Hutang-Piutang tidak dapat Dicampur-Aduk dengan Jual-Beli Agunan

LEGAL OPINION
Question: Si peminjam (dana) tak kembalikan uang, di akta sudah disepakati, bahwa kalau si debitor tak lunasi hutangnya, tanahnya yang dijaminkan ke saya itu boleh saya kuasai jadi milik saya. Yang namanya sudah sepakat saat buat perjanjian kan, artinya diakui juga oleh hukum, bukan? Itu semua bank-bank besar, bisa punya banyak kantor cabang di seluruh penjuru provinsi, asal-mulanya kan, itu agunan milik debitornya yang menunggak.
Brief Answer: Jika perikatan ialah perihal perbuatan hukum hutang-piutang, maka yang dapat digugat ke muka pengadilan ialah tuntutan agar debitor diperintahkan untuk membayar / melunasi hutang-hutangnya, bukan untuk aset harta bergerak / tidak bergerak milik sang debitor diserahkan kepada pihak kreditor atau bahkan menjual agunan milik sang debitor. Bila tergugat tetap lalai menjalankan isi amar putusan, barulah harta miliknya dapat disita-eksekusi oleh jurusita pengadilan.
Akta hutang-piutang adalah perihal perikatan hutang-piutang, bukanlah dan tidak dapat dicampur-aduk dengan konstruksi jual-beli agunan ataupun penjualan agunan kepada pihak ketiga. Hanya parate eksekusi Hak Tanggungan yang dibenarkan olah Undang-Undang tentang Hak Tanggungan—diluar itu semua praktik “campur-aduk” demikian ialah ilegal.
Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memiliki norma berikut: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Yang perlu digaris-bawahi ialah frasa “yang dibuat secara sah”. Kesepakatan yang dibuat secara melanggar hukum, jelas tidak sah, yang artinya tidak memiliki kekuatan mengikat apapun secara kontraktual perdata.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah cerminan konkret yang cukup representatif untuk memudahkan pemahaman, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa hutang-piutang yang dialih-isukan menjadi sengketa kepemilikan tanah agunan, register Nomor 2223 K/Pdt/2016 tanggal 31 Oktober 2016, perkara antara:
- KARSONO, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Penggugat; melawan
- KALIM, sebagai Termohon Kasasi dahulu Tergugat; dan
- BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) Jakarta Pusat, selaku Turut Termohon Kasasi dahulu Turut Tergugat.
Bermula pada tanggal 22 Mei 1978 Tergugat selaku debitur telah meminjam uang kepada Penggugat selaku kreditur dengan jumlah Rp15.000.000,00 dengan jangka waktu selama dua tahun, yang jatuh tempo pada tanggal 22 Mei 1980. Sebagai jaminan, Tergugat memberikan jaminan sebuah Gedung kepada Penggugat.
Sejak surat perjanjian pinjam uang ditanda-tangani, sampai jatuh tempo pada tanggal 22 Mei 1980, Tergugat telah tidak beritikad baik menyelesaikan pinjaman uang kepada Penggugat. Walaupun Penggugat berkali-kali meminta kepada Tergugat agar segera dilakukan penyelesaian perjanjian pinjam uang, akan tetapi Tergugat selalu berdalil dengan cara meminta diberikan waktu. Alasan-alasan Tergugat meminta diberikan waktu tersebut, sudah sering dan berulang-ulang kali, namun terbukti Tergugat tidak pernah beritikad baik menyelesaikan kewajibannya.
Tahun 2006, ketika Penggugat datang ke tempat objek jaminan, ternyata Tergugat telah meninggalkan gedung objek jaminan dengan tidak memberitahukan kepada Penggugat. Ternyata, kondisi objek jaminan pada tahun 2006 terebut, sudah diterlantarkan oleh Tergugat.
Selanjutnya Penggugat mengirimkan surat kepada Tergugat pada tanggal 1 Agustus 2007, memberitahukan bahwa gedung yang menjadi objek jaminan tidak ada yang menempati, serta aliran listrik maupun air telah diputus oleh petugas yang berwenang. Karena itu Penggugat menahan gedung objek jaminan, dengan maksud mengantisipasi dikuasai pihak-pihak lain yang ada sengketa dengan Tergugat, sambil menunggu Tergugat datang menemui Penggugat untuk menyelesaikan kewajibannya.
Objek bangunan tersebut diterlantarkan yaitu adanya Surat dari Pemerintah Provinsi Jakarta cq. Dinas Pelayanan Pajak tertanggal 10 Oktober 2014, karena Tergugat belum melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas objek pajak tanah sejak tahun 1993.
Singkatnya, alih-alih mencantumkan pokok tuntutan (petitum) berupa agar pengadilan memerintahkan sang debitornya untuk melunasi hutang, Penggugat selaku kreditor justru meminta agar hakim menyatakan bahwa agunan sertifikat hak atas tanah milik sang debitor, menjadi milik dari Penggugat.
Terhadap gugatan sang kreditor, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan putusan Nomor 538/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst tanggal 12 Mei 2015, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam eksepsi:
- Menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;
Dalam pokok perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan wanprestasi;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar hutang dan bunganya kepada Penggugat yang seluruhnya berjumlah Rp9.570.745.000,00 secara tunai dan seketika;
4. Menyatakan bahwa tanah beserta bangunan yang ada diatasnya terletak di Jalan Pangeran Jayakarta Nomor ... (tanah dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor ... ) adalah sebagai jaminan untuk pembayaran hutang Tergugat kepada Penggugat;
5. Menghukum Turut Tergugat untuk mentaati putusan ini;
6. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat, putusan Pengadilan Negeri di atas kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta lewat putusan Nomor 566/PDT/2015/PT.DKI Tanggal 1 Februari 2016, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menerima permohonan banding dari Tergugat / Pembanding;
2. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Nomor 538/Pdt.G/2014/PN.JKT.PST. tanggal 12 Mei 2015, yang dimohonkan banding tersebut;
“MENGADILI SENDIRI
Dalam Eksepsi:
1. Menerima Eksepsi Tergugat / Pembanding;
2. Menyatakan gugatan Penggugat / Terbanding, kabur (obsuur libel).”
Sang kreditor mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan dengan kaedah hukum penting, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti (Pengadilan Tinggi) tidak salah dan tidak benar menerapkan hukum karena terbukti dalam gugatan Penggugat menyatakan hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat adalah pinjam-meminjam uang atau hutang piutang dengan jaminan sebuah rumah, namun di dalam petitum gugatan menuntut supaya Tergugat menyerahkan Sertifikat Hak Guna Bangunan;
“Bahwa sengketa Penggugat dan Tergugat bukan mengenai kepemilikan atau tuntutan tentang hak milik, sehingga barang jaminan tidak boleh dimiliki, hal ini bertentangan dengan ketertiban umum, dengan demikian tuntutan Penggugat kabur;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti / Pengadilan Tinggi Jakarta dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Karsono tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi KARSONO tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.