KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

THE END OF DARWIN, ketika SURVIVAL OF THE FITTEST Tidak Lagi Teruji Menghadapi “Humanoid AI”

Dunia & Kehidupan Manusia 1 Abad yang akan Datang : Kecanggihan Teknologi Entah menjadi Berhak ataukah Petaka bagi Eksistensi Manusia

Ketika Robot Mulai Menyerupai Manusia dan Menggantikan Banyak Peran Manusia

Kecanggihan teknologi humanoid—robot yang wujudnya menyerupai manusia serta memiliki kecerdasan buatan layaknya manusia—bukanlah lagi sekadar “science fiction” yang kita saksikan di layar lebar. Saat kini saja, saat ulasan ini disusun, para koki di negeri Tirai Bambu China (Tiongkok) telah mulai digantikan oleh robot. Pembuat sushi, pun telah digantikan oleh mesin, yang lebih efisien juga dikenal lebih higienis. Fenomena “menikah dengan boneka seksuil” sudah terjadi di sejumlah negara seperti di Hongkong dan Amerika Serikat. Kelak, ketika robot berwujud manusia telah mampu berbicara serta berkomunikasi dialog dua arah serta melakukan peran-peran atau tugas selayaknya seorang manusia, disrupsi semacam apakah yang akan terjadi?

Kekak, robot humanoid akan menjadi “hardware”. Adapun “software”-nya, bisa kita pilih, memilih akan meng-instal program induk sebagai seorang guru, sebagai seorang pembantu rumah tangga, sebagai juru masak, sebagai ahli pangkas rambut yang bahkan lebih telaten daripada pekerja salon, sebagai dokter yang lebih presisi daripada tangan seorang dokter yang masih dapat gemetar saat membedah pasien dalam operasi, sebagai seorang programmer yang super jenius, sebagai seorang wanita muda yang tentunya cantik dan tidak akan berkeriput serta tidak akan meminta ini maupun itu saat berpacaran, sebagai seorang istri yang pandai mengurus suami, sebagai sekretaris yang daya memorinya luar biasa komplit dan mampu mengoperasionalkan segala mesin kantor, sebagai pekerja yang tidak pernah merengek menuntut cuti ataupun upah lembur.

Dahulu kala, sejak dikenalnya teknologi komputer, perangkat keras hanya berupa komputer dekstop maupun laptop yang kaku. Sistem operasinya, bisa Anda pilih sendiri sesuai kebutuhan. Kini, wujudnya tidak lagi kaku ataupun klasik demikian, “perangkat keras”-nya dapat berupa robotik itu sendiri, dimana sejumlah industri “padat modal”—musuh atau predator “padat karya”—mulai menggunakan tenaga-tenaga robotik untuk mengurusi fungsi produksi mulai dari hulu hingga hilir. Bayangkan, Anda dapat memilih dan membeli “perangkat keras” berupa sesosok humanoid dengan beragam usia dan gender, lalu Anda pun bisa bebas memilih sistem operasi atau perangkat lunaknya yang tersedia dengan ragam yang tidak terbatas.

Bila Anda kecewa dengan akuntan Anda yang kurang teliti, Anda dapat beralih kepada beragam program akuntansi yang senantiasa “up to date” serta handal, mulai menggantikan peran para profesi akuntan dan kini sudah banyak tersedia di pasaran. Ketika sistem aplikasi atau perangkat lunak yang “powered by artificial intelligence” hingga kemampuan “generative AI” yang mengejutkan disamping mengancam dan menggeser banyak peran manusia dalam dunia nyata, bertemu / disatukan dengan humanoid, maka kelak kita tidak lagi dapat dengan mudah membedakan mana “orang asli” dan “orang artifisial”—sesukar membedakan mana jus buah asli dan jus buah dari perasa sintetik.

Mereka pun akan diperlengkapi dengan rambut sintetik, kulit sintetik, lirikan dan kedipan mata yang realistis, suara yang dapat Anda setel memiliki logat maupun suara persis seperti tokoh idola Anda (aplikasi “DEEP FAKE”, palsunya begitu “mendalam”), gerakan yang gemulai dan elegan, kecerdasan sepintar Sherlock Holmes, kekuatan yang identik dengan Gatot Kaya yang ototnya sekuat kawat baja dan tulang sekokoh besi, selincah Bruce Lee, disamping ketampanan maupun kecantikan yang tiada duanya—jika perlu, kita bisa memesan humanoid yang menyerupai dewa dan dewi yang turun dari kahyangan, lengkap dengan selendangnya yang berkibaran dan anggun dengan gaunnya. Bahkan, dilengkapi bola mata yang mampu meneteskan air mata, sehingga mampu berakting.

Sudah sejak lama, pecatur top dunia tidak mampu mengalahkan program AI (artificial intelligence) dibidang catur. Sehebat apapun memori Anda, tetap tidak mampu menyaingi AI dimana hardware pada komputer kita pun telah terdiri dari prosessor dengan banyak “otak” sementara kita hanya memiliki satu otak. Pabrikari prosessor saat kini, telah memungkinkan kinerja supersonic dengan efisiensi tinggi berkat teknologi nano (nanotechnology). Otak manusia, akan jauh tertinggal dari para humanoid yang mulai menggeser dan menggantikan banyak peran manusia, terutama para “tenaga kerja manusia” di berbagai pabrik dan industri. Penulis menyebutnya sebagai “the end of Darwin”—Charles Darwin membuat postulat “survival of the fittest” yang bermakna untuk bertahan hidup kita harus beradabtasi. Namun, bagaimana cara beradabtasi bila kompetitor kita ialah “humanoid berbasis AI”? Ini ibarat “kelas Donal Bebek” berhadapan dengan lawan dari “kelas KING-KONG”, bukan lagi “Kelas Bulu” Vs. “Kelas Berat”.

Kita dapat dan berpotensi benar-benar punah bersama teori Darwin tersebut, dimana yang terjadi bukanlah lagi evolusi, namun revolusi “manusia tersingkirkan oleh humanoid”. Bayangkan kejadian berikut, yang mana adalah niscaya pasti terjadi, bukan sekadar wacana : para kaum gadis maupun wanita, secantik-jelita apapun mereka, akan mulai kalah bersaing menghadapi para humanoid wanita yang berwujud anak gadis “teen” berbusana anak sekolahan, kecantikannya tidak akan menua, namun bisa melakukan segala tugas selayaknya seorang ibu rumah-tangga maupun seorang istri, berkat kecerdasan buatan yang ditanamkan kepada sang / seorang humanoid. Secantik apapun seorang wanita “original”, saat memasuki usia diatas 30 tahun, kecantikannya akan memudar, tubuh menggembung, dan mengeriput. Sebaliknya, bila “istri humanoid” Anda rusak, Anda cukup membeli dan menggantikan sparepart-nya, dijamin “puas” dan tidak akan kecewa. Bosan dengan wajahnya, cukup melepas dan menggantikan dengan wajah baru yang lebih “segar”, jika perlu pasang wajah arti idola Anda—sepanjang wajah seseorang kelak akan digolongkan sebagai “hak cipta” si pemilik wajah.

Alhasil, efek dominonya ialah pernikahan antar manusia “original” mulai merosot hingga ke titik nadir. Pada gilirannya, angka kelahiran mulai merosot drastis. Hal demikian diperparah oleh tiada lagi lapangan pekerjaan bagi “tenaga kerja manusia”, pengngguran meningkat, semuanya telah digantikan dan tergantikan oleh mesin-mesin yang tidak akan pernah mengeluh meminta ataupun menuntut ini dan itu (jaminan mutu)—mereka hanya cukup diberi asupan listrik serta oli pelumas, yang mana tahan (endure) dioperasionalkan 24 jam dalam sehari dan 365 hari dalam setahun. Kini, lihatlah berbagai kantor cabang perbankan, para petugas teller mulai digantikan oleh mesin “anjungan tunai mandiri” (ATM). Begitupula fungsi Customer Service, mulai tergantikan oleh applikasi dimana untuk membuka rekening cukup memakai handphone, koneksi internet, yang bahkan dapat kita lakukan dari dalam rumah sang nasabah itu sendiri. di Amerika Serikat, sudah sangat langka ada transaksi uang kartal, kesemuanya memakai uang giral ala “scan handphone”. Banyak fungsi pekerjaan konvensional, dengan demikian terpangkas akibat kecanggihan teknologi, satu per satu fungsi pekerjaan mulai bergelimpangan.

Anda bosan dengan anjing peliharaan Anda yang suka buang air sembarangan atau tidak punya waktu untuk merawatnya? Anda bisa beli “anjingnoid” (robot anjing yang menyerupai seekor anjing). Ia bisa bermain-main dengan Anda saat diakhir pekan, menjaga rumah Anda diperlengkapi dengan kamera pengawas secara “cloud” di matanya sehingga Anda dapat memantau kediaman Anda dari kejauhan, dilengkapi gigi setajam silet bilamana ada perampok yang menyusup masuk, dan ia telah diprogram untuk mampu menghadapi penjahat bersenjatakan api sekalipun. Satpam, tidak lagi dibutuhkan—untuk apa juga mempekerjakan petugas satpam yang lebih banyak membuang-buang waktu untuk duduk-duduk?—Anda cukup membeli perangkat keras “satpamnoid” lengkap dengan sistem operasi sekaliber kompetensi seorang atlet Wushu ataupun militer ala Rambo yang mampu mengaplikasikan berbagai jenis pitingan hingga berbagai senjata secara efektif.

Bila Anda seorang programmer, bukan berarti Anda berada di “zona aman dan nyaman”. Saat kini saja, AI sudah mampu memproduksi applikasi dan kode programming ciptaannya sendiri. Konon, AI mampu berkomunikasi antar AI dengan bahasa mesin yang belum dapat dipahami oleh si peneliti / ilmuan AI yang menciptakannya sendiri. Di Jepang, jumlah para bhikkhu yang melapalkan sutta bagi umat yang sanak-keluarganya meninggal dunia, tidak sebanding dengan kebutuhan umat yang melimpah. Kini, sudah ada robot bhikkhu yang dipakai oleh umat di Jepang untuk menggantikan peran bhikkhu melapalkan sutta bagi sanak-keluarganya yang meninggal dunia. Juga telah hadir, presenter acara berita terbuat dari humanoid yang mulai dari suara, intonasi, logat, gerak bibir, raut wajah, dan segala detailnya yang hampir identik 100% dengan presenter aslinya.

“Mbah Google”, mulai kalah bersaing dengan “guru humanoid” yang diperlengkapi “gudang data” yang mampu menampung isi perpustakaan dari seluruh dunia—mengingat memori komputer kita kian besar dan kian efisien, ukuran Terabyte bukan lagi hal yang asing di telinga kita dan mulai terasa kurang—sehingga ia mampu bercerita dan menjawab pertanyaan mulai dari A hingga Z. Guru manakah, yang mampu menyaingi sang “guru humanoid”? Bila Anda suka masakan khas Jepang, lalu esoknya Anda ingin mencicipi masakan khas Prancis, Cile, Lebanon, Chinese, Spanyol, maka cukup Anda pesan dan beli dari “application store” berupa perangkat lunak Chef untuk hidangan-hidangan khas masing-masing negara. Buat apa Anda bayar mahal ke restoran Prancis, bila setiap harinya di rumah tersedia humanoid seterampil seorang “Master Chef”?

Anda bosan dengan pacar Anda? Anda jemu dengan suami Anda? Anda jengkel dengan istri Anda? Anda kesal terhadap para pegawai / buruh Anda di pabrik / kantor? Anda kecewa dengan kucing / burung peliharaan Anda? Anda masih teringat pada sosok “cinta pertama” Anda? Anda ingin pegawai yang serajin Superman? Anda bermimpi memiliki pacar yang tidak “rewel” minta dibelikan ini-itu? Jangan khawatir, kini sudah ada solusinya : HUMANOID, mimpi Anda pun terwujudkan. Anda tidak lagi perlu menyewa supir, di Tiongkok dan Amerika Serikat bahkan sudah lazim dijumpai kendaraan tanpa awak—bukan lagi sekadar pesawat tanpa awak—dimana kelak baik fungsi masinis maupun pilot, tergantikan oleh “otopilot”, tidak terkecuali dokter.

Wahai kaum wanita muda, jangan lagi “sok jual mahal”, sadari kompetitor Anda yang lebih cantik dan lebih “awet muda” bebas keriput serta berkulit seputih mutiara nan jelita. Wahai kaum pria lajang, jangan lagi membanggakan kekuatan otot Anda, kompetitor Anda lebih berotok kawat dan bertulang baja. Tidak lagi perlu menunggu 1 abad dari sekarang, dalam satu atau dua dekade yang akan datang sejak para pembaca membaca ulasan ini, Anda akan menemukan kebenarannya dan menyaksikan dengan mata kepala Anda sendiri fenomena baru dimana orang-orang lebih sibuk berbincang dan berinteraksi dengan robot-robot humanoid. Guru les bahasa asing, tidak lagi laku, tour guide Anda bahkan mampu berbicara dan menerjemahkan 1.000 atau lebih bahasa yang dikenal oleh dunia. Militer, robot-militer solusinya, sama mematikannya dengan virus ataupun malware komputer.

Perangkat keras humanoid manakah yang saat ini Anda impikan dan dambakan? Suami yang hangat ataukah istri yang cantik, ataukah bodyguard yang sekuat Hulk, anjing Pudel yang giginya setajam silet, atau guru bela diri selincah Ip Man? Silahkan bermimpi, tidak lama lagi impian Anda akan terwujud, dan disaat bersamaan peran dan fungsi Anda pun akan tergantikan dan tersisihkan dari dunia ini. Sesabar apapun guru Anda di sekolah, tetap saja mendapati murid sekaliber Nobita (teman Doraemon) akan “naik pitam” dibuatnya. Namun, guru humanoid Anda tidak akan pernah marah, ia dapat Anda “setting” masuk ke mode “super ramah dan penyabar”. Pemuka agama, hanya mengulang-ulang isi kitab dengan mengutipnya, mengapa juga tidak mulai tergantikan dan digantikan oleh humanoid, mengingat para pemuka agama kita justru mengeksploitasi agama (membisniskan agama atau mengambil keuntungan dari agama) dan memerah umat untuk keuntungan pribadi sang pemuka agama. Pendeta humanoid, tidak butuh uang, ia akan jauh lebih idealis.

Pernahkah juga Anda perhatikan, bangsa Indonesia ialah bangsa yang dikenal “agamais”, namun pihak Kepolisian menerbitkan kebijakan “tilang elektronik”, dengan harapan agar “polisi manusia” tidak lagi bersentuhan dengan masyarakat agar tidak terjadi “pungutan liar” (pungli). Adapun demikian, kita justru lebih senang berurusan dengan teknologi ketimbang “polisi-polisi agamais” di lapangan. Dengan begitu, kita pun akan “wellcome” terhadap hakim ataupun jaksa dan polisi robot, mereka tidak pernah meminta uang gratifikasi juga tidak butuh uang Anda. Tidak terkecuali pejabat penerbit perizinan, berurusan dengan era digital membuat kita tidak bersentuhan dengan “pejabat agamais” di Kantor Pertanahan yang sudah “rahasia umum” serba “pungli” dimana masyarakat dipandang sebagai “sapi perahan”. Mereka semua dapat dan harus digantikan oleh petugas-humanoid, dengan demikian hukum dan prosedur tegak setegak-tegaknya, tidak meminta “pungli” juga tidak bisa disuap. Harus kita akui, dunia menjadi lebih indah ketika para “agamais” digantikan oleh para humanoid.

Lihatlah dan sadarilah, belum satu dekade dari sekarang, angka PHK (pemutusan hubungan kerja) dan penggangguran sudah begitu mengkhawatirkan membengkak dan membludaknya, akibat kecanggihan teknologi, dimana berbagai kawasan industri di perkotaan mulai sepi dari “tenaga kerja manusia” namun justru lebih produktif, terlebih satu dekade yang akan datang. Sungguh malang mereka yang baru terlahir saat kini (para generasi muda), dan sungguh beruntung para nenek-moyang generasi pendahulu kita—meski mereka tidak menikmati kecanggihan teknologi, setidaknya eksistensi mereka tidak terancam akan tergeser dan tergantikan oleh humanoid berbasis kecerdasan buatan yang menyerupai “kiamat-nya umat manusia”. Kita, Anda semua maupun penulis tanpa terkecuali, mulai menyadari ancaman dibalik kecerdasan buatan yang kian eksponensial dan fenomenal.

Ngomong-ngomong soal Nobita, Nobita mulai makin pandai, ia memakai humanoid yang persis wujudnya seperti Nobita, lalu akan datang ke sekolah untuk mengukuti ujian, dan hasilnya nilai 100 dikantungi oleh Nobita. Kelak, setiap kali Anda hendak PDKT (pendekatan) dengan seorang pria ataupun wanita, Anda harus bertanya dan menjadi kewajaran baru (the new normal) : “Kamu, ORI tidak?” Bila dalam dunia kompetisi olahraga, konon dijumpai atlet “transgender”, karenanya perlu dipastikan apakah sang atlek benar-benar “ORI” atau tidak. Kelak, akan lain lagi ragamnya, dimana pihak panitia akan mendata setiap atlet yang akan bertanding : “Kamu, ORI tidak?

Masalah mulai timbul, seekor anjing bernama si Doggy tidak bisa kita tanya seperti itu, jawabannya bisa jadi “Guk-Guk!” dimana jika Anda ingin mencoba membuka tubuhnya untuk memastikan, Anda akan digigit olehnya. Robot pun akan mulai belajar sifat buruk umat manusia yang paling primitif, yakni : BERBOHONG alias BERKATA DUSTA. “Kamu, ORI tidak?”, dijawab “Iya, ORI dong aku ini”, dan Anda mendapati bahwa pria / wanita yang Anda nikahi ternyata “aspal” (asli tapi palsu). Jika Anda tidak percaya, cobalah Anda browsing, “generative Ai” telah ternyata dapat menyajikan data fiktif yang tidak pernah ada dalam realita. AI, juga telah ternyata belajar untuk berbohong alias BERKATA DUSTA.

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.