Verjaring / Kadaluarsa Masih Diberlakukan secara Efektif dalam Praktik Peradilan
Contoh Kasus Nyata Kadaluarsa Hak Menggugat secara Perdata
Question: Apa betul, ketentuan mengenai kadaluarsa hak menggugat sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menurut banyak praktisi hukum sudah tidak pernah diberlakukan ataupun diakui dalam praktik peradilan?
Brief Answer: Adalah mitos alias rumor, pandangan-pandangan yang
berdedar di tengah masyarakat (yang ironisnya dihembuskan oleh kalangan
praktisi hukum di Tanah Air), yang menyatakan secara spekulatif bahwa norma
hukum perdata terkait “verjaring” (kadaluarsa
hak menagih maupun hak menggugat) secara perdata adalah selama 30 (tiga puluh) tahun
sejak hak tagih tersebut terbit adalah sudah tidak diberlakukan secara efektif.
Faktanya, berkata lain (best practice),
masih diterapkan oleh hakim di pengadilan. Namun bila konteksnya ialah
kewajiban perdata seperti hutang pemerintah, pemerintah daerah, maupun lembaga
negara, maka kadaluarsa bagi sipil untuk menagih dan menggugatnya ialah selama
sebatas 5 (lima) tahun, bukan 30 (tiga puluh) tahun—sehingga memang tampak
seperti “standar ganda”.
PEMBAHASAN:
Perihal kadaluarsa yang
melahirkan hak atau sebaliknya menggugurkan hak, diatur secara umum norma /
kaedahnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata):
- Pasal 1951 KUHPerdata : “Dalam tiap tingkatan pemeriksaan perkara
dapatlah seorang menunjuk pada daluwarsa, bahkan dalam tingkatan banding.”
- Pasal 1946 KUHPerdata : “Daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh
sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu
tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.”
- Pasal 1954 KUHPerdata : “Pemerintah, selaku wakil Negara, Kepala Pemerintahan
Daerah, yang bertindak dalam jabatannya, dan lembaga-lembaga umum,
tunduk kepada daluwarsa-daluwarsa yang sama seperti orang-orang perseorangan,
dan mereka dapat menggunakannya dengan cara yang sama.”
- Pasal 1957 KUHPerdata : “Seorang yang sekarang menguasai suatu
kebendaan, yang membuktian bahwa ia menguasainya sejak dahulu kala, dianggap
juga telah menguasainya selama selang waktu antara dulu dan sekarang itu,
dengan tidak mengurangi pembuktian hal sebaliknya.”
- Pasal 1965 KUHPerdata : “Itikad baik selamanya harus dianggap ada,
sedangkan siapa yang menunjuk kepada suatu itikad buruk, diwajibkan
membuktikannya.”
- Pasal 1967 KUHPerdata : “Segala tuntutan hukum, baik yang bersifat
perbendaan maupun yang bersifat perseorangan, hapus karena daluwarsa dengan
lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan siapa yang menunjukkan akan adanya
daluwarsa itu tidak usah mempertunjukkan suatu alas hak, lagi pula tak dapatlah
dimajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya yang
buruk.”
- Pasal 1955 KUHPerdata : “Untuk memperoleh Hak Milik atas sesuatu
diperlukan bahwa seseorang menguasai terus-menerus, tak terputus-putus, tak
terganggu, dimuka umum dan secara tegas sebagai pemilik.”
- Pasal 1963 KUHPerdata : “Siapa yang dengan itikad baik, dan
berdasarkan suatu alasan hak yang sah oleh suatu benda tak bergerak, suatu
bunga, atau suatu pitang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh
hak milik atasnya dengan jalan daluwarsa, dengan suatu penguasaan selama 20
tahun. Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama 30 tahun, memperoleh
hak milik, dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan alasan haknya."
Untuk memudahkan pemahaman,
dapat SHIETRA & PARTNERS ilustrasikan cerminan konkretnya
sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI perkara perdata register Nomor 310
PK/Pdt/2013 tanggal 16 April 2014, sengketa antara “Sipil Vs. Lembaga Negera”, dimana
pada mulanya pihak sipil selaku Penggugat dimenangkan oleh pengadilan hingga
tingkat kasasi, namun pihak Lembaga Negara mengajukan upaya hukum Peninjauan
Kembali (PK), dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta
amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang bahwa terhadap
alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan peninjauan
kembali tentang adanya kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata dapat
dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa Penggugat mendalilkan
kejadiannya hutang piutang pada tahun 1964/1965, sedangkan gugatan
diajukan pada tanggal 28 Januari 2007 sehingga sudah 43 tahun;
“Bahwa berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ditentukan hak tagih
mengenai hutang atas beban negara / daerah kedaluarsa setelah 5 (lima) tahun
sejak hutang tersebut jatuh tempo, dengan demikian hak tagih atas
piutang Penggugat kepada Tergugat telah kedaluarsa, oleh karena itu gugatan
Penggugat harus ditolak;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa terdapat cukup alasan
untuk mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali
dan membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1479 K/Pdt/2010, tanggal 28 Februari
2011 serta Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara ini dengan amar
putusan sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
“M E N G A D I L I :
- Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali
tersebut;
- Membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1479 K/Pdt/2010, tanggal 28 Februari
2011;
MENGADILI KEMBALI:
Dalam Eksepsi:
- Menolak eksepsi Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV untuk seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.