LEGAL OPINION
Question: Katanya yang bertanggung jawab perdata ataupun pidana atas sebuah perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas, itu direktur selaku pengurusnya. Apa selalu begitu? Semisal jika ada bagian dari gedung perusahaan yang roboh, lalu menimpa pejalan kaki yang kebetulan melintas di bawahnya, dan si korban meninggal dunia akibatnya.
Apa semuanya harus selalu direksi yang dimintai pertanggung-jawaban perdata dan pidana? Kalau semua disalahkan ke pundak direksi, lalu buat apa perusahaan menggaji manajer yang sesuai ahli dibidangnya masing-masing?
Brief Answer: Biasanya dalam struktur manajemen suatu perseroan yang hierarkhis, terdapat masing-masing penanggung-jawab suatu bidang spesifik. Dalam suatu perusahaan besar, untuk urusan elektrikal dan perawatan konstruksi gedung biasanya dikelola oleh suatu kepala divisi tersendiri. Karena kewenangan serta tanggung jawab telah didelegasikan oleh Direksi Perseroan kepada seorang Kepala Divisi demikian, maka tanggung jawab “rantai komando” tidak selalu harus dimaknai sebagai tanggung jawab direksi, bila terjadi kecelakaan terkait bangunan gedung milik perseroan.
Untuk tanggung jawab konteks perdata, kekayaan badan hukum Perseroan Terbatas itulah yang dapat dimintai pertanggung-jawaban, berdasarkan asas vicarious liabilities. Namun untuk konteks pidana, pertanggung-jawaban dapat bersifat perorangan (individual), terutama kepada pihak-pihak yang paling bertanggung-jawab sesuai kewenangan yang telah dipercayakan oleh pimpinan perusahaan dan diemban olehnya masing-masing.
Begitupula dari unsur kontribusi kesalahan oleh pihak korban. Bila korban tidak mungkin sama sekali dapat menghindari kecelakaan yang dialaminya akibat kelalaian suatu pihak, maka terdakwa dapat dihukum dengan pidana penjara yang cukup lama. Sementara dalam kasus lain meski didakwa dengan pasal pidana yang sama perihal “mengakibatkan kematian akibat kelalaian”, namun terdapat konstribusi kecerobohan pihak korban itu sendiri, terdakwa divonis secara lebih ringan—akan tetapi bukan dimaknai sebagai alasan pemaaf untuk membebaskan terdakwa selaku pelaku yang paling bertanggung-jawab.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, ilustrasi konkret berikut dapat SHIETRA & PARTNERS jadikan sebagai rujukan utama, sebagaimana tercermin dalam putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 1302 K/PID/2016 tanggal 20 Februari 2017, dimana Terdakwa didakwa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Bermula pada tanggal 10 November 2014, saksi Evelyn bersama tiga anaknya yaitu saksi Selfianney, Satrio dan Amanda (korban) berangkat dari rumah dengan mengendarai sepeda motor. Sesampai di STC sekitar pukul 18.30 WIB, saksi Evelyn langsung parkir motor dan turun bertiga, ketika itu hujan turun gerimis sehingga saksi Evelyn langsung masuk dari pintu depan bersama tiga anaknya tersebut dan langsung menuju Toko DSX yang ada di Lantai 1. Sesampai di Toko DSX, saksi Evelyn menitipkan anak-anak ke saksi Sasmito Nugroho karena saksi Evelyn kembali ke parkiran motor untuk mengambil kunci motor yang ketinggalan.
Setelah saksi Evelyn kembali ke Toko DSX toko, saksi Evelyn langsung mengajak ketiga anaknya untuk jalan-jalan keliling Mall. Beberapa waktu kemudian saksi Evelyn mengajak ketiga anaknya duduk di salah satu kursi yang berdekatan dengan pagar.
Setelah saksi Evelyn duduk, ketiga anaknya mengikuti dari belakang dan berdiri di sekitaran kursi, dimana pada saat itu saksi Evelyn duduk dalam posisi menghadap ke toko sementara Satrio berdiri dekat saksi Evelyn menghadap toko, untuk Amanda (korban) duduk di sebelah kanan saksi Evelyn dengan menghadap ke pagar dan saksi Selfianney berdiri di sebelah kiri saksi Evelyn.
Amanda (korban) duduk dengan melepas sepatu sendalnya dan kedua tangannya memegang pagar dan sesekali berdiri di atas lantai dengan tanpa alas kaki, sementara saksi Selfianney hanya berdiri dekat pagar dan tangannya juga memegangi pagar dan tidak lama kemudian tiba-tiba saksi Evelyn kaget melihat Amanda (korban) langsung jatuh telentang di atas kursi dalam posisi kepala tengadah menghadap ke depan, sementara tubuhnya sudah tidak sadarkan diri, sementara adiknya saksi Selfianney yang tadinya berdiri disebelahnya menangis dengan keras melihat kondisi kakaknya Amanda (korban) yang tidak sadarkan diri dan saksi Selfianney tangan dan kakinya gemetaran karena memegang besi trails pagar.
Selanjutnya saksi Evelyn juga panik dan sempat membangunkan Amanda (korban) dengan cara menepuk wajahnya dan tidak lama pengunjung pun mengerubungi dan ada juga yang memberikan pertolongan dengan memberi minyak kayu putih, selanjutnya saksi Sasmito datang dan langsung membawa Amanda (korban) dengan cara dibopong kemudian dibawa turun tangga ke lantai dasar dan memanggil taxi untuk kemudian dibawa ke Rumah Sakit. Setibanya di Rumah Sakit, Tim Dokter mengatakan “nyawa anak Bapak sudah tidak ada.”
Pada saat dilakukan pengecekan oleh Tim Pemeriksa dari Laboratorium Forensik Mabes Polri terhadap aliran arus listrik di lokasi kejadian, memang benar adanya aliran arus listrik yang mengalir di body Neon Box papan reklame bertuliskan “Sport Hall Function, Hall & Function Room”, dengan ukuran panjang sekitar 3 s/d 4 Meter dan lebar sekitar 1 meter dan dari papan reklame tersebut juga terdapat MCB yang menempel, yang menurut saksi Ir. M. Budi Harto, M.M., tidak sesuai pemasangannya dimana untuk MCB seharusnya dipasang di panel listrik.
Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Kriminalistik Nomor Lab tertanggal 20 November 2014, barang bukti 1 unit papan reklame jenis Neon Box di Lantai 1 bangunan STC (Senayan Trade Canter), disimpulkan bahwa: Belitan Body ballast lampu penerangan jenis TL-36 Watt dalam keadaan terhubung langsung (kontak langsung), dan arus listrik yang mengalir pada kerangka papan reklame disebabkan oleh adanya kontak langsung antara belitan dan body ballast lampu penerangan jenis TL-36 Watt.
Terdakwa bekerja di PT. Mandiri Karya Indah Sejahtera sebagai Chief Engineering, yang bertanggung-jawab terhadap semua system gedung yang meliputi sistem pendingin gedung, sistem pemadam kebakaran, sistem kelistrikan, sistem air limbah, sistem air bersih, sistem plumbing, sistem pendingin perkantoran, sistem paging gedung, sistem bas control, panel listrik tiap lantai, pengerjaan sipil dan genset.
Terdakwa mengetahui di dalam 1 unit Neon Box papan reklame yang menyebabkan kematian tersebut, sudah ada lampu yang mati, dan ada juga lampu yang masih hidup namun tidak tahu berapa jumlahnya yang pasti lampu yang hidup dan lampu yang mati, karena Terdakwa melihat di Neon Box tersebut saat dinyalakan warnanya tidak terang dan agak redup dan Terdakwa tidak menggantinya karena untuk mengganti lampu di dalam Neon Box tersebut dibutuhkan tenaga dan kesulitan yang cukup tinggi sehingga Terdakwa berinisiatif mengganti komponen di dalam Neon Box pada saat diganti materinya sehingga lebih efektif dan berdasarkan aturan dalam PT. Mandiri Karya Indah Sejahtera setiap lampu mempunyai perawatan yang sama yaitu apabila mati akan segera diperbaiki akan tetapi Terdakwa tidak segera mengganti lampu yang mati tersebut.
Dari hasil Visum et Repertum Nomor tertanggal 21 November 2014, diperoleh kesimpulan pada pemeriksaan luar anak perempuan usia tujuh tahun ini (korban), ditemukan luka pada pergelangan tangan kiri dan jari kaki kelima kanan dan kiri yang menurut pola dan gambarannya sesuai dengan luka akibat tersetrum. Selanjutnya juga ditemukan gambaran mati lemas (asfiksia), sebab matinya orang ini tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan bedah.
Terhadap tuntutan pihak Jaksa, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 1591/Pid.B/2015/PN.Jkt.Pst., tanggal 05 April 2016, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa Danni Dwi Putra Arfianto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘karena kelalaian menyebabkan orang meninggal dunia’;
2. Menghukum Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalankan Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan.”
Dalam tingkat banding, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 151/PID/2016/PT.DKI., tanggal 13 Juni 2016, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menerima permintaan banding dari Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum tersebut;
2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 05 April 2016, Nomor 1591/Pid.B/2015/PN.Jkt.Pst., yang dimintakan banding tersebut.”
Pihak Terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi, dengan mendalilkan argumentasinya pada kesimpulan dalam dokumen Visum et Repertum terhadap korban tertanggal 21 November 2014, sebagai berikut: “Sebab matinya orang ini tidak dapat ditentukan, karena tidak dilakukan pemeriksaan bedah mayat”.
Terdakwa juga membahas perihal adanya setrum di kerangka Neon Box, bahwa:
a. Neon Box terpasang pada Tahun 2003, jauh sebelum Terdakwa bekerja di STC (Tahun 2010) dan yang memasang adalah kontraktor, bukan pihak atau management STC;
b. Pada Tahun 2013 terbukti telah dilakukan pengecekan dan perawatan oleh tekhnisi engeenering terhadap lampu dan kondisi Neon Box;
c. Neon Box itu sendiri terpasang di luar dan atau dibatasi oleh pagar / railing, yang tidak mudah dijangkau dan posisi MCB sudah termasuk aman karena letaknya di bawah reling pagar di belakang Neon Box dan tidak akan terjangkau oleh umum. Posisi MCB dalam gambar adalah karena MCB tersebut akan di foto Polisi, maka posisinya berada di luar. MCB dalam keadaan tertutup rapat dan terbungkus;
d. Tidak ada laporan yang disampaikan oleh tehnisi di bawah Terdakwa, maupun oleh bagian kebersihan tentang adanya setrum di kerangka Neon Box.
Mengenai tugas dan tanggung jawab Terdakwa sebagai Chief Engeenering, Terdakwa menolak dan sangat keberatan terhadap pertimbangan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri menyatakan bahwa Terdakwa sebagai Chief Engineering tidak melakukan kontrol dan pengawasan terhadap Neon Box yang bermasalah dan tidak memerintahkan untuk diperiksa dan diganti apabila ada lampu-lampu yang tidak menyala, maka hal ini terbukti telah lalai untuk melakukan tugasnya.
Terdakwa mendalilkan, sebelum kejadian posisi lampu masih terang, dimana setiap hari ada tekhnisi yang keliling melakukan pengechekan. Petugas kebersihan / cleaning service pada area Neon Box dalam keterangannya menyatakan tidak merasakan adanya setrum, dan karenanya tidak pernah melaporkan adanya setrum di kerangka Neon Box. Secara kurang etis, justru Terdakwa menunjuk tanggung jawab kepada orang tua korban, dengan dalil sebagai berikut:
“Disini orangtuanya-lah yang berperan dan bertanggung-jawab untuk mengawasi anaknya. Korban sama sekali tidak dapat diminta pertanggung-jawabannya terhadap seorang anak yang datang ke mall STC dalam keadaan basah dan melepaskan sandalnya kemudian mengeluarkan anggota badannya melewati pagar. Adanya setrum dikerangka Neon Box tidak dapat begitu saja dikatakan sebagai kelalaian dari Terdakwa, karena Hukum Pidana mengarah pada pelaku tindak pidana itu sendiri. Tidak adanya laporan bahwa kerangka Neon Box mengandung aliran setrum tidak dapat menjadikan Terdakwa yang adalah Chief Engeneering dapat diminta pertanggung-jawabannya.”
Sikap Terdakwa yang menyatakan mengambil-alih tanggung jawab dari 22 orang tekhnisinya, tidak dapat menjadi alasan tudingan bahwa Terdakwa secara pidana dapat dihukum atau diminta pertanggung-jawabannya di depan hukum, demikian Terdakwa menutup argumentasinya, meski . Dimana terhadap upaya pembenaran diri Terdakwa, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa tersebut Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:
“Bahwa alasan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Terdakwa tidak dapat dibenarkan karena putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan Judex Facti Pengadilan Negeri untuk seluruhnya merupakan putusan yang tidak salah menerapkan hukum, yang mempertimbangkan secara tepat dan benar fakta-fakta hukum yang relevan secara yuridis sebagaimana yang terungkap di dalam persidangan berdasarkan alat-alat bukti yang diajukan secara sah sesuai dengan ketentuan hukum yaitu Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana ‘karena kelalaiannya menyebabkan orang meninggal dunia’, melanggar Pasal 359 KUHPidana, sesuai dakwaan Penuntut Umum, selain itu Judex Facti juga telah cukup mempertimbangkan dasar alasan-alasan penjatuhan pidana sesuai Pasal 197 Ayat (1) huruf b KUHAP, sehingga Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 1 (satu) tahun;
“Bahwa Terdakwa sebagai Chief Engginering di PT. Mandiri Karya Indah Sejahtera yang bertanggung jawab terhadap semua sistem gedung yang meliputi sistem pendingin gedung, sistem pemadam kebakaran, sistem kelistrikan sistem bas control, panel listrik tiap lantai, pengerjaan sipil dan genset, dan lain-lain;
“Bahwa Terdakwa mengetahui dalam 1 unit Neon Box papan reklame bertuliskan ‘Sport Hall Function, Hall & Function Room’ sudah ada lampu yang mati, namun Terdakwa tidak menggantinya. Karena Terdakwa tidak segera mengganti lampu yang mati tersebut, ternyata pada saat dilakukan pengecekan oleh tim pemeriksaan dari Laboratorium Forensik Mabes Polri, ada aliran arus listrik yang mengalir di body Neon Box papan reklame tersebut dan dari papan reklame tersebut yang terdapat MCB yang menempel tidak sesuai pemasangannya dimana untuk MCB seharusnya dipasang di panel listrik;
“Bahwa akibat Terdakwa tidak melakukan kontrol dan pengawasan terhadap Neon Box yang bermasalah dan Terdakwa tidak memerintahkan untuk segera mengganti dengan lampu yang baru, maka saksi korban yang duduk di kursi dan kedua tangannya memegang pagar dan sesekali berdiri di atas lantai langsung jatuh telentang di atas kursi dalam posisi kepala tengadah sedang tubuhnya sudah tidak sadarkan diri, tangan dan kakinya gemeteran karena tangannya memegang besi teralis pagar kemudian meninggal dalam perjalanan ke Rumah Sakit. Menurut keterangan Dokter di RS. Pertamina bahwa saksi korban kena setrum listrik dengan ciri ada tanda biru di telapak kaki korban;
“Bahwa dari uraian tersebut di atas, ada hubungan kausal antara kelalaian Terdakwa dengan meninggalnya orang, dengan demikian perbuatan Terdakwa melanggar Pasal 359 KUHPidana;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa DANNI DWI PUTRA ARFIANTO tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.