Hak Opsi dalam Gugatan Wanprestasi untuk Membatalkan Perikatan Perdata

LEGAL OPINION
Question: Sudah diberi uang muka, tapi si pembeli tidak juga mau lunasi harga jual-beli rumah. Masalahnya sekarang ini, rumah yang kami jual saat ini sudah ditempati oleh si pembeli yang ternyata tidak mau melunasi harga jual-beli. Apa bisa atau masih memungkinkan, jual-beli ini sebagai penjual saya batalkan saja?
Brief Answer: Wanprestasi (ingkar janji), melahirkan beberapa opsi pemulihan, bisa berupa tuntutan pembayaran denda atau pinalti, meminta hakim pengadilan untuk menghukum pihak tersebut agar menunaikan kewajiban sebagaimana telah diperjanjikan, atau memilih untuk membatalkan seluruh isi perikatan (yang artinya sekaligus memerintahkan agar segala sesuatu dikembalikan ke kondisi semula).
Betul bahwa telah dibayarnya uang panjar dalam konstruksi hukum jual-beli hak atas tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (telah terpenuhinya asas terang dan tunai), mengakibatkan terhadap sisa harga pelunasan menjelma menjadi perikatan hutang-piutang antara pembeli terhadap pihak penjual. Namun, bukan berarti pihak penjual tersandera untuk hanya dapat menggugat wanprestasi dengan diposisikan sebagai kreditor terhadap pihak pembeli selaku debitor, seolah-olah tidak memiliki opsi lain untuk menjadi pokok permintaan dalam gugatan.
Penjual tetap berhak mengajukan gugatan wanprestasi dengan hak opsi pembatalan perikatan ketika debitornya ingkar janji, sama seperti perjanjian hutang-piutang biasa, antara debitor dan kalangan perbankan sehingga segala sesuatunya harus dikembalikan kepada masing-masing pihak baik agunan maupun dana kredit.
Khusus untuk pilihan membatalkan perikatan, maka berlaku ketentuan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang mengandung norma imperatif bahwa untuk membatalkan perikatan, dibutuhkan peran perantara hakim di pengadilan lewat gugatan perdata wanprestasi.
Tujuan dari gugatan pembatalan perikatan, ialah untuk mengembalikan segala keadaan kembali seperti kondisi semula (vide Pasal 1265 KUHPerdata), diantaranya perintah hakim agar pihak pembeli mengembalikan objek barang kepada pihak penjual, dan disaat bersamaan disertai perintah agar pihak penjual mengembalikan uang panjar yang pernah diterimanya kepada pihak pembeli.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, untuk itu SHIETRA & PARTNERS mengilustrasikannya lewat putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 1030 K/Pdt/2007 tanggal 9 Desember 2009, perkara antara:
- MARYANA S, Isteri dari almarhum Kasno Sinaga, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Penggugat; melawan
- NURHAYATI HASNAN, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Penggugat merupakan isteri dari almarhum Kasno Sinaga yang telah meninggal pada tanggal 27 April 2004, yang selain meninggalkan seorang isteri juga meninggalkan ahli waris berupa 3 orang anak hasil perkawinan. Almarhum meninggalkan harta warisan atas sebidang tanah dan rumah diatasnya, pada tahun 1994 berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) an. Kasno Sinaga, dan juga telah didaftar dan membayar pajaknya.
Pada tanggal 13 Januari tahun 1996, pihak almarhum dan pihak Tergugat pernah melakukan kesepakatan “dibawah-tangan”, yakni almarhum suami Penggugat bersedia mengalihkan objek tanah kepada Tergugat dengan harga sebesar Rp. 50.000.000,- yang kesepakatan tersebut tertuang dalam surat perjanjian tertanggal 13 Januari 1996.
Saat penanda-tanganan surat perjanjian yang disaksikan oleh Penggugat, oleh Tergugat kepada almarhum suami Penggugat telah menyerahkan uang sebagai pembayaran tanda jadi sebesar Rp. 10.000.000,- sesuai surat kuitansi tertanggal 16 Januari 1996 dan pembayaran kedua sebesar Rp. 10.000.000,- berdasarkan kuitansi tertanggal 7 Februari 1996, dimana terhadap sisanya, Tergugat kepada almarhum suami Penggugat berjanji sebagaimana tertera dalam surat perjanjian akan melunasinya pada tanggal 12 Februari 1996.
Selanjutnya atas permohonan dan karena kebutuhan mendesak untuk tempat tinggal pihak Tergugat dan keluarganya, oleh almarhum suami Penggugat tanpa menaruh curiga, kepada Tergugat dan keluarganya diberi izin untuk menempati objek tanah dan rumah, sekalipun belum dilunasi dan terpenuhi pembayarannya sesuai harga yang disepakati dalam perjanjian.
Akan tetapi setelah jatuh tempo pada tanggal 12 Februari 1996 atas sisa kekurangan pembayaran harga tanah dan rumah, oleh almarhum kepada Tergugat telah ditagih sisa kekurangan pelunasan pembayaran harga rumah. Akan tetapi Tergugat hanya memberi janji demi janji bahkan menghindar untuk ditemui, bahkan hingga setelah suami Penggugat telah meninggal, Tergugat belum atau tidak pernah melakukan pembayaran pelunasan sesuai kesepakatan dalam surat perjanjian pada tahun 1996.
Tindakan Tergugat yang belum melakukan pembayaran pembelian rumah, akan tetapi merasa berhak telah menduduki / menguasainya bahkan telah berlangsung selama 8 tahun. Almarhum maupun Penggugat telah berulangkali menegur dan menagih sisa kekurangan pembayaran secara lisan maupun tertulis, namun Tergugat justru menyatakan bahwa objek tanah dan rumah telah menjadi haknya.
Dengan demikian Tergugat dengan tidak beritikad baik yakni tanpa melakukan pembayaran sisa kekurangan harga tanah dan rumah kepada Penggugat, namun berani tanpa hak menguasai dan menduduki sebagian dari tanah dan rumah, bahkan mengklaim sebagai pemiliknya. Karenanya Penggugat menuntut agar Tergugat mengembalikan objek rumah kepada Penggugat sebagai ahli waris yang sah dan berhak.
Apabila mengacu kepada kesepakatan dan tertuang dalam Surat Perjanjian tertanggal 13 Januari 1996, terdapat pengaturan sebagai berikut: “apabila pada tanggal 12 Februari 1996 tidak bisa menyelesaikan pembayaran pelunasan kepada pihak pertama (i.c almarhum suami Penggugat) boleh menjualnya kepada pihak lain dengan diberi kesempatan tenggang waktu selama 1 (satu) bulan kepada pihak kedua (i.c: Tergugat) masih berhak untuk membeli tanah dan rumah aquo.”
Ketentuan yang telah disepakati demikian dapat dimaknai, apabila Tergugat tidak mampu atau tidak dapat memenuhi kewajiban sesuai tanggal jatuh tempo yang ditentukan, maka perjanjian jual-beli dianggap batal dengan sendirinya dan tidak berlaku lagi, maka pihak pertama akan mengembalikan uang muka kepada pihak kedua, secara penuh tanpa ada potongan.
Almarhum suami Penggugat juga sempat beberapa kali menawarkan kepada Tergugat untuk mengembalikan uang pembayaran kedua maupun keseluruhannya yaitu sebesar Rp. 20.000.000,- namun Tergugat tidak bersedia dan tetap menguasai dan menduduki objek tanah.
Dengan demikian mengenai tindakan Tergugat yang tidak melakukan pelunasan pembayaran dan telah beritikad tidak baik dengan menguasai dan menduduki objek tanah, adalah perbuatan melawan hukum yang telah merugikan hak-hak Penggugat selaku pemilik yang sah atas objek tanah.
Terhadap gugatan Penggugat, Tergugat selaku pihak pembeli mengajukan gugatan balik (rekonpensi), dengan dalil bahwa Tergugat telah menyerahkan uang pada Penggugat uang sejumlah Rp. 20.000.000. Selama menempati objek rumah hingga saat ini, segala kerusakan telah Tergugat perbaiki dengan uang Tergugat sendiri.
Adapun sewaktu Tergugat ingin transaksi jual-beli dilakukan di hadapan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dan sekaligus pelunasan sisa atas tanah, Tergugat berusaha menghubungi Penggugat, namun Tergugat mendapati kekecewaan atas respon Penggugat, yaitu pelunasan bisa dilakukan tetapi harganya sudah berubah, yaitu dengan harga yang dipatok sendiri oleh Penggugat. Dengan demikian yang telah ingkar janji ialah pihak Penggugat selaku penjual itu sendiri yang telah menerima uang muka pembelian, dimana harga rumah sudah tercantum secara tegas dalam perjanjian jual-beli.
Dengan tidak ada kesepakatan tentang harga baru yang dipatok sepihak oleh Penggugat, maka pihak Penggugat menjadi marah dan dengan paksa ia membongkar pagar dan kemudian mengirim 3 orang tukang untuk bekerja menyekat / membatasi objek rumah, yaitu sebagian 80 m2 dan sebagian 120 m2. Sekat yang bagian 80 m2 diserahkan pada Tergugat, dan sebagian lagi yaitu 120 m2 disewakan pada orang lain, dan sejak 3 bulan terakhir ini bangunan yang luasnya 120 m2 kosong dan tidak ada lagi yang mau menyewa karena bangunannya sudah tidak layak huni lagi.
Tergugat selalu diteror dan dibuat tidak nyaman oleh pihak Penggugat, maupun orang suruhannya tetapi anehnya setiap ingin Tergugat bayar sisanya Rp. 30 juta secara keseluruhan selalu ditolak, karenanya dalam gugatan balik ini, Tergugat meminta agar pengadilan menyatakan bahwa harga jual-beli tanah adalah sesuai dengan perjanjian, yaitu Rp. 50 juta.
Terhadap gugat-menggugat demikian, Pengadilan Negeri Bekasi kemudian menjatuhkan putusan sebagaimana tertuang dalam register Nomor 229/PDT.G/2005/PN.Bks tanggal 7 Februari 2006, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
DALAM KONPENSI:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan Penggugat adalah ahli waris yang sah dari Almarhum Kasno Sinaga;
3. Menyatakan Perjanjian antara Penggugat dengan Tergugat tertanggal  3 Januari 1996 adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum;
4. Menyatakan Tergugat telah melakukan wanprestasi;
5. Menyatakan Penggugat adalah sebagai pemilik yang sah atas tanah dan rumah atas nama: Kasno Sinaga berdasarkan AJB No. ... , seluas: 200 m2, terletak di ... , dengan batas-batas: ...;
6. Menghukum Tergugat untuk mengembalikan tanah dan rumah a quo seutuhnya dan keseluruhannya kepada ahli waris Almarhum Kasno Sinaga, dengan ketentuan Penggugat harus mengembalikan uang muka yang telah diterima sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) kepada Tergugat;
7. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti-kerugian kepada Penggugat sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) per tahun terhitung sejak tanggal 16 Januari 1996 sampai dengan Tergugat menyerahkan tanah dan rumah objek sengketa kepada Penggugat;
DALAM REKONPENSI:
- Menolak gugatan rekonpensi untuk seluruhnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat, putusan Pengadilan Negeri di atas kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung dengan putusan No. 213/PDT/2006/PT.BDG tanggal 27 September 2006, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, ... sekalipun Penggugat In Persona mengajukan tuntutan hukum dalam perkara ini terhadap Tergugat, akan tetapi untuk menentukan kepemilikan hak atas tanah sengketa tidak dapat diputuskan hanya kepada Penggugat sebagai pemilik tetapi bersamaan 3 (tiga) orang anak sebagai ahli waris anak yang memiliki hak yang sama dihadapan hukum atas harta benda warisan almarhum Kasno Sinaga berdasarkan Hukum Pewarisan;
“...sisa dari harga jual tersebut merupakan piutang Penggugat bersama ahli waris terhadap Tergugat yang berhutang sebesar Rp. 30.000.000,-;
“Bukti surat tersebut P1, P2, dan P3 tidak memiliki bobot sebagai alat bukti yang dapat membuktikan status Penggugat, karena produk P1, P2, dan P3 tersebut hanya memiliki bobot sebagai persangkaan yang harus dikuatkan sebagai alat bukti lainnya yaitu surat keterangan kewarisan yang dibuat oleh ahli waris dan disahkan oleh kepala desa/lurah dan diketahui oleh camat yang bersangkutan;
MENGADILI :
- Menerima permohonan pemeriksaan perkara ini pada tingkat banding dari pihak Tergugat;
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bekasi No. 229/Pdt.G/2005/PN.BKS, tanggal 7 Februari 2006;
“Dengan Mengadili Sendiri:
Dalam Konpensi:
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;
Dalam Rekonpensi:
- Menyatakan gugatan Penggugat dalam Rekonpensi / Tergugat dalam Konpensi tidak dapat diterima.”
Pihak Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa Pengadilan Tinggi telah keliru dalam memahami pokok perkara seolah-olah sebagai perkara pembagian harta warisan. Namun Pengadilan Tinggi mengabaikan fakta bahwa selama isteri sebagai ahli waris dari suami yang telah lebih dulu meninggal, masih berkuasa dan bebas menentukan pengurusan atas harta peninggalan suami selama belum dilakukan pembagian atas harta warisan.
Sengketa perdata dalam perkara ini bukanlah masalah pembagian harta warisan, akan tetapi menggugat penguasaan pihak ketiga dari suatu peristiwa hukum jual beli antara almarhum Kasno Sinaga dengan Tergugat yang dalam perjanjiannya ditentukan syarat batal. Adapun kaedah tentang Syarat Batal, diatur oleh Pasal 1517 KUHPerdata: “Jika si pembeli tidak membayar harga pembelian, si penjual dapat menuntut pembatalan pembelian, menurut ketentuan pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata.”
Mengacu pada pasal tersebut diatas, adapun norma Pasal 1266 KUHPerdata: “Syarat batal dianggap selaku dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal-balik manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.”
Sementara substansi ketentuan Pasal 1267 KUHPerdata: “Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, ataukah ia akan menuntut pembatalan persetujuan, disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga.”
Sementara itu Pengadilan Tinggi dalam pertimbangan hukumnya, seolah-olah perbuatan jual-beli tidak dapat dibatalkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, dimana Tergugat baru membayar sebagian yakni sebesar Rp. 20.000.000,- dari harga tanah yang disepakati sebesar Rp. 50.000.000,- pada tahun 1996.
Sehingga menjadi keliru ketika Pengadilan Tinggi hanya memandang sengketa ini sekadar suatu peristiwa hutang-piutang, sehingga mempertimbangkan bahwa gugatan Penggugat menjadi seakan tidak terpenuhi secara formil maka gugatan dinyatakan “tidak dapat diterima”.
Penggugat dalam surat gugatan menyebutkan adanya ahli waris anak-anak selain isteri yang hidup terlama, dengan pengertian almarhum Kasno Sinaga mempunyai anak 3 orang sebagai ahli waris, yang tentunya masing-masing berhak untuk menuntut warisan maupun harta milik orang tuanya dengan pihak ketiga.
Namun Penggugat tidak menyertakan anak-anak Penggugat dalam gugatan ini, dikarenakan masih adanya tingkatan orang tua yang masih hidup dan lebih berhak untuk menuntut harta milik suaminya dari pihak ketiga tanpa harus menyertakan atau menerima surat kuasa dari anak-anak. Sebagai salah satu ahli waris, tentunya Penggugat memiliki kepentingan hukum serta legal standing.
Penggugat tidak menyertakan anak-anak Penggugat selaku sesama ahli waris, disebabkan perkara yang disengketakan bukan terkait dengan sengketa pembagian harta warisan, akan tetapi murni sengketa penguasaan harta milik yang dikuasai pihak ketiga, sehingga secara hukum acara dibenarkan dan bebas menentukan pihak yang dapat menggugat kepada pihak ketiga, sekalipun tanpa disertai surat kuasa insidentil dari ahli waris lainnya.
Salah satu preseden menyebutkan, seorang janda dapat menuntut dengan atau tanpa memerlukan Surat Kuasa dari ahli waris anaknya (vide yurisprudensi Mahkamah Agung No. 218 K/SIP/1960 tanggal 31 Agustus 1960). Namun Pengadilan Tinggi seolah-olah meragukan status Penggugat. Sepatutnya Pengadilan Tinggi mengetahui berdasarkan pengetahuan umum dan tidak adanya bantahan dari pihak Tergugat, sehingga telah jelas dan tidak membutuhkan alat bukti lain secara formal, alias akal sehat.
Suatu alat bukti yang telah diakui dan dinyatakan di hadapan persidangan yang dihadiri Penggugat dan Tergugat, serta tidak dilakukan bantahan ataupun tanggapan, adalah sesuatu hal yang tidak perlu dibuktikan ataupun diragukan lagi kebenarannya (Notoir Feiten).
Dimana terhadap keberatan-keberatan pihak Penggugat, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi dari Penggugat tersebut dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti (Pengadilan Tinggi) telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa isteri berhak mewarisi dari suami yang telah meninggal dunia lebih dahulu dan pula ternyata harga jual-beli objek sengketa belum dibayar lunas, maka jual-beli dapat dibatalkan, oleh karena itu pertimbangan Pengadilan Negeri telah tepat dan benar dan dapat diambil sebagai pertimbangan Mahkamah Agung sendiri;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, dengan tidak perlu mempertimbangkan alasan kasasi lainnya, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : MARYANA S dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung No. 213/PDT/2006/PT.BDG tanggal 27 September 2006 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bekasi No. 229/PDT.G/2005/PN.Bks tanggal 7 Februari 2006 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : MARYANA S tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung No. 213/PDT/2006/PT.BDG tanggal 27 September 2006 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bekasi No. 229/PDT.G/2005/PN.Bks tanggal 7 Februari 2006;
“MENGADILI SENDIRI:
DALAM KONPENSI
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan Penggugat adalah ahli waris yang sah dari Almarhum Kasno Sinaga;
3. Menyatakan Perjanjian antara Penggugat dengan Tergugat tertanggal 13 Januari 1996 adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum;
4. Menyatakan Tergugat telah melakukan wanprestasi;
5. Menyatakan Penggugat adalah sebagai pemilik yang sah atas tanah dan rumah atas nama: Kasno Sinaga berdasarkan AJB No. ... , seluas: 200 m2, terletak di ... , dengan batas-batas: ...;
6. Menghukum Tergugat untuk mengembalikan tanah dan rumah a quo seutuhnya dan keseluruhannya kepada ahli waris Almarhum Kasno Sinaga, dengan ketentuan Penggugat harus mengembalikan uang muka yang telah diterima sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) kepada Tergugat;
7. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti-kerugian kepada Penggugat sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) per tahun terhitung sejak tanggal 16 Januari 1996 sampai dengan Tergugat menyerahkan tanah dan rumah objek sengketa kepada Penggugat;
DALAM REKONPENSI
- Menolak gugatan rekonpensi untuk seluruhnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.