Wajah Ganda Kontrak Jasa Konstruksi dengan Pemerintah sebagai Pengguna Jasa, Mengandung Ancaman Pidana dan Perdata

LEGAL OPINION
Question: Kalau uang jasa konstruksi sudah kami terima dan gunakan, tapi proyek belum juga kami jalankan selaku kontraktor (penyedia jasa konstruksi) karena ada kendala internal perusahaan, itu artinya hanya sebatas tanggung jawab perdata, kan? Disebut sebagai wanprestasi saja, kan, resikonya?
Brief Answer: Bergantung pada karakter status hukum pengguna jasa, apakah pengguna jasa adalah berasal dari pihak pemerintah selaku pengguna anggaran belanja negara / daerah (APBN/D), ataukah murni pengguna jasa swasta—masing-masing memiliki konsekuensi yuridis yang corak ragamnya saling berbeda.
Meski kontrak jasa konstruksi merupakan ranah perikatan perdata kontraktual, namun khusus untuk konteks yang berkaitan erat dengan APBN/D, terdapat ancaman dikategorisasi sebagai “tindak pidana korupsi” ketika terjadi kerugian pada “keuangan bersumber dari pajak rakyat”.
Segala jenis wanprestasi dalam hubungannya dengan pemerintah selaku pengguna jasa, seperti keterlambatan pengerjaan oleh pihak penyedia jasa, perbedaan kualitas material antara realisasi dan proposal tender, hingga kegagalan bangunan, seketika dikategorikan sebagai “kerugian” bagi negara dimana norma tindak pidana korupsi (Tipikor) dapat diberlakukan secara tegas dan keras.
Maka dari itulah, sering disebutkan bahwa kontrak jasa konstruksi dengan pihak pemerintah selaku pengguna jasa, selalu memiliki wajah berganda, yakni ancaman pidana maupun perdata jika pihak penyedia jasa dinilai telah “merugikan”—sehingga tidak dapat diremehkan ataupun dipandang secara sebelah mata.
Karena itu jugalah, sebuah “kelalaian” sekalipun tidak dapat dibenarkan untuk dilakukan oleh penyedia jasa konstruksi proyek pemerintah, yang juga tidak dapat menjadi “alasan pemaaf” kesalahan pidana. Komitmen dan konsistensi menjadi syarat mutlak.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi konkret berikut dapat menjadi cerminan, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS representasikan lewat putusan Mahkamah Agung Ri perkara Tipikor register Nomor 2490 K/Pid.Sus/2015 tanggal 09 Agustus 2016, dimana Terdakwa bersama dengan para Terdakwa lainnya (masing-masing dituntut secara terpisah), didakwakan karena telah melakukan, atau turut serta melakukan perbuatan, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, atau perekonomian negara, sebagaimana melanggar ketentuan dan diancam pidana Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Bermula ketika rehabilitasi dua buah sekolah negeri dilaksanakan berdasarkan Surat Perjanjian Pemberian Bantuan Dana (SP2BD), dengan anggaran sebesar Rp300.000.000,00 yang dananya bersumber pada Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2009, dengan Jangka waktu pelaksanaan selama 184 hari kalender terhitung sejak tanggal 1 Juli 2009 sampai dengan 31 Desember 2009.
Tim Panitia Rehabilitasi SDN tidak mengerjakan sendiri pembangunan / rehabilitasi, tetapi menyerahkan sepenuhnya pekerjaan tersebut kepada Terdakwa sebagai pemborong atau pelaksana untuk Rehabilitasi SDN 126 Garampa Kecamatan Sanggalla Kabupaten Tana Toraja, berdasarkan rapat pembentukan panitia Pembangunan / Rehabilitasi, dan adanya permohonan dari pihak ketiga yaitu Terdakwa.
Dalam SP2BD, Pembayaran bantuan dilakukan dengan cara ditransfer ke rekening Panitia Rehabilitasi Sekolah sebesar Rp300.000.000,00 dan dalam Surat SP2BD kedua, dilakukan transfer dana kedua kalinya dengan nominal yang sama ke rekening Panitia Rehabilitasi Sekolah, dengan ketentuan pembayaran sebagai berikut:
- Tahap I : Pembayaran 40% di Rekening Tim Rehabilitasi dengan kemajuan fisik 0% dengan persyaratan pembayaran : 1. Surat perjanjian pemberian bantuan Dana (SP2BD), 2. Berita Acara Pembayaran Penarikan Dana (BAPPD), 3. Rencana Anggaran Biaya (RAB);
- Tahap II : Pembayaran 40 % di Rekening Tim Rehabilitasi dengan kemajuan fisik 36 % dengan persyaratan pembayaran : 1. BAPPD, 2. Berita Acara Kemajuan Pekerjaan, 3 Laporan Keuangan dan Fisik;
- Tahap III : Pembayaran 20 % di Rekening Tim Rehabilitasi dengan kemajuan fisik 76 % dengan persyaratan pembayaran : 1. BAPPD, 2. Berita Acara Kemajuan Pekerjaan, 3 Laporan Keuangan dan Fisik.
Terdakwa sebagai pelaksana pekerjaan Rehabilitasi Gedung, bekerja sama dengan PAIMIN dalam melaksanakan pekerjaan Rahabilitasi Gedung dengan mempunyai tugas dan kewajiban untuk mengerjakan fisik bangunan dengan berdasarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah dibuat dan disetujui.
Terdakwa dalam melaksanakan pekerjaannya, menyusun dan menyampaikan usulan daftar pembayaran upah pekerja kepada PAIMIN, Kemudian Terdakwa membagi tugas-tugas tukang di lokasi pembangunan dan PAIMIN juga mengawasi pekerjaan para tukang tersebut di lapangan. Sedangkan untuk bayar gaji tukang, Terdakwa ambil uangnya dari PAIMIN.
PAIMIN juga yang memasok bahan-bahan material ke lokasi gedung yang akan direhab, dan jika PAIMIN tidak ada di lokasi pembangunan sedangkan bahan bangunan kurang atau ada yang dibutuhkan dalam pembangunan sekolah, Terdakwa akan menghubungi PAIMIN, lalu Terdakwa mengambil bahan bangunan di Toko Bangunan, dimana PAIMIN sebagai jaminannya di toko Bangunan tersebut, karena bahan bangunan diambil dengan cara hutang dan nanti setelah dibayar oleh pihak sekolah kemudian PAIMIN membayarkan bahan bangunan tersebut ke toko Bangunan.
Pihak Bendahara dan Ketua Panitia Rehabilitasi membayarkan dana pembangunan rehabilitasi tersebut kepada PAIMIN. karena mereka percaya dan meyakini kalau antara Terdakwa dan PAIMIN ada kerja sama dalam pekerjaan rehabilitasi gedung di SDN 126 Garampa dan SDN 122 Gantaran Kecamatan Sanggalla Kabupaten Tana Toraja.
Seharusnya sistem pembayarannya berdasarkan volume dan harga satuan kontrak yang disetujui oleh Tim Rehabilitasi dan Konsultan Pendamping Teknik dengan disetujui oleh Pejabat Pelaksana Teknik Kegiatan (PPTK), Tetapi ketentuan tersebut tidak dilaksanakan oleh pihak Kepala Sekolah SDN 126 Inpres Garampa, karena hanya melakukan pencairan dana rehabilitasi gedung SDN 126 Inpres Garampa, lalu menyerahkannya kepada Terdakwa dan PAIMIN.
Walaupun waktu rehabilitasi gedung SDN 126 Inpres Garampa, serta saldo dalam rekening Panitia Rehabilitasi Gedung SDN 126 Inpres Garampa telah habis, tetapi ada beberapa pekerjaan yang kurang dan sama sekali tidak dilaksanakan oleh Terdakwa dalam pelaksanaan Rehabilitasi SDN 126 Garampa DAK Bidang Pendidikan TA 2009 sebagaimana dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah disetujui, yaitu:
- Pekerjaan Kayu Sebesar Rp 801.625,00;
- Pekerjaan Instalasi Listrik Sebesar Rp 895.500,00;
- Pekerjaan Pengecetan Sebesar Rp 1.513.530,00;
- Pekerjaan Sanitasi Sebesar Rp 6.084.335,00;
- Pekerjaan Meubeler Sebesar Rp 69,945.000,00;
Dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp79.240.000,00.
Dalam pembayaran Rehabilitasi SDN 122 Gantaran juga tidak berdasarkan volume dan harga satuan kontrak yang disetujui oleh Tim dan Konsultan Pendamping Teknik dengan disetujui oleh Pejabat Pelaksana Teknik Kegiatan (PPTK). Tetapi pihak Kepala Sekolah SDN 122, hanya melakukan pencairan dana rehabilitasi gedung SDN 122 Gantaran, lalu menyerahkan dana tersebut kepada Terdakwa dan PAIMIN.
Walaupun waktu rehabilitasi gedung SDN 122 Gantaran, serta saldo dalam rekening Panitia Rehabilitasi Gedung SDN 122 Gantaran telah habis, tetapi ada beberapa pekerjaan yang kurang / tidak dilaksanakan oleh Terdakwa dalam pelaksanaan Rehabilitasi SDN 122 Gantaran Alokasi Khusus Bidang Pendidikan TA 2009 sebagaimana dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah disetujui, sehingga jumlah pekerjaan moubiler yang belum dikerjakan oleh Terdakwa sebesar Rp33.150.000,00.
Sementara berdasarkan dengan hasil perhitungan volume pekerjaan oleh Tenaga Teknis Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kabupaten Toraja Utara, kerugian Keuangan Negara menurut penyelidikan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Propinsi Sulawesi Selatan, ternyata terdapat penyimpangan yang merugikan Keuangan Negara sebesar Rp112.390.000 dengan perincian dalam pelaksanaan pekerjaan Rehabilitasi Gedung sekolah SDN 126 Garampa sebesar Rp79.240.000 serta dalam pelaksanaan pekerjaan Rehabilitasi Gedung sekolah SDN 122 Gantaran sebesar Rp33.150.000,00.
Selain itu Terdakwa tidak membuat laporan kepada kepala sekolah / ketua panitia pembangunan, sehingga Terdakwa tidak membuat laporan pertanggung-jawaban penggunaan uang pekerjaan Rehabilitasi Gedung SDN 126 Garampa dan SDN 122 Gantaran, sebagaimana dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 3 Tahun 2009 tentang petunjuk teknis pelaksanaan DAK bidang Pendidikan TA 2009.
Perbuatan Terdakwa yang bertindak sebagai pemborong atau pelaksana pekerjaan Rehabilitasi yang telah menerima seluruh pembayaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan TA 2009, sebesar Rp600.000.000 akan tetapi dalam pelaksanaannya ternyata terdapat Pekerjaan yang kurang sebesar Rp112.390.000 , sehingga telah memperkaya diri sendiri dan PAIMIN selaku Pelaksana Pekerjaan.
Sementara dalam Dakwaan Alternatif Kedua, Terdakwa didakwakan karena telah yang melakukan, atau turut-serta melakukan perbuatan, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalah-gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, sebagaimana melanggar ketentuan Pasal 3 jo. Pasal 18 jo. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Terhadap tuntutan yang diajukan pihak Jaksa, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar Nomor 84/Pid.Sus/2012/PN.Makassar tanggal 09 September 2013, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa ANTHON PATONGLOAN tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pada dakwaan primair;
2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari dakwaan primair tersebut;
3. Menyatakan Terdakwa ANTHON PATONGLOAN telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana KORUPSI SECARA BERSAMA-SAMA pada dakwaan Subsidair;
4. Menjatuhkan Pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) Tahun 3 (tiga) bulan.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tindak pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Makassar Nomor 25/PID.SUS.KOR/2014/PT.MKS tanggal 15 Oktober 2014, dengan amar sebagai berikut:
- Menerima permintaan banding dari Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum;
- Memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar tanggal tanggal 9 September 2013, No.84/Pid.Sus/2012/PN.Mks. sekedar mengenai Pidana penjara dan pidana Denda, yang dijatuhkan terhadap Terdakwa sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menyatakan Terdakwa ANTHON PATONGLOAN terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi secara bersamasama;
- Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) Bulan;
- Menghukum Terdakwa dengan hukuman denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan;
- Menguatkan putusan Pengadilan Tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar tersebut untuk selebihnya.”
Pihak Terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa “kelalaian tidak bersifat disengaja” oleh terdakwa, sehingga pekerjaan rehabilitasi sekolah SDN 126 Gantaran dan SDN 126 Garampan tidak selesai pada waktunya. Vonis yang dijatuhkan kepada Terdakwa dinilai sangat berat, tidak setimpal dengan kesalahan Terdakwa yang mana rehabilitasi sekolah SDN 122 Gantaran telah selesai, yang menjadi masalah adalah pengadaan meubeler yang ditangani oleh seseorang yang bernama Paimin.
Rehabilitasi sekolah SDN 126 Garampak memang ada kelalaian Terdakwa (pengakuan pihak Terdakwa), karena terlambat selesai proses pengerjaannya, dikarenakan bahan material yang diperlukan lambat diadakan oleh pihak Paimin. Jenis pekerjaan yang terlambat dibidang fisik bangunan Inilah, pekerjaan yang lambat dilaksanakan oleh Terdakwa karena material yang dibutuhkan tidak disegera dipasok oleh Paimin.
Dengan kesadaran sendiri Terdakwa telah mengusahakan sendiri bersama kepala sekolah SDN 126 Garampak, dan menyelesaikan pekerjaan tersebut, walaupun sangat lambat karena tidak sesuai dengan hari kerja yang diatur dalam ketentuan 184 hari. Adapun saat ini pengadaan meublier belum lengkap, kendalanya pada pihak Paimin yang telah mengambil uang untuk pekerjaan.
Singkat kata, Terdakwa tidak sengaja melakuakn wanprestasi, karena masalah material yang ditangani oleh pihak Paimin selaku penerima dana pembayaran oleh pemerintah. Dimana terhadap dalil-dalil demikian, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
a. Bahwa alasan kasasi Terdakwa tidak dapat dibenarkan karena Judex Facti / Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Makassar tidak salah menerapkan hukum dalam mengadili Terdakwa dalam perkara aquo. Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Makassar Nomor 25/Pid.Sus.Kor/2014/PT.Mks tanggal 15 Oktober 2014 yang memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar Nomor 84/Pid.Sus/2014/PN.Mks tanggal 09 September 2013 sekedar mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa dari pidana penjara selama 1 tahun 3 bulan menjadi pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dan denda Rp50.000.000,00 dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan berdasarkan pertimbangan hukum yang benar. Ada alasan memberatkan dalam perbuatan Terdakwa yang belum dipertimbangkan oleh putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar, yaitu fakta tindak pidana korupsi yang bersifat extra ordinary mengenai penjatuhannya juga extra, dan urgensi efek jera bagi masyarakat untuk mencegah melakukan tindak pidana korupsi;
b. Bahwa alasan kasasi bahwa seharusnya Terdakwa dinyatakan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, tidak dapat dibenarkan karena tidak didukung alat-alat bukti yang cukup dan valid;
c. Bahwa dalam rangka pembangunan / rehabilitasi gedung SDN 122 Gantaran Lembang Bulian dan SDN 126 Garampa Kecamatan Sanggala selaku pelaksana pekerjaan, adalah tidak dapat dibenarkan karena fakta hukum yang terungkap dalam persidangan berdasarkan keterangan para saksi, telah terbukti Terdakwa bersama-sama dengan Terdakwa lainnya yang dituntut secara terpisah secara langsung menerima dan melaksanakan pekerjaan serta melakukan pencairan dana melalui Paimin;
d. Bahwa fakta hukum membuktikan, perbuatan Terdakwa bersama-sama dengan Terdakwa lainnya sebagaimana diuraikan dalam dakwaan Jaksa / Penuntut Umum, telah menarik dana sampai habis akan tetapi masih ada beberapa pekerjaan yang kurang dan bahkan sama sekali tidak dilaksanakan sebagaimana tertuang dalam RAB (Rencana Anggaran Biaya);
“Menimbang, bahwa namun demikian putusan Pengadilan Tindak pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Makassar Nomor 25/PID.SUS.KOR/2014/PT.MKS tanggal 15 Oktober 2014, yang memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar Nomor 84/Pid.Sus/2012/PN.Makassar tanggal 09 September 2013 perlu diperbaiki sekedar mengenai pidana pengganti denda yang dijatuhkan kepada Terdakwa;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak dengan memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi tersebut diatas;
M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / TERDAKWA: ANTHON PATONGLOAN tersebut;
“Memperbaiki putusan Pengadilan Tindak pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Makassar Nomor 25/PID.SUS.KOR/2014/PT.MKS tanggal 15 Oktober 2014, yang memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar Nomor 84/Pid.Sus/2012/PN.Makassar tanggal 09 September 2013 sekedar mengenai pidana pengganti denda sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut;
1. Menyatakan Terdakwa ANTHON PATONGLOAN tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pada dakwaan primair;
2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari dakwaan primair tersebut;
3. Menyatakan Terdakwa ANTHON PATONGLOAN telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘KORUPSI SECARA BERSAMA-SAMA’ dalam dakwaan Subsidair;
4. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa ANTHON PATONGLOAN, dengan pidana penjara selama 1 (satu) Tahun dan 6 (enam) Bulan dan membayar uang denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) Bulan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.