Perbedaan antara AGAMA dan IDEOLOGI, yang Satu Mengawasi Diri Sendiri dan yang Satu Lagi ialah Menghakimi Orang Lain

AGAMAIS Vs. RITUALIS Vs. ORANG BAIK, Pilih yang Mana?

Beribadah secara KERAS Vs. Beribadah secara CERDAS, Anda yang Manakah?

Semua orang sanggup, mau, serta mampu saja menjadi seorang “pendosa penjilat penuh dosa”—meski, hanya sebagian kecil diantara mereka yang memilih untuk “melawan arus”, yakni memasuki disiplin ketat dan praktik mawas diri bernama “self-control”. Namun, tidak semua orang mampu dan punya kemauan untuk menjadi orang baik, hidup higienis dari dosa, inderawi terkontrol, memurnikan pikiran, jiwa yang bersih, terlebih menjalani jalan hidup suci yang sunyi karena sepi peminat. Walau demikian, senyatanya mayoritas masyarakat kita masih meng-kultus-kan gaya hidup ritualis yang notabene hanya berupa seremonial—sembah-sujud, melantunkan nyanyian maupun paduan suara berisi sanjungan, puja-puji, berdoa sebelum makan, ritual beberapa kali dalam sehari, dan lain sebagainya. Kesemua itu merupakan kesibukan yang miskin esensi, menyerupai orang-orang yang “kerja keras” namun hasilnya nihil, mengingat mereka tidak memilih untuk “kerja cerdas”. Bila seorang presiden selaku kepala negara, memilih untuk dikelilingi oleh “Kabinet Kerja” alih-alih “Kabinet Penjilat”, terlebih Tuhan?

AGAMA DOSA : Mengajarkan Kiat Mencurangi Hidup bagi Dosawan (Pendosa)

AGAMA KSATRIA : Mempromosikan Gaya Hidup Penuh Tanggung Jawab bagi para Ksatriawan

AGAMA SUCI : Mengkampanyekan Gaya Hidup Higienis dari Dosa bagi Kalangan Suciwan

Kalangan pendosa manakah, yang tidak ingin tetap sibuk “business as usual” memproduksi dosa, mengoleksi segudang dosa, menimbun diri segunung dosa, berkubang dalam dosa, dan bersimbah dosa—seperti menyakiti, merugikan, ataupun melukai pihak lain—namun disaat bersamaan dijanjikan (diiming-imingi) masuk alam surgawi setelah para pendosa / penjahat tersebut meninggal dunia (too good to be true). Semua orang sanggup dan mau menjadi seorang “pendosa penjilat penuh dosa”, namun tidak semua orang sanggup dan memiliki kemauan berkomitmen—serta tidak kenal kompromi—untuk menjadi seseorang berjiwa ksatria yang penuh tanggung-jawab terhadap para korban yang telah ia lukai / rugikan secara disengaja maupun secara tidak disengaja, terlebih untuk menjadi seorang suciwan yang penuh mawas diri terhadap perbuatan dan pikirannya sendiri (terlatih ketat dalam disiplin “self-control”).

Bahaya Dibalik Hidup Berdampingan dengan AGAMAIS, Inilah Alasannya

Hanya PENJAHAT / PENDOSA yang Butuh PENGHAPUSAN DOSA (Abolition of Sins)—AGAMA BAGI PENJAHAT / PENDOSA, AGAMA DOSA

Kabar Gembira bagi PENJAHAT / PENDOSA, merupakan Kabar Buruk / Duka bagi KORBAN.

Terhadap Dosa dan Maksiat, Begitu Kompromistik. Namun Terhadap Kaum yang Berbeda Keyakinan, Begitu Intoleran—Tuhanis, Humanis, Premanis, ataukah Hewanis?

Dosa Warisan? Harta Warisannya di-Korup Siapa?!

Seorang Ksatria Tidak Cuci Tangan ataupun Lempar Tanggung Jawab, namun Memilih untuk BERTANGGUNG-JAWAB—AGAMA KSATRIA

Orang Suci Penuh Mawas Diri dan Kendali Diri, Terlatih Ketat dalam SELF-CONTROL—AGAMA SUCI

Bila disebutkan bahwa semua manusia dilahirkan untuk menjadi pendosa (born to be a SINNER), maka dogma demikian sejatinya sudah membuktikan bahwa agama bersangkutan tidak layak menyandang gelar sebagai “Agama SUCI”, melainkan “Agama DOSA” yang bersumber dari “Kitab DOSA”. Jika kita asumsikan dogma demikian adalah benar adanya, maka : 1.) bukan salah bunda mengandung, sifat nakal dan jahat manusia adalah ciptaan siapa? 2.) untuk apa juga menjadi sekadar “maling sandal” ataupun “maling ayam”, jadilah KORUPTOR kelas kakap; jangan menjadi pendosa yang “tanggung-tanggung”; 3.) apakah “are we SAFE”, hidup berdampingan dengan para pendosa yang merasa wajar dan normal saja hidup sebagai seseorang pendosa yang terjangkiti “virus dosa”, virus pikiran yang membuat yang bersangkutan merasa bebas berbuat dosa terhadap orang lain (menyakiti, melukai, maupun merugikan) seolah tanpa bahaya / konsekuensi dibaliknya? 4.) umur umat manusia sudah setua usia Planet Bumi ini, dimana jumlah nenek-moyang kita tidak lagi terhitung jumlahnya, apakah artinya seluruh nenek-moyang kita adalah pendosa dan masuk neraka? (sungguh Anda generasi yang “durhaka”, mengutuk nenek-moyang Anda sendiri); 5.) kekotoran batin dilestarikan dan dipelihara, lantas dimana letak “suci”-nya selain sekadar judul sampul “kitab / agama suci”?

Perbedaan GUGATAN dan PERMOHONAN ke Pengadilan Negeri, Serupa namun Tidak Sama

HUKUM ACARA PERDATA, Cacat Formil Mengakibatkan Gugatan maupun Permohonan Bermuara pada Amar “Tidak Dapat Diterima

Question: Memang apa bedanya, antara gugatan dan permohonan ke pengadilan negeri?

AGAMAIS Vs. ROBOT, Pilih yang Mana?

Agamais yang Bengkok (Penuh Lekuk), Cacat (Bopeng), dan Ketidaksempurnaan (Kotor) adalah para MANUSIA SAMPAH

Kaum AGAMAIS, Tidak Lebih Diandalkan daripada ROBOT (Kecerdasan Buatan)

Anda lebih Memilih Berhadapan dengan Siapa, ROBOT ataukah ORANG AGAMAIS?

Negeri kita yang tercinta ini, Republik Indonesia, tidak pernah kekurangan kaum “agamais” yang rajin beribadah, berbusana agamais, bertutur-kata istilah-istilah keagamaan, serta memakan makanan pilihan tertentu secara selektif—bahkan berdelusi sebagai kaum yang paling superior. Namun, telah ternyata para penyusun kebijakan kita di pemerintahan pusat, lebih memilih untuk menggunakan robot untuk menangani berbagai bidang pelayanan publik, dengan pertimbangan pragmatis : menghindari sentuhan langsung antara aparatur dan masyarakat agar tidak terjadi kolusi—penyalah-gunaan kekuasaan / kewenangan seperti memeras, ataupun sebaliknya seperti menerima uang suap—sehingga dapat menekan angka terjadinya berbagai “pungutan liar” yang merusak reputasi negeri “agamais” ini (menyembunyikan borok mentalitas bangsa “agamais”, agar tampak seolah-olah sudah beradab).

Bergelar Profesor ataupun Doktor Hukum, Bukan Bermakna Memonopoli Kebenaran maupun Keadilan

Akibat Mencari Sensasi, Sekalipun Sudah Memiliki Sederet Gelar Akademik, Karir Sukses dengan Jabatan TInggi, Banyak Sumber Pendapatan, Masih Juga Ingin Memiliki Gelar KORUPTOR

Korupsi, TIDAK AKAN MEMUASKAN Dahaga Mental Miskin, Adapun Justru Kian Dikuasai Rasa Haus, Terjerumus Kian Dalam Tanpa Jalan Kembali

Sekali Anda melakukan korupsi karena menyalah-gunakan kekuasaan—lebih tepatnya kolusi—maka Anda akan terseret masuk pada zona “point of no return” pada saat itu juga, menjadi kecanduan pada adiktifnya korupsi. Seperti yang kerap penulis sebutkan pada berbagai kesempatan, ada hal yang tidak perlu kita lakukan, ada hal yang tidak perlu kita ucapkan, ada juga hal-hal yang tidak perlu kita konsumsi, serta ada pula hal-hal yang tidak perlu kita bantah ataupun perdebatkan.

Salah Satu Mempelai KABUR Saat Menjelang Resepsi Pernikahan, Dihukum Bayar Ganti-Rugi oleh Mahkamah Agung

Melarikan Diri (Kabur) dari Rumah Menjelang / Mendekati Hari Pernikahan, merupakan Pembatalan Perkawinan Secara Sepihak

PHP (Pemberi Harapan Palsu) merupakan PMH (Perbuatan Melawan Hukum)

Berbagai drama fiktif terutama dengan genre romansa, kerap mengambil tema yang cenderung sensasional untuk menarik minat penonton, semisal dikisahkan bahwa salah satu mempelainya, entah mempelai calon suami ataukah mempelai calon istri, kabur alias melarikan diri saat sang mempelai calon pasangan hidupnya akan melangsungkan atau bahkan saat sedang memasuki detik-detik resepsi pernikahan. Siapa yang akan menyangka, dalam kejadian nyata peristiwa dramatis demikian benar-benar terjadi, dimana telah ternyata pula mengandung konsekuensi hukum yang sangat fatal, yakni dinyatakan sebagai suatu “perbuatan melawan hukum” oleh Mahkamah Agung disamping diberikan “hadiah” berupa ganjaran hukuman pembayaran sejumlah ganti-kerugian yang tidak main-main nilai nominal hukumannya : miliaran rupiah, sebagai kompensasi bagi calon pasangan yang telah dipermainkan dan merasa dipermalukan.

PERCERAIAN Vs. PEMBATALAN PERKAWINAN, Serupa Namun Tidak Sama

Beda antara PERKAWINAN PUTUS KARENA PERCERAIAN dan PEMBATALAN PERKAWINAN

Pembatalan Perkawinan Berbentuk GUGATAN, Bukan PERMOHONAN

Question: Memangnya ada bedanya, antara bercerai dan membatalkan perkawinan menurut hukum di Indonesia?

3 Potensi Kemungkinan Ketika Permohonan Kasasi Dicabut oleh Pemohon Kasasi

Mencabut Permohonan Kasasi, Dimungkinkah oleh Hukum Acara?

Question: Apakah diperkenankan, mencabut permohonan kasasi yang belum lama sebelumnya telah terlanjur didaftarkan permohonannya disertai memori kasasi oleh pihak Pemohon Kasasi?

Perbedaan antara Pembohong, Pembual, dan Penipu

Bila Pembohong Berbohong, maka Pembual Membual, dan Penipu Menipu

Question: Sering kita dengar istilah seperti tukang bohong (pembohong), pembuat bualan (pembual), dan penipuan (oleh penipu sebagai pelakunya), bukankah ketiganya ini sama saja maksud dan artinya?

TUKANG PERKOSA Mana yang Mau Repot-Repot PDKT dan Keluar Modal untuk Berkencan dan Menikahi Korbannya, Pelanggaran 06 Agustus 2023

Tidak Ada yang Lebih Tunasusila daripada yang MEMPERKOSA PROFESI ORANG LAIN YANG SEDANG SUSAH-PAYAH MENCARI NAFKAH dan MEMBALAS BUDI BAIK PUBLIKASI ILMU HUKUM DENGAN PERKOSAAN alih-alih Berterimakasih dan Berkontribusi Lewat Kompensasi

Namanya juga pemerkosa (anak hasil didikan TUKANG PERKOSA), mana mau repot-repot untuk PDKT, keluar uang untuk berkencan, keluar modal dari kantung untuk beli bunga, keluar tenaga untuk membeli cincin dan melamar, menikahi, bekerja banting-tulang untuk menafkahi istri, membayar sekolah anak hasil perkawinan, ataupun bertanggung jawab. Semua pemerkosa TIDAK TAHU MALU, TIDAK TAHU TERIMAKASIH, dan TIDAK BERTANGGUNG JAWAB

SQ Test : TRUTH ALWAYS BITTER, Kebenaran Selalu Pahit. Inilah Fakta Dibalik Tabir Delusi Diri

Antara COMMON PRACTICE (Konvensi) dan COMMON SENSE (Akal Sehat)

Pelangi itu Indah, itu Kata Bocah di Taman Kanak-Kanak yang Dibodohi oleh Konvensi

Antara konvensi dan postulat, adalah dua hal yang tidak selalu identik dan kerapkali tidak seiring sejalan. Seseorang harus menikah dan memiliki anak, laki-laki harus bekerja mencari nafkah dan wanita harus merawat anak di dalam rumah, adalah tabu bila kaum wanita memperlihatkan lekuk tubuhnya lewat busana yang serba terbuka “you can see” (kolot dan terkungkung dibalik penjara bernama busana), menyelesaikan setiap masalah dengan pukulan tinju (misi misionaris lewat kekerasan fisik), makan harus tiga kali sehari (penulis hanya makan dua kali sehari), orang yang berdiri diam mematung tanpa menyakiti manusia ataupun hewan sekalipun disebut warga yang melintas sebagai “orang gila” (disaat penulis berdiri menghirup udara segar sembari bermeditasi), dan segala fenomena sosial maupun norma adat lainnya, kesemua itu adalah wujud konvensi—kesepakatan tidak tertulis yang berlangsung turun-menurun, sekalipun tidak sejalan dengan “akal sehat” (common sense), sekadar mengikuti arus mainstream “common practice”, menyerupai sebuah budaya / kultur suatu bangsa—bukan postulat yang absolut kebenarannya tanpa dapat dibantah ataupun dikritisi. Bahkan, ada salah satu agama yang makna harfiahnya ialah “patuh secara mutlak” alias “membuta”, alih-alih mencerahkan namun membutakan.

Pessimistic and Toxic Religion Vs. Optimistic Religion. Agama yang Pesimistik dan Beracun Vs. Agama yang Optimistik

HERY SHIETRA, Pessimistic and Toxic Religion Vs. Optimistic Religion. Agama yang Pesimistik dan Beracun Vs. Agama yang Optimistik

To glorify God,

Is to be a noble human being,

Not by worshiping,

Not by bowing down,

Not by chanting praises,

Nor by singing praises.

God never needed a flattering sinner,

This world has never had a shortage of sinful people who are good at worshiping and praising.

Why?

Antara OMNIBUS LAW, IRRELEVANT CONTENT, dan USER EXPERIENCE yang Buruk

“Omnibus Law” secara Falsafah Tidak Pernah Sejalan dengan Partisipasi Publik yang Bermakna, karena Anti terhadap Demokrasi

Hukum Dibentuk secara Tidak Demokratis, namun Diterapkan secara Komun!stik, Apa Jadinya?

Bagi para kalangan websmaster yang kerap berurusan dengan SEO (search engine optimatization) maupun “bot crawler”, indexing, hingga SERP (search engine result page), terdapat dua hal yang menjadi penentu hidup dan matinya ketermunculan dan visibilitas sebuah website : Pertama, “relevant content” (konten yang relevan); dan Kedua, “user experience”, pengalaman pengguna—dalam hal ini pengalaman para pembaca suatu website, sebagai penentu peringkat suatu website. Bila dianalogikan dengan analogi yang serupa dengan dunia webmaster, pembentukan Undang-Undang lewat mekanisme “omnibus law” ala “gado-gado” yang bersifat “sapu jagat”, memiliki “user experience” yang sangat teramat buruk—bila tidak dapat disebut sebagai “terburuk dari yang terburuk”.

JANGAN PERNAH MEMINJAM KREDIT DARI BANK, ini Alasannya

Bermula dari Meminjam Kredit ke BANK, Debitor Terkejut Ditagih dan Dijerat oleh RENTENIR PERORANGAN karena BANK Menjual Piutang kepada RENTENIR PERORANGAN Tanpa Persetujuan Debitor Pemilik Agunan

Ulasan Hukum ini Didedikasikan bagi Klien yang Telah Pernah / Sedang menjadi Korban MAFIA TANAH dan MAFIA LELANG, Pengalaman Buruk untuk Dipelajari oleh Masyarakat Luas agar Tidak Ada Lagi Jatuh Korban, dimana Kantor Lelang Negara justru Melegitimasi Praktik RENTENIR dengan Menyerahkan Seluruh Hasil Terjual Lelang kepada RENTENIR PEMOHON LELANG Sekalipun Terjadi “MARK UP Tagihan” dan Sekalipun Melampaui Nilai Pertanggungan dalam Sertifikat Hak Tanggungan

Dalam teori ilmu hukum, sudah lama dikenal istilah “caat kehendak”—yang menggambarkan kondisi dimana “jika sejak awal tahu akan menjadi demikian, maka tidak akan pernah disepakati”—maupun instrumen hukum yang tampak legal dan lazim bernama “cessie” alias perlihan piutang dari “kreditor penjual pituang” kepada “kreditor pembeli piutang”. Masalah paling utamanya ialah, praktik demikian terus terjadi tanpa terbendung, sekalipun sudah memakan banyak sekali korban. Hampir tiada kalangan hakim, akademisi, maupun praktisi hukum yang menyadari dan memahami bahaya laten dibalik cessie, dimana seseorang warga bermula meminjam sejumlah dana dari sebuah lembaga keuangan perbankan (BANK), bermuara ditagih, dijerat, dicekik, dan dilelang agunannya oleh RENTENIR PERORANGAN.

Apakah DASAR HUKUM Tertinggi? AKAL SEHAT (Common Sense)

AKAL SEHAT sebagai Dasar Hukum Tertinggi, Konstitusi Tertinggi, Falsafah Hukum Tertinggi, SOP Tertinggi, dan Argumentasi Hukum Tertinggi

Adalah Undang-Undang maupun Pasal-Pasal “Toxic”, ketika Bertentangan dengan AKAL SEHAT

Question: Bukankah menjemukan dan membosankan, mendengarkan mereka yang berlatar-belakang Sarjana Hukum, selalu berbicara demikian normatif, berdasarkan pasal anu, undang-undang anu, seolah-olah eksklusif sekali kalangan Sarjana Hukum dibanding orang awam hukum?

Alasan Moral Pentingnya Punya BANYAK UANG, Lebih Banyak OPSI Terbuka bagi Kita untuk DIPILIH

This is All about SMART WORKING, Not HARD WORKING

Lebih Banyak Uang, Lebih Banyak Opsi untuk dapat Kita Pilih (Opsi untuk Dipilih), Itulah “the Power of MONEY

Boleh percaya namun juga boleh tidak, diantara masyarakat kita terdapat sebagian orang yang takut, alergi, serta memusuhi “keadaan sukses”, sekalipun, banyak tindak kriminalitas terjadi akibat minimnya kesuksesan yang dapat dicetak oleh sang kriminil dalam hidupnya. Percaya atau tidak, sebagian besar diantara kita yang terjebak dalam kemiskinan, menjauhi kekayaan maupun uang, karena memiliki paradigma keliru bahwa “uang adalah sumber kejahatan”, sekalipun realitanya kerapkali “kejahatan terjadi karena kekurangan uang”—atau setidaknya faktor kemiskinan batin sang pelaku, karenanya mental berkelimpahan adalah berkah itu sendiri.

Sssst, This is a BIG SECRET! Sssst, Ini sebuah RAHASIA!

HERY SHIETRA, Sssst, This is a BIG SECRET! Sssst, Ini sebuah RAHASIA!

I’ll tell you a secret of life,

But be sure to make it a secret, only for you alone.

Remember,

It’s a secret.

Prescription Medicines to Heal Inner Wounds Due to the Crimes of Others. Resep Obat untuk Menyembuhkan Luka Batin Akibat Kejahatan Orang Lain

Hery Shietra, Prescription Medicines to Heal Inner Wounds Due to the Crimes of Others. Resep Obat untuk Menyembuhkan Luka Batin Akibat Kejahatan Orang Lain

There are times,

When other people have bad intentions towards us,

We cannot forever avoid being victims of crime modes.

Where the perpetrators conspire with each other,

Lie and cheat without guilt,

Not even afraid to commit crimes by harming or injuring other people for the perpetrator’s personal gain,

Making the victims trapped helplessly.

Delusi yang Menyaru sebagai Logika, Logika yang Delusif

Logika yang Ditarik dari Delusi Diri, Menyesatkan

Pikiran Jernih dan Akal Sehat Vs. Logika Delusif

Question: Maksudnya bagaimana dan seperti apa, yang disebut sebagai logika berdasarkan delusi?

Meninggal secara DE FACTO (Fisik-Lahiriah) Tidak Otomatis Meninggal secara DE JURE (Yuridis)

Fisik Orangnya telah Almarhum (Meninggal Dunia), namun secara Data Kependudukan di Catatan Sipil (Berpotensi) Masih Terdata sebagai Penduduk Aktif yang Hidup

DE FACTO Bisa Tidak Sejalan dengan DE JURE, pun Sebaliknya

Surat Keterangan Kematian (Diterbitkan oleh Kelurahan) Vs. Akta Kematian (Dinas Catatan Sipil Kabupaten / Kota), Bisa Tidak Sinkron

Alamat dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP), merupakan alamat “de jure”. Alamat domisili, merupakan alamat dimana seseorang warga pemegang KTP bertempat tinggal dalam keseharian secara senyatanya alias alamat “de facto”. Sepanjang penulis berkarir sebagai seorang konsultan hukum, setidaknya tercatat telah terdapat dua orang klien yang menghadapi masalah hukum akibat disparitas antara “meninggalnya seseorang warga secara de facto” (meninggal secara fisik-lahiriah seperti telah berhentinya tanda-tanda kehidupan serta juga telah dimakamkan / dikremasikan) dan “telah almarhumnya seseorang warga secara de jure” (ditandai dengan terbitnya kutipan Akta Kematian atas warga bersangkutan).

AJB Ditingkatkan menjadi SHM, OMONG KOSONG

GIRIK Ditingkatkan menjadi SHM, Niscaya

AJB Ditingkatkan menjadi SHM, PENIPUAN Agen Properti PENIPU

Mungkinkah AKTA JUAL BELI ditingkatkan menjadi SERTIFIKAT HAK MILIK? Itu OMONG KOSONG ala Agen Properti NAKAL

Banyak berkeliaran agen properti sejahat iblis yang membuat klaim setinggi langit (sesumbar penuh bualan) bahwa dirinya sesuci malaikat, jujur, berintegritas, bertanggung-jawab, ber-Tuhan, dan takut dosa. Namanya juga iblis, pandai tipu-muslihat, dan penuh kedok atau topeng (persona), memoles kata-kata yang disampaikan sehingga membuat pencitraan bahwa diri mereka adalah orang bersih dan jujur. Tidak pernah ada penipu yang terang-benderang mengakui dirinya penipu yang sedang menipu ataupun berdusta, selalu membuat kesan artifisial sebaliknya.

Menyalahgunakan Perjanjian, merupakan PMH, Bukan Sekadar Wanprestasi Derajatnya

Implementasi / Melaksanakan Perjanjian secara Melanggar Undang-Undang, adalah PMH (Perbuatan Melawan Hukum)

Resiko Dibalik Perbuatan Melawan Hukum, Fatal Akibat Hukum dan Konsekuensi Hukumannya

Question: Bila salah satu pihak dalam suatu ikatan perjanjian yang sebelumnya disepakati oleh para pihak, justru jelas-jelas melanggar hukum dan membuat kerugian bagi salah satu pihak, dalam hal ini melanggar Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mewajibkan pihak yang perbuatannya melawan hukum sehingga menerbitkan kerugian, untuk mengganti-kerugian pihak yang telah dirugikan, maka mengapa tetap dipaksakan untuk mengajukan gugatan dengan kriteria “wanprestasi” alih-alih menggugat pihak bersangkutan sebagai telah melakukan “perbuatan melawan hukum”?

Kelemahan Dokumen Elektronik alias Tanpa Tandatangan maupun Cap Basah, Kekuatan Pembuktiannya Lemah di Mata Hakim Pengadilan

Janganlah Euforia terhadap Dokumen Elektronik, Dokumen Paperless Dianak-Tirikan Hakim di Pengadilan Perkara Perdata

Pemerintah Siap Era Digital Paperless, namun Hakim di Lembaga Peradilan Belum Siap untuk Disrupsi Era Transformasi Digital, sebuah Legal Gap

Question: Sekarang ini semua serta digital dan elektronik. KTP, Akta Kelahiran, hingga Kartu Keluarga ataupun dokumen kependudukan lainnya berupa dokumen elektronik, dimana petugas kependudukan dan catatan sipil setempat mengatakan kepada warga bahwa jika dokumen-dokumen tersebut rusak atau hilang maka bisa dicetak sendiri oleh kami selaku warga. Bukankah ini sebuah lompatan kemajuan yang patut kita apresiasi sekaligus wujud keberpihakan pemerintah terhadap rakyatnya? Sekarang ini hampir seluruh layanan pemerintahan baik di Kantor Pertanahan, Kelurahan, Dukcapil, bersifat dokumen digital atau elektronik lengkap dengan tanda-tangan elektronik pejabat yang berwenang menerbitkan dokumen-dokumen tersebut. Sebenarnya benar-benar aman atau tidak dikemudian hari?

Hukum yang Sehat Tidak Dibenarkan Menganak-Emaskan Pasal-Pasal Tertentu dan Menganak-Tirikan Pasal-Pasal Lainnya dari Undang-Undang yang Sama

Apakah Pasal 436 Rv Masih Berlaku?

Aturan Tidak Tertulis di Pengadilan : Jangan Fetakompli Domain serta Kewenangan Hakim untuk Menilai dan Memutus Perkara

Terperangkap oleh CHOICE OF LAW dan CHOICE OF FORUM dalam Surat Perjanjian

Question: Apakah Pasal 436 Ayat (2) Reglement op de Rechtsvordering (Rv), yang mengatur : “Kecuali ditentukan dalam Pasal 724 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dan lain-lain perundang-undangan, keputusan-keputusan yang diterbitkan oleh badan peradilan luar negeri tidak dapat dieksekusi di Indonesia. Perkara-perkara sedemikian dapat diajukan lagi (dalam bentuk gugatan baru) dan diputuskan di dalam badan peradilan di Indonesia.”, masih berlaku dan diakui dalam praktik peradilan di Indonesia?

Keep Moving On, That's the Best Way to Get Revenge. Tetap Melanjutkan Kehidupan, Itulah Cara Terbaik untuk Membalas Dendam

HERY SHIETRA, Keep Moving On, That's the Best Way to Get Revenge. Tetap Melanjutkan Kehidupan, Itulah Cara Terbaik untuk Membalas Dendam

When we are obsessed to revenge or obsession to fight back, against those who have been hurting and harming us,

While we do not yet have sufficient strength to carry out resistance or counterattack,

Then it can bring us down,

Mired in the abyss of despair that is so deep and steep,

Until hit by a great depression.

Sebangsa, Senegara, Seagama, Seprofesi, Bukanlah Jaminan

Bangsa yang Gemar Monolong dan Membantu, namun Soal Uang (justru) Sebaliknya

Bersatu, namun Tidak untuk Urusan Produk Konsumsi. Bergotong-Royong, namun Tidak untuk Urusan Uang. Toleransi, namun hanya untuk Urusan Dosa dan Maksiat, Tidak untuk Kaum yang Berbeda Keyakinan. Itulah, Wajah Real Masyarakat di Indonesia

Bangsa Indonesia memang dikenal sebagai masyarakat yang suka menolong. Namun sayangnya, untuk hal-hal yang memiliki kaitannya dengan uang justru sebaliknya, sehingga Anda harus belajar dari pengalaman buruk kita sendiri yang sudah-sudah maupun pengalaman buruk orang lain, bahwasannya kita harus sangat berhati-hati mengingat masyarakat Indonesia khusus untuk urusan yang terkait uang bisa sangat manipulatif, jahat, terselubung, mengecoh, penuh tipu-muslihat, egosenstris, serta suka berdusta, alias bertolak-belakang dengan citra masyarakat kita di Indonesia yang dikenal sebagai gemar menolong dan membantu. Negeri kita, tidak pernah kekurangan para penipu maupun para pendosa-agamais pemeluk ideologi “penghapusan dosa” (abolition of sins). Banyak terdapat ulasan dari para netizen, bahwa hidup dengan tidak menerapkan “negative thinking” di tengah-tengah masyarakat Indonesia, akan menjadi “mangsa empuk”.

Makna dan Contoh ETIKA SITUASIONAL

Relasi antara KORUPSI dan PEMERKOSAAN

Korupsi merupakan Pemerkosaan terhadap Ekonomi Kerakyatan

Apa yang menjadi faktor pembeda paling utama antara manusia dan robot? Kemampuan menimbang serta mencermati konteks suatu kondisi yang melingkupi suatu peristiwa, dimana itulah yang kita kenal sebagai “kebijaksanaan” (wise). Tanpa kemampuan dasar seorang manusia demikian, maka seseorang layak diberi gelar sebagai “manusia robot”, “hakim robot”, “polisi robot”, dan lain sebagainya. Terkadang, ketika situasi menuntut kita untuk memecah kebuntuan dan kebekuan, kita memang perlu “melawan arus” alias kecerdasan bersikap fleksibel dan tidak kaku. Prinsip hidup dan idealisme itu penting, namun perlu dibawakan secara cerdas dan bijaksana. Tahu kapan bersikap lunak, dan tahu kapan harus bersikap selayaknya diktator bilamana situasi menuntut untuk itu, merupakan salah satu “seni hidup”—karenanya sesuatu menjadi baik ataupun sebaliknya menjadi buruk, bilamana kita gagal memahami kondisi yang ada.

KODE ETIK Kejaksaan Republik Indonesia

Tebalnya KODE ETIK Profesi, Tidak Berbanding Lurus dengan Tingkat Kepatuhan Aparatur

Teladan merupakan Edukasi Standar Etik Tertinggi

Question: Tidak lama setelah Peraturan Kapolri tentang Kode Etik Polisi terbaru diterbitkan, yang tebalnya “minta ampun” isi Kode Etik bagi kalangan profesi Polisi tersebut, ternyata tidak efektif mencegah menyimpangan maupun untuk meluruskan penyimpangan perilaku para aparatur Kepolisian. Terbukti dengan kasus “Ferdy Sambo” selaku Kepala Divisi Propam POLRI (“polisinya polisi”) yang jahatnya demikian ekstrem, serta penyalah-gunaan kekuasaan oleh “Teddy Minahasa” yang notabene Kepala Polda justru menyalah-gunakan obat-obatan terlarang hasil penyitaan untuk diedarkan kembali ke masyarakat sehingga bertentangan dengan tugas dan kewajiban profesi maupun sumpah jabatannya.

Apakah Kapolri akan kembali menerbitkan Kode Etik POLRI yang lebih baru dan yang sifatnya lebih tebal lagi? Saya pribadi merasa ragu, semua aparatur Kepolisian akan atau telah membaca Kode Etik POLRI setebal itu. Bila tidak ada kasus “Brigadir J” yang tewas akibat pembunuhan berencana Kadiv Propam POLRI ini, maka sang psikopat “Sambo” ini akan terus menjabat sebagai kepala divisi penegak etik POLRI, yang artinya menjadi suri-tauladan bagi para aparatur Kepolisian, apa tidak gawat ini negeri?

Perbedaan antara Norma Hukum dan Etika, yang Satu Menekankan Teks dan Satunya Lagi Bertolak pada Kontekstual Peristiwa

Larangan & Kebolehan Vs. Kepatutan dan Ketidakpantasan

KONTEKS merupakan Domain Etika, sementara TEKS menjadi Domain Norma Hukum

Question: Apakah mungkin dan dimungkinkan, norma hukum mengandung etika dan juga sebaliknya, etika mengandung norma hukum?

5 Alasan mengapa Kriminalitas dan Korupsi Kekal Abadi

Bukan si Penjahat yang Paling Menakutkan, namun Sifat Jahat dan Kejahatan-Kejahatan Mereka yang Paling Menakutkan

Question: Mengapa masih ada saja, pejabat tinggi negara seperti koruptor maupun penjahat-penjahat lainnya (para kriminil) yang tertangkap oleh penegak hukum, sekalipun sudah sedemikian banyak diberitakan oleh jurnalis media mainstream, tentang tertangkap, diadili (disidangkan), serta dijebloskannya mereka ke tahanan maupun penjara sebagai hukumannya? Padahal, sudah sedemikian “gemuk” serta menggunung regulasi atau aturan hukum diterbitkan oleh negara kita, namun seolah tidak sanggup membendung aksi kejahatan. Bukankah Indonesia mengaku sebagai negara agamais, dimana setiap agama sudah mengajarkan adanya alam neraka bagi mereka yang berdosa?

PMH merupakan Wanprestasi dalam Derajat yang Paling Ekstrem / Vulgar

Preseden : Bermula dari Kontrak / Perjanjian, Bermuara pada PMH

Perjanjian yang Disikapi ataupun Dipungkiri dalam Derajat yang Ekstrem, Menjelma PMH, Bukan lagi Sekadar Wanprestasi

Question: Ada sebagian kalangan sarjana hukum semisal akademisi maupun praktisi hukum seperti hakim ataupun pengacara, berpandangan bahwa jika berhulu dari adanya suatu perikatan perdata seperti surat perjanjian, maka tidak bisa pihak yang satu menggugat pihak yang satu lainnya dengan dalil telah terjadi “PMH” (perbuatan melawan hukum), namun hanya dimungkinkan untuk menggugat dengan dalil telah terjadi “wanprestasi” alias “ingkar janji”. Apakah betul demikian, sekalipun bisa jadi dalam praktik perjalanannya dan seringkali terjadi seperti banyak pengalaman yang sudah-sudah, dengan dilandasi itikad tidak baik alias niat buruk, salah satu pihak dalam relasi perjanjian ini (secara) sengaja mengingkari atau bahkan menyimpang sama sekali?

Penipuan Lawyer Urbanisasi dari “URBAN Law Office—Advokat & Legal Consultant”, Modus KUDA TROYA

Pengacara Bernama Urbanisasi, Sarjana (Tukang Langgar) Hukum, Spesialis Langgar-Melanggar

Tidak Menghargai Profesi Kompetitor, bahkan Mencoba Memperdaya Kompetitor secara TIDAK ETIS, Sama artinya Cari Penyakit Sendiri, YOU ASKED FOR IT!

Salah Memilih Lawan atau Menarget Korban, Sama artinya Menenggelamkan Hidup dan Mengubur Karirnya Sendiri (Cari Mati Sendiri)

Disebut sebagai “kerjasama”, merujuk pada suatu situasi mutualisme dimana kedua belah pihak saling menumbuhkan menguntungkan satu sama lainnya (simbiosis mutualisme)—sebaliknya, ketika salah satu pihak tidak mendapatkan kompensasi apapun atau bahkan dirugikan, itu disebut sebagai “mengambil keuntungan dari orang lain”. Ada Sebuah peribahasa Belanda pernah menyebutkan: “Een goed verstaander heeft maar een half woord nodig.” Artinya, orang yang pandai memahami, (cukup) membutuhkan separuh perkataan. Jika masih belum jelas, tahu berbuat apa yang diharapkan dari dia.

But Whatever Has Happened, Don't Choose Despair. Namun Apapun yang Telah Terjadi, Jangan Pilih Putus Asa

HERY SHIETRA, But Whatever Has Happened, Don't Choose Despair. Namun Apapun yang Telah Terjadi, Jangan Pilih Putus Asa

It could be,

Once upon a time we experienced a number of losses,

When trying to make a living or in living life.

But whatever it is,

Always choose not to lose even more.

Cerminan serta Refleksi bagi Negeri Salah Urus dan Salah Didik

Investasi Asing Masuk dengan Derasnya, namun Warga Indonesia justru Mengadu Nasib ke Negeri Asing

Selama ini pemerintah mendengungkan penting serta urgensinya untuk menggelar “karpet merah” bagi investor asing dan selama ini pula meng-klaim tingginya pencapaian atau tercapai serta terlampauinya realisasi pertumbuhan masuknya modal investasi asing ke dalam teritori Indonesia. Namun, suka atau tidak suka kita menjadi merasa miris sekaligus satiris, ironi pada negeri dimana berbagai investor asing kian bercokol, namun anak-anak bangsa lokal-domenstik Indonesia justru sepanjang tahun ini pula menjadi korban “human trafficking” alias “perdagangan orang” dengan modus rekruitmen tenaga kerja ke negeri asing—dimana ternyata mereka dikelabui, dijebak serta terjebak, sebelum kemudian disekap untuk dieksploitasi menjadi pekerja bisnis ilegal seperti “perjud!an online” dan kegiatan penipuan secara daring lainnya yang menjadikan warga di Indonesia sebagai target korban-korbannya.

3 Jenis Model Rumusan Identitas Tergugat (Alm.), bila Lawan Meninggal Sebelum Sempat Digugat

Redaksional Surat Gugatan ketika Tergugat telah Almarhum (Meninggal Dunia)

Question: JIka lawan yang mau kami gugat, telah ternyata sudah meninggal beberapa saat sebelum kami hendak mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri, apakah masih memungkinkan untuk digugat itu si almarhum? Bukankah secara hukum (perdata), tanggung-jawab atau kewajiban juga ikut beralih kepada ahli waris seorang warga termasuk pihak-pihak yang hendak kami gugat namun telah terlanjur meninggal dunia tersebut? Setahu kami, warisan itu isinya berupa harta kekayaan juga termasuk kewajiban-kewajiban seperti hutang almarhum tanpa terkecuali.

Tenaga Kerja MANUSIA Vs. Tenaga Kerja ROBOTIK Asing

Mesin Robot Lebih Produktif, Tidak Menuntut Upah, Pesangon, Cuti, Lembur, Uang Makan, Uang Transport, Cukup Diberi Listrik dan Oli Pelumas

Idealisme Vs. Efisiensi Usaha, Pilih yang Mana? Mengikuti Perkembangan Zaman atau Menentang (Memungkiri) Zaman?

Tidak dapat dipungkiri—alias menjadi aneh bilamana masih juga dipungkiri—bahwa Undang-Undang maupun Perpu mengenai “Cipta Kerja” bersifat mendegradasi hak-hak perburuhan kaum pekerja ataupun buruh di Tanah Air. Namun, tanpa bermaksud mengecilkan peran dan kontribusi ataupun hak-hak konstitusional para kaum buruh / pekerja di Indonesia, tulisan singkat ini sekadar menjadi refleksi sekaligus medium komunikasi-persuasif agar kalangan buruh / pekerja mulai bangun dari mimpi euforia era kejayaan “tenaga kerja MANUSIA”, euforia mana sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan dunia teknologi terutama disrupsi “mesin” (machine) baik itu humanioid, tenaga robotik otomatisasi, proses otomatisasi, kecerdasan buatan (artificial intelligence), digitalisasi, mesin produksi, atau apapun itu nama maupun istilahnya, yang menjurus pada digantikannya peran-peran “tenaga kerja manusia” dengan “tenaga kerja ROBOTIK”.

Kendala Paling Utama saat Tergugat Meninggal Dunia Sesaat Sebelum Perkara Gugatan Diputus Pengadilan Negeri

Negara yang Tidak Kompeten, ketika Rakyat Dibiarkan Seorang Diri mencari Perlindungan dan Jalan Keluar, Tidak Solutif

Ketika Tugas dan Tanggung Jawab Negara justru Dibebankan kepada Rakyat Sipil yang Tidak Memiliki Kewenangan, Republik (Serba) Salah Kaprah

Rakyat Harus Belajar Keterampilan Bergerilya Ditengah Republik yang Tidak Pernah Eksis Pemerintahnya bagi Warga Sipil

Question: Ketika pihak tergugat atau salah satu pihak tergugat secara mendadak meninggal dunia tanpa diduga-duga ataupun diharapkan, maka penggugat diharuskan pengadilan untuk menyerahkan daftar rincian berisi nama-nama serta alamat ahli waris “almarhum tergugat” untuk dipanggil oleh jurusita pengadilan dalam rangka menggantikan posisi atau kedudukan hukum “almarhum tergugat” dalam gugat-menggugat ini. Tampaknya majelis hakim telah cukup akomodatif, karena tidak secara serta merta menyatakan gugatan sebagai “gugur” akibat meninggal dunianya pihak tergugat atau salah satu pihak tergugat.

Namun yang menjadi masalah bagi kami selaku warga sipil pencari keadilan ialah, bagaimana mungkin kami dapat mengetahui siapa saja nama dan berapa orang maupun alamat-alamat anak-anak atau ahli waris tergugat yang meninggal dunia ini? Jika membuat aturan yang mewajibkan seperti itu, mengapa tidak memberikan juga akses solusinya? Jelas pihak keluarga “almarhum tergugat” tidak akan terbuka dan transparan tentang informasi ini, apakah artinya ini yang disebut sebagai “justice denied”, dimana hukum acara perdata begitu formalistis namun warga sipil yang terbatas kewenangannya dibiarkan berjuang seorang diri, seolah-olah negara tidak pernah hadir untuk menawarkan solusi bagi kami selaku rakyat kecil. Mengapa di republik ini, akses terhadap keadilan dan hukum begitu sukar, terbendung oleh tembok tebal bernama birokrasi dan prosedural yang kaku?

Tes Level SQ Anda Disini : Pendosa yang Minta untuk Dihormati, Salah Alamat, HANYA PENDOSA YANG BUTUH PENGHAPUSAN DOSA

IQ Mungkin Bukan Segalanya, namun (yang Jelas) Segalanya Butuh IQ

IQ juga merupakan Pemberian dan Anugerah Terbesar Tuhan, mengapa Terjadi Diskredit seolah SQ Lebih Tinggi Derajatnya daripada IQ?

Jika SQ dan EQ Tidak Bertopang pada Pilar Penopang bernama IQ, maka Pada Apakah? Pada Otak Reptil yang Bersarang di Kepala Anda?

Setelah selama puluhan tahun mengamati masyarakat kita di Indonesia yang serba “agamais”—negeri kita tidak pernah kekurangan para “agamais” namun disaat bersamaan penjara selalu mengalami masalah klise, “overcapacity”—maka dapat penulis petakan pola tabiat atau watak para “agamais” yang membanjiri masyarakat kita, pola mana dapat para pembaca jumpai sendiri dalam kehidupan sehari-hari, antara lain: [DISCLAIMER : Silahkan bagi Anda bila hendak membantah atau mendebat, itu pun bila Anda sanggup, akibat terbiasa dan dibisakan meremehkan peran krusial IQ. Tuhan tidak pernah butuh seorang “penjilat”, dunia ini tidak pernah kekurangan “pendosa penjilat penuh dosa”]

Beda antara PMH dan Wanprestasi, Tidak Prinsipil

Ada Itikad Buruk, maka Terjadilah Perbuatan Melawan Hukum

Contoh Sengketa PMH sekaligus Wanprestasi

Question: JIka seseorang ingkar janji lalu juga melakukan “perbuatan melawan hukum”, apakah terhadap yang bersangkutan hanya dapat digugat dengan kriteria “wanprestasi” ataukah dapat dijadikan satu-kesatuan yang tidak terpisahkan antara terjadinya ingkar janji dan “perbuatan melawan hukum” tersebut sebagai satu rangkaian kejadian? Apakah dengan bermodalkan surat perjanjian, lantas artinya pihak bersangkutan bisa seenaknya melakukan berbagai “perbuatan melawan hukum” yang merugikan pihak lainnya, lalu hanya dapat dsebut sekadar sebagai “ingkar janji”? Bukankah itu terlampau menyederhanakan masalah?

Akal Buta Milik Orang Buta, Kacamata (Milik) Orang Buta

Akal Sehat Milik Orang Sehat Vs. Akal Sakit Milik Orang Sakit

Masyarakat yang sehat, adalah masyarakat yang berjiwa ksatria antar sesama warga / penduduk, dalam artian “berani berbuat, maka harus berani bertanggung-jawab”. Jangankan diharapkan bersikap ksatria, korban yang sekadar menjerit kesakitan pun masih pula dirudung sebagai “sudah gila” atau “tidak sopan”—seolah-olah perilaku sang pelaku yang telah menyakiti / merugikan / melukai sang korban adalah “sudah sopan”. Bahkan, maling pun berkeberatan disebut sebagai maling, jika perlu “maling teriak maling”. Bahkan pula, seakan tidak tabu, berbagai pemuka agama maupun tempat ibadah alih-alih mengumandangkan serta mengkampanyekan gaya hidup “higienis dosa”, justru mempromosikan “permohonan penghapusan / pengampunan / penebusan dosa”, namun disaat bersamaan berceramah perihal hidup suci, jujur, dan bersih.

If Only From The Beginning We Knew It... Jika Saja dari Sejak Awal Kita Mengetahuinya...

Hery Shietra, If Only From The Beginning We Knew It... Jika Saja dari Sejak Awal Kita Mengetahuinya...

What is self-delusion about?

A simple self-introspection is sufficient,

To dismantle the game behind the delusions that have hijacked our way of thinking and many people in our midst.

NEGARA Vs. SIPIL, Menggugat Perbuatan Melawan Hukum Pemerintah ke Pengadilan Tata Usaha Negara

Perbuatan Aktif maupun Pasif Pemerintah (Sengaja ataupun Abai), merupakan Objek Gugatan Warga ke PTUN

Question: Bukanlah lucu, militer digaji dan diberi anggaran oleh negara yang bersumber dari pajak yang dibayar oleh masyarakat sipil, dengan tugas utama untuk melindungi rakyat sipil, namun justru bersikap arogan terhadap rakyat sipil dengan melakukan segala bentuk intimidasi dengan maksud menyerobot tanah milik kami secara “main hakim sendiri” (eigenrichting). Preman-preman berseragam loreng yang diberi kewenangan menggunakan tank dan peralatan tempur demikian, apa bisa kami gugat selaku warga yang telah sangat dirugikan (hak-hak sipil maupun keperdataannya) oleh perbuatan militer kita yang sudah meresahkan warga? Semestinya militer kita merasa malu, hanya beraninya mengintimidasi rakyat sipil, namun akan ciut nyalinya menghadapi militer negara asing, seolah-olah mereka memang hanya dilatih untuk beraninya terhadap sipil yang tidak bersenjata dan berdiri seorang diri, masih pula mereka mengintimidasi dengan menurunkan sejumlah personil tentara alih-alih “satu lawan satu”.