LEGAL OPINION
Question: ini rencananya sedang menyusun pokok tuntutan dalam gugatan, dan ada beberapa skenario kemungkinan dan keinginan hal yang ingin kami tuntut. Kira-kira baiknya bagaimana, merancang pokok tuntutan dalam gugatan?
Brief Answer: Dari best practice praktik peradilan yang selama ini berlaku, pokok permintaan dalam surat gugatan (petitum) tidak hanya monoton dapat mencantuman satu jenis permintaan, karena berlaku sistem subsidairitas layaknya sistem penuntutan / dakwaan Jaksa Penuntut Umum perkara pidana, dimana sistemnya dibuat berlapis dari tuntutan terberat hingga tuntutan paling ringan yang sifatnya “alternatif” (subsider) bagi Majelis Hakim untuk memilih sebagai vonis / amar putusannya. Yang terpenting ialah petitum perlu didukung oleh posita (uraian kronologi dan pokok permasalahan dalam surat gugatan).
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, ilustrasi konkret berikut sangat representatif, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 247 PK/Pdt/2012 tanggal 19 Juli 2013, perkara antara:
1. SOEDIRJO ALIMAN; 2. JOHNNY ALIMAN, sebagai Para Pemohon Peninjauan Kembali, semula selaku Para Penggugat; melawan
1. Ny. Hj. NAJMIAH; 2. Prof. Dr. Ir. ABDUL MUIN LIWA, M.Si., selaku Para Termohon Peninjauan Kembali dahulu Para Tergugat.
Antara para Penggugat dan Tergugat I telah terjadi jual-beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah tanggal 5 Agustus 1989 atas sebidang tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 10/Maccini Sombala. Namun berhubung karena jual-beli tertanggal 5 Agustus 1989 tersebut, oleh Tergugat II telah diajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Makassar, keberatan mana kemudian dibenarkan oleh Hakim PK dengan putusan tanggal 21 Juli 2008 Nomor 56 PK/Pdt/2008, dengan alasan bahwa tanah SHM Nomor 10/Maccini Sombala tersebut adalah merupakan harta gono-gini.
Semula, perbuatan hukum jual-beli antara para Penggugat dan Tergugat I tersebut terjadi untuk keseluruhan tanah obyek jual beli. Dengan munculnya keberatan suami Tergugat I (yakni Tergugat II), maka menurut hukum dan keadilan, yang sepatutnya dibatalkan adalah hanya sepanjang mengenai hak gono-gini Tergugat II yaitu separuh dari luas tanah, yakni seluas 29.770 m². Sementara sisanya, seluas 29.770 m², yaitu sepanjang yang menjadi bagian Tergugat I, tetap sah dan mengikat seluruh pihak, yang oleh karena itu para Penggugat tetap berhak atas 50% x 59.540 m² atau ± 29.770 m².
Disamping tanah seluas 29.770 m² tersebut, para Penggugat berhak pula menuntut ganti-rugi atas bagian Tergugat II atau 29.770 m² yang tidak dapat Penggugat kuasai namun telah terbayarkan jual-belinya, sebagai akibat batalnya jual beli atas bagian Tergugat I tersebut, menurut harga pasaran saat sekarang ini atau sebesar Rp500.000,00 per meter persegi atau jumlah sebesar Rp14.885.000.000,00.
Namun, opsi alternatifnya, yakni apabila para Penggugat tidak bisa mendapatkan tanah seluas 29.770 m² yang menjadi bagian Tergugat I tersebut, maka para Penggugat selaku pembeli yang beriktikad baik, berhak untuk dilindungi dan menuntut ganti-rugi untuk keseluruhan 59.770 m² atau sebesar 59.540 m² x Rp500.000,00 = Rp29.770.000.000,00.
Adapun yang menjadi rumusan pokok tuntutan Penggugat dalam gugatan ini (petitum), yakni memohon kiranya Majelis Hakim dalam perkara ini, menetapkan dan memutuskan hal-hal sebagai berikut:
Primair:
1. Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk keseluruhannya;
2. Menyatakan sah dan mengikat jual beli antara para Penggugat dan Tergugat I sepanjang mengenai tanah yang menjadi hak gono-gini Tergugat I atau seluas 29.770 m² tersebut;
3. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah dibebankan dalam perkara ini;
4. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk menyerahkan bagian tanah gono-gini Tergugat I menurut gambar yang tersebut pada lampiran gugatan ini seluas 29.770 m² dalam keadaan kosong sempurna kepada para Penggugat;
5. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk secara tanggung renteng membayar ganti rugi sebesar Rp14.885.000.000,00 kepada para Penggugat atau menurut jumlah yang layak dan adil menurut pertimbangan Majelis Hakim;
7. Menghukum orang-orang yang memperoleh hak dari para Tergugat, untuk mentaati putusan atas perkara ini;
Atau Subsidair:
1. Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk keseluruhannya;
2. Menyatakan sah dan mengikat jual-beli antara para Penggugat dan Tergugat sepanjang mengenai tanah yang menjadi hak gono-gini Tergugat I atau seluas 29.770 m² tersebut;
3. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk secara tanggung renteng membayar ganti rugi kepada para Penggugat sebesar Rp500.000,00 per meter atau sebesar Rp59.540 m² x Rp500.000,00 = Rp29.770.000.000,00.
Note SHIETRA & PARTNERS : Sebenarnya terdapat jenis satu lagi petitum alternatif ketiga yang dapat dicantumkan dalam petitum “lebih subsidair”, yakni sebagaimana dapat kita rujuk pada kaedah Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, menyatakan:
- Perlindungan harus diberikan kepada pembeli yang ber-itikad baik sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual adalah orang yang tidak berhak (obyek jual beli tanah).
- Pemilik asal hanya dapat mengajukan gugatan ganti rugi (dalam bentuk uang) kepada Penjual yang tidak berhak.”
Dengan demikian, alternatif Petitum Ketiga ialah menuntut agar pengadilan menyatakan bahwa Tergugat II hanya berhak menggugat ganti-rugi dalam bentuk uang kepada Tergugat I, tanpa dapat membatalkan Akta Jual-Beli antara Penggugat dan Tergugat I, karena Penggugat merupakan pembeli yang beritikad baik.
Opsi terakhir tersebut, jauh lebih rasional dan lebih efisien, mengingat amar putusan yang menghukum Tergugat untuk membayar sejumlah nominal ganti-rugi kepada pihak Penggugat, amat sukar dieksekusi dan tidak jarang melahirkan kompleksitas permasalahan baru.
Terhadap gugatan Penggugat sang pembeli tanah yang merasa terjebak dalam sengketa “bersegi tiga” berhadapan dengan urusan intern sang pasangan suami-istri, yang kemudian menjadi amar Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 214/Pdt.G/2008/PN.Mks. tanggal 25 Februari 2009, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan sah dan mengikat jual beli antara para Penggugat dan Tergugat I sepanjang mengenai tanah yang menjadi hak gono-gini Tergugat I atau seluas 29.770 m² tersebut;
3. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah dibebankan dalam perkara ini;
4. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk menyerahkan bagian tanah gono-gini Tergugat I menurut gambar yang tersebut pada lampiran gugatan ini seluas 29.770 m², dalam keadaan kosong sempurna kepada para Penggugat;
5. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk secara tanggung renteng membayar ganti rugi sebesar Rp14.885.000.000,00 (empat belas miliar delapan ratus delapan puluh lima juta rupiah) kepada para Penggugat;
6. Menghukum orang-orang yang memperoleh hak dari para Tergugat untuk mentaati atas perkara ini;
7. Menghukum para Tergugat untuk secara tanggung renteng membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini yang sampai saat ini ditaksir sebesar Rp909.000,00;
8. Menolak gugatan para Penggugat untuk selebihnya.”
Dalam tingkat banding, yang kemudian menjadi amar Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor 157/PDT/2009/PT.MKS tanggal 16 Juni 2009, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Tergugat I dan Tergugat II / para Pembanding tersebut;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Makassar tanggal 25 Februari 2009 Nomor 214/Pdt.G/2008/PN.Mks. yang dimohonkan banding;
“MENGADILI SENDIRI:
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak gugatan Penggugat I dan Penggugat II untuk seluruhnya;
- Menyatakan sita jaminan yang telah diletakkan oleh Pengadilan Negeri Makassar sesuai Berita Acara Sita Jaminan Nomor 214/BA.Pdt.G/2008/PN.Mks. tanggal 7 November 2008 adalah tidak sah dan tidak berharga;
- Memerintahkan Panitera Pengadilan Negeri Makassar untuk mengangkat sita jaminan tersebut.”
Dalam tingkat kasasi, yang menjadi amar putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1100 K/Pdt/2010 tanggal 14 Februari 2011, seolah antiklimaks, ialah sebagai berikut:
“MENGADILI :
- Menolak permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi: SOEDIRJO ALIMAN dan JOHNNY ALIMAN tersebut.”
Para Penggugat selaku pembeli, mengajukan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali, keberatan ketika Pengadilan Tinggi Makassar dan putusan kasasi hanya mempertimbangkan / mengadili tuntutan primair (tuntutan pokok) tanpa mempertimbangkan / mengadili tuntutan subsidair (tuntutan ganti rugi).
Padahal menurut hukum acara perdata, bilamana tuntutan primair (tuntutan pokok) tidak dikabulkan, maka tuntutan subsidair (yakni berupa tuntutan ganti rugi seperti dalam gugatan ini), harus dipertimbangkan / diadili dan diputus. Adapun Penggugat menjadikan tuntutan subsidair (tuntutan ganti rugi) sebagai dalil dari alasan pengajuan PK dalam perkara ini, oleh karena para Pemohon PK adalah pembeli yang beritikad baik.
Sementara itu bila merujuk Pasal 1340 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), menyatakan: “Hak-hak yang diperoleh oleh Pihak Ketiga dengan itikad baik atas barang yang menjadi obyek dari tindakan yang tidak sah, harus dihormati.”
Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 1474 KUHPerdata. Mengatur: “Penjual mempunyai 2 kewajiban utama yaitu menyerahkan barangnya dan menanggungnya.” Bahwa arti kata menanggung pada ketentuan Pasal 1474 KUHPerdata tersebut adalah Penjual harus menanggung apabila ada cacat tersembunyi, cacat “kepemilikan” adalah merupakan suatu cacat tersembunyi oleh karena itu pembeli yang beritikad baik harus dilindungi.
Adapun perlindungan terhadap pembeli yang beritikad baik, adalah berupa perlindungan hukum, yang dalam hal terjadi jual-beli suatu barang (tanah) maka Penggugat selaku pembeli yang beritikad baik, harus dilindungi oleh hukum dan pengadilan.
Bentuk perlindungan hukum yang dimaksud adalah bahwa barang yang dibeli tetap menjadi milik pembeli, atau pembeli berhak untuk memperoleh ganti-rugi. Begitupula menurut Yurisprudensi, pembeli yang beritikad baik harus diperlindungi, dapat disarikan dari:
a. Putusan Mahkamah Agung RI (MA RI) tanggal 14 April 1980 Nomor 992 K/Sip/1979 menyatakan “Semenjak akte jual beli ditanda-tangani di depan Pejabat Pembuat Akte Tanah, hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli.” [Note SHIETRA & PARTNERS: Khusus untuk peralihan hak atas tanah, levering tidak disyaratkan untuk terpenuhinya perikatan dan pengalihan hak kepemilikan dari penjual kepada pembeli.]
b. Putusan MA RI tanggal 27 Mei 1975 Nomor 952 K/Sip/1974, menyatakan “Jual beli adalah sah apabila telah memenuhi syarat-syarat dalam KUHPerdata dan atau Hukum Adat in casu jual-beli dilakukan menurut Hukum Adat secara riil atau kontan.” Sementara itu jual-beli antara Penggugat dan Tergugat I adalah riil / kontan, karena sudah dibayar lunas;
c. Putusan MA RI tanggal 3 Februari 1960 Nomor 34 K/Sip/1960 yang menyatakan “didalam suatu pembelian tanah dilakukan di depan Pamong Desa, si pembeli in casu dianggap beritikad baik oleh karenanya patut diperlindungi”;
d. Putusan MARI tanggal 12 November 1975 Nomor 932 K/Sip/1973 menyatakan “Jual beli yang dilakukan dihadapan PPAT sesuai dengan ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 melahirkan kewajaran untuk memberikan perlindungan hukum kepada pembelinya, terlepas apakah penjualnya berhak untuk melakukan penjualan tanah yang bersangkutan.”
e. Putusan MA RI tanggal 14 April 1980 Nomor 992 K/Sip/1979 menyatakan “Semenjak akte jual beli ditandatangani di depan Pejabat Pembuat Akte Tanah, hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli.”
f. Putusan MA RI tanggal 10 Mei 1977 Nomor 1656 K/Sip/1975 menyatakan “Hak-hak pihak ketiga dilindungi bila hak-hak itu diperoleh dengan itikad baik.”
g. Putusan MA RI tanggal 29 Maret 1982 Nomor 1230 K/Sip/1980 menyatakan “Pembeli yang beritikad baik harus mendapatkan perlindungan hukum.”
h. Putusan MA RI tanggal 2 April 1993 Nomor 3089 K/Pdt/1991 menyatakan “Seseorang yang membeli tanah dilandasi oleh itikad baik dan melalui cara procedure perundang-undangan yang berlaku, maka ia harus dilindungi oleh hukum, sehingga ia adalah pemilik tanah tersebut.”
i. Putusan MA RI tanggal 20 Desember 1958 Nomor 379 K/Sip/1958 menyatakan “Pembeli yang beritikad baik (tegoeder trouw), harus diperlindungi.”
Penggugat telah membeli tanah tersebut di hadapan PPAT disertai saksi-saksi dan dengan harga yang wajar pada saat itu, maka Penggugat demi hukum dan keadilan, berhak untuk mempertahankan barang (tanah) yang dibelinya dan/atau mendapatkan ganti-rugi.
Jumlah ganti-rugi yang dituntut sebesar Rp500.000,00 permeter persegi atas harga tanah, adalah didasarkan pada ketentuan Pasal 1498 KUHPerdata yang mengatur: “Jika ternyata pada waktu diadakan penuntutan hak melalui hukum, barang itu telah bertambah harganya, meskipun tanpa perbuatan pembeli, maka penjual wajib untuk membayar kepada pembeli itu apa yang melebihi uang harga pembelian itu.” Bila dilandasi pada kaedah normatif Pasal 1498 KUHPerdata tersebut, maka tuntutan ganti-rugi dengan perhitungan nilai harga yang sesuai dengan keadaan sekarang, adalah dalil logis dan sahih.
Dimana terhadap keberatan sang pembeli tanah, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan korektif yang menarik untuk disimak, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan peninjauan kembali tersebut dapat dibenarkan, dalam putusan Judex Juris dan Judex Facti (Pengadilan Tinggi) terdapat kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata, dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa berdasarkan Akta Jual Beli Nomor 152/JB/VIII/1989 tanggal 5 Agustus 1989, membuktikan telah benar terjadi jual beli tanah sengketa Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 10 Maccini Sombala seluas 59.540 m² antara Penggugat sebagai pembeli dengan Tergugat I sebagai penjual;
“Bahwa oleh karena berdasarkan Putusan Mahkamah Agung dalam perkara peninjauan kembali Nomor 56 PK/Pdt/2008, jual beli tersebut telah dibatalkan dengan alasan karena tanah objek sengketa merupakan harta gono-gini antara Tergugat I dan Tergugat II, dan sesuai dengan surat pernyataan Tergugat I tanggal 29 Juli 2011 yang menyanggupi untuk mengembalikan uang Penggugat, maka tuntutan Penggugat dalam subsidair tentang ganti rugi dapat dikabulkan;
“Bahwa sesuai dengan rasa keadilan maka ganti-rugi yang layak sesuai dengan harga pasaran tanah yang dimiliki Penggugat sebesar Rp500.000,00 per meter, karena tidak dibantah oleh para Tergugat tuntutan tersebut patut untuk dikabulkan, sehingga ganti-rugi yang harus dibayar oleh para Tergugat atas tanah objek sengketa seluas 59.540 m² adalah 59.540 x Rp500.000,00 = Rp29.770.000.000,00;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, dengan tidak perlu mempertimbangkan alasan-alasan peninjauan kembali lainnya menurut Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh para Pemohon Peninjauan Kembali: 1. SOEDIRJO ALIMAN dan 2. JOHNNY ALIMAN tersebut dan membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1100 K/Pdt/2010 tanggal 14 Februari 2011 yang mempertahankan Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor 157/PDT/2009/PT.MKS, tanggal 16 Juni 2009 yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 214/Pdt.G/2008/PN.Mks., tanggal 25 Februari 2009 serta Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara ini dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
“M E N G A D I L I :
1 Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: 1. SOEDIRJO ALIMAN dan 2. JOHNNY ALIMAN tersebut;
2. Membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1100 K/Pdt/2010 tanggal 14 Februari 2011 yang mempertahankan Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor 157/PDT/2009/PT.MKS, tanggal 16 Juni 2009 yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 214/Pdt.G/2008/PN.Mks., tanggal 25 Februari 2009;
“MENGADILI KEMBALI:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk sebahagian;
2. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk secara tanggung renteng membayar ganti rugi sebesar Rp29.770.000.000,00 (dua puluh sembilan miliar tujuh ratus tujuh puluh juta rupiah) kepada para Penggugat;
3. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah dibebankan dalam perkara ini;
4. Menolak gugatan para Penggugat untuk selebihnya.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.