Disparitas Vonis antar Pelaku Tindak Pidana, Kontribusi Peran Masing-Masing Terdakwa

LEGAL OPINION
Question: Koq bisa, cuma ikutin perintah atasan, tapi dipenjara sama beratnya dengan hukuman yang dijatuhkan hakim ke si atasan yang beri perintah? Tidak laksanakan perintah itu, bisa dipecat. Serba salah.
Brief Answer: Terdapat permasalahan / isu hukum laten dalam konsepsi pelaku penyertaan dalam sebuah tindak pidana “turut serta” (pelaku jamak dalam pembagian peran), yakni sebuah polemik sebagai berikut: apakah pelaku yang bukan menjadi otak kejahatan atau pemberi perintah, diberi hukuman lebih berat, lebih ringan, atau sama bobot hukumannya dengan pelaku pelaksana yang sejatinya hanya mengikuti / menjalankan perintah dari pelaku “otak intelektual”-nya?
Belum terdapat keseragaman pendapat antar Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI, seakan kontribusi dan bobot peran antar terdakwa tidak memiliki nilai signifikan dalam menentukan berat-ringannya kesalahan masing-masing terdakwa. Kesalahan memang tetap sebuah kesalahan, tanpa dapat menjadi alasan pembenar atau penghapus kesalahan bila sesuatu tindak pidana dilakukan berdasarkan “mengikuti perintah dalam hubungan pekerjaan” (sebagai kategori turut-serta melakukan). Namun demikian akan dirasakan ketidak-adilan tersendiri, bila seorang pegawai yang hanya melaksanakan perintah dari majikannya, dituntut sama beratnya dengan kesalahan pidana sang majikan.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi konkret berikut cukup representatif, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 401 K/PID.SUS/2013 tanggal 12 November 2014, dimana Para Terdakwa didakwa karena telah bersama-sama atau sendiri-sendiri sehingga dapat dipandang sebagai yang melakukan, turut serta melakukan atau menyuruh melakukan dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan suaka alam, sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 40 ayat (1) jo. Pasal 19 ayat (1), (3) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Bermula ketika Terdakwa II (Dafrizon Pgl. Ujang) menyampaikan keinginannya untuk mengolah lahan kepada Terdakwa III (Syafri Dt. Rajo Sampono), lalu Terdakwa III menyuruh Terdakwa II untuk mengolah tanah yang diberikan atas nama Desmarni yang merupakan istri Terdakwa II, berdasarkan Surat Kerapatan Adat Nagari Batang Barus tertanggal 19 April 2008.
Sementara itu yang menjadi keterlibatan Terdakwa I (Ali Ibrahim), ialah sebagai pihak yang bertugas mengolah lahan serta cara menyediakan bibit berupa bibit coklat dan menanami lahan dengan perjanjian bagi hasil. Kemudian Terdakwa II merambah lahan yang ditanami tersebut yang berada sekitar 400 m dari arah sungai ke arah hutan, seluas 0,5-1,5 Ha dengan cara membersihkan lahan tersebut dari semak-semak dan tanaman yang tumbuh di atas tanah tersebut, sehingga kondisi tanah menjadi lahan yang siap untuk ditanami. Terdakwa I mulai menanami tanah tersebut dengan bibit yang disediakan olehnya.
Dalam Dakwaan Alternatif Kedua, Para Terdakwa didakwa karena telah secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sehingga dapat dipandang sebagai yang melakukan, turut serta melakukan atau menyuruh melakukan dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan suaka alam, sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 40 Ayat (1) jo. Pasal 19 Ayat (1), (3) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara dalam Dakwaan Alternatif Ketiga, Para Terdakwa didakwa karena telah bersama-sama atau sendiri-sendiri sehingga dapat dipandang sebagai yang melakukan, turut serta melakukan atau menyuruh melakukan dengan sengaja melakukan kegiatan yaitu mengerjakan dan/atau menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah, sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai Pasal 78 ayat (2) jo. Pasal 50 Ayat (3) Huruf a UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun dalam Dakwaan Alternatif Keempat, Para Terdakwa didakwa karena telah secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sehingga dapat dipandang sebagai yang melakukan, turut serta melakukan atau menyuruh melakukan merambah kawasan hutan, sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai Pasal 78 ayat (2) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf b UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terhadap tuntutan pihak Jaksa, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Koto Baru No. 46/Pid.B/2011/PN.KBR tanggal 20 Juli 2011, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa I. Ali Ibrahim., Terdakwa II. Dafrizon Pgl. Ujang., Terdakwa III. Syafri Datuk Rajo Sampono., terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam yang dilakukan secara bersama-sama’, sebagaimana dakwaan alternatif kesatu dari Penuntut Umum.
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I. Ali Ibrahim dan Terdakwa II. Dafrizon Pgl. Ujang dengan pidana penjara masing-masing selama 8 (delapan) bulan dan pidana denda sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
3. Menetapkan jika pidana denda tersebut tidak dibayar oleh Terdakwa I. Ali Ibrahim dan Terdakwa II. Dafrizon Pgl. Ujang maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.
4. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa III. Syafri Datuk Rajo Sampono dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan.
5. Menetapkan bahwa pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa III. Syafri Datuk Rajo Sampono tersebut, tidak perlu dijalani kecuali apabila dikemudian hari ada perintah hakim yang menyatakan lain, bahwa terpidana sebelum masa percobaan selama 12 (dua belas) bulan, telah bersalah melakukan suatu tindak pidana.
6. Memerintahkan Terdakwa I. Ali Ibrahim dan Terdakwa II. Dafrizon Pgl. Ujang untuk ditahan.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Barat di Padang Nomor 163/PID/2011/PT.PDG tanggal 28 September 2011, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima permintaan banding dari Terdakwa I, Terdakwa II, dan Jaksa / Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Koto Baru;
- Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Koto Baru No. 46/Pid.B/2011/PN.KBR tanggal 20 Juli 2011 mengenai pidana penjara dan pidana denda yang telah diajtuhkan kepada Terdakwa I Ali Ibrahim, Terdakwa II Dafrizon Pgl Ujang, serta perintah supaya Terdakwa I dan Terdakwa II ditahan sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut:
MENGADILI SENDIRI:
1. menghukum Terdakwa I. Ali Ibrahim dan Terdakwa II. Dafrizon Pgl. Ujang dengan pidana penjara masing masing selama 6 (enam ) bulan.
2. Menetapkan bahwa pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa I. Ali Ibrahim dan Terdakwa II. Dafrizon Pgl. Ujang tersebut, tidak perlu dijalani kecuali apabila dikemudian hari ada perintah hakim yang menyatakan lain, bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II sebelum masa percobaan selama 12 (dua belas) bulan, telah bersalah melakukan suatu tindak pidana.
3. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Koto Baru tersebut untuk selebihnya.”
Baik pihak Jaksa Penuntut maupun pihak Terdakwa, masing-masing mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi Jaksa / Penuntut Umum / Terdakwa tidak dapat dibenarkan, kasasi Jaksa Penuntut Umum tidak memenuhi ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP.
“Bahwa Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum atau menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya dan telah benar tentang cara mengadili sesuai ketentuan yang berlaku serta tidak melampaui batas wewenangnya.
“Bahwa Judex Facti juga telah mempertimbangkan dengan seksama dan tepat perkara a quo serta telah pula mempertimbangkan perihal sifat baik dan buruk Terdakwa yang mempengaruhi hal yang memberatkan dan meringankan Terdakwa sesuai Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP;
“Bahwa Judex Facti telah menyimpulkan berdasarkan fakta yang diperoleh di persidangan bahwa Terdakwa telah melakukan perbuatan yang terlingkup dalam dakwaan tersebut atas kekuatan surat KAN (Kesepakatan Adat Nagari) sebagai puncak kerukunan adat tingkat kabupaten tanggal 18 April 2008.
“Bahwa Judex Facti telah menyimpulkan bahwa para Terdakwa menggangap tanah tersebut ada dalam suaka alam adalah untuk kesejahteraan keluarga berupa bibit coklat dengan sistem bagi hasil. Atas pertimbangan di atas karena Judex Facti telah mempertimbangkan kegunaan tanah tersebut bagi para Terdakwa untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, oleh karena itu perlu menambah / merubah pada bagian Terdakwa tersebut agar tercipta sifat perimbangan bagi para Terdakwa dan bagi warga lain serta bagi KAN (Kesepakatan Adat Nagari) Kabupaten.
“Menimbang, bahwa dalam musyawarah Majelis Hakim terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinion) dari Prof. Dr. Surya Jaya, S.H., M.Hum., selaku Hakim Anggota dengan pendapat sebagai berikut:
- Terlepas alasan kasasi Jaksa / Penuntut Umum, Judex Facti Pengadilan Tinggi salah menerapkan hukum dalam hal menjatuhkan pemidanaan terhadap Terdakwa dengan memperingan hukuman, tidak didasarkan pada alasan pertimbangan yang cukup beralasan berdasarkan peran dan tanggung jawab yang dimiliki masing-masing Terdakwa dalam mewujudkan tindak pidana a quo dengan alasan:
a. Dengan mengacu pada ketentuan Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP, pemidanaan bagi para pembuat, yang melakukan, turut serta melakukan, menyuruh melakukan dan yang membujuk dihukum sama. Bahwa yang bias membedakan hukuman adalah berdasarkan peran dan tanggung jawab serta tingkat kesalahan.
b. Bahwa Terdakwa I Ali Ibrahim adalah orang yang diperintah atau diminta oleh Terdakwa II Dafrizon dan Terdakwa II Syafri untuk mengerjakan lahan tersebut. Bertolak dari adanya pekerjaan antara Terdakwa I dengan Terdakwa II dan Terdakwa III, menunjukkan bahwa kehendak pertama untuk mengerjakan lahan tersebut berada pada pihak Terdakwa II dan Terdakwa III. Kedudukan Terdakwa I hanya menerima perintah kerja dan mendapatkan upah atau gaji.
c. Oleh karena itu, dari segi kesalahan dan peran, maka yang paling bertanggung-jawab dalam hal terjadinya perambahan lahan hutan secara tanpa hak dan melawan hukum (tidak mendapat izin dari pihak yang berwenang), padahal lahan hutan tersebut termasuk dalam kawasan hutan konservasi sumber daya alam artinya merupakan hutan suaka alam. Sedangkan Terdakwa II dan Terdakwa III sesungguhnya sudah mengetahui bahwa lahan hutan yang ada di seberang sungai tidak boleh dikerjakan oleh masyarakat, namun Terdakwa tetap meminta atau memerintahkan kepada Terdakwa I untuk membabat atau menghilangkan tanaman yang ada, kemudian menanami tanaman lain.
d. Oleh karena penjatuhan pidana penjara yang dilakukan oleh Judex Facti Pengadilan Tinggi dirasakan diskrimintaif dan tidak adil serta tidak proporsional, padahal seharusnya hukuman Terdakwa I dengan Terdakwa II dan Terdakwa III setidak-tidaknya sedikit perbedaan atau diperlakukan sama.
e. Berdasarkan alasan pertimbangan tersebut, Judex Facti Pengadilan Tinggi dalam hal menjatuhkan pemidanaan tidak didasarkan pada alasan pertimbangan yang cukup beralasan.
“Menimbang, bahwa oleh karena terjadi perbedaan pendapat dalam Majelis Hakim dan telah diusahakan dengan sungguh-sungguh tetapi tidak tercapai mufakat, maka sesuai Pasal 182 ayat (6) KUHAP Majelis Hakim setelah bermusyawarah mengambil keputusan dengan suara terbanyak yaitu menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Solok tersebut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Jaksa / Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Solok tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.