Syarat Novum dalam Pengajuan Upaya Hukum Peninjauan Kembali

LEGAL OPINION
Question: Sebetulnya yang namanya novum itu, seperti apa? Maksudnya kriterianya itu seperti apa? Kalau ada berkas penting yang selama ini disembunyikan oleh pihak lawan, terlepas apakah kami sudah mengetahuinya ataukah belum mengetahui keberadaan dokumen tersebut, lalu apa masih bisa dijadikan alasan untuk mengajukan PK (upaya hukum Peninjauan Kembali) kalau nantinya berkas itu berhasil kami temukan?
Brief Answer: Untuk menghindari rekayasa alat bukti dokumen ataupun alat bukti lainnya, maka dipersyaratkan oleh undang-undang agar novum (bukti baru) dalam permohonan upaya hukum Peninjauan Kembali, harus telah ada sebelum perkara diperiksa dan diputus pengadilan, hanya saja alat bukti baru berhasil ditemukan dikemudian hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap—mengingat masa berlaku novum ialah hanya 180 hari sejak novum ditemukan, dan lewat dari masa itu maka novum akan dinyatakan kadaluarsa, sementara perkara kasasi dapat memakan waktu tahunan, sehingga bisa jadi baru ditemukan saat kasasi masih dalam proses menunggu putusan, yang tentunya dapat menyebabkan keberlakuan novum menjadi terancam kadaluarsa.
Sementara undang-undang hanya memberi keterangan sebagai berikut perihal kriteria novum untuk kepentingan upaya hukum Peninjauan Kembali: “apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan”.
Dengan kata lain, surat-surat tersebut telah ada sebelum perkara diputus, hanya saja belum dikuasai atau belum ditemukan. Ketentuan demikian terbilang “sumir”, sehingga implementasi konkretnya kemudian menjadi kewenangan penafsiran pihak Mahkamah Agung itu sendiri, untuk menyatakan sah atau tidaknya dokumen novum yang diajukan.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan sengketa register Nomor 114 PK/Pdt.Sus-PHI/2017 tanggal 27 September 2017, perkara antara:
- PT. TUBAGUS JAYA MANDIRI, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali, semula selaku Tergugat; melawan
1. JOSMAR SIMBOLON; 2. MARULI MATONDANG; 3. PAULUS SIMANJUNTAK, selaku Termohon Peninjauan Kembali dahulu Para Penggugat.
Para Penggugat diputus hubungan kerjanya (PHK) oleh Tergugat pada Tanggal 17 Juli 2014, secara sepihak dan tanpa terlebih dahulu merundingkan dengan Para Penggugat tentang maksud PHK tersebut, yang mana diistilahkan oleh Tergugat sebagai pemutusan hubungan “kemitraan”.
Para Penggugat mengajukan permintaan perundingan bipartit, namun ditolak oleh pihak Tergugat. Oleh karena segala upaya untuk merundingkan permasalahan sudah dilakukan oleh Para Penggugat, namun tidak menemui suatu kesepakatan, karena juga anjuran Mediator dari Suku Dinas Tenaga Kerja ternyata tidak diindahkan oleh Tergugat, maka demi mendapatkan kepastian hukum, Para Penggugat terpaksa mengajukan gugatan ini.
Oleh karena Para Penggugat sebelum di-PHK, hanya menerima upah dalam bentuk komisi yang apabila diakumulasi setiap bulannya untuk tahun 2014, tidak mencapai nilai nominal sebesar ketentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta yang berlaku pada tahun 2014, maka Para Penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar menetapkan Upah Para Penggugat dengan standar upah sebulan disesuaikan dengan besarnya Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta yang berlaku pada setiap tahun berjalan terhitung sejak Tahun 2014.
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta Pusat telah memberi putusan Nomor 19/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.JKT.PST, tanggal 24 Juni 2015, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya.”
Dalam tingkat kasasi, yang menjadi amar Putusan Mahkamah Agung Nomor 85 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 3 Mei 2016 sebagai berikut:
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: 1. JOSMAR SIMBOLON, 2. MARULI MATONDANG, 3. PAULUS SIMANJUNTAK tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 19/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.JKT.PST, tanggal 24 Juni 2015;
Mengadili Sendiri:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan untuk sebahagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Para Penggugat dan Tergugat putus;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar hak-hak Para Penggugat sesuai dengan ketentuan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang perinciannya sebagai berikut:
a. Penggugat I (Josmar Simbolon) sebesar Rp53.335.850,00;
b. Penggugat II (Maruli Matondang) Rp47.721.550,00;
c. Penggugat III (Paulus Simanjuntak) Rp16.842.900,00;
4. Menolak gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum Peninjuan Kembali, dengan dalil adanya “Novum”, dimana saat pemeriksaan pada tingkat pertama belumlah diperiksa. Novum berupa dokumen ditemukan oleh pegawai staf hukum PT. Tubagus Jaya Mandiri di bagian arsip, penemuan tersebut pada tanggal 20 Januari 2017, Adapun bukti baru tersebut adalah:
1. Surat dokumen berupa Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan tertanggal 28 Desember 2015, yang dikeluarkan oleh Suku Dinas Tenaga Kerja Kota Administrasi Jakarta Utara. Tergugat sempat dilaporkan Penggugat, ternyata oleh penyidik PPNS Suku Dinas Tenaga Kerja dihentikan Penyidikannya oleh karena tuduhan tidak terbukti;
2. Surat dokumen berupa anjuran tertanggal 03 Nopember 2016 yang dikeluarkan oleh Suku Dinas Tenaga Kerja Kota Administrasi Jakarta Utara. Mengenai tuntutan Hak Para Supir Trailer, pihak Mediator telah meneliti dan memeriksa kedua belah pihak, ternyata tidak ada hubungan kerja antara Supir Trailer dengan Pihak perusahaan, akan tetapi faktanya adalah hubungan keperdataan perjanjian “kemitraan” dan berakhirnya dengan perjanjian perdata, sehingga anjurannya adalah bahwa para pihak hendaknya mematuhi perjanjian.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti dengan saksama alasan-alasan peninjauan kembali tanggal 16 Maret 2017 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Juris ternyata tidak ada kekhilafan Hakim atau keliruan yang nyata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf (f) Undang-Undang tentang Mahkamah Agung karena merupakan perbedaan pendapat atas fakta antara Judex Juris dan Pemohon Peninjauan Kembali;
“Sedangkan novum yang diajukan bukanlah bukti yang menentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 Huruf (b) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, karena bukti surat dikeluarkan setelah adanya putusan / pemeriksaan perkara di tingkat Judex Facti;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung berpendapat permohonan pemeriksaan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali PT. TUBAGUS JAYA MANDIRI tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: PT. TUBAGUS JAYA MANDIRI, tersebut.”
Catatan Penutup SHIETRA & PARTNERS:

UNDANG-UNDANG
NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG
MAHKAMAH AGUNG
Pasal 67
Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
a. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
f. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Pasal 69
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk:
a. yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara; [Penjelasan Resmi: Hari dan tanggal diketahuinya kebohongan dan tipu muslihat itu harus dibuktikan secara tertulis.]
b. yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
c. yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
d. yang tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.