian / penaksiran atau dokumen ringkasan hasil penilaian/penaksiran yang memuat tanggal penilaian/penaksiran, dalam hal nilai limit kurang dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); atau
9) salinan/fotokopi Laporan penilaian atau dokumen ringkasan hasil penilaian yang memuat tanggal penilaian, dalam hal nilai limit paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); [Note SHIETRA & PARTNERS: Secara yuridis, ketentuan tersebut, yang membedakan antara “penaksir” (estimasi harga oleh pegawai internal perusahaan lembaga keuangan) dan “penilai” (independen seperti oleh jasa Appraiser KJPP), adalah riskan. Ketika debitor menggugat (keberatan terhadap nilai harga terjual lelang) dengan memakai dasar bukti dokumen hasil appraisal oleh KJPP, sementara kreditor melelang eksekusi dengan hanya berbekal nilai estimasi staf internal perusahaan, apa yang akan timbul di benak hakim pengadilan?]
b. dokumen yang bersifat khusus yang disampaikan sebelum pelaksanaan lelang terdiri dari:
1) bukti pengumuman lelang;
2) SKT/SKPT dalam hal objek yang dilelang berupa tanah atau tanah dan bangunan; dan
3) Berita Acara pelaksanaan aanwijzing dalam hal barang yang dilelang berupa barang bergerak dengan nilai limit total diatas Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
5. Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), terdiri dari:
a. dokumen yang bersifat umum yang disampaikan pada saat permohonan lelang terdiri dari:
1) salinan/fotokopi Perjanjian Kredit;
2) salinan/fotokopi Sertifikat Hak Tanggungan dan Akta Pemberian Hak Tanggungan;
3) fotokopi sertifikat hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan;
4) salinan/fotokopi Perincian Hutang/jumlah kewajiban debitor yang harus dipenuhi;
5) salinan/fotokopi bukti bahwa:
a) debitor wanprestasi, antara lain surat-surat peringatan;
b) debitor telah pailit, berupa:
i) putusan pailit; dan
ii) salinan Penetapan/keterangan tertulis dari Hakim Pengawas atau Berita Acara Rapat Kreditor yang ditandatangani oleh Kurator dan Hakim Pengawas yang berisi dimulainya keadaan insolvensi; atau [Note SHIETRA & PARTNERS: Undang-Undang tentang Kepailitan telah melimitasi “masa stay” sebatas 90 hari. Selewat “masa stay”, demi hukum ialah “masa insolvensi”. Sama seperti PKPU yang berakhir pada ditolaknya rencana perdamaian yang diajukan sang debitor, maka seketika debitor jatuh dalam keadaan insolvensi kepailitan, sehingga tidak diperlukan penetapan Pengadilan Niaga.]
c) debitor merupakan Bank Dalam Likuidasi (BDL), Bank Beku Operasional (BBO), Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU), atau Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN);
6) surat pernyataan dari kreditor selaku Pemohon Lelang yang isinya akan bertanggung jawab apabila terjadi gugatan perdata dan/atau tuntutan pidana; dan
7) salinan/fotokopi Laporan penilaian/penaksiran atau dokumen ringkasan hasil penilaian/penaksiran yang memuat tanggal penilaian/penaksiran, dalam hal nilai limit kurang dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); atau
8) salinan/fotokopi Laporan penilaian atau dokumen ringkasan hasil penilaian yang memuat tanggal penilaian, dalam hal nilai limit paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
b. dokumen yang bersifat khusus yang disampaikan pada saat sebelum pelaksanaan lelang terdiri dari:
1) salinan/fotokopi surat pemberitahuan rencana pelaksanaan lelang kepada debitor oleh kreditor, kecuali debitor Hak Tanggungan adalah Bank Dalam Likuidasi, Bank Beku Operasional, Bank Beku Kegiatan Usaha, atau Eks BPPN. Dalam hal pemilik jaminan bukan debitor maka pemberitahuan rencana pelaksanaan lelang juga disampaikan kepada pemilik jaminan;
2) bukti pengumuman lelang;
3) SKT/SKPT dalam hal objek yang dilelang berupa tanah atau tanah dan bangunan;
4) salinan/fotokopi Laporan Penilaian atau dokumen ringkasan hasil penilaian yang memuat tanggal penilaian, dalam hal bank kreditor akan ikut menjadi Peserta Lelang; dan
5) Asli surat pernyataan yang dibuat oleh Notaris dalam hal bank kreditor akan ikut menjadi Peserta Lelang (Akta de Command).
10. Lelang Eksekusi Jaminan Fidusia terdiri dari:
a. dokumen yang bersifat umum yang disampaikan pada saat permohonan lelang terdiri dari:
1) salinan/fotokopi Perjanjian Pokok;
2) salinan/fotokopi Sertifikat Jaminan Fidusia dan Akta Jaminan Fidusia;
3) salinan/fotokopi Perincian Hutang/jumlah kewajiban debitor yang harus dipenuhi;
4) salinan/fotokopi bukti bahwa:
a) debitor wanprestasi, antara lain surat-surat peringatan; atau
b) debitor telah pailit, berupa:
i) putusan pailit; dan
ii) salinan Penetapan/keterangan tertulis dari Hakim Pengawas atau Berita Acara Rapat Kreditor yang ditandatangani oleh Kurator dan Hakim Pengawas yang berisi dimulainya keadaan insolvensi; atau
c) debitor merupakan Bank Dalam Likuidasi (BDL), Bank Beku Operasional (BBO), Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU), atau Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN);
5) surat pernyataan/surat keterangan dari Penjual bahwa barang yang akan dilelang dalam penguasaan Penjual, kecuali objek lelang merupakan benda tidak bergerak berupa bangunan yang menurut ketentuan (dapat) dibebani fidusia;
6) surat pernyataan dari kreditor selaku Pemohon Lelang yang isinya akan bertanggung jawab apabila terjadi gugatan perdata dan/atau tuntutan pidana;
7) asli dan/atau fotokopi bukti kepemilikan/hak; dan
8) salinan/fotokopi Laporan penilaian/penaksiran atau dokumen ringkasan hasil penilaian/penaksiran yang memuat tanggal penilaian/penaksiran, dalam hal nilai limit kurang dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); atau
9) salinan/fotokopi Laporan penilaian atau dokumen ringkasan hasil penilaian yang memuat tanggal penilaian, dalam hal nilai limit paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
b. dokumen yang bersifat khusus yang disampaikan sebelum pelaksanaan lelang terdiri dari:
1) salinan/fotokopi surat pemberitahuan rencana pelaksanaan lelang kepada debitor oleh kreditor, yang diserahkan ke KPKNL sebelum lelang dilaksanakan. Dalam hal pemilik jaminan bukan debitor maka pemberitahuan rencana pelaksanaan lelang juga disampaikan kepada pemilik jaminan;
2) Bukti pengumuman lelang;
3) salinan/fotokopi Laporan Penilaian atau dokumen ringkasan hasil penilaian yang memuat tanggal penilaian, dalam hal bank kreditor akan ikut menjadi Peserta Lelang;
4) Asli surat pernyataan yang dibuat oleh Notaris dalam hal bank kreditor akan ikut menjadi Peserta Lelang (Akta de Command); dan
5) Berita Acara pelaksanaan aanwijzing dalam hal barang yang dilelang berupa barang bergerak dengan nilai limit total diatas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
14. Lelang Eksekusi Gadai terdiri dari:
a. dokumen yang bersifat umum yang disampaikan pada saat permohonan lelang terdiri dari:
1) salinan/fotokopi Perjanjian Utang Piutang/Perjanjian Kredit;
2) salinan/fotokopi Perjanjian Gadai/Akta Gadai;
3) salinan/fotokopi Perincian Hutang/jumlah kewajiban debitor yang harus dipenuhi;
4) salinan/fotokopi bukti bahwa:
a) debitor wanprestasi, antara lain surat-surat peringatan; atau
b) debitor telah pailit, berupa:
i) putusan pailit; dan
ii) salinan Penetapan / keterangan tertulis dari Hakim Pengawas atau Berita Acara Rapat Kreditor yang ditandatangani oleh Kurator dan Hakim Pengawas yang salah satunya berisi dimulainya keadaan insolvensi; atau
c) debitor merupakan Bank Dalam Likuidasi (BDL), Bank Beku Operasional (BBO), Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU), atau Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN); dan
5) asli dan/atau fotokopi bukti kepemilikan/hak apabila berdasarkan peraturan perundang-undangan diperlukan adanya bukti kepemilikan/hak, atau apabila bukti kepemilikan/hak tidak dikuasai, harus ada surat pernyataan/surat keterangan dari Penjual bahwa barang-barang tersebut tidak disertai bukti kepemilikan/hak dengan menyebutkan alasannya.
b. dokumen yang bersifat khusus yang disampaikan sebelum pelaksanaan lelang terdiri dari:
1) salinan/fotokopi surat pemberitahuan rencana pelaksanaan lelang kepada debitor oleh kreditor, yang diserahkan ke KPKNL sebelum lelang dilaksanakan;
2) bukti pengumuman lelang; dan
3) Berita Acara pelaksanaan aanwijzing dalam hal barang yang dilelang berupa barang bergerak dengan nilai limit total diatas Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 9
(1) Dalam hal objek lelang berupa saham, selain dokumen persyaratan lelang yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8, juga disyaratkan dokumen sebagai berikut:
a. salinan/fotokopi Daftar Pemegang Saham atau Daftar Khusus;
b. daftar saham yang akan dilelang, dibuat secara terinci dan sekurang-kurangnya memuat nama pemilik saham, jumlah saham, nominal saham, dan dasar hukum kepemilikan saham;
c. asli bukti kepemilikan/surat saham/warkat untuk saham perseroan tertutup, atau surat keterangan dari Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (PT Kustodian Sentral Efek Indonesia, disingkat PT KSEI) untuk saham perseroan terbuka;
d. surat penyataan bermeterai cukup dari Pemohon Lelang bahwa saham yang akan dilelang telah diblokir yang didukung dengan surat keterangan terblokir dari PT KSEI untuk saham perseroan terbuka; dan
e. salinan/fotokopi Laporan penilaian atau dokumen ringkasan hasil penilaian yang memuat tanggal penilaian.
(2) Dalam hal asli bukti kepemilikan/surat saham/warkat untuk saham perseroan tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak dikuasai, maka lelang hanya dapat dilakukan berdasarkan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
(3) Permohonan lelang terhadap saham perseroan tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf e, harus dilengkapi juga dengan syarat tambahan berupa:
a. surat keterangan/pernyataan dari instansi yang berwenang mencatat saham bahwa saham masih milik pihak tereksekusi;
b. surat keterangan/pernyataan dari direksi perseroan (penerbit saham) bahwa saham masih milik pihak tereksekusi; [Note SHIETRA & PARTNERS: Inilah sebabnya, saham “perseroan tertutup” belum cocok dijadikan sebagai agunan, terutama bila direksi perseroan saling berafiliasi dengan pemegang saham tereksekusi. Kementerian Hukum RI memiliki portal daring bagi publik untuk mengakses data perseroan secara real time, yang salah satu data yang dapat diakses ialah memuat keterangan jumlah saham perseroan dan nama pemiliknya.]
c. surat keterangan / pernyataan dari Pengadilan/Penjual bahwa saham dalam status pemblokiran/penyitaan oleh Pengadilan/Penjual;
d. bukti pengumuman penyitaan di surat kabar harian nasional yang dilakukan oleh Pengadilan/ Penjual; dan
e. surat pernyataan direksi perseroan (penerbit saham) yang menyatakan bersedia mencatat pemindahan hak atas saham melalui lelang ke dalam Daftar Pemegang Saham dan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada instansi yang berwenang mencatat saham sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
(4) Permohonan lelang terhadap saham perseroan tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat diajukan untuk jenis lelang:
a. Lelang eksekusi pengadilan;
b. Lelang eksekusi barang rampasan; dan
c. Lelang eksekusi barang rampasan yang berasal dari benda sitaan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001.
(5) Dalam hal saham yang akan dilelang tercatat di bursa saham maka lelang dilakukan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 10
Dalam hal objek lelang berupa bangunan yang diikat secara fidusia yang berdiri diatas tanah yang dimiliki/dikuasai oleh pemerintah pusat/daerah atau badan usaha yang dimiliki pemerintah pusat / daerah atau pihak ketiga lainnya sesuai peraturan perundang-undangan, selain dokumen persyaratan lelang yang bersifat khusus sebagaimana Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8, juga disyaratkan dokumen berupa Surat Keterangan dari instansi pemerintah pusat/daerah atau badan usaha yang dimiliki pemerintah pusat/daerah atau pihak ketiga lainnya yang memiliki/mengusai tanah.
Pasal 11
Dokumen persyaratan lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 yang berupa fotokopi harus dilegalisir atau diberi catatan “fotokopi sesuai dengan aslinya” oleh Penjual.
Pasal 12
Kepala KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II wajib mengajukan surat permintaan penerbitan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) / Surat Keterangan Tanah (SKT) kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat apabila objek yang akan dilelang berupa tanah atau tanah dan bangunan paling lama sebelum pengumuman lelang.
Pasal 13
(1) Dalam hal terdapat gugatan sebelum pelaksanaan lelang terhadap objek Hak Tanggungan dari pihak lain selain debitor / tereksekusi, suami atau istri debitor / tereksekusi yang terkait kepemilikan, Lelang Eksekusi Pasal 6 UU HT tidak dapat dilaksanakan.
(2) Pihak lain selain debitor / tereksekusi, suami atau istri debitor / tereksekusi yang terkait kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Ahli waris yang sah, yang dalil gugatannya adalah proses pemasangan hak tanggungan dilakukan setelah pewaris selaku pemilik jaminan meninggal dunia disertai bukti-bukti yang sah; [Note SHIETRA & PARTNERS: Bisa jadi pemilik jaminan meninggal sesaat setelah memberikan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.]
atau
b. Pihak lain yang memiliki dokumen kepemilikan yang sah selain dokumen kepemilikan yang diikat hak tanggungan. [Note SHIETRA & PARTNERS: Pasal “karet”]
(3) Tidak termasuk pihak lain selain debitor / tereksekusi, suami atau istri debitor / tereksekusi yang terkait kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Pihak yang melakukan sewa menyewa yang dilakukan baik sebelum atau sesudah pembebanan hak tanggungan;
b. Pihak yang melakukan Perjanjian / Perikatan Jual Beli notariil yang dilakukan sesudah pembebanan hak tanggungan; atau
c. Pihak lain yang sebelumnya adalah suami/istri pada saat pembebanan hak tanggungan.
(4) Tereksekusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemilik jaminan sesuai Akta Pembebanan Hak Tanggungan atau surat kuasa notariil yang dibuat untuk itu. [Note SHIETRA & PARTNERS: Tereksekusi tidak selalu identik dengan debitor.]
(5) Gugatan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah gugatan yang sudah didaftarkan ke Pengadilan dan bukti pendaftaran gugatan telah diterima oleh KPKNL/Pejabat Lelang sebelum pelaksanaan lelang.
Pasal 14
(1) Masa berlaku laporan penilaian atau laporan penaksiran untuk Lelang Eksekusi Pasal 6 UUHT, Lelang Eksekusi Fidusia, dan Lelang Eksekusi Harta Pailit yang digunakan sebagai dasar penetapan Nilai Limit berlaku untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal penilaian atau penaksiran sampai dengan tanggal pelaksanaan lelang, kecuali terdapat perubahan kondisi yang signifikan menurut Penjual;
(2) Dalam hal terdapat perubahan kondisi yang signifikan menurut Penjual masa berlaku laporan penilaian atau laporan penaksiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat kurang dari 12 (dua belas) bulan;
(3) Masa berlaku laporan penilaian atau laporan penaksiran untuk jenis lelang selain Lelang Eksekusi Pasal 6 UUHT, Lelang Eksekusi Fidusia, dan Lelang Eksekusi Harta Pailit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan yang berlaku pada Penjual paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal penilaian sampai dengan tanggal pelaksanaan lelang;
Pasal 20
(1) Dalam hal bank kreditor akan ikut menjadi Peserta Lelang pada Lelang Eksekusi berdasarkan Pasal 6 UU HT dan Eksekusi Fidusia, Nilai Limit harus ditetapkan oleh Penjual berdasarkan hasil penilaian dari Penilai.
(2) Dalam hal Lelang Eksekusi berdasarkan Pasal 6 UUHT, Eksekusi Fidusia dan Eksekusi Harta Pailit dengan Nilai Limit paling sedikit Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), Nilai Limit harus ditetapkan oleh Penjual berdasarkan hasil penilaian dari Penilai. [Note SHIETRA & PARTNERS: Eksekusi berdasarkan Pasal 6 UU HT artinya Eksekusi Non-Harta Pailit (alias separated). Lihat Pasal 59 UU Kepailitan dan penjelasan resminya.]
(3) Dalam hal Lelang Noneksekusi Sukarela atas barang tetap berupa tanah dan/atau bangunan dengan nilai limit paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), Nilai Limit ditetapkan oleh Penjual/Pemilik Barang berdasarkan hasil penilaian dari Penilai.
(4) Bank kreditor dan Penjual, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), harus menyampaikan salinan/fotokopi laporan penilaian atau dokumen ringkasan hasil penilaian yang memuat tanggal penilaian kepada KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II.
Pasal 24
(1) Pengumuman Lelang yang sudah diterbitkan melalui surat kabar harian, media online atau melalui media lainnya, apabila diketahui terdapat kekeliruan yang prinsipil, harus segera diralat paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang.
(2) Ralat yang tidak diperkenankan adalah ralat yang sengaja dimaksudkan untuk tujuan sebagai berikut:
a. mengubah besarnya Jaminan Penawaran Lelang;
b. memajukan batas waktu penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang atau penyerahan Garansi Bank;
c. mengubah besarnya Nilai Limit;
d. memajukan jam dan tanggal pelaksanaan lelang; dan/atau
e. memindahkan lokasi dari tempat pelaksanaan lelang semula.
Pasal 38
(1) Dalam hal penawaran lelang secara tertulis dengan kehadiran Peserta Lelang dilakukan bersamaan dengan penawaran lelang secara tertulis tanpa kehadiran Peserta Lelang melalui surat elektronik (email), aplikasi lelang internet cara tertutup (closed bidding) dan/atau surat tromol pos, penawaran lelang cara tertulis dengan kehadiran Peserta Lelang dibuka terlebih dahulu, kemudian dilakukan pembukaan penawaran lelang secara tertulis tanpa kehadiran Peserta Lelang.
(2) Peserta Lelang yang melakukan penawaran dengan nilai tertinggi yang telah mencapai atau melampaui nilai limit dan telah memenuhi persyaratan sebagai Peserta Lelang, ditetapkan/disahkan oleh Pejabat Lelang sebagai Pembeli.
(3) Dalam hal terdapat penawaran tertinggi dengan nilai yang sama pada pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Lelang berwenang mengesahkan Pembeli dengan cara melakukan pengundian di antara Peserta Lelang yang mengajukan penawaran tertinggi yang sama tersebut.
Pasal 39
(1) Dalam hal penawaran lelang secara lisan dilakukan bersamaan dengan penawaran lelang secara tertulis tanpa kehadiran Peserta Lelang melalui aplikasi lelang internet cara terbuka (open bidding), penawaran lelang berlangsung secara bersamaan sampai tercapai harga tertinggi.
(2) Dalam penawaran lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), nilai penawaran tertinggi yang terkini harus diinformasikan kepada Peserta Lelang yang hadir maupun yang tidak hadir.
Pasal 40
Untuk penawaran lelang yang dilakukan secara bersamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39, maka:
a. apabila terjadi gangguan teknis yang menyebabkan lelang tanpa kehadiran peserta tidak dapat dilakukan, lelang dengan kehadiran peserta tetap sah dan mengikat; dan
b. Penyelenggara Lelang/Pejabat Lelang harus menyatukan data penawaran lelang dalam rekapitulasi seluruh penawaran per objek lelang, sebagai lampiran Minuta Risalah Lelang.
Pasal 45
(1) Penjualan objek lelang yang terdiri dari beberapa bidang tanah, tanah dan bangunan, atau unit rumah susun dapat dilakukan dalam 1 (satu) paket untuk efisiensi dan efektifitas, berdasarkan pertimbangan Penjual, yang dinyatakan dalam surat permohonan.
(2) Penjualan objek lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilaksanakan sepanjang masih dalam satu wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II.
(3) Khusus untuk lelang eksekusi, penjualan objek lelang dalam 1 (satu) paket hanya dimungkinkan untuk 1 (satu) debitor / tereksekusi / kasus yang sama.
(4) KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II dapat menyarankan kepada Penjual agar penjualan objek lelang dalam 1 (satu) paket tidak melewati batas administratif kabupaten/kota untuk menghindari kesulitan pendaftaran peralihan hak kepemilikan dan/atau pembayaran kewajiban perpajakan.
Pasal 46
Objek lelang berupa tanah dan bangunan yang diikat hak tanggungan dan mesin-mesin yang berada diatasnya yang diikat fidusia dapat dijual dalam satu paket dengan ketentuan: [Note SHIETRA & PARTNERS: Inilah solusi untuk menghindari terjadinya parbik laku terjual lelang, namun mesin-mesin pabrik tidak laku terjual lelang sehingga hanay menjadi “besi bekas”.]
(1) pemegang hak tanggungan dan fidusia merupakan kreditor yang sama;
(2) pemberi hak tanggungan dan fidusia merupakan debitor (tereksekusi) yang sama;
(3) barang dalam satu kesatuan, misalnya tanah bangunan pabrik beserta mesin-mesin yang tertanam / melekat diatasnya, sehingga apabila mesin-mesin tersebut dipindahkan / diangkat tidak dapat berfungsi dengan baik;
(4) nilai limit harus dipecah antara tanah / bangunan dan mesin-mesin;
(5) cukup dibuat satu Risalah Lelang dan dengan menyebutkan pada bagian Kepala Risalah Lelang jenis lelangnya adalah “Lelang Eksekusi Pasal 6 UUHT dan Lelang Eksekusi Jaminan Fidusia”;
(6) dokumen persyaratan lelang mengacu pada dokumen persyaratan lelang untuk Lelang Eksekusi Pasal 6 UU HT dan Lelang Eksekusi Jaminan Fidusia;
(7) pengumuman lelang dilakukan sesuai pengumuman untuk lelang eksekusi terhadap barang tidak bergerak atau barang tidak bergerak yang dijual bersama-sama dengan barang bergerak; dan
(8) Pelaporan pada Laporan Realisasi Kegiatan dan hasil pelaksanaan lelang menurut jenis/asal barang, cukup diinput ke dalam jenis lelang “Eksekusi Pasal 6 UU HT”;
Pasal 47
(1) Setiap pelaksanaan lelang dikenakan bea lelang sesuai besaran yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Keuangan.
(2) Dalam hal Barang Tidak Bergerak dan Barang Bergerak dijual bersama-sama dalam 1 (satu) paket, Bea Lelang dipungut sesuai ketentuan Bea Lelang Barang Bergerak. [Note SHIETRA & PARTNERS: itulah kelemahan utama lelang satu paket barang tidak bergerak bersama barang bergerak.]
Pasal 48
(1) Setiap pelaksanaan lelang atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Dalam pelaksanaan lelang harus dapat dipisahkan antara Harga Pokok lelang tanah dan/atau bangunan dengan barang bergerak, sehingga memudahkan pungutan Pajak Penghasilan.
(3) Dalam hal tanah dan/atau bangunan atas permohonan Penjual ditawarkan dalam 1 (satu) paket dengan barang bergerak, maka:
a. Jika Nilai Limit tanah dan /atau bangunan serta barang bergerak ditetapkan menjadi satu kesatuan, harus ada masing-masing nilai limit tanah dan/atau bangunan dan nilai limit barang bergerak. Contoh perhitungan pajak penghasilan tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; atau
b. Jika Nilai Limit tidak diperinci, maka Pajak Penghasilan dihitung atas total (keseluruhan) Harga Penawaran/Pokok Lelang.
Pasal 49
Dalam hal tanah dan/atau bangunan atas permohonan Penjual ditawarkan dalam 1 (satu) paket dengan barang bergerak lainnya, maka penghitungan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dilakukan sebagai berikut:
a. jika Nilai Limit tanah dan /atau bangunan serta barang bergerak ditetapkan menjadi satu kesatuan, harus ada rincian masing-masing nilai limit tanah dan/atau bangunan dan nilai limit barang bergerak. Contoh perhitungan BPHTB tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; atau
b. dalam hal Nilai Limit tidak diperinci, maka BPHTB dihitung atas total (keseluruhan) Harga Penawaran/Pokok Lelang.
Pasal 55
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 06/KN/2013 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang dan Surat Edaran Kepala Badan/Direktur Jenderal yang bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Contoh Penjadwalan Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Eksekusi:
a. Lelang Eksekusi Barang Tidak Bergerak atau Barang Tidak Bergerak bersama-sama dengan Barang Bergerak.
Pengumuman Pertama (1 Oktober) à 15 hari kalender à Pengumuman Kedua (16 Oktober) à 14 hari kalender [paling singkat] à LELANG (30 Okt [paling cepat])
Keterangan:
Jumlah Pengumuman = 2 kali.
Waktu Pengumuman Pertama (PI) = 1 Okt.
Jangka waktu pengumuman = 15 hari.
Waktu Pengumuman Kedua (P2) = 16 Okt.
Jangka waktu pengumuman = 14 hari.
Lelang = 30 Okt.
Media Pengumuman :
P 1 = Selebaran / Tempelan / Media Elektronik / Surat Kabar Harian.
P 2 = Surat Kabar Harian.
b. Lelang Eksekusi Barang Bergerak (selain eksekusi Pajak).
Pengumuman Pertama (24 Oktober) à 6 hari kalender [paling singkat] à LELANG (24 Okt 30 Okt [paling cepat]).
Jumlah Pengumuman = 1 Kali.
Waktu Pengumuman (P) = 24 Oktober.
Jangka waktu pengumuman = 6 hari.
Lelang = 30 Oktober.
Media Pengumuman P = Surat Kabar Harian.
...
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.