KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Beli Tanah/Rumah Lewat Lelang Eksekusi, Lebih Aman dan Terjamin, Pembeli Lelang Seketika Dianggap sebagai Pembeli yang Beritikad Baik & Dilindungi oleh Hukum

LEGAL OPINION
Question: Selamana ini kan, kesannya kalau beli rumah lewat pelelangan bank itu, seolah menakutkan dan tidak aman. Apa betul begitu? Memang apa untungnya beli rumah lewat lelang barang kredit macet yang sering dijual berbagai bank, daripada beli rumah lewat jual-beli biasa?
Brief Answer: Jika jual-beli tanah non-lelang eksekusi, maka untuk dapat dikategorikan sebagai “pembeli yang beritikad baik”, syaratnya sangat cukup berat dan rumit. Sementara dalam jual-beli via lelang eksekusi Hak Tanggungan di Kantor Lelang Negara, maka pembeli / pemenang lelang seketika itu juga dipandang hukum sebagai “pembeli yang beritikad baik”: tanpa perlu checking sertifikat tanah (karena sudah dilakukan oleh Pejabat Lelang), tanpa perlu melihat fisik asli dokumen tanah, sekalipun digugat oleh debitor / pihak ketiga, bahkan sekalipun objek tanah / rumah masih diduduki oleh pihak debitor / pihak ketiga, juga sekalipun harga terbentuk lelang jauh dibawah harga pasar, posisi hukum pembeli lelang aman sepenuhnya.
Dengan memiliki status sebagai “pembeli yang beritikad baik”, maka berlaku asas “pembeli yang beritikad baik dilindungi oleh hukum” sehingga sertifikat hak atas tanah yang teleh dibeli olehnya tidak lagi dapat diganggu-gugat oleh pihak ketiga, oleh debitor, oleh tereksekusi, ataupun oleh pihak manapun.
PEMBAHASAN:
Tanggal 9 Desember 2016, Ketua Mahkamah Agung RI menerbitkan Surat Edaran MA RI Nomor 4 Tahun 2016, telah menerbitkan Surat Edaran kepada seluruh jajaran Hakim Pengadilan Negeri maupun Hakim Tinggi seluruh Indonesia, dengan judul: “RUMUSAN HUKUM RAPAT PLENO KAMAR MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK Indonesia TAHUN 2016”, yang salah satu butir kaedah pentingnya terkait kriteria “pembeli yang beritikad baik”, ialah sebagai berikut:
“Mengenai pengertian pembeli beriktikad baik sebagaimana tercantum dalam kesepakatan kamar perdata tanggal 9 Oktober 2014 pada huruf a disempurnakan sebagai berikut:
Kriteria pembeli yang beritikad baik yang perlu dilindungi berdasarkan Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah sebagai berikut:
a. Melakukan jual beli atas objek tanah tersebut dengan tata cara / prosedur dan dokumen yang sah sebagaimana telah ditentukan peraturan perundang-undangan yaitu:
- Pembelian tanah melalui pelelangan umum, atau:
- Pembelian tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, atau;
- Pembelian terhadap tanah milik adat / yang belum terdaftar yang dilaksanakan menurut ketentuan hukum adat yaitu:
a. dilakukan secara tunai dan terang (di hadapan / diketahui Kepala Desa / Lurah setempat).
b. didahului dengan penelitian mengenai status tanah objek jual beli dan berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanah objek jual beli adalah milik penjual.
- Pembelian dilakukan dengan harga yang layak.
b. Melakukan kehati-hatian dengan meneliti hal-hal berkaitan dengan objek tanah yang diperjanjikan antara lain:
- Penjual adalah orang yang berhak / memiliki hak atas tanah yang menjadi objek jual beli, sesuai dengan bukti kepemilikannya, atau;
- Tanah / objek yang diperjual-belikan tersebut tidak dalam status disita, atau;
- Tanah objek yang diperjual-belikan tidak dalam status jaminan / hak tanggungan, atau;
- Terhadap tanah yang bersertifikat, telah memperoleh keterangan dari BPN dan riwayat hubungan hukum antara tanah tersebut dengan pemegang sertifikat.”
Seperti apakah yang kemudian menjadi perlindungan hukum bagi pembeli yang oleh hukum dinyatakan sebagai “beritikad baik”? Merujuk Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan (sebagaimana kemudian dikukuhkan lewat SEMA No. 5 Tahun 2014 sebagai norma imperatif bagi hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara), menyatakan:
- Pemegang Hak Tanggungan yang beritikad baik harus dilindungi sekalipun kemudian diketahui bahwa pemberi hak tanggungan adalah orang yang tidak berhak.
- Perlindungan harus diberikan kepada pembeli yang ber-itikad baik sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual adalah orang yang tidak berhak (obyek jual beli tanah).
- Pemilik asal hanya dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada Penjual yang tidak berhak.”
Pemilik sebenarnya yang kemudian dinyatakan “paling sah sebagai pemilik” oleh pengadilan, hanya dapat mengajukan gugatan ganti-rugi kepada “penjual yang tidak berhak”, dalam bentuk / wujud “uangsejumlah nominal nilai tanah, bukan pembatalan sertifikat yang telah dibeli oleh pembeli lelang.
Dalam sudut pandang itulah, membeli rumah / tanah via lelang eksekusi, jauh lebih aman dan lebih efisien, karena tidak perlu diperumit oleh segala aspek prosedural untuk dapat dinyatakan sebagai “pembeli yang beritikad baik”.
Dengan kata lain, beli tanah / rumah via lelang eksekusi, merupakan langkah ideal memangkas prosedural untuk seketika dapat dinyatakan sebagai “pembeli yang beritikad baik”, dan seketika itu juga mendapat predikat “pembeli yang dilindungi oleh hukum”—suatu keistimewaan yang jarang dijumpai dalam jual-beli biasa non-lelang eksekusi.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.