Rehabilitasi tidak Menjadi Justifikasi Pemakaian Obat Terlarang

LEGAL OPINION
Question: Jika sedang rehab ketergantungan obat terlarang, lalu kemudian pihak dokter di rumah sakit berikan rawat jalan, namun masih juga punya simpanan obat terlarang untuk dikonsumsi sendiri karena masih belum sepenuhnya dapat lepas dari ketergantungan, apa bisa kena ancaman pidana? Kan, ini sudah sejak beberapa waktu lamanya dalam proses rehab dibawah pengawasan rumah sakit, kenapa masih ditangkap dan dipidana juga? Bukannya yang mestinya ditangkap itu, para pemakai yang tidak mau secara sukarela ikut program rehab?
Brief Answer: Bila telah / sedang menjalani rehabilitasi / terapi detoksifikasi racun dalam tubuh akibat penyalahgunaan obat terlarang, maka perlu disertai komitmen untuk tidak lagi memiliki ataupun mengonsumsi obat terlarang. Telah / sedang menjalani proses rehabilitasi, tidak dapat menjadi alasan pembenar untuk tetap memiliki dan mengonsumsi obat terlarang.
Pada prinsipnya, proses rehabilitasi tidak akan pernah berhasil, sepanjang dari pihak pasien itu sendiri tidak kooperatif dengan sepenuhnya menghentikan kegiatan penyalahgunaan obat terlarang. Dengan kata lain, telah / sedang mengikuti program rehabilitasi, tidaklah menjadi justifikasi untuk tetap menyalahgunakan obat-obatan terlarang.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi konkret berikut dapat menjadi cerminan, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 2013 K/Pid.Sus/2012 tanggal 18 Desember 2012, dimana Terdakwa didakwa karena telah menyalahgunakan obat terlarang.
Terhadap tuntutan pihak Jaksa, yang kemudian menjadi amar putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 39/Pid./SUS/2012/PN.Smg. tanggal 09 Mei 2012, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menyatakan bahwa Terdakwa Nur Prasetyo Nugroho terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidanaTanpa Hak atau Melawan Hukum Memiliki, Menyimpan Menguasai atau Menyediakan Nark0tika Golongan I Bukan Tanaman’;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda Rp 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) dan apabila denda tersebut tidak terbayar, maka diganti dengan kurungan selama 2 (dua) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan sementara yang telah dijalani sebelum putusan ini dijatuhkan dikurangkan sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 171/PID.SUS/2012/PT.SMG. tanggal 21 Juni 2012, dengan amar sebagai berikut:
- Menerima permintaan banding dari Terdakwa / Pembanding : Nur Prastyo Nugroho bin Sukarman;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Semarang tanggal 09 Mei 2012, Nomor 39/Pid.Sus/2012/PN.Smg. yang dimintakan banding tersebut;
- Memerintahkan Terdakwa berada dalam Rumah Tahanan Negara.”
Pihak Terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa, terlepas alasan-alasan kasasi Terdakwa tersebut, Judex Facti salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa Judex Facti menyatakan bahwa unsur memiliki, menguasai, menyimpan atau menyediakan nark0tika telah terpenuhi dalam perbuatan Terdakwa, dengan alasan pertimbangan yang pada pokoknya:
- Bahwa Terdakwa terlihat berhenti di dekat tiang listrik dan mengambil sesuatu berupa bungkusan rokok Gudang Garam, dan ketika petugas melakukan penangkapan, pada saat itu Terdakwa menjatuhkan bungkusan kantong plastik kecil yang ada di dalam bungkusan rokok Gudang Garam, kemudian Terdakwa disuruh mengambil bungkusan tersebut yang ternyata berisi shabu seberat 0,196 gram;
- Bahwa oleh karena itu Terdakwa dinyatakan terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 112 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009;
2. Bahwa apakah pertimbangan tersebut sudah cukup beralasan untuk menyatakan perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur Pasal 112 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009, tanpa mempertimbangkan maksud dan tujuan (kesalahan dalam arti niat atau culpa) untuk tujuan dan maksud apa Terdakwa memiliki atau menguasai nark0tika tersebut; Hal ini sangat penting untuk dipertimbangkan, mengingat fakta bahwa untuk menyatakan kesalahan Terdakwa, unsur maksud dan tujuan (kesalahan dalam arti niat atau culpa) dari perbuatan penguasaan, pemilikan nark0tika tersebut menjadi salah satu syarat terpenuhi tidaknya unsur esensial dari pasal yang didakwakan Jaksa / Penuntut Umum;
3. Bahwa kalaupun benar pada waktu Terdakwa ditangkap petugas, Terdakwa telah memiliki atau menguasai nark0tika (meskipun Terdakwa dalam keterangannya telah menyangkali barang bukti sebagai miliknya), namun tidak serta merta Terdakwa harus dipersalahkan melakukan tindak pidana melanggar Pasal 112 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009, sebab faktanya adalah shabu-shabu tersebut dimiliki atau dikuasai Terdakwa adalah semata-mata untuk digunakan atau dipakai oleh Terdakwa;
4. Bahwa tidak mungkin Terdakwa dapat memakai atau menggunakan nark0tika tanpa terlebih dahulu memiliki atau menguasai nark0tika tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat sejumlah fakta hukum yang menegaskan bahwa benar Terdakwa adalah seorang pemakai, yaitu antara lain:
- Sesuai keterangan saksi dr. Hariawan, Terdakwa adalah pasiennya, Terdakwa sudah dalam fase ketergantungan nark0tika jenis shabu. Hal ini sesuai dengan kartu kontrol atau kartu rawat jalan yang dimiliki Terdakwa, terapi yang dilakukan Terdakwa selama ini, yaitu berobat secara kontinyu dan saat Terdakwa ditangkap petugas, Terdakwa masih dalam perawatan dokter;
- Bahwa selain alasan pertimbangan tersebut di atas, besaran atau jumlah barang bukti yang ditemukan relatif sangat kecil, yaitu seberat 0,196 gram. Salah satu indikator untuk menentukan Terdakwa sebagai pemakai adalah jumlah barang bukti relatif kecil, di samping itu tidak terbukti kalau Terdakwa berperan sebagai pengedar atau memperdagangkan atau terkait dengan sindikat atau jaringan nark0tika;
5. Oleh karena itu, meskipun Terdakwa terbukti telah memiliki atau menguasai nark0tika, akan tetapi tujuan atau maksudnya semata-mata hanya untuk digunakan bukan untuk tujuan lain, dengan demikian kepada Terdakwa tidak dapat diterapkan Pasal 112 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009, melainkan diterapkan ketentuan Pasal 127 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa tersebut harus dikabulkan;
“Menimbang, bahwa namun demikian, Hakim Ketua Majelis, yaitu Hakim Agung Dr. Artidjo Alkostar, S.H.,LL.M., menyatakan pendapat yang berbeda (dissenting opinion), maka sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (3) Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa ‘Dalam hal sidang Permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat Hakim yang berbeda tersebut wajib dimuat dalam putusan’, maka pendapat Hakim Agung Dr. Artidjo Alkostar, S.H.,LL.M.tersebut dimuat secara lengkap dalam putusan ini;
“Menimbang, bahwa Hakim Agung Dr. Artidjo Alkostar, S.H., LL.M., berpendapat alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan. Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, karena telah mempertimbangkan dengan benar hal-hal yang relevan secara yuridis, yaitu:
1. Terdakwa memilik ketergantungan sebagai pemakai nark0tika jenis shabu, sesuai keterangan saksi a de charge dr. Hariawan bahwa Terdakwa masih di bawah perawatan saksi;
2. Bahwa shabu yang ada pada Terdakwa pada saat ditangkap dalam jumlah 0,196 gram;
3. Bahwa perbuatan Terdakwa membeli dan memakai nark0tika, tanpa rekomendasi dari pihak yang berwenang untuk itu;
4. Bahwa sebagai anggota Polri seharusnya Terdakwa melakukan pemberantasan terhadap nark0tika;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Hakim Agung Dr. Artidjo Alkostar, SH., LL.M berpendapat permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa tersebut harus ditolak;
“Menimbang, bahwa oleh karena terjadi perbedaan pendapat di antara Majelis Hakim tersebut, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 182 ayat (6) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) jo. Pasal 30 Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 jo. Undang-undang No. 14 Tahun 1985, Majelis setelah bermusyawarah telah mengambil putusan dengan suara terbanyak, yaitu mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa tersebut;
“Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana Mahkamah Agung akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan;
Hal-hal yang memberatkan:
- Terdakwa merupakan anggota Polri yang seharusnya mempunyai kewajiban dalam mendukung program pemerintah dalam pemberantasan Nark0tika;
Hal-hal yang meringankan:
- Terdakwa masih muda dan menjadi harapan orang tuanya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan di atas Mahkamah Agung berpendapat bahwa putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 171/PID.SUS/2012/PT.SMG. tanggal 21 Juni 2012 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Semarang No. 39/Pid./Sus/2012/PN.Smg. tanggal 09 Mei 2012 tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut dengan amar putusan sebagaimana tertera di bawah ini;
M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : TERDAKWA / NUR PRASETYO NUGROHO bin SUKARMAN tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Semarang, No. 171/PID.SUS/2012/PT.SMG. tanggal 21 Juni 2012 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Semarang No. 39 / Pid. / Sus / 2012 / PN.Smg. tanggal 09 Mei 2012;
MENGADILI SENDIRI:
1. Menyatakan Terdakwa NUR PRASETYO NUGROHO Bin SUKARMAN telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘PENYALAH GUNA NARK0TIKA’;
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan;
3. Menetapkan pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari masa tahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.