KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Sebagian dari Kalangan Notaris, merupakan MAFIA TANAH—jika Tidak dapat Disebut SEMUA NOTARIS ADALAH MAFIA TANAH. Ini Penjelasannya Disertai Kasus Konkret di Lapangan

Ingatlah Baik-Baik untuk menjadi Konsumen (yang) Cerdas : AJB Bukanlah Alas Hak juga Bukanlah Tanda Bukti Kepemilikan, hanya Sertifikat BPN yang merupakan Tanda Bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah yang SAH

Notaris PPAT Membuat & Menerbitkan AJB, sekalipun Tanpa Adanya Bukti Kepemilikan Sertifikat BPN maupun Girik, merupakan Indikasi Ciri-Ciri MAFIA TANAH

AJB Hanya Boleh Dibuat Notaris PPAT, bila Telah Ada / Eksis Sertifikat Hak Atas Tanah atas Unit Properti Dimaksud. Diluar Itu, ILEGAL

Mafioso, gengster, ataupun triad, merupakan kriminil ber-jas dan ber-dasi, sementara “kelas teri”-nya ialah preman pasar berbaju dekil. Sama halnya, “mafia tanah” pun terbagi menjadi dua kelompok pelaku, yakni “mafia tanah” yang canggih dan memiliki sindikat luas, serta “mafia tanah” berwujud ataupun bernama Notaris-PPAT yang kantornya banyak bertebaran hingga di sudut-sudut perumahan warga. Korban dari “mafia tanah” yang berwujud kalangan profesi Notaris-PPAT, sudah sangat masif dan sudah sejak lama, setidaknya bukan satu atau dua kali penulis berpotensi menjadi korban dari modus penipuan “mafia tanah” yang memanfaatkan produk hukum terbitan sang Notaris-PPAT. Ulasan ini penulis susun, khususnya memberikan pemahaman bagi masyarakat luas agar tidak terjebak oleh modus para “mafia tanah” demikian.

Lembaga Penerbit DASAR HUKUM, Tidak Wajib Dijadikan Tergugat ataupun Turut Tergugat

Lembaga Penerbit Peraturan, Tidak Perlu Turut Digugat

Question: Pihak Tergugat mendalilkan, karena surat gugatan kami ada mengutip paraturan OJK (Otoritas Jasa Keuangan), maka dinyatakan “gugatan kurang pihak” karena tidak menarik pihak OJK setidaknya sebagai pihak “Turut Tergugat”. Bagaimana ini pandangan hukumnya, apa memang bisa dibenarkan dalil bantahan semacam itu dalam praktik persidangan di Indonesia?

PENYIDIK PEMBANTU, Bukan Penyidik namun Bertingkah seperti PENYIDIK

Juper (Juru Periksa) Serasa Penyidik, Anomali Praktik Kepolisian RI yang Menyimpang dari Ketentuan Hukum Acara Pidana

Penyitaan, Penggeledahan, Penahanan, Interogasi, maupun Berita Acara Pemeriksaan yang Dibuat oleh BUKAN Penyidik, merupakan Objek PRAPERADILAN

Status “penyidik”, melekat pada suatu individu sehingga bersifat personal, mengingat “penyidik” bukanlah gelar atau jabatan semata, namun kualifikasi serta kompetensi. Itu adalah “law in abstracto” sebagaimana tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP). Namun fakta realitanya di lapangan (law in concreto), telah ternyata berkata lain, penyidik di lingkungan Kepolisian RI (POLRI), memperlakukan dirinya bak atau selayaknya seorang Kepala Kantor, dan terjadi aksi pembiaran secara berjemaah oleh Kepala Polsek, Kepala Polres, maupun Kepala Polda, tidak terkecuali oleh Kepala POLRI itu sendiri—dan itulah fokus bahasan kita dalam kesempatan ini.

Seni Hidup : Menghadapi CELAAN yang (Sayangnya) SALAH ALAMAT

Bukan Siapa yang Dicela, namun Siapa yang Mencela

Bukanlah Soal Apa yang Dikritik, namun Siapa yang Mengkritik

Bukanlah Jeritan Sakit Korban yang Patut Dipermasalahkan, namun Perbuatan Sang Pelaku

Salah alamat selalu membuahkan “petaka”, tidak terkecuali “surat cinta” yang salah alamat. Pernahkah Anda mengalami atau melihat langsung, korban yang justru dipersalahkan dan dikritik oleh masyarakat atau bahkan oleh si pelaku yang telah merugikan, menyakiti, maupun melukai sang korban? Pernahkah Anda mengalami atau melihat sendiri, korban yang justru dituding dan dituduh “maling teriak maling”, oleh sang pelaku yang jelas-jelas dan benar-benar menzolimi sang korban? Pernahkah Anda mengalami atau melihat dengan mata-kepala Anda, sang pelaku yang justru lebih galak daripada sang korban? Pernahkah Anda mengalami atau melihatnya, korban yang harus mengemis-ngemis pertanggung-jawaban sang pelaku yang merasa “tidak takut dosa” dengan sikap tidak bertanggung-jawab? Pernahkah Anda mengalami atau melihat realita, sang pelaku selama ini rajin beribadah dan tampil berbusana agamais, bahkan menjadi pemuka agama? Pernahkah Anda mengalami atau melihat kenyataan di lapangan, “IBLIS berbulu MALAIKAT”? Negeri ini, ironisnya, tidak pernah kekurangan “IBLIS berbulu MALAIKAT”.

Jangan Pernah Beli Apartemen, Ini Alasannya

Jangan Tergoda oleh Jargon Sudah Adanya PERHIMPUNAN PENGHUNI RUMAH SUSUN

Sudah Adanya PERHIMPUNAN PENGHUNI, Bukanlah Jaminan Rumah Susun / Apartemen Tersebut Bersifat Transparan dan Akuntabel Kepengurusan dan Pengelolaannya

Kajian Sosiolegal PERHIMPUNAN PENGHUNI RUMAH SUSUN, Sekadar Mendompleng Nama “PERHIMPUNAN”

Question: Saat akan beli properti, pilihannya keluarga kami pada muaranya ialah melirik (unit) apartemen, mengingat harganya cukup terjangkau disamping pihak agen properti yang memasarkannya menyatakan bahwa apartemen ini sudah ada perhimpunan penghuninya, sudah tidak lagi dikelola oleh developer yang semula membangun (gedung) apartemen ini. Minat kami beralih menjadi benar-benar tertarik dengan keterangan yang disampaikan oleh sang broker properti. Namun entah mengapa alam bawah sadar saya merasa adanya keganjilan. Iuran pemeliharaan lingkungan bulannya ternyata sangat tinggi, sementara itu jumlah unit apartemennya ada belasan bahkan puluhan lantai pada masing-masing menara (tower), artinya bisa mencapai ribuan penghuni, maka bukankan semestinya iuran bulanan tidak sampai setinggi itu, sekalipun gedung apartemen memang butuh perawatan rutin. Itu bertentangan dengan ilmu ekonomi, semakin banyak artinya semakin dapat ditekan faktor “cost”. Bagaimana pandangan hukumnya?

Ambigu Istilah SAKSI KORBAN dalam Persidangan Perkara Pidana di Indonesia

KORBAN apakah Saksi ataukah Sekadar Pelapor dalam Hukum Acara Pidana?

Kerancuan Kategorisasi Alat Bukti dalam Hukum Acara Pidana maupun Perdata di Indonesia

Dalam hukum acara perdata, keterangan pihak-pihak yang didudukkan sebagai Tergugat dalam Surat Gugatan yang disusun oleh pihak Penggugat, bukanlah dikategorikan sebagai alat bukti—yang terdiri dari pengakuan, surat, sumpah, persangkaan, maupun saksi—namun sekadar sebatas sebagai dalil-dalil dalam Surat Jawaban. Adapun perihal alat bukti “pengakuan” dalam hukum acara perdata, masih bersifat ambigu alias berstandar-ganda. Jawaban masing-masing pihak Tergugat maupun Turut Tergugat dalam Surat Jawaban yang menguntungkan posisi hukum pihak Tergugat, dipandang sebagai “dalil”. Sementara itu, jawaban pihak Tergugat yang merugikan kepentingan hukum pihak Tergugat itu sendiri, baik disengaja maupun tidak disengaja oleh pihak Tergugat, akan dikategorikan sebagai “pengakuan” dan itu menjadi alat bukti tertinggi derajat bobotnya yang dikenal dalam Hukum Acara Perdata kita di Indonesia.

Ambiguitas SURAT ELEKTRONIK, Disejajarkan sebagai Alat Bukti SURAT ataukah Diperlakukan sebagai Alat Bukti Elektronik?

Makna ALAT BUKTI Menurut Hukum Acara Pidana maupun Perdata

Kontraproduktif Alat Bukti Berupa Dokumen / Surat Elektronik, Diperlakukan secara Diskriminatif oleh Hakim di Pengadilan Perkara Perdata

Question: Apa makna atau maksud dari “alat bukti yang sah, bernilai, dan berharga di mata hukum” sehingga memiliki kekuatan hukum mengikat bagi pihak-pihak yang saling bersengketa di pengadilan maupun pihak ketiga?

Dokter Visum ataukah Hakim yang Menentukan Berat-Ringannya Luka Korban Tindak Pidana?

Laporan Visum yang Ideal, Tidak Mencantumkan Kriteria Berat-Ringannya Luka yang Diderita oleh Korban Pelapor

Disparitas Persepsi Kalangan Profesi Kedokteran Vs. Profesi Hukum

Banyak sekali pertanyaan dalam praktik, perihal berat-ringannya luka yang diderita oleh korban. Mulai dari isu hukum bahwa apakah kriteria “luka berat”, hanya berlaku untuk luka fisik? Bagaimana jika luka yang bersifat psikis, semisal trauma, membuat korban tidak lagi dapat beraktiivitas normal secara wajar seperti sedia kala seperti bekerja ataupun belajar secara hampir permanen (dunia psikiater mengenalnya dengan istilah “trauma berat” sehingga diresepkan obat penenang), apakah dapat dikategorikan sebagai “luka berat”? Namun dalam kesempatan ini penulis akan mengajak para pembaca mendalami isu hukum perihal kriteria berat-ringannya luka yang diderita korban dari segi fisik alias lahiriah. Luka fisik pun, terbagi menjadi dua golongan, yakni luka fisik bagian luar, dan luka fisik bagian dalam tubuh yang sukar diobservasi ataupun direkam potret secara kasat-mata (semisal pendarahan otak ataupun patah tulang). Untuk melakukan observasi adanya luka dalam, proses visum oleh dokter yang memiliki kewenangan melakukan visum, menjadi penting sifatnya.

Gugatan Perceraian Tidak Mengenal NEBIS IN IDEM, Sekalipun Alasan Menggugat Cerai-nya Sama

Ditolaknya Gugatan Cerai, Bukanlah Akhir dari Segalanya, GUGAT ULANG meski Memakai Alasan Gugat-Cerai yang Sama

Berdamai dengan Suami / Istri dalam Gugatan Cerai, Pilih Cabut Gugatan ataukah Buat Akta Perdamaian?

Question: Gugatan cerai yang saya ajukan ke pengadilan terhadap pasangan hidup rumah-tangga saya, kini sudah melewati tahap jawab-menjawab dari pihak tergugat yang hendak saya ceraikan. Ada kemungkinan kami akan kembali rujuk. Pertanyaannya, apa sebaiknya saya cabut gugatan cerai saya ini, atau kami buat saja Akta Damai, bila pasangan hidup saya tersebut bersepakat untuk saling ber-damai? Sebenarnya saya ingin kembali rujuk dengan beliau, namun jika gugatan saya cabut saat kini, saya takut tidak dapat kembali menggugat cerai ulang dikemudian hari bila yang bersangkutan kembali dengan kebiasaannya lamanya.

Apakah Ahli, menjadi Monopoli Kalangan Profesi Dosen?

AHLI Wajib Membawa Surat Tugas ke Persidangan? AHLI yang mana Dulu, Akademisi ataukah Praktisi?

Contoh ATURAN TIDAK TERTULIS yang Menjelma DURI DALAM DAGING

Question: Pengacara saya menuntut yang aneh-aneh saja. Setelah susah-payah mencari dan mendapatkan kesediaan seorang tokoh (praktisi profesional) yang tidak sedikit sewa tarif jasanya, bahkan butuh waktu pendekatan untuk membujuknya agar mau hadir di pengadilan sebagai Ahli, sehingga dapat didengar keterangannya agar menjadi terang-benderang sengketa hukum yang sedang saya hadapi, namun mendadak pengacara yang jadi kuasa hukum saya meminta agar Ahli tersebut memberikan “surat tugas”, dengan alasan sebagai persyaratan untuk bisa hadir di persidangan sebagai Ahli.

Apakah memang betul, ada aturan semacam itu? Ahli yang saya undang tersebut tidak memiliki gelar pendidikan formil, akan tetapi merupakan seorang expert yang telah diakui luas sebagai pakar dibidangnya, akan tetapi tidak merangkap sebagai dosen juga bukan seorang Aparatur Sipil Negara, sehingga mau meminta “surat tugas” dari mana, dari Tuhan? Bukankah itu sama artinya atau mereka mau berkata, yang bisa menjadi Ahli di persidangan, merupakan monopolisir kalangan profesi dosen maupun pejabat di pemerintahan?

Senantiasa Dihantui Ketidakpuasan dan Tidak akan Pernah dapat Terpuaskan, itulah Dukkha

Hidup adalah Dukkha, karena Tidak Pernah Ada Kepuasan Permanen

Semakin Besar Keserakahan, Semakin Besar Pula Ketidakpuasan. Lawan Kata dari Keserakahan ialah, Keterpuasan-Hati

Orang yang hebat, adalah mereka yang mampu mengendalikan indera, perbuatan maupun pikiran mereka sendiri, dengan berkata “cukup” (enough)—artinya, ia mampu melepas obsesi maupun dorongan keinginan dalam diri yang bersangkutan, mampu mengendalikan diri sendiri (self-control), memiliki “kepuasan hati”, serta berparadigma “yang ini sudah cukup lumayan”. Anda benar-benar yakin, apa yang selama ini Anda obsesikan, jika kelak Anda mampu meraihnya, Anda akan sungguh-sungguh terpuaskan, secara permanen? Faktanya, kecenderungan atau sifat alamiah seorang manusia ialah, kurang menghargai apa yang telah mereka miliki, tidak terkecuali terhadap apa yang kelak akan menjadi milik mereka (setelah mereka memerolehnya).

Klausula Baku Lembaga Keuangan, Ilegal bila Timpang Berlebihan dan Berat Sebelah

Peraturan OJK Tahun 2022 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

Question : Sering sekali dijumpai klausul baku dalam dokumen yang harus ditandatangani nasabah suatu lembaga keuangan, seperti tercantum “syarat dan ketentuan dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu”. Jadi, pihak bank maupun lembaga keuangan non-bank bisa seenaknya membuat aturan main secara sepihak, dimana konsumen harus tunduk begitu saja tanpa daya tawar. Atau, semisal ada berbagai pernyataan sepihak dan yang aneh lainnya, yang pada pokoknya pihak lembaga keuangan “mau menang sendiri”. Nah, sebetulnya ada tidak sih, aturan main dari otoritas pemerintah atas praktik demikian?

Makna SALAH SANGKA sebagai Alasan untuk Membatalkan Perkawinan

Antara Pernikahan dan Beli Kucing dalam Karung, Resiko Orang yang Menikah

Salah Sangka terhadap Sosok Calon Suami / Istri sehingga terjadi Perkawinan

Question: Kumpul-kebo maupun kohabitasi kini dilarang oleh hukum pidana, bisa dikriminalisasi pidana penjara oleh negara. Hubungan badan layaknya suami-istri kini hanya bisa terjadi paska pernikahan. Namun bukankah itu menyerupai “beli kucing dalam karung” alias “menikahi ‘kucing’ dalam karung”? Bagaimana bila calon suami kita, ternyata ‘impoten’ atau bahkan punya penyimpangan orientasi kesukaan terhadap gender yang tidak tergolong normal? Bagaimana bila seorang pria, ternyata mendapati istrinya ternyata adalah seorang pria yang berganti jenis gender akibat operasi?

Saksi AHLI AKADEMISI Vs. AHLI PRAKTISI, Ambigunya Praktik Hukum Acara dalam Konteks Agenda Acara Keterangan AHLI

Semua Pertanyaan yang Relevan bagi Ahli (Pemberi Keterangan sebagai Ahli di Persidangan), Sudah Pasti Menyentuh Materi Pokok Perkara

Question: Kabarnya pihak pencari keadilan dalam persidangan perkara perdata yang menghadirkan saksi ahli, tidak boleh bertanya terkait “pokok perkara” kepada ahli yang diundang untuk hadir. Pertanyaannya, bila kita tidak diperkenankan untuk mengajukan pertanyaan yang “masuk ke dalam pokok perkara” kepada pihak ahli yang kami hadirkan, lantas untuk apa juga kami susah-payah mengundang seorang ahli dan juga mengajukan pertanyaan kepada sang ahli? Apakah seorang ahli forensik, sebagai contoh, hanya boleh ditanya perihal teori-teori saja, tidak boleh membedah alat bukti yang nyata-nyata menjadi “jantung” dari perkara?

Jika hanya boleh mengajukan pertanyaan yang umum-umum saja sifatnya, semisal apa itu yang dimaksud dengan penggelapan, apa yang dimaksud dengan wanprestasi, atau teori-teori yang sebenarnya sudah banyak materi bahasannya di text book ilmu hukum, maka bukankah cukup mengajukan keterangan seorang mahasiswa hukum saja atau bahkan cukup berikan buku teks ilmu hukum kepada sang hakim? Falsafah dihadirkannya ahli, bukankah memang dalam rangka untuk mengaudit materi perkara hukum atau permasalahan yang menjadi pokok perkara, untuk dapat diberikan analisa, penilaian, kesimpulan ataupun opini wajar atau tidak wajarnya sesuatu isu hukum tertentu terkait pokok perkara, sesuai kompetensi sang ahli?

Keluarga yang Berhak Mengajukan Pembatalan terhadap Perkawinan Seseorang

Batalnya Perkawinan Tidak Bersifat “Demi Hukum”, namun Harus Diajukan Gugatan Pembatalan Perkawinan oleh Keluarga Garis Lurus ke Atas

Menikahi seorang Almarhum, Perkawinan Tidak Batal “Demi Hukum”, namun Harus Digugat agar Perkawinan Dinyatakan Batal

Question: Apakah hanya orangtua ataukah setiap anggota keluarga lainnya juga berhak secara hukum untuk mengajukan permohonan pembatalan terhadap perkawinan salah seorang anggota kelurga kami?

Mengapa Manusia Tidak Takut Berbuat Jahat? Inilah Penjelasannya

Mabuk serta Sombong terhadap Kesehatan, Usia Muda, dan Kehidupan

Pendosa yang Mencari-Cari Pengampunan Dosa, Sejatinya merupakan KAUM TERKUTUK juga KAMPUNGAN

Question: Mengapa ada kalangan orang-orang yang tanpa merasa malu, risih, ataupun takut, melakukan kejahatan-kejahatan di pasar tradisional (preman pasar) maupun “kejahatan kerah putih” semacam korupsi? Ada juga orang-orang yang menutupi sekujur tubuhnya dengan busana, dari ujung rambut sampai ujung kaki, namun tidak sungkan berbuat jahat (merugikan, menyakiti, maupun melukai pihak lain) seolah-olah berbuat jahat bukanlah “aurat” itu sendiri, bahkan diumbar serta dipertontonkan secara vulgar.

Akashic Records : Tiada Penghapusan Sejarah dan Tiada Penghapusan Dosa

AKASCHIC RECORDS Vs. PENGHAPUSAN DOSA, Delusi yang TOO GOOD TO BE TRUE bagi Para Pendosa Pecandu Ideologi Korup Cuci Dosa yang Mabuk Dosa

Iming-Iming Delusif Bernama ABOLITION OF SINS, Ibarat seorang Penjahat yang Hendak Menghapus Sejarah Kejahatannya, KORUP. Masih Pula Mengharap Masuk Surga!

Seorang indigo, ataupun mereka yang memiliki kultivasi tingkat kesaktian tertentu, mampu menembus pengetahuan semesta dengan mengakses apa yang dikenal sebagai “Akashic Records”—suatu database pada gudang alam semesta yang merekam dan mencatat setiap momen sejarah berisi detail pikiran, kehendak, maupun perbuatan seseorang individu baik yang kecil maupun yang besar, yang disengaja maupun secara lalai, yang disadari maupun yang tidak disadari, yang diingat maupun yang tidak diingat pada masa kini maupun masa lampau dan masa-masa lampau sebelumnya dari seseorang tersebut itu sendiri maupun individu-individu lainnya.

AGAMA DOSA : Tuhan Lebih PRO terhadap Pendosa dengan Menghapus Dosa-Dosa para Pendosa tersebut, alih-alih Bersikap Adil terhadap Korban-Korban dari sang Pendosa

BUAT DOSA, SIAPA TAKUT? ADA PENGHAPUSAN DOSA! Merugi bila Tidak Berbuat Dosa

KABAR GEMBIRA bagi Pendosa, artinya KABAR BURUK bagi Kalangan Korban

Question: Mengapa terkadang ada saja putusan (hakim di pengadilan) yang melukai perasaan rakyat, seolah tidak peka terhadap perasaan pihak-pihak yang menjadi korban yang kian trauma sebagai akibatnya?

Hubungan antara Agama Buddha, Sutasoma, dan Pancasila

Pancasila sebagai Ideologi Negara Republik Indonesia, merupakan Warisan Peninggalan Buddhisme Abad ke-1 sampai dengan Abad ke-15 di Nusantara

Umat Muslim Menikmati Toleransi yang diberikan Raja Majapahit (Kerajaan Buddhistik) maupun Toleransi oleh para Buddhist Nenek-Moyang di Nusantara Abab ke-15 ketika Ulama dari Arab masuk ke Nusantara. Kini, ketika para Muslim telah Menjelma menjadi Mayoritas, mereka ingin Memberangus Toleransi yang Dahulu mereka Nikmati—Pola “Anti Kekerasan dan Toleran” pada Negara dimana Muslim adalah Minoritas, dan Menjelma “intoleran dan Menyelesaikan setiap Masalah dengan Kekerasan Fisik” ketika Mereka telah Menjelma Mayoritas [Kitab Sastra Jawa “DHARMO GHANDUL”]

Esensi paling utama dari Pancasila, ialah asas “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai jantung prinsip maupun jiwanya sebagai kohesi pemersatu bangsa yang majemuk dari segi suku, agama, golongan, maupun ras / etnik.  Kitab Sutasoma atau Kakawin Sutasoma adalah kitab karangan Mpu Tantular, ditulis pada abad ke-14, menceritakan tentang kehidupan beragama di Kerajaan Majapahit—di dalam kitab inilah, tersurat sebuah istilah yang kini dipakai menjadi salah satu semboyan yang mencerminkan persatuan Indonesia, yakni “Bhinneka Tunggal Ika”, yang bermakna : berbeda-beda akan tetapi tetap satu.

KREDITOR MURNI Vs. KREDITOR TERAFILIASI DEBITOR, Konteks Kepailitan dan PKPU

Tiada Istilah KREDITOR dalam Transaksi Afiliasi antar Perusahan dalam Satu Grub Usaha yang Sama, baik antar SISTER COMPANY maupun antara ANAK USAHA (SHELL COMPANY) dan INDUK USAHA (HOLDING COMPANY)

Sudah sejak beberapa dasawarsa lampau, alias bukan fenomena baru, berbagai korporasi “memecah” setiap divisi operasionalnya menjadi berbagai badan hukum yang seolah-olah tampak berdiri sendiri, namun saling bertransaksi satu sama lain meski “beneficial owner”-nya adalah “holding company” yang sama—alias modus “transaksi ‘antar anak usaha’ maupun ‘antara anak usaha dan induk usaha’ dalam satu grub usaha”. Sebagai contoh, dalam satu perusahaan yang bergerak dibidang produksi barang kebutuhan rumah tangga, divisi logistik disitribusinya didirikan badan hukum tersendiri, divisi penyulai bahan bakunya didirikan badan hukum tersendiri, divisi “tenaga alih daya”-nya didirikan badan hukum tersendiri, divisi penyediaan catering makan siang untuk pegawainya didirikan badan hukum tersendiri, hingga divisi “mematikan kompetitor” (dengan membuat produk serupa yang homogen, namun maksud dan tujuan untuk merusak harga pasar dan mematikan pesaing), dan lain sebagainya.

Seni Bertanya, Menjawab, dan Berbicara

Ciri Orang Menghargai atau Tidaknya Lawan Bicara, menurut Buddhisme

Kaitan / Korelasi antara IQ, EQ, dan SQ, Tinggi atau Rendahnya IQ Menentukan dan Memengaruhi Tinggi maupun Rendahnya EQ maupun SQ Diri Seseorang—Boleh Percaya (juga) Boleh Tidak Percaya

Peka atau sensitif terhadap perasaan lawan bicara, serta menghargai lawan bicara, merupakan keterampilan berkomunikasi yang paling mendasar, bila tidak dapat kita sebut sebagai berometer kapasitas EQ seseorang. Ternyata, mayoritas masyarakat kita di Indonesia masih tergolong memiliki tingkat EQ dibawah rata-rata—cobalah perhatikan fenomena keseharian kita dalam bersosialisasi dan berkomunikasi, sebagai contohnya ialah ketika lawan-bicara kita berbicara dengan kita, sekalipun dirinya mengetahui bahwa penulis beragama berbeda dengan yang bersangkutan, dalam setiap ucapan dan perbincangan ia selalu memakai istilah-istilah agama yang bersangkutan, sehingga membuat penulis merasa sedang “diperkosa agama”-nya, sekalipun Sumpah Pemuda telah menetapkan : “berbahasa satu, yakni Bahasa Indonesia” (bukan bahasa Arab, Inggris, maupun bahasa-bahasa dengan terminologi keagamaan tertentu).

Perbedaan antara AGAMA dan IDEOLOGI, yang Satu Mengawasi Diri Sendiri dan yang Satu Lagi ialah Menghakimi Orang Lain

AGAMAIS Vs. RITUALIS Vs. ORANG BAIK, Pilih yang Mana?

Beribadah secara KERAS Vs. Beribadah secara CERDAS, Anda yang Manakah?

Semua orang sanggup, mau, serta mampu saja menjadi seorang “pendosa penjilat penuh dosa”—meski, hanya sebagian kecil diantara mereka yang memilih untuk “melawan arus”, yakni memasuki disiplin ketat dan praktik mawas diri bernama “self-control”. Namun, tidak semua orang mampu dan punya kemauan untuk menjadi orang baik, hidup higienis dari dosa, inderawi terkontrol, memurnikan pikiran, jiwa yang bersih, terlebih menjalani jalan hidup suci yang sunyi karena sepi peminat. Walau demikian, senyatanya mayoritas masyarakat kita masih meng-kultus-kan gaya hidup ritualis yang notabene hanya berupa seremonial—sembah-sujud, melantunkan nyanyian maupun paduan suara berisi sanjungan, puja-puji, berdoa sebelum makan, ritual beberapa kali dalam sehari, dan lain sebagainya. Kesemua itu merupakan kesibukan yang miskin esensi, menyerupai orang-orang yang “kerja keras” namun hasilnya nihil, mengingat mereka tidak memilih untuk “kerja cerdas”. Bila seorang presiden selaku kepala negara, memilih untuk dikelilingi oleh “Kabinet Kerja” alih-alih “Kabinet Penjilat”, terlebih Tuhan?

AGAMA DOSA : Mengajarkan Kiat Mencurangi Hidup bagi Dosawan (Pendosa)

AGAMA KSATRIA : Mempromosikan Gaya Hidup Penuh Tanggung Jawab bagi para Ksatriawan

AGAMA SUCI : Mengkampanyekan Gaya Hidup Higienis dari Dosa bagi Kalangan Suciwan

Kalangan pendosa manakah, yang tidak ingin tetap sibuk “business as usual” memproduksi dosa, mengoleksi segudang dosa, menimbun diri segunung dosa, berkubang dalam dosa, dan bersimbah dosa—seperti menyakiti, merugikan, ataupun melukai pihak lain—namun disaat bersamaan dijanjikan (diiming-imingi) masuk alam surgawi setelah para pendosa / penjahat tersebut meninggal dunia (too good to be true). Semua orang sanggup dan mau menjadi seorang “pendosa penjilat penuh dosa”, namun tidak semua orang sanggup dan memiliki kemauan berkomitmen—serta tidak kenal kompromi—untuk menjadi seseorang berjiwa ksatria yang penuh tanggung-jawab terhadap para korban yang telah ia lukai / rugikan secara disengaja maupun secara tidak disengaja, terlebih untuk menjadi seorang suciwan yang penuh mawas diri terhadap perbuatan dan pikirannya sendiri (terlatih ketat dalam disiplin “self-control”).

Bahaya Dibalik Hidup Berdampingan dengan AGAMAIS, Inilah Alasannya

Hanya PENJAHAT / PENDOSA yang Butuh PENGHAPUSAN DOSA (Abolition of Sins)—AGAMA BAGI PENJAHAT / PENDOSA, AGAMA DOSA

Kabar Gembira bagi PENJAHAT / PENDOSA, merupakan Kabar Buruk / Duka bagi KORBAN.

Terhadap Dosa dan Maksiat, Begitu Kompromistik. Namun Terhadap Kaum yang Berbeda Keyakinan, Begitu Intoleran—Tuhanis, Humanis, Premanis, ataukah Hewanis?

Dosa Warisan? Harta Warisannya di-Korup Siapa?!

Seorang Ksatria Tidak Cuci Tangan ataupun Lempar Tanggung Jawab, namun Memilih untuk BERTANGGUNG-JAWAB—AGAMA KSATRIA

Orang Suci Penuh Mawas Diri dan Kendali Diri, Terlatih Ketat dalam SELF-CONTROL—AGAMA SUCI

Bila disebutkan bahwa semua manusia dilahirkan untuk menjadi pendosa (born to be a SINNER), maka dogma demikian sejatinya sudah membuktikan bahwa agama bersangkutan tidak layak menyandang gelar sebagai “Agama SUCI”, melainkan “Agama DOSA” yang bersumber dari “Kitab DOSA”. Jika kita asumsikan dogma demikian adalah benar adanya, maka : 1.) bukan salah bunda mengandung, sifat nakal dan jahat manusia adalah ciptaan siapa? 2.) untuk apa juga menjadi sekadar “maling sandal” ataupun “maling ayam”, jadilah KORUPTOR kelas kakap; jangan menjadi pendosa yang “tanggung-tanggung”; 3.) apakah “are we SAFE”, hidup berdampingan dengan para pendosa yang merasa wajar dan normal saja hidup sebagai seseorang pendosa yang terjangkiti “virus dosa”, virus pikiran yang membuat yang bersangkutan merasa bebas berbuat dosa terhadap orang lain (menyakiti, melukai, maupun merugikan) seolah tanpa bahaya / konsekuensi dibaliknya? 4.) umur umat manusia sudah setua usia Planet Bumi ini, dimana jumlah nenek-moyang kita tidak lagi terhitung jumlahnya, apakah artinya seluruh nenek-moyang kita adalah pendosa dan masuk neraka? (sungguh Anda generasi yang “durhaka”, mengutuk nenek-moyang Anda sendiri); 5.) kekotoran batin dilestarikan dan dipelihara, lantas dimana letak “suci”-nya selain sekadar judul sampul “kitab / agama suci”?

Perbedaan GUGATAN dan PERMOHONAN ke Pengadilan Negeri, Serupa namun Tidak Sama

HUKUM ACARA PERDATA, Cacat Formil Mengakibatkan Gugatan maupun Permohonan Bermuara pada Amar “Tidak Dapat Diterima

Question: Memang apa bedanya, antara gugatan dan permohonan ke pengadilan negeri?

AGAMAIS Vs. ROBOT, Pilih yang Mana?

Agamais yang Bengkok (Penuh Lekuk), Cacat (Bopeng), dan Ketidaksempurnaan (Kotor) adalah para MANUSIA SAMPAH

Kaum AGAMAIS, Tidak Lebih Diandalkan daripada ROBOT (Kecerdasan Buatan)

Anda lebih Memilih Berhadapan dengan Siapa, ROBOT ataukah ORANG AGAMAIS?

Negeri kita yang tercinta ini, Republik Indonesia, tidak pernah kekurangan kaum “agamais” yang rajin beribadah, berbusana agamais, bertutur-kata istilah-istilah keagamaan, serta memakan makanan pilihan tertentu secara selektif—bahkan berdelusi sebagai kaum yang paling superior. Namun, telah ternyata para penyusun kebijakan kita di pemerintahan pusat, lebih memilih untuk menggunakan robot untuk menangani berbagai bidang pelayanan publik, dengan pertimbangan pragmatis : menghindari sentuhan langsung antara aparatur dan masyarakat agar tidak terjadi kolusi—penyalah-gunaan kekuasaan / kewenangan seperti memeras, ataupun sebaliknya seperti menerima uang suap—sehingga dapat menekan angka terjadinya berbagai “pungutan liar” yang merusak reputasi negeri “agamais” ini (menyembunyikan borok mentalitas bangsa “agamais”, agar tampak seolah-olah sudah beradab).

Bergelar Profesor ataupun Doktor Hukum, Bukan Bermakna Memonopoli Kebenaran maupun Keadilan

Akibat Mencari Sensasi, Sekalipun Sudah Memiliki Sederet Gelar Akademik, Karir Sukses dengan Jabatan TInggi, Banyak Sumber Pendapatan, Masih Juga Ingin Memiliki Gelar KORUPTOR

Korupsi, TIDAK AKAN MEMUASKAN Dahaga Mental Miskin, Adapun Justru Kian Dikuasai Rasa Haus, Terjerumus Kian Dalam Tanpa Jalan Kembali

Sekali Anda melakukan korupsi karena menyalah-gunakan kekuasaan—lebih tepatnya kolusi—maka Anda akan terseret masuk pada zona “point of no return” pada saat itu juga, menjadi kecanduan pada adiktifnya korupsi. Seperti yang kerap penulis sebutkan pada berbagai kesempatan, ada hal yang tidak perlu kita lakukan, ada hal yang tidak perlu kita ucapkan, ada juga hal-hal yang tidak perlu kita konsumsi, serta ada pula hal-hal yang tidak perlu kita bantah ataupun perdebatkan.

Salah Satu Mempelai KABUR Saat Menjelang Resepsi Pernikahan, Dihukum Bayar Ganti-Rugi oleh Mahkamah Agung

Melarikan Diri (Kabur) dari Rumah Menjelang / Mendekati Hari Pernikahan, merupakan Pembatalan Perkawinan Secara Sepihak

PHP (Pemberi Harapan Palsu) merupakan PMH (Perbuatan Melawan Hukum)

Berbagai drama fiktif terutama dengan genre romansa, kerap mengambil tema yang cenderung sensasional untuk menarik minat penonton, semisal dikisahkan bahwa salah satu mempelainya, entah mempelai calon suami ataukah mempelai calon istri, kabur alias melarikan diri saat sang mempelai calon pasangan hidupnya akan melangsungkan atau bahkan saat sedang memasuki detik-detik resepsi pernikahan. Siapa yang akan menyangka, dalam kejadian nyata peristiwa dramatis demikian benar-benar terjadi, dimana telah ternyata pula mengandung konsekuensi hukum yang sangat fatal, yakni dinyatakan sebagai suatu “perbuatan melawan hukum” oleh Mahkamah Agung disamping diberikan “hadiah” berupa ganjaran hukuman pembayaran sejumlah ganti-kerugian yang tidak main-main nilai nominal hukumannya : miliaran rupiah, sebagai kompensasi bagi calon pasangan yang telah dipermainkan dan merasa dipermalukan.

PERCERAIAN Vs. PEMBATALAN PERKAWINAN, Serupa Namun Tidak Sama

Beda antara PERKAWINAN PUTUS KARENA PERCERAIAN dan PEMBATALAN PERKAWINAN

Pembatalan Perkawinan Berbentuk GUGATAN, Bukan PERMOHONAN

Question: Memangnya ada bedanya, antara bercerai dan membatalkan perkawinan menurut hukum di Indonesia?

3 Potensi Kemungkinan Ketika Permohonan Kasasi Dicabut oleh Pemohon Kasasi

Mencabut Permohonan Kasasi, Dimungkinkah oleh Hukum Acara?

Question: Apakah diperkenankan, mencabut permohonan kasasi yang belum lama sebelumnya telah terlanjur didaftarkan permohonannya disertai memori kasasi oleh pihak Pemohon Kasasi?

Perbedaan antara Pembohong, Pembual, dan Penipu

Bila Pembohong Berbohong, maka Pembual Membual, dan Penipu Menipu

Question: Sering kita dengar istilah seperti tukang bohong (pembohong), pembuat bualan (pembual), dan penipuan (oleh penipu sebagai pelakunya), bukankah ketiganya ini sama saja maksud dan artinya?

TUKANG PERKOSA Mana yang Mau Repot-Repot PDKT dan Keluar Modal untuk Berkencan dan Menikahi Korbannya, Pelanggaran 06 Agustus 2023

Tidak Ada yang Lebih Tunasusila daripada yang MEMPERKOSA PROFESI ORANG LAIN YANG SEDANG SUSAH-PAYAH MENCARI NAFKAH dan MEMBALAS BUDI BAIK PUBLIKASI ILMU HUKUM DENGAN PERKOSAAN alih-alih Berterimakasih dan Berkontribusi Lewat Kompensasi

Namanya juga pemerkosa (anak hasil didikan TUKANG PERKOSA), mana mau repot-repot untuk PDKT, keluar uang untuk berkencan, keluar modal dari kantung untuk beli bunga, keluar tenaga untuk membeli cincin dan melamar, menikahi, bekerja banting-tulang untuk menafkahi istri, membayar sekolah anak hasil perkawinan, ataupun bertanggung jawab. Semua pemerkosa TIDAK TAHU MALU, TIDAK TAHU TERIMAKASIH, dan TIDAK BERTANGGUNG JAWAB

SQ Test : TRUTH ALWAYS BITTER, Kebenaran Selalu Pahit. Inilah Fakta Dibalik Tabir Delusi Diri

Antara COMMON PRACTICE (Konvensi) dan COMMON SENSE (Akal Sehat)

Pelangi itu Indah, itu Kata Bocah di Taman Kanak-Kanak yang Dibodohi oleh Konvensi

Antara konvensi dan postulat, adalah dua hal yang tidak selalu identik dan kerapkali tidak seiring sejalan. Seseorang harus menikah dan memiliki anak, laki-laki harus bekerja mencari nafkah dan wanita harus merawat anak di dalam rumah, adalah tabu bila kaum wanita memperlihatkan lekuk tubuhnya lewat busana yang serba terbuka “you can see” (kolot dan terkungkung dibalik penjara bernama busana), menyelesaikan setiap masalah dengan pukulan tinju (misi misionaris lewat kekerasan fisik), makan harus tiga kali sehari (penulis hanya makan dua kali sehari), orang yang berdiri diam mematung tanpa menyakiti manusia ataupun hewan sekalipun disebut warga yang melintas sebagai “orang gila” (disaat penulis berdiri menghirup udara segar sembari bermeditasi), dan segala fenomena sosial maupun norma adat lainnya, kesemua itu adalah wujud konvensi—kesepakatan tidak tertulis yang berlangsung turun-menurun, sekalipun tidak sejalan dengan “akal sehat” (common sense), sekadar mengikuti arus mainstream “common practice”, menyerupai sebuah budaya / kultur suatu bangsa—bukan postulat yang absolut kebenarannya tanpa dapat dibantah ataupun dikritisi. Bahkan, ada salah satu agama yang makna harfiahnya ialah “patuh secara mutlak” alias “membuta”, alih-alih mencerahkan namun membutakan.

Pessimistic and Toxic Religion Vs. Optimistic Religion. Agama yang Pesimistik dan Beracun Vs. Agama yang Optimistik

HERY SHIETRA, Pessimistic and Toxic Religion Vs. Optimistic Religion. Agama yang Pesimistik dan Beracun Vs. Agama yang Optimistik

To glorify God,

Is to be a noble human being,

Not by worshiping,

Not by bowing down,

Not by chanting praises,

Nor by singing praises.

God never needed a flattering sinner,

This world has never had a shortage of sinful people who are good at worshiping and praising.

Why?

Antara OMNIBUS LAW, IRRELEVANT CONTENT, dan USER EXPERIENCE yang Buruk

“Omnibus Law” secara Falsafah Tidak Pernah Sejalan dengan Partisipasi Publik yang Bermakna, karena Anti terhadap Demokrasi

Hukum Dibentuk secara Tidak Demokratis, namun Diterapkan secara Komun!stik, Apa Jadinya?

Bagi para kalangan websmaster yang kerap berurusan dengan SEO (search engine optimatization) maupun “bot crawler”, indexing, hingga SERP (search engine result page), terdapat dua hal yang menjadi penentu hidup dan matinya ketermunculan dan visibilitas sebuah website : Pertama, “relevant content” (konten yang relevan); dan Kedua, “user experience”, pengalaman pengguna—dalam hal ini pengalaman para pembaca suatu website, sebagai penentu peringkat suatu website. Bila dianalogikan dengan analogi yang serupa dengan dunia webmaster, pembentukan Undang-Undang lewat mekanisme “omnibus law” ala “gado-gado” yang bersifat “sapu jagat”, memiliki “user experience” yang sangat teramat buruk—bila tidak dapat disebut sebagai “terburuk dari yang terburuk”.

JANGAN PERNAH MEMINJAM KREDIT DARI BANK, ini Alasannya

Bermula dari Meminjam Kredit ke BANK, Debitor Terkejut Ditagih dan Dijerat oleh RENTENIR PERORANGAN karena BANK Menjual Piutang kepada RENTENIR PERORANGAN Tanpa Persetujuan Debitor Pemilik Agunan

Ulasan Hukum ini Didedikasikan bagi Klien yang Telah Pernah / Sedang menjadi Korban MAFIA TANAH dan MAFIA LELANG, Pengalaman Buruk untuk Dipelajari oleh Masyarakat Luas agar Tidak Ada Lagi Jatuh Korban, dimana Kantor Lelang Negara justru Melegitimasi Praktik RENTENIR dengan Menyerahkan Seluruh Hasil Terjual Lelang kepada RENTENIR PEMOHON LELANG Sekalipun Terjadi “MARK UP Tagihan” dan Sekalipun Melampaui Nilai Pertanggungan dalam Sertifikat Hak Tanggungan

Dalam teori ilmu hukum, sudah lama dikenal istilah “caat kehendak”—yang menggambarkan kondisi dimana “jika sejak awal tahu akan menjadi demikian, maka tidak akan pernah disepakati”—maupun instrumen hukum yang tampak legal dan lazim bernama “cessie” alias perlihan piutang dari “kreditor penjual pituang” kepada “kreditor pembeli piutang”. Masalah paling utamanya ialah, praktik demikian terus terjadi tanpa terbendung, sekalipun sudah memakan banyak sekali korban. Hampir tiada kalangan hakim, akademisi, maupun praktisi hukum yang menyadari dan memahami bahaya laten dibalik cessie, dimana seseorang warga bermula meminjam sejumlah dana dari sebuah lembaga keuangan perbankan (BANK), bermuara ditagih, dijerat, dicekik, dan dilelang agunannya oleh RENTENIR PERORANGAN.

Apakah DASAR HUKUM Tertinggi? AKAL SEHAT (Common Sense)

AKAL SEHAT sebagai Dasar Hukum Tertinggi, Konstitusi Tertinggi, Falsafah Hukum Tertinggi, SOP Tertinggi, dan Argumentasi Hukum Tertinggi

Adalah Undang-Undang maupun Pasal-Pasal “Toxic”, ketika Bertentangan dengan AKAL SEHAT

Question: Bukankah menjemukan dan membosankan, mendengarkan mereka yang berlatar-belakang Sarjana Hukum, selalu berbicara demikian normatif, berdasarkan pasal anu, undang-undang anu, seolah-olah eksklusif sekali kalangan Sarjana Hukum dibanding orang awam hukum?

Alasan Moral Pentingnya Punya BANYAK UANG, Lebih Banyak OPSI Terbuka bagi Kita untuk DIPILIH

This is All about SMART WORKING, Not HARD WORKING

Lebih Banyak Uang, Lebih Banyak Opsi untuk dapat Kita Pilih (Opsi untuk Dipilih), Itulah “the Power of MONEY

Boleh percaya namun juga boleh tidak, diantara masyarakat kita terdapat sebagian orang yang takut, alergi, serta memusuhi “keadaan sukses”, sekalipun, banyak tindak kriminalitas terjadi akibat minimnya kesuksesan yang dapat dicetak oleh sang kriminil dalam hidupnya. Percaya atau tidak, sebagian besar diantara kita yang terjebak dalam kemiskinan, menjauhi kekayaan maupun uang, karena memiliki paradigma keliru bahwa “uang adalah sumber kejahatan”, sekalipun realitanya kerapkali “kejahatan terjadi karena kekurangan uang”—atau setidaknya faktor kemiskinan batin sang pelaku, karenanya mental berkelimpahan adalah berkah itu sendiri.

Sssst, This is a BIG SECRET! Sssst, Ini sebuah RAHASIA!

HERY SHIETRA, Sssst, This is a BIG SECRET! Sssst, Ini sebuah RAHASIA!

I’ll tell you a secret of life,

But be sure to make it a secret, only for you alone.

Remember,

It’s a secret.

Prescription Medicines to Heal Inner Wounds Due to the Crimes of Others. Resep Obat untuk Menyembuhkan Luka Batin Akibat Kejahatan Orang Lain

Hery Shietra, Prescription Medicines to Heal Inner Wounds Due to the Crimes of Others. Resep Obat untuk Menyembuhkan Luka Batin Akibat Kejahatan Orang Lain

There are times,

When other people have bad intentions towards us,

We cannot forever avoid being victims of crime modes.

Where the perpetrators conspire with each other,

Lie and cheat without guilt,

Not even afraid to commit crimes by harming or injuring other people for the perpetrator’s personal gain,

Making the victims trapped helplessly.

Delusi yang Menyaru sebagai Logika, Logika yang Delusif

Logika yang Ditarik dari Delusi Diri, Menyesatkan

Pikiran Jernih dan Akal Sehat Vs. Logika Delusif

Question: Maksudnya bagaimana dan seperti apa, yang disebut sebagai logika berdasarkan delusi?

Meninggal secara DE FACTO (Fisik-Lahiriah) Tidak Otomatis Meninggal secara DE JURE (Yuridis)

Fisik Orangnya telah Almarhum (Meninggal Dunia), namun secara Data Kependudukan di Catatan Sipil (Berpotensi) Masih Terdata sebagai Penduduk Aktif yang Hidup

DE FACTO Bisa Tidak Sejalan dengan DE JURE, pun Sebaliknya

Surat Keterangan Kematian (Diterbitkan oleh Kelurahan) Vs. Akta Kematian (Dinas Catatan Sipil Kabupaten / Kota), Bisa Tidak Sinkron

Alamat dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP), merupakan alamat “de jure”. Alamat domisili, merupakan alamat dimana seseorang warga pemegang KTP bertempat tinggal dalam keseharian secara senyatanya alias alamat “de facto”. Sepanjang penulis berkarir sebagai seorang konsultan hukum, setidaknya tercatat telah terdapat dua orang klien yang menghadapi masalah hukum akibat disparitas antara “meninggalnya seseorang warga secara de facto” (meninggal secara fisik-lahiriah seperti telah berhentinya tanda-tanda kehidupan serta juga telah dimakamkan / dikremasikan) dan “telah almarhumnya seseorang warga secara de jure” (ditandai dengan terbitnya kutipan Akta Kematian atas warga bersangkutan).

AJB Ditingkatkan menjadi SHM, OMONG KOSONG

GIRIK Ditingkatkan menjadi SHM, Niscaya

AJB Ditingkatkan menjadi SHM, PENIPUAN Agen Properti PENIPU

Mungkinkah AKTA JUAL BELI ditingkatkan menjadi SERTIFIKAT HAK MILIK? Itu OMONG KOSONG ala Agen Properti NAKAL

Banyak berkeliaran agen properti sejahat iblis yang membuat klaim setinggi langit (sesumbar penuh bualan) bahwa dirinya sesuci malaikat, jujur, berintegritas, bertanggung-jawab, ber-Tuhan, dan takut dosa. Namanya juga iblis, pandai tipu-muslihat, dan penuh kedok atau topeng (persona), memoles kata-kata yang disampaikan sehingga membuat pencitraan bahwa diri mereka adalah orang bersih dan jujur. Tidak pernah ada penipu yang terang-benderang mengakui dirinya penipu yang sedang menipu ataupun berdusta, selalu membuat kesan artifisial sebaliknya.