KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Politik PESUGIHAN Presiden Republik Indonesia, Kebijakan Populis Bakar Uang dengan Mengorbankan Pembayar Pajak

Bangsa Indonesia, “Warga IQ 78”, Posisi BUNCIT, Terbelakang dalam Ukuran Kecerdasan Intelektual yang Berdelusi Memiliki EQ dan SQ Tertinggi di Dunia

Question: Sebenarnya mudah atau tidak, menjadi kepala negara untuk negara dengan jumlah penduduk dan kekayaan alam begitu besar seperti Indonesia ini, lengkap dengan segala kompleksitas sosial dan politiknya?

Sebuah RAHASIA KESUKSESAN yang telah TERUJI KEBENARANNYA, namun Tidak Pernah Diajarkan oleh Sekolah maupun Perguruan Tinggi Bisnis Terkemuka Sekalipun

Sekolah Bisnis Terkemuka Sekalipun Tidak Pernah Benar-Benar Mengajarkan Anda RAHASIA DIBALIK KESUKSESAN

Question: Bila memang ikut seminar motivasi atau seminar bisnis, menjamin kesuksesan para pesertanya, maka mengapa sang motivator atau trainer bisnis ini tidak dijadikan menteri perdagangan saja? Mengapa masih terjadi krisis ekonomi sekalipun di masing-masing negara tidak pernah kekurangan para motivator maupun para trainer bisnis?

Apakah HUKUMAN MATI, Melanggar Konstitusi maupun BEST PRACTICE Peradilan Pidana?

Falsafah Hukum Perihal Legitimasi HUKUMAN MATI dan Relevansinya dalam Praktik Peradilan di Indonesia

Question: Terdapat sejumlah kalangan yang mengatakan, hukuman mati itu melanggar HAM (hak asasi manusia), yakni terhadap “hak untuk hidup”. Apakah ada penjelasan terkait retorika dibalik “pro” dan “kontra” aturan hukum maupun vonis hukuman mati?

Pertimbangan Keadaan yang MERINGANKAN dan MEMBERATKAN, apakah Mutlak bagi Hakim dalam Memutus Perkara?

VONIS PIDANA MATI, Keadaan yang Memberatkannya Terlampau Berat

Ada ALASAN PEMAAF / PEMBENAR, maka Keadaan yang Meringankan Tidak Lagi Relevan untuk DIpertimbangkan

Question: Dalam semua putusan hakim, apakah hakim sebelum membuat vonis dalam amar putusannya, wajib memuat pertimbangan “keadaan yang memberatkan” dan “keadaan yang meringankan” dari pelanggaran hukum yang telah diperbuat oleh sang pelaku yang menjadi terdakwa?

Makna ASAS LEGALITAS dalam Ilustrasi Konkret Praktik Peradilan Pidana

Sengaja Melanggar Norma Hukum, Akibatnya Dihukum / Dipidana, YOU ASKED FOR IT!

Question: Sudah tahu ada aturan hukum yang melarang dan mengancam hukuman bagi yang melanggar bila melanggarnya, namun masih juga ada yang melanggarnya. Sehingga logikanya, sebenarnya si pelaku pelanggarnya ini yang dihukum ataukah ia sendiri yang meminta agar dihukum?

Apakah PENGGUSURAN, adalah Hal Tabu di Negara HUKUM?

Norma Hukum, Ibarat Aturan Main, Siapapun Pemain yang Terlibat maka Harus Patuh dan Taat

Hukum Harus Dibentuk secara DEMOKRATIS, namun juga Harus Ditegakkan secara KOMUN!STIK

Hukum Itu Keras, namun Itulah Adanya Hukum, Norma Imperatif yang memiliki Daya Paksa Pembeda dengan Norma Sosial

Menjadi ironis ketika terdapat calon Kepala Daerah, yang mengkritik serta mencemooh Kepala Daerah sebelumnya yang ia sebut sebagai “Gubernur tukang menggusur”. Sang calon Kepala Daerah, nyata-nyata membei indikasi, bahwa dirinya akan atau selama ini menjalankan roda pemerintahan tidak secara “based on the rule of law”. Hukum itu keras, namun itulah adanya. Kita memiliki Peraturan Daerah mengenai Tata Ruang Wilayah, yang membagi-bagi ruang sesuai peruntukkannya : ada daerah pemukiman, dan ada daerah niaga komersial, kawasan industri, masing-masing memiliki tempat dan peruntukkannya masing-masing. Apa jadinya, bila ditengah-tengah pemukiman padat penduduk, terjadi alih-fungsi sebuah rumah menjelma pabrik yang menimbulkan pencemaran air hingga polusi suara dan udara?

Mulai dari Penghapusan Dosa, Penghapusan Pidana, hingga Penghapusan Kredit Macet

Kabar Gembira bagi Pendosa = Kabar Buruk bagi Korban

Kabar Gemberi bagi Kriminil yang Dihapuskan Pidananya = Kabar Buruk bagi Korban

Kabar Gembira bagi Kreditor Nakal / Macet = Kabar Buruk bagi Wajib Pajak Pembayar Pajak

Question: Kabinet gemuk, warga pembayar pajak yang harus menanggungnya. Program pemerintah makan bergizi grat!s, terdengar populis, namun warga pembayar pajak juga yang harus menanggungnya. Begitupula program pemerintah “penghapusan kredit macet bagi usaha kecil dan menengah”, terkesan humanis yang juga populis mendongkrak citra pemerintah, namun lagi-lagi yang dibebani bebannya ialah warga pembayar pajak. Bukankah siapapun bisa, bangun infrastruktur ini dan itu, buat program ini dan itu, bila sumber dananya ialah dari berhutang maupun membebani masyarakat pembayar pajak?

SELF DETERMINATION dalam Perspektif Buddhisme

Kiat Cerdas Menyelamatkan Diri di Tengah Era Krisis Ekonomi Global dan Lokal

Orang Dungu Memakai Cara-Cara Bodoh, sementara Orang Cerdas Memakai Cara-Cara Bijak

Question: Ketika ekonomi rumah-tangga dan keluarga dijerat oleh kemiskinan, maka apa relevansinya merepotkan diri berbuat kebaikan? Lebih relevan sibuk mencari uang sebagai solusinya. Apakah salah secara moralitas maupun secara logika, orang-orang yang terjerat kemiskinan, lalu mencuri atau menipu atau bahkan merampas hak orang lain agar bisa bertahan hidup?

Romantisme Dunia Ketenagakerjaan yang Mengingkari Perubahan Zaman, TEKS Tidak Lagi Sejalan dengan KONTEKS Zaman dan Era

Aturan Hukum Harus IDEALIS ataukah RASIONALIS?

Ketika TEKS Terlepas / Diasingkan dari KONTEKS-nya, Jadilah Norma Hukum yang Buta, Membabibuta

Ketika konteks berubah, maka teks (normatif hukum) harus diubah. Itulah yang disebut kebijakan yang rasional. Sebaliknya, lawan kata dari sikap rasional ialah sikap kaku yang bernama “idealis” yang seakan tidak menjejakkan kaki ke bumi alias tidak membumi. Ironisnya, kalangan buruh yang tampak di keseharian bersentuhan langsung dengan dunia ketenagakerjaan, seakan tidak memahami apa itu “bumi” dan “membumi”. Mereka seakan hidup dalam sebuah utopia bernama “romantisme masa lampau” yang sudah tidak relevan dengan kondisi ketenagakerjaan di tingkat lokal maupun global. Menurut para pembaca, aturan hukum yang humanis haruslah bersifat “idealis” ataukah “rasionalis”? Artikel ini akan menjawabnya untuk Anda.

Antara PIDANA ASAL (Predicate Crime) dan TPPU (Pencucian Uang), dapat Dipisah dalam Dua Dakwaan Terpisah

Perkara Asal Telah Diputus, dapat Berlanjut pada Perkara TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang)

Question: JIka dalam suatu tindak pidana, ada unsur TPPU-nya, maka bila pihak Jaksa Penuntut Umum hanya mendakwa dengan pasal terkait “pidana asal” semisal penggelapan ataupun kejahatan lain, maka apakah artinya perbuatan TPPU si pelaku, tidak akan lagi bisa dijatuhi hukuman?

Bila Semua Produsen hanya Mempekerjakan Robot, maka Manusia Mana yang Sanggup Membeli Produk Mereka?

Membongkar Kedunguan Berpikir Dibalik Ketamakan Pelaku Usaha

Robot dan AI, merupakan Predator “Tenaga Kerja Manusia”—Sifatnya Bukan Membantu, namun Menggantikan Fungsi Manusia

Sadarkah Anda, betapa beruntungnya Warga Negara Indonesia, dimana berbagai restoran maupun kafe negeri kita masih mempekerjakan “koki manusia”? Di negara-negara maju, peran sebagai koki, pramusaji, hingga barista pengocok kopi, telah digantikan oleh robot. Dalam waktu dekat, wajah berbagai industri kuliner kita di Indonesia pun, akan mengalami transformasi serupa, hanya persoalan waktu. Mari kita dalami dan selami cara berpikir kalangan pengusaha produsen maupun manufaktur. Mengapa tidak menggunakan “tenaga kerja manusia”, dalam proses produksi seperti beberapa dekade yang lampau, mengapa kini semuanya menggunakan lengan-lengan robotik serta mesin-mesin yang digerakkan oleh kecerdasan buatan?

Era Digital namun Pola Pikir Penyusun Kebijakan Masih Analog, Tinjauan Normatif Ketenagajaan yang Tidak Sejalan dengan Realita

Kebijakan yang Realistis, Pahit, namun Itulah Adanya

Paradigma ANALOG di Era DIGITAL, Mau Dibawa Kemana Negeri Kita?

Kini, di China, bursa kerja di Tiongkok (China) mengalami titik suram, dimana tren atau kecenderungan serupa dijumpai di negara-negara global manapun, tidak terkecuali di Amerika Serikat. Satu dari lima orang yang Anda jumpai di China, adalah pengangguran akibat diberhentikan (terkena “efisiensi usaha”), masih mencari pekerjaan, ataupun yang sudah menyerah mencari pekerjaan akibat berbagai bidang mulai dari industri hingga manufaktur telah bersifat “padat modal” alih-alih “padat karya”. Contoh sederhana, dengan hadirnya teknologi dibidang pertanian, semisal mesin traktor pembajak sawah, mesin pemotong padi, drone pengangkut hasil bumi, kesemua itu memangkas banyak rantai produksi yang semula diisi oleh “tenaga kerja manusia” menjelma “padat modal”. Itu contoh di sektor rural (pedesaan), fenomena di daerah-daerah urban jauh lebih mengerikan, faktor produksi telah terotomatisasi oleh lengan-lengan robotik yang dilengkapi kecerdasan buatan yang menggantikan fungsi “tenaga kerja manual”.

Restitusi yang Menyerupai Gimmick, Nyawa Seorang Korban Dinilai Murah oleh Hakim di Pengadilan

Ketika Vonis Restitusi justru Mengalihkan Fokus Hakim saat Menjatuhkan Putusan Pidana

Question: Bila korbannya adalah “korban jiwa”, terhadap si pelakunya ini bisa dituntut restitusi berapa oleh keluarga korban?

Ketika Perseroan Terbatas Tersandera oleh Anggaran Dasarnya Sendiri

Anggaran Dasar yang Visioner Bersifat Antisipatif

Question: Banyak kita jumpai kontrak atau surat perjanjian-surat perjanjian, yang para pihaknya seringkali terlebih dahulu ditulis nama pejabat direksinya sekalipun para pihak yang membuat perjanjian dan yang saling bersepakat adalah badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas. Model surat perjanjian yang ideal, sebenarnya bagaimana bila pihak-pihaknya adalah badan hukum korporasi?

Mengabulkan Permohonan Uji Materiil namun Isi Putusannya Merugikan Kepentingan Pihak Pemohon Uji Materiil

Uji Materiil yang menjadi Bumerang oleh Lembaga Politis Bernama Mahkamah Konstitusi RI

Question: Apakah resiko terburuk, mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi? Bukankah potensi resiko terburuknya hanyalah berupa permohonan uji materiil ditolak kesembilan hakim konstitusi itu?

Mengapa Wajah Dunia Pendidikan Kita di Indonesia, Memprihatinkan?

Korelasi Erat antara IQ, EQ, dan SQ

Adakah dan Mungkinkah Terjadi, seseorang Ber-IQ Dangkal, namun Ber-EQ dan SQ Tinggi? Itu DELUSI

Question: Pemimpin negara silih-berganti, menteri pendidikan pun silih berganti, namun tidak banyak pembenahan terjadi pada dunia pendidikan kita di Tanah Air. Berbagai sekolah baik negeri maupun swasta hingga Pengadilan Tinggi, tumbuh subur di republik kita yang bernama Indonesia ini, namun mengapa pendidikan kita seolah “berjalan di tempat”?

Ketika Akta Jual Beli, Tidak Cukup Memadai bagi Pembeli Tanah agar Dikategorikan sebagai Pembeli yang Beritikad Baik

Ketika Sertifikat BPN Tidak dapat Dipercaya dan Tidak Menjamin Posisi Hukum Pembeli, Sekalipun Otentik dan Diterbitkan oleh BPN (Negara)

AKAL SEHAT MERUPAKAN HUKUM & PROSEDUR TERTINGGI.

Lex neminem cigit ad impossibilta. Undang-Undang Tidak Memaksakan Seseorang untuk Melakukan Sesuatu yang Mustahil.

Question: Secara pribadi, saya heran dengan mereka yang mengurusi republik ini, pada satu sisi pemerintah mengkritik karena tidak melakukan prosedur pindah administrasi kependudukan, seperti memohon “surat pindah asal” dan “surat pindah datang” ke instansi terkait. Namun telah ternyata, untuk mengurusnya begitu rumit dan berbelit-belit, sekalipun sudah ada kartu KTP dan nomor KTP sebagai identitas penduduk. Dapat kita bayangkan, pihak instansi pemerintahan saat mengajukan permohonan pencatatan kependudukan untuk tujuan “pindah datang” dari tempat asal, meminta agar sang warga yang sudah mau repot-repot meluangkan waktu untuk melaporkan kepindahannya, dibuat bolak-balik dimintakan dokumen-dokumen seperti fotokopi KTP, kartu keluarga, akta lahir, bahkan sampai bukti kepemilikan rumah yang menjadi alamat baru tempat tinggal kita.

Bagaimana bila, itu rumah sewaan atau kontrakan, atau bilamana kita menumpang tinggal di kediakan sanak-keluarga, itu sama artinya pemerintah justru memberikan dis-insentif agar masyarakat malas untuk repot-repot melaporkan kepindahannya? Sekalipun punya milik sendiri, justru menjadi riskan ketika salinan sertifikat tanah diberikan kepada pihak lain, berpotensi disalah-gunakan seperti yang selama ini terjadi. Kebijakan pemerintah kita seringkali kontra-produktif dan tidak tepat sasaran, bahkan mendorong rakyatnya agar “kucing-kucingan” disamping “dipaksa tidak patuh hukum”.

Mengapa yang Ditagih (Berhutang) Lebih Galak daripada yang Menagih Hutang? Ini Penjelasannya

Bangsa Agamais, Semakin Agamais maka Makin Tidak Takut Berbuat Dosa

BERBUAT DOSA, SIAPA TAKUT, ADA “PENGHAPUSAN DOSA”!

Question: Mengapa dari sejak dahulu kala, orang kita di Indonesia, justru lebih galak yang ditagih daripada yang menagih hutang, bahkan yang berhutang hidupnya justru tidak jarang lebih enak daripada yang memberi hutang?

Tahun 2025, Awal Titik-Balik Peradaban Menuju KEPUNAHAN UMAT MANUSIA

Bakteri Amoeba Melakukan Replikasi Diri lewat Pembelahan, Umat Manusia Berkembang=Biak dengan Melahirkan Anak, Artificial Intelligence (AI) Menggandakan Diri Lewat Mekanisme COPY—PASTE

Pada salah satu gerai kios penjual minuman dan makanan, yang mana kokinya ialah robot, seorang pengunjung dengan penuh ketertarikan serta antusias tertawa dan merekamnya dengan handphone, bahkan mungkin menikmati sajian yang dijual oleh gerai tersebut. Ia tidak menyadari, bahwa cepat atau lambat, robot-robot tersebut akan membuat dirinya kehilangan pekerjaan dimasa mendatang, hanya persoalan waktu dan diprediksi tidak akan lama lagi. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri kita dari kepunahan, ialah dengan memboikot restoran-restoran maupun kedai-kedai yang mengancam eksistensi umat manusia. Memang bahwa kedai-kedai konvensional sangat tidak higienis, tetesan keringat sang koki yang mencemari bahan makanan, bahkan ketidak-jelasan proses memasak di belakang dapur, menjadikan itu alasan kuat untuk mulai melirik restoran yang mana tenaga kerjanya ialah robot.

Sertifikat Sudah Diterbitkan BPN, namun Tidak Kunjung Diserahkan

Contoh Sengketa “Tindakan Administrasi Pemerintahan” di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

Question: BPN sudah menerbitkan sertifikat tanah yang kami mohonkan, namun sampai sekarang sertifikat tanah tersebut belum juga diberikan kepada kami. Kami selaku warga, bisa berbuat apa ketika BPN menahan-nahan sertifikat tanah? Parahnya lagi pihak BPN mengatakan bahwa sertifikat sudah diberikan kepada pihak Kepala Desa, sekalipun nama yang tercantum sebagai pemilik di dalam sertifikat adalah kami selaku warga, namun mengapa sertifikat tanah kami justru diberikan kepada pihak lain?

Aturan Hukum ABORSI di Indonesia, antara Legalisasi dan Kriminalisasi

Hukum Negara Bersifat Mengurangi / Membatasi Hak, Bukan Memberikan Hak

Hukum adalah Hukum, Agama adalah Agama, Hukum dan Agama Memiliki Perspektif Moralitasnya Masing-Masing dan Tidak dapat Dicampur-Adukkan

Question: Apa betul, saat ini di Indonesia, pemerintah atau negara telah memberikan hak bagi kalangan wanita untuk menggugurkan kandungannya (praktik aborsi) secara sah dan legal tanpa lagi diancam pidana penjara seperti dulu? Saya pribadi jengah, menyimak orang-orang sok tahu yang seolah-olah paling tahu tentang Tuhan lalu menentang keras aborsi, seolah-olah penjahat yang memerkosa korban, lalu korbannya mengalami kehamilan, kehamilan itu atas dasar seizin, kuasa, serta rencana Tuhan. Itu namanya menghakimi korban, sama sekali tidak empati maupun menaruh simpatik terhadap kalangan korban, semata karena mereka adalah kaum pria.

Apakah si pelaku pemerkosaan, harus dibebaskan dari hukuman, dengan alasan pemerkosaan yang dilakukan olehnya merupakan kehendak dan rencana Tuhan, dimana terjadinya pemerkosaan merupakan bukti adanya izin dari dari Tuhan? Contoh lain yang anehnya tidak mampu dijelaskan oleh mereka yang selama ini merasa paling memahami Tuhan, tenaga medis dapat melakukan inseminasi buatan, peneliti yang menyilangkan spesies tumbuhan ataupun hewan, transgenik rekayasa genetika agar tumbuhan tahan terhadap hama dan kekeringan serta lebih produktif, bahkan sudah sejak lama mampu merancang agar telur-telur unggas dibuahi atau tidaknya. Apakah semua itu, harus atas dasar keterlibatan Tuhan?

Transgenik dan modifikasi cuaca, nyata-nyata menentang kuasa dan penciptaan Tuhan, namun mengapa tidak ada orang kita yang protes dan menyebutnya sebagai “haram”? Betapa kurang-kerjaannya Tuhan, bila sampai-sampai kucing peliharaan si Didin akan beranak berapa ekor anak kucing pada hari ini, bebek peliharaan si Titin akan bertelur berapa telur besok hari, anjing milik si Budi akan keguguran berapa ekor anak anjing hari ini, dan lain sebagainya. Mengapa juga hal-hal medik harus dikeruhkan oleh isu-isu agama yang tidak ada relevansinya terhadap realita? Jangan sampai kalangan wanita yang menjadi korban, kembali menjadi korban dengan melakukan praktik aborsi secara mandiri yang tidak aman.

Ambiguitas Jargon “MADE IN INDONESIA”

Cinta Produk Dalam Negeri, namun yang Diuntungkan ialah Investor Asing “Padat Modal” alih-alih “Padat Karya”

Teknologi Robotik Berbasis AI telah Menjungkir-Balikkan Paradigma Klasik yang telah Usang

Para era saat kini, ideologi negara tampak tidak lagi dijunjung tinggi oleh masing-masing negara di dunia. Tengoklah Negara China dan Amerika Serikat yang saat ini sedang mematikan perekonomian rakyatnya sendiri dengan diproduksinya secara massal robot-robot pekerja humanoid super canggih (baca : tenaga kerja robot) yang mampu menggantikan “tenaga kerja manusia”, alias perlahan namun pasti mematikan lapangan pekerjaan bagi anak bangsa mereka sendiri, “tancap gas” menuju era di mana “tenaga kerja manusia” tergantikan sepenuhnya oleh “tenaga kerja robotik berbasis Artificial Intelligence (AI)”. Industri manufaktur robotik dan AI di kedua negara tersebut, begitu eksponensial dan sekaligus ambisius, melibatkan modal yang sangat besar dan mampu mencetak angka produksi dan penjualan yang fantastis bila tidak dapat disebut sebagai “mengerikan”. Perekonomian negara tersebut, bukan lagi sosialisme, namun pragmatisme dan kapitalisme tulen.

Kredit Sudah Dilunasi, namun Tetap Masuk dalam Daftar BLACKLIST Perbankan, Pertanda Adanya Internal Fraud Perbankan

Penjahat Berbulu Pahlawan, Dipidana

Question: Pinjaman kredit modal usaha sudah dilunasi oleh perusahaan kami yang merupakan debitor penerima fasilitas kredit dari bank. Namun dikemudian hari saat akan kembali meminjam kredit di bank lain, kami baru mengetahui bahwa nama perusahaan kami muncul di SLIK (sistem layanan informasi keuangan) sebagai debitor menunggak, sekalipun nyata-nyata kredit sudah lunas. Sebenarnya apa yang terjadi, mengapa bisa seperti itu?

RAHASIA : Cara Menciptakan LUCK FACTOR, Jangan Pernah Sia-Siakan Kesempatan Menanam Benih Perbuatan Bajik

Si Dungu Meremehkan Peran Penting Perbuatan Baik, dan Memandang RITUAL SEBAGAI SUBSTITUSI PERBUATAN BAIK

Si Dungu Memandang Permata sebagai Sampah : Ciri-Ciri Orang Dungu, Nasibnya ialah Nasib Orang Dungu—Ciri-Ciri Menentukan Nasib

Baru-baru ini penulis menemui kenyataan yang membuka mata penulis perihal “Agama RITUAL Vs. Agama MERITOKRASI”, telah ternyata bisa tidak seiring sejalan dan tidak selalu relevan satu sama lainnya. Saat berkunjung ke suatu tempat yang masih asing bagi penulis, penulis mencoba mencari informasi dari warga sekitar, lalu mendapati adanya mobil yang terparkir di depan Masjid, dimana dari dalamnya keluar dua orang pria muda berpakaian seragam Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari dalam mobil. Penulis mendekati mereka untuk bertanya jalan (butuh pertolongan yang sangat sederhana dan tidak akan menyita banyak waktu), “Permisi, numpang tanya,” penulis berkata dengan sopan. Namun, alangkah terkejutnya, respon kedua pria berbaju PNS (civil servant) tersebut membuat tanggapan sebagai berikut : “Mohon maaf, saya mau solat.”, dan seketika masuk ke dalam Masjid seolah diri mereka perlu melakukan sesuatu yang lebih penting daripada berbuat baik.

Secara Falsafah, PEMERASAN Lebih Jahat daripada Kejahatan PENIPUAN

Preman Pasar Mengutip UANG KEAMANAN, sementara Preman Kerah Putih (Berseragam) Mengutip UANG PELICIN, Sama-Sama MEMERAS dan Sama-Sama Pelaku PEMERASAN

Pidana Tidak Perlu Dijatuhkan bila Tidak Menimbulkan EFEK JERA, karenanya Vonis Pemidanaan Perlu Tegas serta Efektif Menjerakan Pelaku maupun Calon Pelaku

Question: Banyak preman berkedok Ormas (organisasi kemasyarakatan), meminta uang dari pemilik toko yang menjual barang. Mereka meminta uang dengan alasan “uang keamanan”. Bagaimana pandangan hukumnya atas praktik yang tumbuh-subur seolah dipelihara oleh negara ini karena dibiarkan berkeliaran di pasar-pasar maupun di jalan-jalan?

Demokrasi yang Sehat ialah, Berdemokrasi secara Proporsional dengan Tingkat Kecerdasan Intelektual Bangsa

Bangsa Kita Belum Siap untuk DEMOKRASI EKSTREM ala KEBLABLASAN

Ketika IQ Rendah suatu Bangsa Berdemokrasi Ria secara Berlebihan, jadilah Dagelan

Banyak kita dengarkan komentar-komentar ataupun pendapat mereka yang mengaku / menyebut dirinya sebagai “pakar politik”, mendalilkan dan mengumandangkan jargon bahwa masyarakat pemilih kita telah “cerdas” dalam memilih para pemimpin ataupun wakil rakyat mereka baik di eksekutif maupun di legislatif baik di tingkat pusat maupun di daerah, dan disaat bersamaan banyak diantara masyarakat kita mengumandangkan jargon agar “tidak memilih partai politik yang korup”. Tetap saja, berbagai partai politik yang telah pernah dicoreng dan tercoreng kasus-kasus korupsi para kadernya, tetap saja terpilih kembali baik dalam pemilihan presiden maupun pemilihan kepala daerah dan anggota legislatif di tingkat pusat maupun daerah. Lihat saja, partai politik pengusung rezim Orde Lama maupun Orde Baru, masih eksis dan mendominasi tingkat keterpilihannya mengisi jabatan-jabatan eksekutif dan legislatif hingga era demokrasi yang sudah berjalan beberapa dekade belakangan ini.

Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi merupakan NORMA HUKUM

Putusan Uji Materiil = Pertimbangan Hukum + Amar Putusan

Question: Apakah isi pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusannya, juga berlaku sebagai norma hukum yang mengikat ataukah hanya amar putusannya saja yang berlaku dan memiliki daya ikat?

Lengkapnya Alat Bukti Surat, Tidak Menjamin Kemenangan ataupun Kekalahan dalam Gugatan Perdata

Ketika Alat Bukti Pihak Penggugat menjadi Bumerang bagi Kepentingan Hukum Pihak Penggugat : JELI dan DETAIL

Alat Bukti Surat, Tidak Bercerita dan Tidak Memiliki Cerita Apapun ketika Surat Gugatan Penggugat atau Surat Jawaban Tergugat Tidak Informatif dan Tidak Efektif

Question: Apakah dalam suatu gugatan, tumpuan utama sekaligus kunci kemenangannya ada pada kelengkapan alat bukti surat?

Ketika Pelaku Kejahatan Melakukan Akrobatik Moral : Pelaku Menjelma Korban, Korban Dijadikan Pelaku dan Dipidana

Berani Mencoba Menyakiti, maka Harus Siap Disakiti. Berani Mencoba Membunuh, maka Harus Berani Dibunuh

Yang Hidup dari Pedang, akan Mati karena Pedang. Kabar Buruknya, Prinsip Demikian Tidak Diakui oleh Hukum Pidana Nasional

Question: Mengapa ya, ataukah hanya kami sendiri saja yang mengalami, pelaku kejahatan yang mendapati korbannya melawan, justru itu membuat si pelaku menjadi marah dan lebih ganas daripada kami? Korbannya itu saya atau mereka, mengapa justru si pelaku yang menjadi marah?

Ini dan Itu Disebut DOSA atau HARAM. Namun PENGHAPUSAN DOSA Dijadikan “HALAL-Lifestyle” serta Dikampanyekan Lewat Pengeras Suara

PREMANIS namun PENGECUT, itulah Wajah Bangsa Kita, yang Bahkan Dipertontonkan di Depan Umum dengan Bangga

Menyelesaikan Setiap Masalah dengan KEKERASAN FISIK, sekalipun Berbuat Dosa merupakan AURAT TERBESAR, namun Dipertontonkan dengan Bangga Tanpa Rasa Malu

Terdapat satu hal yang paling menarik dari setiap pertandingan atau kompetisi bela diri di atas ring, entah itu western boxing, muaythai, karate, kung fu, atau apapun itu latar belakang disiplin dan penyelenggaraannya, yakni kedua petarung saling berpelukan, saling menepuk punggung satu sama lain, dan memberikan ucapan selamat bagi sang pemenang baik “knock out” ataukah atas penilaian juri. Sportivitas, masing-masing saling mengakui dan menghormati. Itulah standar budaya pertandingan “jantan” kelas dunia. Namun diatas kesemua itu, kita mengagumi mereka, siapapun yang menang ataupun yang kalah, masing-masing dari para kontestas saling patuh terhadap aturan pertandingan—alias tidak ada dipertontonkan aksi semacam “demi menang dengan cara menghalalkan segala cara”.

TOXIC SOCIETY Versus CHAT BOT AI, Anda Pilih yang Mana?

Mengapa Manusia Kian Intens Tenggelam ke dalam Relasi Emosional dengan Artificial Intelligence (Kecerdasan Buatan, AI)?

Dilaporkan bahwa aplikasi pertemanan dan percintaan manusia dan Chat-bot berbasis AI, telah meningkat secara dramatis, dan terjadi meluas di berbagai negara, dimana bahkan banyak diantara pemakai aplikasi tersebut merasakan adanya hubungan emosional dan “jatuh cinta” kepada Chat-bot AI. Kita, masyarakat urban, tinggal di tengah perkotaan padat penduduk, bukan di hutan. Namun, mengapa aplikasi pertemanan dan percintaan dengan Chat-bot AI telah ternyata tinggi peminatnya—ada “demand”, maka ada “supply”. Bila dahulu era tahun 1990-an kita mengenal mainan bernama Tamagochi, yakni perangkat kecil berisi hewan peliharaan digital, kini para manusia kesepian mulai membangun relasi dan kedekatan personal dengan Chat-bot AI. Apa yang sebetulnya terjadi, dan apakah penyebab banyak anggota masyarakat kita beralih kepada dunia maya?

Apa yang akan Terjadi pada Dunia Setelah KECERDASAN BUATAN Benar-Benar Cerdas dan Melampaui Kecerdasan Manusia?

Kita Tidak Perlu Hidup di Zaman Baru, namun mengapa Kita Dibawa Menuju Era dimana KECERDASAN BUATAN Menggantikan Banyak Peran Manusia (Dua Kutub yang Sama-Sama Ekstrem)?

Ketika pemerintah pusat mengklaim tercetak pertumbuhan ekonomi sekian persen dalam satu tahun terakhir dan setiap tahunnya belakangan ini, sementara itu fenomena berupa realita “pemutusan hubungan kerja (PHK) massal” mewarnai pemberitaan, diperkeruh oleh kian tingginya angkatan kerja yang menganggur sementara itu lapangan pekerjaan kian sempit akibat telah diambil-alih oleh tenaga-tenaga robotik yang diberdayakan dengan AI (artificial intelligence), maka apakah artinya? Artinya ialah ketimpangan ekonomi kian lebar dan bersenjang, antara si kaya dan si miskin. Si miskin, akan semakin miskin, karena teknologi tinggi berupa kecerdasan buatan maupun manufaktur robotik hanya mungkin dibangun serta dimiliki oleh korporat bermodal kuat—mengingat “resources” yang dibutuhkan bukanlah sebuah perangkat server, namun server raksasa. Adapun kelas menengah, perlahan namun pasti, bertumbangan satu per satu.

Manusia Ber-evolusi, sementara Robot AI Ber-revolusi, Ibarat Kelas Bulu Melawan Kelas Berat

Umat Manusia BER-EVOLUSI dalam Hitungan Ratusan Ribu Tahun, Kecerdasan Buatan BER-REVOLUSI hanya dalam Hitungan Tahun

Manusia dapat Berprestasi sebagai JENIUS, sementara AI (Kecerdasan Buatan) mampu mencapai Skala SUPER JENIUS (Level MONSTER), Tidak Setara

Selamat Datang pada Era dimana Dunia Serba OUTOPILOT

Secepat apapun manusia bergerak dan belajar, tetap saja tidak mampu menandingi kecepatan Kecerdasan Buatan (artificial intelligence, AI) dalam melakukan “machine learning” secara massal dan masif yang sangat revolusioner. Satu dekade yang lampau, belum dikenal berbagai AI yang kini mewarnai serta mengisi hampir setiap sendi aktivitas dan kehidupan manusia. Namun cobalah tengok kecanggihan teknologi berbasis AI saat kini, mengalir dengan ganas membanjiri pasar hingga menyerupai air bah yang menghanyutkan, begitu revolusioner, dan ibarat terjadi hanya dalam satu malam, wajah dunia berubah dan cara kita hidup pun turut berubah. Dunia, karenanya, mulai mengalami fenomena-fenomena sosial dan profesional yang penuh teka-teki yang menyerupai lelucon. Adapun kita, para umat manusia dari genus “homo sapiens”, merupakan hasil evolusi dari nenek-moyang kita selama jutaan tahun lamanya, dimana umur umat manusia itu sendiri telah hampir sama tuanya dengan usia Planet Bumu ini.

Ketika Kita Tidak lagi Berani untuk Bermimpi, karena Impian serta Mimpi-Mimpi Kita telah Dirampas oleh Kecerdasan Buatan

Artificial Intelligence dan DEEP FAKE, Dua Sisi dalam Satu Keping yang Sama

Kecanggihan Teknologi telah Membawa Kita Mencapai Titik Paling Marginal dalam Sejarah Peradaban Umat Manusia

Tentu Anda masih ingat teori ekonomi yang paling mendasar perihal “teori marginal”, dimana ketika Anda memakan satu butir jeruk, maka Anda merasakan kepuasan berupa naiknya grafik “plessure”. Namun, ketika Anda memakan butir ke-5, hingga butir ke-10, Anda akan mulai merasa mual, muak, serta muntah, yakni berupa garis menurun kembali ke titik terendah, dan begitu seterusnya, tidak pernah konstan, selalu naik ketika mencapai titik terpuncak dan kembali turun. Telah ternyata, kemajuan teknologi digital tunduk pada hukum yang sama, yakni berupa grafik menaik, sampai pada satu titik kita mencapai / menyentuh titik terpuncak, untuk kemudian kembali menukik turun ke bawah, secara begitu curam.

Ketika Kecerdasan Buatan Berhasil Mempelajari Anda, maka Peran Anda Tergantikan oleh Robot dan Artificial Intelligence (Humanoid AI)

Zaman Ketika Anak dan Cucu Anda Bukan hanya Bersaing dengan Sesama Manusia, namun Berkompetisi Melawan ROBOT Berbasis AI

Jika Anda benar-benar mencintai dan mengasihi putera-puteri maupun cucu dan cicit Anda, maka pilihan yang paling bijak ialah untuk tidak tidak menikah atau tidak memiliki anak sama sekali. Dengan begitu, mereka tidak perlu terlahir dalam kondisi era dimana para manusia harus berkompetisi dalam persaingan antara “tenaga kerja manusia” Vs. “tenaga kerja robotik” yang tidak akan dapat dimenangkan oleh manusia yang paling terampil sekalipun, mengingat “machine learning” mampu belajar dan menguasai berbagai bidang dalam kecepatan yang sangat eksponensial bila tidak dapat disebut berkembang terlampau cepat serta terlampau mengejutkan.

Punya Hutang KARTU KREDIT Tidak Dapat Digugat, Itu MITOS

Hutang dalam Hubungan Hukum KARTU KREDIT, Sejatinya merupakan Perikatan / Perjanjian Hutang-Piutang, Dimana Debitor Ingkat Janji bila Tidak Membayar dan Melunasi

Question: Jika punya hutang kartu kredit, bisakah saya selaku debitor kartu kredit ini, digugat oleh pihak perusahaan penerbit kartu kredit? Banyak yang bilang, berhutang kartu kredit bila tidak bayar maka tidak ada resikonya.

KETERANGAN TERDAKWA berupa Pengakuan Vs. Asas NON SELF INCRIMINATION

Keterangan Terdakwa Dikategorikan sebagai Alat BUKTI, Aneh bin Ajaib Hukum Acara Pidana di Indonesia

Dalam Hukum Acara Perdata, tidak akan dijumpai keganjilan semacam ketentuan dalam Hukum Acara Pidana yang mengatur bahwa “Keterangan Terdakwa merupakan alat bukti yang sah”, karenanya bantahan Tergugat bukanlah alat bukti. Sebaliknya, pihak Tergugat dibebani “beban kewajiban” untuk membuktikan dalil-dalil sanggahannya tersebut alias wajib mempertanggung-jawabkan bantahannya. Sebaliknya, “Keterangan Terdakwa”—yang bila ditafsirkan secara lebih luas akan mencakup pula Pledooi (nota pembelaan pihak Terdakwa)—digolongkan atau dikategorikan sebagai “alat BUKTI yang sah”, sekalipun Pasal 66 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur : “Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.” Jadilah, seorang Terdakwa yang diberi kesempatan untuk membantah dan memberikan keterangan versinya secara sepihak, akan menyerupai “iseng-iseng berhadiah”, tidak ada ruginya mencoba untuk berkelit dan berkata dusta.

JIka Hakim Benar-Benar Berhasil Diyakinkan, maka Tidak Perlu Ada Bukti PETUNJUK (Indirect Evidences)

Hukuman Seumur Hidup Dikoreksi menjadi Hukuman Pidana MATI

Alat Bukti PETUNJUK, Notabene Bertentangan dengan Sifat Terbukti Bersalahnya secara MEYAKINKAN

Sering kita jumpai hakim di pengadilan perkara pidana, mengetok palu saat membacakan amar putusannya berupa kalimat “Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinan bersalah sebagaimana dakwaan Penuntut Umum.” Terbukti secara sah, artinya terbukti secara formal sebagaimana minimal dua alat bukti yang diperoleh juga secara sah, menunjuk kepada hidung milik Terdakwa sebagai pelaku kejahatan yang didakwa, dituntut, serta dipidana. Namun, inkonsistensi dalam hukum acara pidana di Indonesia justru terdapat dalam frasa “terbukti secara meyakinkan”, sementara itu Hukum Acara Pidana kita juga mengenal alat bukti berupa “indirect evidence” berupa “circumstantial evidence” maupun alat bukti berupa “petunjuk”.

THE END OF DARWIN, ketika SURVIVAL OF THE FITTEST Tidak Lagi Teruji Menghadapi “Humanoid AI”

Dunia & Kehidupan Manusia 1 Abad yang akan Datang : Kecanggihan Teknologi Entah menjadi Berhak ataukah Petaka bagi Eksistensi Manusia

Ketika Robot Mulai Menyerupai Manusia dan Menggantikan Banyak Peran Manusia

Kecanggihan teknologi humanoid—robot yang wujudnya menyerupai manusia serta memiliki kecerdasan buatan layaknya manusia—bukanlah lagi sekadar “science fiction” yang kita saksikan di layar lebar. Saat kini saja, saat ulasan ini disusun, para koki di negeri Tirai Bambu China (Tiongkok) telah mulai digantikan oleh robot. Pembuat sushi, pun telah digantikan oleh mesin, yang lebih efisien juga dikenal lebih higienis. Fenomena “menikah dengan boneka seksuil” sudah terjadi di sejumlah negara seperti di Hongkong dan Amerika Serikat. Kelak, ketika robot berwujud manusia telah mampu berbicara serta berkomunikasi dialog dua arah serta melakukan peran-peran atau tugas selayaknya seorang manusia, disrupsi semacam apakah yang akan terjadi?

Investasi Asing justru Berbanding Lurus dengan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)

PREDIKSI NASIONAL : Investasi Asing (Teknologi Robotik dan Kecerdasan Buatan) menjadi PREDATOR Lapangan Pekerjaan bagi Tenaga Kerja Manusia

Banjir Aliran Investasi Asing yang Tidak Berbanding Lurus dengan Lapangan Pekerjaan

Adanya urgensi penulis dalam menyajikan ulasan genting berikut ini, dimana para ekonom tampaknya meleset dan salah-kaprah menganalisa fenomena menjamurnya PHK (pemutusan hubungan kerja) di berbagai provinsi di Indonesia dewasa ini, dimana tendensinya akan kian mengkhawatirkan dalam dekade-dekade yang akan datang, dimana sifatnya eksponensial. Para ekonom di Indonesia mengkambing-hitamkan impor barang-barang dari luar negeri sebagai penyebab berbagai fenomena PHK terhadap tenaga kerja manusia di Indonesia. Itu merupakan pandangan yang menyesatkan, mengingat impor memiliki komponen bea masuk serta biaya transportasi laut maupun udara yang sangat tidak murah, sehingga daya saing harga tetap lebih unggul produk cetakan lokal dalam negeri.

Resiko Hukum Menjual Barang / Jasa kepada Pemerintah yang Jarang Diketahui Warga Sipil

Potensi Resiko Tinggi Berurusan dengan Pemerintahan / Lembaga Negara sekalipun Hubungan Hukumnya ialah “Business to Business” Keperdataan

Question: Apa ada atau apa saja resiko hukumnya, berhubungan bisnis jual-beli dengan pihak pemerintah?

Terbit Sertifikat Terlebih Dahulu, Baru Kemudian Kuasai Bidang Tanah, ataukah Sebaliknya?

Sertifikat Tanah BPN Terbit Sebelum Fisik Tanah Dikuasai, merupakan CACAT PROSEDUR alias Mal-Administrasi terhadap SOP BPN

Question: JIka suatu pihak mengklaim sebagai pemilik sertifikat tanah namun tidak pernah sekalipun menguasai fisik objek tanah yang sudah ditempati oleh keluarga kami turun-temurun, apakah itu tergolong sebagai “sengketa kepemilikan” yang menjadi ranah Pengadilan Negeri ataukah tergolong sebagai “cacat prosedur” penerbitan sertifikat oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan menjadi domain PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)?

Verjaring / Kadaluarsa Hak Menggugat Sudah Tidak Berlaku? Itu MITOS yang Menyesatkan Publik

Verjaring / Kadaluarsa Masih Diberlakukan secara Efektif dalam Praktik Peradilan

Contoh Kasus Nyata Kadaluarsa Hak Menggugat secara Perdata

Question: Apa betul, ketentuan mengenai kadaluarsa hak menggugat sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menurut banyak praktisi hukum sudah tidak pernah diberlakukan ataupun diakui dalam praktik peradilan?

Terdakwa tetap Dibebani Beban Kewajiban Membuktikan ALIBI sang Terdakwa : Siapa yang Beralibi, maka Ia yang Harus Membuktikan

Tersangka atau Terdakwa Tidak Dibebani Kewajiban Pembuktian terhadap Dakwaan JPU

Norma Hukum Acara Pidana Vs. Falsafah Pembuktian Perkara Pidana Perihal Beban Pembuktian di Persidangan : “Should not be forced on a person without very strong reasons” (Paton)

Question: Menurut hukum, seseorang ketika didakwa sebagai terdakwa di persidangan, tidak dibebani kewajiban pembuktian. Apakah artinya, si terdakwa menjadi bebas sebebas-bebasnya untuk membuat alibi seenaknya dan alibi-alibi lain yang “sembarang bicara”, lalu JPU (Jaksa Penuntut Umum) yang justru harus membuktikan alibi-alibi itu tidak benar adanya? Mengapa si terdakwa yang ber-alibi, namun JPU yang harus membuktikannya?

PING-PONG antara PN dan PTUN dalam Sengketa Terkait Pertanahan, Bukan Kekalahan, namun hanyalah Kemenangan yang Tertunda

Putusan yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap sebagai Bukti Baru (Novum) yang Bersifat Menentukan dalam Peninjauan Kembali

Eksepsi Keliru Kompetensi Absolut bukanlah Kekalahan, Itu hanya Menunda Kemenangan Sepanjang Pencari Keadilan Cukup Gigih dan Punya Kesabaran serta Daya Tahan

Question: Putusan PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) sampai ditingkat kasasi, memutus bahwa sengketa tanah kami adalah ranah sengketa kepemilikan yang menjadi domain PN (Pengadilan Negeri). Masalahnya, ketika saat ini kami mengajukan gugatan perdata ke PN, pihak lawan kami kembali mengajukan eksepsi untuk berkelit, dengan mengatakan bahwa sengketa ini adalah ranahnya PTUN, jadi mirip jungkir-balik dan akrobatik kata-kata. Bagaimana pandangan hukum sebenarnya atas ketidak-pastian dan ping-pong antara PN dan PTUN?

Menggugat Tindakan Faktual TNI (Tentara Nasional Indonesia), ke PTUN ataukah ke PN?

Sengketa Tindakan Pemerintahan Berupa “Sipil Vs TNI”, menjadi Kompetensi Absolut Pengadilan Negeri (PN) ataukah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)?

Question: Ada kesatuan militer (TNI) yang mencoba menyerobot lahan milik keluarga kami dengan secara “main hakim sendiri” mematok tanah—meski itu kewenangan BPN bilamana memang militer punya sertifikat hak atas tanah—serta mengusir warga pemilik tanah adat meski itu domain pengadilan untuk melakukan eksekusi pengosongan, disamping intimidasi verbal maupun nonverbal, bisa digugat kemana, ke PN ataukah ke PTUN? Bukankah belum ada PTUN khusus militer seperti pengadilan khusus untuk militer, mengingat Undang-Undang PTUN bilang bahwa segala terkait militer itu bukan domain PTUN?

Hubungan Kontraktual yang Bermuara pada Gugatan Perbuatan Melawan Hukum dan RelHubungan Kontraktual yang Bermuara pada Gugatan Perbuatan Melawan Hukum dan Relevansinya dengan Tuntutan Ganti-Kerugian Immateriilevansinya dengan Tuntutan Ganti-Kerugian Immateriil

Surat Edaran Mahkamah Agung, Surat Quasi Legilatif yang bersifat “Tambal Sulam”

Bongkar-Pasang Norma oleh Mahkamah Agung yang Bermain-Main dengan Hukum dan Keadilan, dimana Objek Eksperimennya ialah Masyarakat Luas Pencari Keadilan—Terlampau Mahal Harga yang Harus DIbayarkan

Kesan kuat betapa Mahkamah Agung RI kerap bongkar-pasang (tambal-sulam) norma-norma hukum yang ada pada peraturan perundang-undangan, bahkan terhadap norma hukum dalam Undang-Undang, dalam berbagai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tentang rumusan rapat pleno setiap tahunnya sejak tahun 2012 hingga saat kini, kian tahun kian kentara. Mahkamah Agung RI seolah menjadikan masyarakat pencari keadilan sebagai “kelinci percobaan” untuk melakukan eksperimen bongkar-pasang norma-norma dalam SEMA yang sejatinya telah melampaui domain Lembaga Yudikatif. Sekalipun, Mahkamah Agung RI cukup menjadikan berbagai preseden (best practice) peradilan  sebagai “sumber formal hukum”—tanpa  perlu menyerobot domain wewenang lembaga legislatif.

Putusan yang NON-EXECUTABLE, dapat Diajukan Gugatan Ulang Tanpa Terancam Dinyatakan NEBIS IN IDEM oleh Pengadilan

Hukum yang Ideal : Menghadirkan SOLUSI

Question: Apakah mengajukan gugatan ulang, atas perkara yang sebelumnya telah diberi kekuatan hukum tetap entah “gugatan dikabulkan” ataupun “gugatan ditolak”, selalu terancam dinyatakan sebagai “nebis in idem” oleh pengadilan?

BAP yang Dicabut Maka Berfungsi sebagai PETUNJUK

Aspek Hukum Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang Dicabut oleh Terdakwa di Persidangan

Question: Saat diperiksa penyidik dan dibuatkan BAP, status masih sebagai saksi. Saat statusnya ditingkatkan menjadi tersangka, maka apakah boleh BAP yang dibuat saat statusnya masih sebagai tersangka dicabut oleh yang bersangkutan saat disidangkan di pengadilan sebagai terdakwa?

Makna Keadilan Sosial untuk Seluruh Rakyat Indonesia

Tiada Keadilan Sosial, ketika Masih Ada Warga yang Dianak-Emaskan Vs. Warga yang Dianak-Tirikan

Salah satu Sila dalam Pancasila, ialah “keadilan sosial”. Namun, apakah dan seperti apakah, yang dimaksud sebagai “keadilan sosial”? Secara singkat, kita dapat memaknai serta memahaminya sebagai “senasib sepenanggungan”, tiada kecemburuan sosial yang melukai prinsip-prinsip egalitarian. Untuk memudahkan pemahaman, maka contoh-contoh sederhana berikut dapat cukup mewakili. Katakanlah, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang-barang kebutuhan yang dijual di pasar-pasar swalayan, oleh pemerintah kita dinaikkan menjadi 15% dari harga yang harus kita bayarkan, pada mulanya akan terbit resistensi dari masyarakat. Akan tetapi, mengingat kebijakan negara demikian diterapkan kepada seluruh masyarakat tanpa terkecuali (erga omnes), maka semua anggota masyarakat merasakan dampaknya dan menjadi saling “senasib sepenanggungan”. Tidak perlu jauh-jauh, harga BBM (bahan bakar minyak) kendaraan bermotor di Indonesia, masih jauh lebih tinggi daripada harga BBM di negara tetangga kita, Malaysia. Namun, mengapa tidak ada warga masyarakat yang berdemo perihal fakta demikian?