Putusan yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap sebagai Bukti Baru (Novum) yang Bersifat Menentukan dalam Peninjauan Kembali
Eksepsi Keliru Kompetensi Absolut bukanlah Kekalahan,
Itu hanya Menunda Kemenangan Sepanjang Pencari Keadilan Cukup Gigih dan Punya
Kesabaran serta Daya Tahan
Question: Putusan PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) sampai ditingkat kasasi, memutus bahwa sengketa tanah kami adalah ranah sengketa kepemilikan yang menjadi domain PN (Pengadilan Negeri). Masalahnya, ketika saat ini kami mengajukan gugatan perdata ke PN, pihak lawan kami kembali mengajukan eksepsi untuk berkelit, dengan mengatakan bahwa sengketa ini adalah ranahnya PTUN, jadi mirip jungkir-balik dan akrobatik kata-kata. Bagaimana pandangan hukum sebenarnya atas ketidak-pastian dan ping-pong antara PN dan PTUN?
Brief Answer: Sebenarnya cukup “percuma”, mengajukan eksepsi “keliru
kompetensi absolut” peradilan yang berwenang mengadili dalam suatu sengketa terkait
pertanahan. Mengapa? Karena, bila pihak pencari keadilan cukup memiliki daya
tahan, maka ketika upaya hukum berupa gugatan di Pengadilan Negeri berbuah
kegagalan karena gugatan dinyatakan “tidak dapat diterima karena keliru
kompetensi kewenangan peradilan”, maka gugatan kedua dapat diajukan ke Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN), dengan menyertakan bukti maupun bukti baru (bila
ditingkat Peninjauan Kembali) berupa alat bukti surat otentik berwujud putusan Pengadilan
Negeri yang telah berkekuatan hukum tetap yang dalam putusannya menyatakan
bahwa sengketa antara para pihak ini merupakan domain PTUN.
Begitupun sebaliknya, ketika gugatan pertama ke PTUN
tidak berbuah sebagaimana diharapkan, karena dinyatakan “keliru kompetensi kewenangan
peradilan”, maka ajukan gugatan kedua ke hadapan Pengadilan Negeri dengan
disertai bukti maupun bukti baru (bila ditingkat Peninjauan Kembali) berupa
alat bukti surat otentik berwujud putusan PTUN yang telah berkekuatan hukum
tetap yang dalam putusannya menyatakan bahwa sengketa antara para pihak ini
merupakan domain Pengadilan Negeri. Ketika pihak pencari keadilan cukup gigih dan
punya daya tahan (determination),
maka pada muaranya pokok perkara akan diputus dengan tidak lagi dapat saling
lempar tanggung-jawab kewenangan peradilan yang berwenang memeriksa dan memutus
perkara.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman,
dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat ilustrasi konkret berupa putusan
Mahkamah Agung RI sengketa pertanahan register Nomor 204 PK/TUN/2016 tanggal 19
Januari 2017, perkara antara:
- Hi. SAID LATURUA, S.E, sebagai
Penggugat; melawan
I. KEPALA KANTOR PERTANAHAN
KOTA AMBON, sebagai Tergugat;
II. PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA CQ. KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA / TNI-AU, Pemohon
Peninjauan Kembali I dan II dahulu sebagai Tergugat II Intervensi.
Objek gugatan ialah berupa
Sertipikat Hak Pakai atas nana Tergugat II Intervensi. Pada mulanya gugatan Penggugat
dimenangkan dan dikabulkan, namun pihak Tergugat kemudian mengajukan upaya
hukum Peninjauan Kembali dengan disertai bukti baru (novum) berupa putusan perkara
perdata yang sebelumnya telah pernah ada dan telah berkekuatan hukum tetap. Dimana
terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai
berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut
dapat dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa berdasarkan bukti baru (Novum) PK-1 sampai
dengan PK-6 dihubungkan dengan Putusan Nomor 1212 K/Pdt/2014 Tanggal 10 Agustus
2015 jo. Putusan Nomor 272 K/TUN/1995 Tanggal 8 Desember 1997 jo. Putusan Nomor
45/Bdg.TUN/1994/PT.TUN.Upg Tanggal 18 Juli 1995 jo. Putusan Nomor
06/G.TUN/1994/PTUN.ABN Tanggal 18 Oktober 1994 dapat ditentukan bahwa
sesungguhnya tanah yang diatasnya terbit KTUN objek sengketa bukan tanah adat
dan telah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap mengenai hal
tersebut;
- Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali telah sesuai dengan yang dimaksud
Pasal 67 huruf f dan huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan
perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009;
“Menimbang, bahwa Mahkamah
Agung telah membaca dan mempelajari Jawaban Memori Peninjauan Kembali yang
diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali, tetapi tidak ditemukan dalil yang
dapat melemahkan dalil Memori Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan
Kembali;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan tersebut di atas, maka menurut Mahkamah Agung terdapat cukup
alasan untuk mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan
KembaliI : KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA AMBON dan Pemohon Peninjauan Kembali
II : PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA CQ. KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK
INDONESIA/TNI-AU tersebut;
“Menimbang, bahwa oleh sebab
itu putusan Mahkamah Agung Nomor 353 K/TUN/2013, Tanggal 17 Oktober 2013 tidak
dapat dipertahankan dan harus dibatalkan. Mahkamah Agung mengadili kembali
perkara ini sebagaimana disebut dalam amar putusan;
“M E N G A D I L I :
- Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali
I : KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA AMBON dan Pemohon Peninjauan Kembali II:
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA CQ. KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK
INDONESIA/TNI-AU tersebut;
- Membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 353 K/TUN/2013, Tanggal 17
Oktober 2013;
MENGADILI KEMBALI,
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.