Anak Tiri Bukanlah Ahli Waris yang Berhak atas Harta Peninggalan Ayah Tiri

LEGAL OPINION
Question: Anak tiri itu, ahli waris bukan? Gimana kalau si suami semasa hidupnya menikahi seorang janda yang telah memiliki anak, tapi selama pernikahan itu mereka tidak pernah punya anak kandung selain anak tiri itu, apa atau gimana status hukum harta milik si suami yang kemudian meninggal dunia?
Brief Answer: Anak tiri bukanlah ahli waris, dan seorang istri / suami yang sekalipun menikah secara sah berdasarkan hukum negara, namun tidak menghasilkan anak kandung selama berlangsungnya perkawinan, maka status harta bawaan masing-masing pasangan akan beralih pada ahli waris derajat pertama (orang tua), yang mana bila orang tua telah meninggal dunia juga maka “boedel waris” akan jatuh kepada ahli waris derajat kedua (saudara kandung) dari almarhum.
Suami / istri yang menjanda akibat ditinggal mati oleh suami / istrinya, hanya berhak atas “harta gono-gini”. Seluruh harta almarhum, dikurangi separuh “harta gono-gini”, itulah yang menjadi harta “boedel waris” bagi ahli waris yang sah dari almarhum.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret sebagai cerminan, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 2980 K/Pdt/2014 tanggal 26 November 2015, perkara antara:
1. MUSNI NAFIS MALICHAH alias ANIEK NAFIS MALIKHAH; 2. NAILUL ISTIQOMAH; 3. SYAMSUL ARIFIN, sebagai Para Pemohon Kasasi, semula selaku Para Tergugat; melawan
1. SAMIUN bin KASNO WARIDJAN; 2. SUPARNO bin KASNO WARIDJAN; 3. KHUSAERI bin KASNO WARIDJAN, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
Dalam perkawinan antara KASNO WARIDJAN (almarhum) yang meninggal dunia pada tahun 1989 dengan SAGINAH (almarhumah) yang meninggal dunia pada tahun 1985, telah dilahirkan 4 orang anak, yaitu masing-masing: Penggugat I, Penggugat II, KUSEN (almarhum), dan Penggugat III.
Kusen, yang merupakan anak ke-3, telah meninggal dunia pada tanggal 31 Mei 2012. Semasa hidupnya, Kusen telah kawin dengan seorang perempuan berstatus Janda bernama Musni Nafis Malichah (Tergugat I) dengan membawa 2 (dua) orang anak bernama Nailul Istiqomah (Tergugat II) dan Syamsul Arifin (Tergugat III) pada tanggal 30 Juni 1991, sedangkan dalam perkawinan antara Kusen dengan Tergugat I tersebut, tidak dilahirkan atau tidak dikaruniai anak.
Almarhum Kusen sebelum melakukan perkawinnnya dengan Tergugat I, telah membawa harta bawaan atau harta asal yang diperoleh dari harta warisan orang-tuanya maupun yang dibeli sebelum melakukan perkawinan dengan Tergugat I, berupa berbagai bidang tanah maupun berbagai harta benda bergerak lainnya. [Note SHIETRA & PARTNERS: Salah satu fakta hukum penting dalam perkara ini yang dapat digunakan untuk menganalisa perkara ini ialah, berbagai bidang tanah tersebut berjumlah lebih dari 5 bidang tanah, sehingga seorang janda sejatinya hanya butuh tempat tinggal berupa 1 buah rumah untuk bernaung.]
Terhadap berbagai harta bawaan milik almarhum Kusen dan harta bersama (gono–gini), hingga saat ini yang menguasai adalah Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III. Sebagian tanah harta bawaan atau harta asal almarhum Kusen dan harta bersama tersebut, ada yang telah dialihkan / dibalik-nama dan disertipikatkan oleh Para Tergugat, tanpa sepengetahuan Para Penggugat sebagai ahli waris sah almarhum Kusen, maka segala perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat I maupun Tergugat II dan Tergugat III sepanjang mengenai peralihan hak atas tanah harta “boedel waris” peninggalan yang belum dibagi waris tersebut, adalah tidak sah dan merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan Para Penggugat.
Oleh sebab almarhum Kusen dalam perkawinannya dengan Tergugat I tidak dikaruniai anak atau tidak mempunyai ahli waris anak, sedangkan orang tua almarhum Kusen yaitu Kasno Warijan dan Saginah juga telah meninggal dunia, maka menurut hukum waris perdata, Penggugat I, Penggugat II dan Penggugat III sebagai saudara kandung dari almarhum Kusen merupakan ahli waris sah dari almarhum Kusen.
Setelah meninggalnya Kusen tanggal 31 Mei 2012, Para Tergugat telah berusaha dengan berbagai macam cara untuk dapat menguasai dan mengalihkan harta bawaan dan harta bersama menjadi hak miliknya, yaitu dimulai dengan cara : Tergugat II dan Tergugat III sebagai ahli waris janda almarhum Kusen pada tanggal 11 Juli 2012 telah mengajukan permohonan pengesahan pengangkatan anak almarhum Kusen melalui Pengadilan Negeri Kudus sehingga diterbitkanlah penetapan Nomor 433/Pdt.P/2012/PN.Kds tanggal 18 Juli 2012, yang pada pokoknya hakim menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh Bpk. Kusen terhadap Para Pemohon yang bernama: Nailul Istiqomah dan Syamsul Arifin sejak tanggal 30 Juni 1992 anak pasangan suami istri yang sah dari : Multazam dengan Musni Nafis Malichah—yang tujuang utamanya untuk menyimpangi hukum waris barat dimana anak tiri sejatinya bukanlah ahli waris.
Terlebih, permohonan pengangkatan anak oleh Tergugat II dan Tergugat III tersebut diajukan setelah Kusen meninggal dunia (almarhum) dan diajukan secara diam–diam / tanpa sepengetahuan Para Penggugat sebagai saudara kandung almarhum Kusen. Padahal, sesuai fakta yang ada, selama hidupnya Kusen tidak pernah mengangkat sebagai anak, pihak Tergugat II maupun Tergugat III. Sementara fakta sebenarnya ialah: Tergugat II dan Tergugat III adalah sebagai anak bawaan (anak tiri) almarhum Kusen dalam perkawinnya dengan Tergugat I.
Para Tergugat dengan Penetapan Nomor 433/Pdt.P/2012/PN.Kds tanggal 18 Juli 2012, dilandasi niat buruk untuk menguasai dan memiliki seluruh harta bawaan maupun harta bersama gono–gini, dengan merekasa seolah dijadikan sebagai dasar hukum “anak angkat” almarhum Kusen, sekalipun permohonan pengangkatan anak tersebut sejatinya bertentangan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 1979 perihal penyempurnaan Pemeriksaan Permohonan Pengesahan / Pengangkatan Anak, sehingga karenanya Penetapan Nomor 433/Pdt.P/2012 /PN.Kds tanggal 18 Juli 2012 tersebut batal demi hukum atau tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Para Tergugat, selanjutnya dengan menggunakan Penetapan Pengadilan Negeri demikian, mengirimkan surat pemberitahuan kepada Para Penggugat dan Pemerintah Desa Cendono maupun instansi terkait dengan dasar dan alasan bahwa Tergugat II dan Tergugat III (seolah-olah secara legal) merupakan anak angkat almarhum Kusen, sehingga karenanya menjadi satu–satunya pihak yang berhak memiliki dan mewarisi harta peninggalan almarhum Kusen (harta bawaan maupun harta bersama).
Tindakan Para Tergugat tersebut, jelas merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan Para Penggugat selaku ahli waris sah dari seluruh harta bawaan dan separuh harta bersama peninggalan almarhum Kusen. Telah ternyata pula, Tergugat I dan Tergugat II dalam mengajukan permohonan pengesahan pengangkatan anak almarhum KUSEN, telah menggunakan bukti surat-surat palsu sehingga hakim mengabulkan permohonan Penetapan pengangkatan demikian.
Oleh karena harta asal almarhum Kusen diperoleh sebelum melakukan perkawinan dengan Tergugat I, dimana juga almarhum Kusen dalam perkawinannya dengan Tergugat I tidak dikaruniai anak kandung atau tidak mempunyai ahli waris anak, maka menurut hukum harta asal tersebut wajib diberikan dan diserahkan kepada Para Penggugat yang merupakan saudara kandung Kusen, sebagai ahli waris sah dari almarhum Kusen.
Mengingat juga dalam perkawinan antara almarhum Kusen dengan Tergugat I mempunyai harta bersama (gono–gini) dan oleh karena almarhum Kusen dalam perkawinannya dengan Tergugat I tidak dikaruniai anak atau tidak mempunyai ahli waris anak kandung, maka menurut hukum harta bersama (gono–gini) tersebut wajib dibagi 2 (dua) bagian dan/atau jika perlu dilakukan penjualan lelang melalui Pengadilan Negeri yang hasilnya dibagi 2 (dua) sama besarnya setelah dikurangi biaya lelang, yaitu ½ (separuh) bagian untuk Para Penggugat dan ½ (separuh) bagian untuk Tergugat I.
Para Penggugat sebagai ahli waris almarhum Kusen telah berusaha untuk menyelesaikan secara musyawarah kekeluargaan dengan Para Tergugat, terhadap harta warisan almarhum Kusen yang merupakan harta bawaan maupun separuh bagian harta gono–gini yang dikuasai oleh Para Tergugat untuk diserahkan kepada Para Penggugat. Namun Para Tergugat menolak untuk menyerahkan kepada Para Penggugat, dengan alasan yaitu Tergugat I sebagai ahli waris janda maupun Tergugat II dan Tergugat III sebagai anak tiri merasa lebih berhak atas harta bawaan almarhum Kusen.
Secara yuridis, Tergugat I sebagai janda dari almarhum Kusen, hanya berhak atas separuh bagian harta gono–giniyang diperoleh selama dalam masa perkawinan antara almarhum Kusen dengan Tergugat I, sementara mengetai harta bawaan almarhum Kusen bukan menjadi hak waris Para Tergugat, sehingga harus kembali ke asal, yaitu kembali kepada ahli waris almarhum Kusen yang dalam hal ini adalah Para Penggugat sebagai saudara kandung almarhum Kusen.
Oleh sebab Para Tergugat menurut hukum tidak berhak atas harta warisan almarhum Kusen yang merupakan harta bawaan maupun separuh bagian harta gono–gini, maka perbuatan Para Tergugat yang tidak bersedia menyerahkan harta warisan almarhum Kusen yang merupakan harta bawaan tersebut, merupakan suatu perbuatan melawan hukum.
Karenanya Para Tergugat wajib dihukum untuk menyerahkan harta warisan almarhum Kusen yang merupakan harta bawaan maupun separuh bagian harta gono–gini Para Penggugat secara seketika dalam keadaan kosong seperti semula. Namun Para Tergugat telah ternyata menunjukkan itikad buruk akan menjual atau melakukan perbuatan hukum lainnya yang bersifat memindahkan atau mengalihkan hak atas harta bawaan maupun seluruh harta gono–gini almarhum Kusen, maka gugatan ini diajukan.
Terhadap gugatan demikian, Pengadilan Negeri Kudus kemudian menjatuhkan putusan Nomor 12/Pdt.G/2013/PN.Kds tanggal 24 September 2013, dengan amar “mengabulkan” gugatan Penggugat maupun gugatan balik pihak Tergugat (rekonpensi). Dalam tingkat banding atas permohonan Para Tergugat, putusan Pengadilan Negeri tersebut kemudian diberi sedikit perbaikan oleh Pengadilan Tinggi Semarang lewat putusannya Nomor 489/Pdt/2013/PT.Smg tanggal 5 Februari 2014, dengan pertimbangan hukum seta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa selanjutnya dipertimbangkan pada waktu Kusen menikah dengan Musni Nafis Malichah alias Aniek Nafis Malikhah (Tergugat I) sebagaimana bukti surat T.17, dalam pernikahan tersebut sampai dengan Kusen meninggal dunia tanggal 31 Mei 2012 tidak mempunyai anak kandung, karena almarhum Kusen tidak mempunyai anak kandung, maka hak waris harta bawaan (asal) jatuh / diwariskan kepada Saudara kandungnya, yaitu Penggugat I, Penggugat II dan Penggugat III;
“Menimbang, ... karena Kusen tidak mempunyai anak kandung, sedangkan perbuatan hukum penjualan harta bawaan / asal termaksud belum ada persetujuan dari para Penggugat sebagaimana bukti surat T4,T.5,T.6,T.7 dan T.10 yang selanjutnya diterbitkan SHM nomor 1343, 694, 649, 648 dan 786; mengakibatkan jual-beli termaksud tidak berkekuatan hukum sehingga Tanah sengketa (obyek perkara) tersebut jadi hak dari ahli waris almarhum Kusen yaitu Para Penggugat sebagai harta bawaan / asal;
“Menimbang, bahwa sedangkan bukti surat P.4 yang berhubungan erat dengan bukti surat T.8, SHM Nomor 697 atas nama Syamsul Arifin, bukan sebagai tanah sengketa (obyek perkara), bukan termasuk harta bawaan / asal dan harta bersama / gono gini meskipun terdapat dalam posita gugatan Para Penggugat angka 4 huruf B Nomor 1, melainkan pembelian tersendiri Syamsul Arifin (Tergugat III) dari Subadi sehingga menjadi hak Syamsul Arifin (Tergugat III) secara sah menurut hukum. Sedangkan bukti surat P.5 berdasarkan keterangan saksi-saksi Para Penggugat tersebut diatas, adalah harta bersama / gono gini yang dibeli Kusen dari Sahlan Naim sehingga menjadi hak waris dari ahli waris almarhum Kusen yaitu Para Penggugat (I, II, dan III) dan Musni Nafis Malichah alias Aniek Nafismalikhah (Tergugat I) dan seterusnya;
“Menimbang, bahwa tentang pengangkatan anak sebagaimana bukti surat T.2 turunan penetapan PN Kudus Nomor 433/Pdt.P/2012/PN.Kds tanggal 18 Juli 2012 saat diajukan pengesahan pengangkatan anak tersebut Kusen selaku orang tua angkat telah meninggal dunia pada tgl 31 Mei 2012, usia Tergugat II 31 tahun dan usia Tergugat III 29 tahun; [Note SHIETRA & PARTNERS: Orang yang sudah meninggal dunia tidak dapat mengajukan permohonan pengangkatan / adopsi anak.]
“Menimbang, bahwa apabila dihubungkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dan Pasal 12 (1) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan anak, usia Tergugat II 31 tahun dan usia Tergugat III 29 tahun sehingga usia Tergugat II dan Tergugat III sudah lebih dari 18 tahun, secara formil telah terjadi kesalahan prosedur;
“Menimbang pula bukti T.2 dihubungkan dengan Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Sosial Rl Nomor 110/HUK/2009 tentang persyaratan pengangkatan anak yang mengajukan pengesahan pengangkatan anak bukan calon orang tua angkat, melainkan calon anak angkat melalui kuasanya, telah mengingkari persyaratan;
“Menimbang, bahwa dengan pertimbangan tersebut diatas, persyaratan pengangkatan anak telah tidak dipenuhi, sehingga pengangkatan anak tersebut harus dinyatakan tidak berkekuatan hukum;
“Menimbang, bahwa dengan pertimbangan tersebut diatas, Para Penggugat dapat membuktikan dalil gugatannya dan Pengadilan Tinggi sependapat dengan pertimbangan Hakim tingkat pertama, hanya saja dalam mengabulkan sebagian gugatan Penggugat, Hakim tingkat pertama kurang dan tidak menyebut secara ‘jelas’ tanah berperkara (obyek sengketa) dalam amar putusan yang dijatuhkan, sedangkan amar putusan harus memuat secara ‘jelas’ obyek perkara agar tidak menimbulkan keragu-raguan atau penafsiran lain, sehingga dalam putusan tingkat banding, Pengadilan Tinggi ‘memperjelas’ dengan memuat secara lengkap dan rinci obyek perkara dengan menyempurnakan redaksi amar putusan aquo;
Dalam Rekonvensi
“Menimbang, bahwa menurut Pengadilan Tinggi pertimbangan hukum Rekonvensi tentang harta bersama / gono-gini yang menjadi hak penggugat I, Penggugat II, Penggugat III Konvensi dan Penggugat I Rekonvensi, yang masing-masing mendapat 1/2 (setengah) bagian, sehingga bagian dari Penggugat II, Penggugat III Rekonvensi adalah dan Pengugat I Rekonvensi sebagai Ibu kandungnya; yang dipertimbangkan Hakim tingkat pertama telah tepat dan benar sehingga dalam Rekonvensi tersebut dapat dipertahankan dan dikuatkan dalam pemeriksaan tingkat banding;
MENGADILI :
- Menerima permohonan banding yang diajukan Para Pembanding / Para Tergugat;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kudus Nomor 12/Pdt.G/2013/PN.Kds tanggal 24 September 2013 yang dimohonkan banding tersebut dengan perbaikan redaksi amar putusan, sehingga bunyi selengkapnya sebagai berikut:
Dalam Konvensi
1. Mengabulkan gugatan Penggugat I, Penggugat II, Penggugat III untuk sebagian;
2. Menyatakan Penggugat I, Penggugat II dan Penggugat III sebagai ahli waris almarhum Kusen, berhak atas harta warisan almarhum Kusen yang merupakan harta bawaan / asal berupa: ...;
4. Menyatakan Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
5. Menyatakan peralihan hak atas tanah harta bawaan / asal almarhum Kusen tersebut diatas (poin / amar ke-2) dan harta bersama / gono-gini tersebut diatas (poin / amar ke-3) oleh Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III, adalah tidak berkekuatan hukum;
6. Menyatakan Penetapan Pengadilan Negeri Kudus Nomor 433/Pdt.P/2012/PN.Kds tanggal 18 Juli 2012, adalah tidak berkekuatan hukum;
7. Menghukum Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama maupun siapa saja yang memperoleh hak dari padanya untuk menyerahkan harta warisan almarhum Kusen yang merupakan harta bawaan atau harta asal pada posita angka 3 kepada Penggugat I, Penggugat II dan Penggugat III setelah putusan dalam perkara ini berkekuatan hukum tetap;
8. Menghukum Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama maupun siapa saja yang memperoleh hak dari padanya untuk menyerahkan harta warisan almarhum Kusen yang merupakan harta bersama atau gono-gini tersebut diatas (poin / amar ke-3) dalam keadaan kosong, tetapi tidak secara seketika melainkan setelah putusan dalam perkara ini berkekuatan hukum tetap, untuk selanjutnya dilakukan pembagian harta bersama atau gono-gini antara Penggugat I, Penggugat II, Penggugat III dengan Tergugat I yaitu ½ (setengah) bagian untuk Penggugat I, Penggugat II, Penggugat III dan ½ (setengah) bagian untuk Tergugat I;
9. Menghukum Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp150.000,- setiap hari apabila Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III terlambat menyerahkan tanah sengketa (obyek perkara) berupa harta bawaan / asal tersebut diatas (poin / amar ke-2) dan harta bersama / gono-gini tersebut diatas (poin / amar ke-3) kepada Penggugat I, Penggugat II dan Penggugat III terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap;
10. Menolak gugatan Penggugat I, Penggugat II, Penggugat III selain dan selebihnya;
Dalam Rekonvensi:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat I, Penggugat II, Penggugat III Rekonvensi untuk sebagian;
2. Menyatakan Penggugat II Rekonvensi hanya berhak terhadap tanah sengketa (obyek perkara) yang telah bersertifikat dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 3805 atas nama Penggugat II Rekonvensi sebagai hibah dari almarhum Kusen yang merupakan harta bersama atau gono-gini dan mendapat bagian dari ibu kandungnya (Penggugat I Rekonvensi) saja apabila terjadi pembagian harta bersama atau gono-gini, sedangkan Penggugat III Rekonvensi juga bukan sebagai ahli waris harta bawaan atau harta asal dari almarhum Kusen berhak terhadap tanah sengketa (obyek perkara) yang telah bersertifikat dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 697 sebagai pembelian tersendiri Penggugat III Rekonvensi dari Subadi dan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 3868 pembelian tersendiri Penggugat III Rekonvensi dari Karsiyam bukan sebagai tanah sengketa (obyek perkara), bukan termasuk harta bawaan atau harta asal dan harta bersama atau gono-gini serta mendapat bagian dari ibu kandungnya (Penggugat I Rekonvensi) saja apabila terjadi pembagian harta bersama atau gono-gini;
3. Menolak gugatan Penggugat I, Penggugat II, Penggugat III Rekonvensi selain dan selebihnya.”
Pihak Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan secara singkat saja, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena putusan Judex Facti / Pengadilan Tinggi Semarang yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kudus tidak salah dalam menerapkan hukum, karena putusan dan pertimbangannya telah tepat dan benar yaitu mengabulkan gugatan para Penggugat, berdasarkan bukti T-4, T-7, dan T-10 bahwa jual-beli yang dilakukan Kusen semasa hidupnya tidak perlu persetujuan dari saudara-saudaranya karena harta tersebut adalah milik Kusen sendiri, karena itu putusan Judex Facti dalam perkara a quo sudah tepat sehingga layak dikuatkan;
“Lagipula alasan kasasi tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti / Pengadilan Tinggi Semarang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi: MUSNI NAFIS MALICHAH alias ANIEK NAFIS MALIKHAH, dan kawan-kawan tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. MUSNI NAFIS MALICHAH alias ANIEK NAFIS MALIKHAH, 2. NAILUL ISTIQOMAH, 3. SYAMSUL ARIFIN tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.