Pidana Menyalahgunakan Korporasi yang Merugikan Keuangan Negara

LEGAL OPINION
Question: Maksudnya apa, korupsi yang merugikan keuangan negara secara terselubung lapis kedua? Seperti apa itu yang dimaksud dengan lapis kedua?
Brief Answer: Pidana Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), bukan hanya dapat diberlakukan secara “direct”, namun juga “indirect”, semisal direkayasanya oleh pelaku suatu konstruksi hukum guna membuat selubung agar proses penghisapan terhadap keuangan negara tampak menjadi bagai tersingkap tabir yang tidak kasat mata.
Modus canggih demikian, biasanya dilakukan oleh pelaku “white collar crime”. Namun, bukan berarti penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan mampu mengendus adanya modus selubung lapis kedua demikian. Motif dari modus seperti demikian, biasanya ialah dengan menyalah-gunakan suatu bentuk korporasi yang dijadikan “wadah” belaka.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, tepat kiranya SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Mahkamah Agung RI perkara Tipikor register Nomor 510 K/PID.SUS/2014 tanggal 21 Mei 2014, dimana Terdakwa didakwakan telah secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara.
Bermula ketika Dana Kas Daerah Kabupaten Lampung Timur disimpan dalam bentuk tabungan di PT. BPR Tripanca Setiadana, namun Terdakwa selaku pejabat Komisaris di PT. BPR Tripanca Setiada, ternyata kemudian melakukan “insider trading” berupa mengajukan kredit fiktif dengan nama orang lain, sehingga Bank Perkreditan Rakyat tersebut jatuh kolaps, mengakibatkan keuangan negara yang ditabung didalamnya pun turut raib.
Terhadap tuntutan yang diajukan pihak Jaksa, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tanjungkarang No. 22/PID.TPK/2011/PN.TK. tanggal 24 September 2012, dengan vonis sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa SUGIARTO WIHARJO alias ALAY, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan ‘Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama dan berlanjut’;
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun. Dan menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 200.000.000,00 dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan;
3. Menghukum Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 106.861.614.800,00 dan apabila Terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa / Penuntut Umum dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila harta bendanya tidak mencukupi, maka dijatuhi pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan.”
Dalam tingkat banding, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Tanjungkarang No. 12/Pid.TPK/2012/PT.TK. tanggal 08 Januari 2013, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima permintaan banding dari Jaksa / Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dan Terdakwa yang diajukan oleh Penasihat Hukumnya;
- Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Tanjungkarang No. 22/Pid/TPK/2011/PN.TK. tanggal 24 September 2012 yang dimintakan banding tersebut.”
Baik pihak Jaksa Penuntut maupun Terdakwa, sama-sama mengajukan upaya hukum kasasi. Namun, yang paling menarik untuk SHIETRA & PARTNERS ulas ialah argumentasi Terdakwa dalam permohonan kasasinya, mengajukan keberatan dengan dalil sebagai berikut:
“... dalam hal tanggung-jawab perseroan (korporasi) dalam tindak pidana korupsi seharusnya adalah berupa pidana denda, bukan pidana kurungan atau penjara;
“Bahwa dengan pernyataan dan keterangan saksi dan ahli di persidangan dalam perkara a qua sebagaimana diuraikan di atas, dapat dinyatakan dengan jelas yang harus bertanggung jawab dalam hal ini adalah Korporasi (Badan Hukum PT) melalui Direksi PT. BPR Tripanca Setiadana selaku pihak yang ditentukan oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 dan Anggaran Dasar PT bertindak untuk dan atas nama Badan Hukum PT. Dengan demikian secara hukum, Terdakwa selaku Komisaris PT. BPR Tripanca Setiadana tidak dapat dibebankan untuk membayar uang pengganti.”
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan yang penting untuk disimak karena kaya akan kaedah yuridis, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi I / Jaksa / Penuntut Umum dan Pemohon Kasasi II / Terdakwa tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
Terhadap alasan-alasan Pemohon Kasasi I / Jaksa / Penuntut Umum:
“Bahwa alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum tersebut dapat dibenarkan, karena Judex Facti telah salah menerapkan hukum dalam pertimbangan dan putusannya, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa mengenai berat ringannya pidana penjara dan denda serta pidana tambahan berupa uang pengganti tidak merupakan dasar dan alasan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi karena menjadi kewenangan Judex Facti, tetapi alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena diperoleh dari fakta hukum persidangan, ternyata Judex Facti tidak menerapkan hukum atau menerapkan peraturan hukum tidak sebagaimana mestinya;
- Bahwa mengenai pidana tambahan berupa uang pengganti, sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf a dan huruf b Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dinyatakan pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;
- Bahwa sesuai fakta hukum di persidangan ternyata telah cukup bukti yang mendukung bahwa barang bukti No. 132 sampai dengan No. 157 yang telah disita secara sah tersebut sebelumnya telah disimpan dan dikuasi oleh Terdakwa selaku Komisaris Utama PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca Setiadana dan PT. BPR Tripanca Setiadana telah dilikwidasi dan dicabut izin usahanya terhitung sejak tanggal 24 Maret 2009 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia No. ... , karena itu harus dirampas dan dilelang untuk Negara;
- Bahwa peran aktif Terdakwa yang telah mengajukan kredit fiktif kepada PT. BPR Tripanca Setiadana dengan menggunakan nama orang lain adalah modus operandi terjadinya korupsi untuk memperkaya diri Terdakwa sendiri selaku Komisaris Utama PT. BPR Tripanca Setiadana yaitu bertambahnya kekayaan Terdakwa sebesar Rp 108.861.624.800,00 dan orang lain yaitu bertambahnya kekayaan saudara Hi. Satono, S.H.,S.P. sebesar Rp 10.586.575.000,00 (Terpidana berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI No. 253 K/PID.SUS/2012 tanggal 19 Maret 2012);
- Bahwa perbuatan Terdakwa bersama-sama saudara Hi. Satono, S.H.,S.P. tersebut telah menyebabkan kesulitan pembayaran uang nasabah atau gagal bayar, karena uang pada PT. BPR Tripanca Setiadana yang dikelola oleh Terdakwa dan bersumber dari uang Negara / Daerah tidak ada lagi (kosong), akibat dari perbuatannya;
- Bahwa perbuatan Terdakwa bersama-sama saudara Hi. Satono, S.H.,S.P. tersebut telah mempunyai hubungan kausal secara yuridis, akibatnya menyebabkan adanya kerugian keuangan Negara sebesar Rp 119.448.199.800,00 berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh BPKP Provinsi Lampung No. ... tanggal 27 Juli 2009;
- Bahwa sesuai pertimbangan putusan Judex Facti a quo yang menyatakan semua unsur-unsur Pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan Primair telah cukup terpenuhi dan terbukti maka Terdakwa patut dan adil menurut hukum apabila dijatuhi pidana berat yang setimpal dengan perbuatannya;
- Bahwa oleh karena tindak pidana korupsi telah digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (exstra ordinary crime) dan mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan Negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan luar biasa;
- Bahwa Judex Facti telah keliru dalam menilai dan menganalisa pembuktian sehingga keliru dan salah dalam menjatuhkan putusan tentang barang bukti, lagi pula Judex Facti dalam menerapkan Pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan Primair tidak tepat dan tidak adil dalam menentukan pidana selama : 5 (lima) tahun, seharusnya sama dengan Hi. Satono, S.H., S.P. (Terpidana berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI No. 253 K/PID.SUS/2012 tanggal 19 Maret 2012 Hi. Satono, S.H.,S.P.;
Terhadap alasan-alasan Pemohon Kasasi II / Terdakwa:
“Bahwa alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena perbedaan penafsiran mengenai fakta hukum yang diperoleh dari persidangan, lagi pula alasan-alasan kasasi tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, alasan kasasi semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi;
Menimbang, bahwa berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan di atas Mahkamah Agung berpendapat, bahwa putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Tanjungkarang No. 12/Pid.TPK/2012/PT.TK. tanggal 08 Januari 2013 yang menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Tanjungkarang No. 22/PID/TPK/2011/PN.TK. tanggal 24 September 2012 tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut, seperti tertera di bawah ini;
M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/Terdakwa : SUGIARTO WIHARJO alias ALAY tersebut;
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : JAKSA / PENUNTUT UMUM PADA KEJAKSAAN NEGERI BANDAR LAMPUNG tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Tanjungkarang No. 12/Pid.TPK/2012/PT.TK. tanggal 08 Januari 2013 yang menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Tanjungkarang No. 22/PID/TPK/2011/PN.TK. tanggal 24 September 2012;
MENGADILI SENDIRI:
1. Menyatakan Terdakwa SUGIARTO WIHARJO alias ALAY telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘KORUPSI YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA DAN BERLANJUT’;
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 18 (delapan belas) tahun dan pidana denda sebesar Rp 500.000.000,00 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka kepada Terdakwa dikenakan pidana pengganti berupa pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;
3. Menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 106.861.614.800,00 dan apabila Terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan ini mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan apabila harta benda Terdakwa tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.