Ketika Vonis Restitusi justru Mengalihkan Fokus Hakim saat Menjatuhkan Putusan Pidana
Question: Bila korbannya adalah “korban jiwa”, terhadap si pelakunya ini bisa dituntut restitusi berapa oleh keluarga korban?
Brief Answer: Dari preseden yang ada (praktik peradilan) di Indonesia,
restitusi untuk kasus-kasus “korban jiwa” tampaknya belum terdapat tolok-ukur
yang pasti serta objektif, sehingga lebih baik keluarga korban berfokus
menyalurkan aspirasi agar pihak Tersangka / Terdakwa dituntut pidana penjara seberat-beratnya,
tanpa terdistraksi oleh aturan hukum perihal kebolehan mengajukan restitusi—sekalipun
kita ketahui bahwa “restitusi” berbeda dengan “kompensasi”. Bila “kompensasi”
sifatnya dibayarkan oleh negara, sementara “restitusi” dibayar oleh pelaku, Majelis
Hakim tampaknya masih bersikap “kikir” menjatuhkan vonis pidana yang disertai “restitusi”
terhadap pelaku kejahatan yang mengakibatkan “korban jiwa”. Bila perlu, tidak
perlu mengajukan “restitusi” sama sekali, sehingga Majelis Hakim pemeriksan dan
pemutus perkara dapat berfokus dalam menjatuhkan pidana semata berupa penjara
yang patut dan layak, tanpa diperkeruh perihal “restitusi” yang bisa menjadi “pengalihan
fokus”.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman,
terdapat sebuah ilustrasi konkret sebagai cerminan betapa “restitusi” dapat
menjelma menyerupai sebentuk “pelecehan” terhadap korban maupun keluarganya, sebagaimana
dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI perkara Tindak
Pidana Perdagangan Orang register Nomor 436 K/Pid.Sus/2019 tanggal 21 Maret
2019, dimana terhadap Terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dituntut:
1. Menyatakan Terdakwa bersalah
melakukan tindak pidana turut serta dalam melakukan perdagangan orang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP yang
termuat dalam dakwaan keempat Jaksa Penuntut Umum;
2. Menjatuhkan pidana terhadap
Terdakwa dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun dikurangi masa tahanan
sementara dengan perintah Terdakwa tetap di tahan dan denda sebesar
Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta Rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan;
3. Menetapkan agar Terdakwa
membayar restitusi kepada orang tua korban sebesar Rp25.000.000 (dua puluh lima
juta rupiah), dan jika Terdakwa tidak membayar uang restitusi paling lama 1
(satu) bulan sesudah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap maka harta
benda Terdakwa dapat di sita oleh jaksa dan di lelang untuk menutupi pembayaran
restitusi tersebut, dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang
mencukupi untuk membiayai uang restitusi tersebut maka Terdakwa di pidana
kurungan selama 1 (satu) tahun. Restitusi dari terdakwa untuk korban di berikan
kepada orang tua korban.
Terhadap tuntutan Penuntut Umum
yang sudah cukup ideal di atas, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri
So’e Nomor 84/Pid.Sus/2018/PN.Soe tanggal 4 Oktober 2018, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa SARIFUDIN alias UDIN, telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “turut serta melakukan
pengiriman anak keluar negeri yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi”;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa SARIFUDIN alias UDIN oleh karena
itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun;
3. Menjatuhkan pidana denda kepada Terdakwa SARIFUDIN alias UDIN ketentuan
apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam)
bulan;
4. Membebankan kepada Terdakwa SARIFUDIN alias UDIN untuk membayar
Restitusi kepada Orang Tua Korban sebesar Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima
ratus ribu rupiah), dengan ketentuan setelah putusan ini berkekuatan hukum
tetap dan ternyata Terdakwa tidak membayar Restitusi tersebut, maka diganti
dengan pidana kurungan selama 8 (delapan) bulan;
5. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya
dari pidana yang dijatuhkan;
6. Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;”
Dalam tingkat banding atas
permohonan Terdakwa maupun Penuntut Umum, yang menjadi putusan Pengadilan
Tinggi Kupang Nomor 91/Pid/2018/PT.KPG tanggal 14 November 2018 yang amar
lengkapnya sebagai berikut:
“MENGADILI :
- Menerima permintaan banding dari Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum;
- Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Soe Nomor 84/Pid.Sus/2018/PN.Soe
tanggal 4 Oktober 2018 yang dimohonkan banding tersebut;
- Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
- Memerintahkan Terdakwa tetap ditahan;”
Pihak Terdakwa mengajukan upaya
hukum kasasi, dimana terhadapnya bagaikan “antiklimaks”, dimana putusan berupa
vonis yang sudah tergolong “ringan” kemudian lebih “diperingan”, Mahkamah Agung
RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang bahwa terhadap
alasan kasasi yang diajukan Pemohon Kasasi / Terdakwa tersebut, Mahkamah Agung
berpendapat sebagai berikut:
“Bahwa alasan kasasi Pemohon
Kasasi /Terdakwa tidak dapat dibenarkan karena judex facti tidak salah
menerapkan hukum dalam mengadili perkara Terdakwa a quo serta tidak melampaui
wewenangnya, dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa alasan permohonan kasasi
Terdakwa mengenai adanya kesalahan penerapan hukum atau penerapan hukum tidak
sebagaimana mestinya yang dilakukan oleh judex facti (Pengadilan Negeri Soe dan
Pengadilan Tinggi Kupang) mengenai hukum pembuktian tentang dakwaan Penuntut
Umum yang seharusnya tidak terbukti, tidak dapat dibenarkan karena judex facti
tidak salah menerapkan hukum dalam mengadili Terdakwa dalam perkara a quo;
“Bahwa putusan Pengadilan
Tinggi Kupang Nomor 91/Pid/2018/PT.KPG yang menguatkan Putusan Pengadilan
Negeri Soe Nomor 84/Pid.Sus/2018/PN.Soe tanggal 4 Oktober 2018 yang menyatakan
Terdakwa SARIFUDIN alias UDIN telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana ‘turut serta melakukan pengiriman anak keluar negeri
yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi’, dan oleh karena itu Terdakwa
dijatuhi pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan pidana denda sebesar
Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah), dengan ketentuan apabila
denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan,
membayar Restitusi kepada Orang Tua Korban sebesar Rp7.500.000,00
(tujuh juta lima ratus ribu rupiah), dengan ketentuan setelah putusan ini
berkekuatan hukum tetap dan ternyata Terdakwa tidak membayar Restitusi
tersebut, maka diganti dengan pidana kurungan selama 8 (delapan) bulan
berdasarkan pertimbangan hukum yang benar, yaitu:
- Pertimbangan mengenai terbuktinya unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan
Penuntut Umum terhadap Terdakwa berdasarkan fakta hukum yang benar yang
terungkap di persidangan sebagai hasil verifikasi alat bukti dan barang bukti
yang dihadirkan di persidangan, khususnya fakta bahwa Terdakwa terbukti
memberangkatkan korban yang masih di bawah umur ke Malaysia pada tahun 2013
tanpa dilengkapi dengan dokumen yang sah dan benar. Awalnya korban ditawarkan
pekerjaan di Malaysia oleh Martinus Nenobota alias Tinus atas suruhan Terdakwa
dengan imbalan uang sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per orang,
kemudian ketika korban pulang ke Desa Abi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor
Tengah Selatan, korban diberangkatkan kembali pada bulan Agustus 2014 oleh
Floran Tina Leoklaran alias Flora, Jiter Jitriana Orias Benu als Oris dan Habel
Pah (para Terdakwa dalam berkas terpisah) dengan menggunakan paspor A 4725964
yang sebelumnya dipergunakan oleh korban pada tahun 2013. Kemudian pada bulan
Februari 2018, keluarga Korban mendapatkan kabar dari Saksi Isak D.A La’a alias
Isak bahwa Korban telah meninggal dunia di Malaysia, berdasarkan Surat
Perakuan Pegawai Perubatan Mengenai Sebab-Sebab Kematian (POST-MORTEM) Nomor 180439
oleh DR. Amir Saad B Abdul Rahim tanggal 012 Februari 2018 dengan kesimpulan
“Multiorgan Failure Secondary To Anemia (Possible Neglect)” (Kegagalan Fungsi
beberapa organ tubuh akibat dari Anemia (kekurangan darah) yang diduga karena
ditelantarkan;
- Pertimbangan mengenai terbuktinya kesalahan Terdakwa dalam melakukan
tindak pidana berdasarkan penilaian terhadap kemampuan bertanggungjawab
Terdakwa atas perbuatan yang dilakukannya, dan penilaian tidak ada alasan
pembenar dan alasan pemaaf dalam diri dan perbuatan Terdakwa;
- Pertimbangan mengenai penjatuhan pidana terhadap Terdakwa yang telah
mempertimbangkan hal-hal memberatkan dan hal-hal meringankan secara
proporsional;
“Bahwa alasan kasasi Pemohon
Kasasi / Terdakwa selebihnya tidak dapat dibenarkan, karena mengenai penilaian
terhadap hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan,
keberatan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat
kasasi karena pemeriksaan pada tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkannya
suatu peraturan hukum atau peraturan hukum diterapkan tidak sebagaimana
mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan
undang-undang, serta apakah pengadilan telah melampaui batas wewenangnya
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981;
“Bahwa namun demikian, pidana
yang dijatuhkan oleh judex facti kepada Terdakwa perlu diperbaiki untuk
diperingan dengan pertimbangan karena penyebab kematian korban tidak
diakibatkan langsung dari perbuatan Terdakwa. Pemberangkatan korban pada
tahun 2014 tersebut bukan Terdakwa yang memberangkatkan melainkan orang lain,
akan tetapi surat-surat dan paspor masih menggunakan paspor yang diusahakan
oleh Terdakwa, sehingga pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa yang dinilai
pantas dan adil adalah sebagaimana tersebut dalam amar putusan ini;
“Menimbang bahwa berdasarkan
pertimbangan tersebut, putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan
dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut dinyatakan
ditolak dengan perbaikan;
“Menimbang bahwa dengan
demikian Putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor 91/Pid/2018/PT.KPG tanggal 14
November 2018 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri So’e Nomor
84/Pid.Sus/2018/PN.Soe tanggal 4 Oktober 2018 tersebut harus diperbaiki
mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa sebagaimana disebutkan dalam
amar putusan;
“M E N G A D I L I :
– Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa SARIFUDIN
alias UDIN tersebut;
– Memperbaiki Putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor
91/Pid/2018/PT.KPG tanggal 14 November 2018 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri
So’e Nomor 84/Pid.Sus/2018/PN Soe tanggal 4 Oktober 2018 tersebut mengenai
pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa menjadi:
1. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 3 (tiga) tahun dan pidana denda sebesar Rp120.000.000,00
(seratus dua puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut
tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan;
2. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar Restitusi kepada orang
tua korban sebesar Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah),
dengan ketentuan setelah putusan ini memperoleh kekuatan hukum tetap dan
apabila Terdakwa tidak membayar Restitusi tersebut, maka diganti dengan pidana
kurungan selama 1 (satu) bulan;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.