AJB Ditingkatkan menjadi SHM, OMONG KOSONG

GIRIK Ditingkatkan menjadi SHM, Niscaya

AJB Ditingkatkan menjadi SHM, PENIPUAN Agen Properti PENIPU

Mungkinkah AKTA JUAL BELI ditingkatkan menjadi SERTIFIKAT HAK MILIK? Itu OMONG KOSONG ala Agen Properti NAKAL

Banyak berkeliaran agen properti sejahat iblis yang membuat klaim setinggi langit (sesumbar penuh bualan) bahwa dirinya sesuci malaikat, jujur, berintegritas, bertanggung-jawab, ber-Tuhan, dan takut dosa. Namanya juga iblis, pandai tipu-muslihat, dan penuh kedok atau topeng (persona), memoles kata-kata yang disampaikan sehingga membuat pencitraan bahwa diri mereka adalah orang bersih dan jujur. Tidak pernah ada penipu yang terang-benderang mengakui dirinya penipu yang sedang menipu ataupun berdusta, selalu membuat kesan artifisial sebaliknya.

Namun, sekalipun kenyataan dan fakta jelas-jelas menunjukkan bahwa mereka adalah penipu, mereka menolak dikatakan sebagai penipu, bersikukuh bahwa diri mereka adalah orang bersih yang tidak pernah menipu siapapun, sekalipun buktinya tepat berada di depan hidung mereka. Jika ada seseorang yang mengatakan bahwa orang Indonesia yang jahat hanya ada sedikit, dan ada lebih banyak orang baik di Indonesia, maka untuk urusan uang itu menjadi keliru sepenuhnya—yang selalu terjadi ialah sebaliknya. Untuk urusan uang, orang Indonesia sungguh-sungguh tidak takut dosa dan tidak malu berbuat dosa, bahkan mereka sanggup menipu dirinya sendiri dan menggadaikan jiwanya sendiri dengan masuk ke dalam lingkaran iblis.

Ketika kita memiliki kendaraan bermotor, paling tidak kita perlu mengetahui sedikit-banyak seluk-beluk perbaikan kendaraan kita sendiri agar tidak tertipu mekanik di bengkel. Sama halnya ketika kita mencari rumah untuk dibeli, kita harus tahu betul harga pasaran rumah dan tanah (lewat riset), agar tidak diperdaya, dimanipulasi, dikecoh, dijerumuskan, bahka hingga ditipu dan tertipu. Ada yang menyatakan, orang Indonesia mental dan moralnya bobrok sebobrok-bobroknya, dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, padahal negara kita tidak pernah kekurangan para “agamais” yang rajin beribadah, hafal ayat-ayat kitab agama, berbusana agamais, serta menyebut-nyebut nama Tuhan maupun istilah-istilah agamanya dalam keseharian. Pernyataan tersebut 100% akurat, menggambarkan realita masyarakat kita bukan hanya di Kota Metropolitan seperti Jakarta dan sekitarnya.

Ada pula yang menyebutkan, tipikal khas masyarakat kita di Indonesia ialah, “suka melawan”—yang bila boleh penulis tambahkan ialah, juga “kerap membantah” dan “gemar mendebat”, disamping “suka berbohong” dan “suka teriak maling teriak maling”. Mereka begitu “kekanak-kanakan”, berdelusi bahwa dengan sikap bersikukuh maupun mendebat maka artinya mereka tidak pernah melakukan kekeliruan, kebohongan, ataupun kesalahan maupun kejahatan apapun. Dari banyak pengalaman bersentuhan dengan beragam profesi maupun pelaku usaha, profesi swasta yang paling tidak dirambui oleh etika profesi ialah kalangan agen properti, baik agen properti berkantor pada merek jasa broker tertentu maupun agen properti independen (freelance). Betapa tidak, mereka tega mengecoh calon konsumen, yang berpotensi merugi dana senilai ratusan hingga miliaran rupiah bila terkecoh dan termakan oleh iming-iming maupun bualan tidak bertanggung-jawab para marketing produk properti tersebut, sebelum kemudian “hit and run”.

Yang paling banyak terjadi ialah mereka bersikap tidak menghargai calon pembeli, dengan bersikap seolah-olah calon pembeli tidak punya mata untuk menilai dan melihat sendiri, sekalipun faktanya begitu jelas bahwa objek real rumah di lapangan berbeda dengan kondisi rumah dalam foto-foto iklan yang dipasang oleh sang agen properti (foto polesan maupun foto-foto rumah dalam kondisi bertahun-tahun lalu), tetap saja mereka bersikukuh tidak mengecoh calon konsumen. Mereka, para agen “dungu”, tidak mau menyadari bahwa dengan tidak menghargai waktu calon konsumen yang datang dan pulang sia-sia, sama artinya mereka juga tidak menghargai waktunya sendiri. Tampaknya, target market (baca : target mangsa) mereka ialah orang-orang bodoh yang “tidak punya mata”.

Satu hal lain lainnya modus yang paling lazim dilakukan oleh agen properti (resmi berkantor maupun tanpa kantor alias agen lepas, tidak terkecuali marketing internal suatu developer bahkan pihak pemilik developer itu sendiri), ialah memasang citra “jujur” dengan memberi nasehat “jangan membeli kucing dalam karung”, namun apa yang ia jual justru sebenarnya “kucing dalam karung”. Ada penjual rumah yang tidak mau membangun objek rumahnya terlebih dahulu baru menjual (developer tidak bermodal), hanya menjual “indent” lalu menjelek-jelekkan properti yang sudah “ready” sebagai “kucing dalam karung” karena pembeli tidak tahu “cacat-cacat tersembunyi” dibalik polesan luarnya, hasil “disulap” tidak berbeda dengan rumah hasil renovasi yang rangka dan instalasi kelistrikannya tidak akan mampu bertahan untuk dihuni puluhan tahun meski dari fisik luarnya tampak seperti rumah baru, namun ada juga developer yang sudah “ready stok” dan menjelek-jelekkan penjual “indent”, akan tetapi tidak jujur perihal rumahnya telah kosong tidak laku selama bertahun-tahun namun mengaku baru dibangun beberapa bulan sebelumnya.

Dari pengalaman menghadapi banyak agen properti, marketing properti, maupun pihak developer, penulis mendapati bahwa unit rumah yang sudah jadi maupun yang belum jadi namun sudah diperjual-belikan, sama-sama “kucing dalam karung”. Modus kedua yang juga paling kerap terjadi ketika pihak agen pemasaran produk properti berupa “legalitas AJB” (alias bukti kepemilikan pihak penjual rumah bukan berupa SHM, SHGB, maupun girik, namun berupa Akta Jual Beli (AJB) yang bisa dibuat oleh kalangan notaris-PPAT manapun, lalu agar mengecoh dan menjebak calon konsumen agar mau membelinya, tipu-muslihatnya ialah lewat iming-iming “gimmick” yang sangat menyesatkan nan mematikan, yakni : “AJB bisa ditingkatkan menjadi SHM” atau “legalitas AJB, tapi nanti kami bantu ditingkatkan jadi SHM setelah jual-beli”, atau janji-janji “lidah tidak bertulang lainnya”—yang membuat delusi seolah AJB dapat disulap menjelma SHM. Meski demikian, ketika penulis memancing mereka dengan pertanyaan, “Bagaimana ceritanya, AJB bisa jadi SHM?”, tidak ada satupun diantara mereka yang menanggapinya, alias tidak lagi mengecoh sedemikian rupa terhadap masyarakat pencari produk propeti.

Salah satu agen properti terparah dan paling menyesatkan yang pernah penulis hadapi ketika mencari produk properti, ialah seorang agen properti independen yang mengaku bernama Arief, dengan nomor seluler 081293174735, pada tanggal 14 Juni 2023 mengklaim secara panjang-lebar bahwa dirinya merupakan developer paling anti “menjual kucing dalam karung” dan menjelek-jelekkan properti yang sudah terbangun sebelum dijual adalah “kucing dalam karung” (akan tetapi yang bersangkutan tidak memperkenalkan identitas aslinya seperti nama lengkapnya atau sejenisnya, alias sang “kucing” yang ada dalam karung itu sendiri, ketika menawarkan tanah dan rumah yang akan ia bangun secara “indent” kepada penulis), namun kemudian merekomendasikan penulis untuk membeli rumah dengan “legalitas AJB” sembari membuat “gimmick” yang melampaui “kucing dalam karung”, dengan transkrip pembicaraan sebagai berikut yang dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat luas agar tidak korban modus serupa:

Si Kucing dalam Karung:

Oh iya, ini suratnya belum SHM pak. Masih AJB.

Kalau nnti di naikan ke SHM bisa.

[Note : Perhatikan, tidak pernah sekalipun ia menyebut-nyebut “girik” sebagai surat rumahnya, namun “AJB” dan iming-iming “dinaikkan ke SHM bisa”. Belum apa-apa sudah (tega) menipu, bagaimana nantinya?]

Penulis:

Gimana ceritanya Pak AJB bisa dinaikin ke SHM?

AJB kok harganya segitu Pak?

Rumah di Jakarta aja yang legalitasnya hanya AJB dan gedung rumahnya baru harganya cuma di bawah 300 dan ukurannya pun cukup luas.

Terutama yang ini gimana ceritanya AJB bisa ditingkatkan jadi SHM?

Si Kucing dalam Karung:

Disini saya tdk mau berdebat apapun ya pak. Silahkan googling saja perihal asal surat sampai jadi shm atau tanya kenalan bapak yg notaris.

Kalau bapak dapat rmh yg AJB lebih luas dari yg saya tawarkan dan harga dibawah 300jt di jakarta, mungkin lebih baik bapak ambil yg dijakarta kalau memang ada. Jelas2 lebih strategis dijakarta. Monggo... silahkan...

Penulis:

Pak Arif, profesi saya ini konsultan hukum sehari-harinya bekerja di bidang hukum pertanahan. Nggak ada ceritanya AJB bisa ditingkatkan menjadi SHM.

Bapak telah mengecoh saya selaku calon pembeli. Rata-rata agen nakal di Jakarta yang jual rumah AJB juga ngomongnya persis seperti Pak Arif, iming-iming akan dibantu meningkatkan AJB menjadi SHM, itu mengecoh calon pembeli alias menjerumuskan.

Bapak tidak boleh lagi membuat iming-iming kosong kepada calon pembeli, kecuali Bapak memang sudah tidak takut pada dosa. Orang yang tidak ngerti hukum tanah pasti terkecoh oleh ucapan bapak. Bapak tidak kasihan kepada pembeli tersebut yang sudah kumpulin uang kerja puluhan tahun ternyata kena tipu rumahnya hanya AJB tidak akan pernah bisa ditingkatkan jadi SHM.

Kalo Pak Arif mau tahu siapa saya, Pak Arif bisa cek di Google nomor seluler saya ini. Kalo Pak Arif sehari-harinya bermain di bidang tanah, kemungkinan besar Bapak sudah pernah baca tulisan saya.

Si Kucing dalam Karung:

Maaf pak saya tdk pernah menipu konsumen, semua klien saya yg membeli rmh yg sya bangun maupun rmh yg sya tawarkan tdk pernah ada masalah. Dan sya juga paham hukum dunia pertanahan. Jd jgn membuat prasangka yg tdk2 pak.

[Note : Menghadapi penulis yang sudah memberi peringatan bahwa penulis berprofesi sebagai konsultan hukum pertanahan pun, sang penipu masih juga panjang-lebar menipu.]

Penulis:

Sekali lagi saya sampaikan, sehari-harinya klien saya banyak yang komplain masalah macam ini.

Si Kucing dalam Karung:

Siap pak. Sya org kecil pak, dan tdk punya kekuasaan apa2 . Tp sya tdk pernah menipu orang apalagi mengecoh konsumen.

[Note : Ia bersikap lawan bicaranya sudah “buta dan pikun”, sungguh cara berkomunikasi yang tidak menghormati lawan bicara.]

Penulis:

Pak Arif, saya ini berkecimpung di bidang hukum tanah sehari-harinya, nggak ada ceritanya AJB bisa ditingkatkan jadi SHM.

Si Kucing dalam Karung:

Telpon saya aja pak. Kita bicara..kalau via wa semua tdk jelas.

Penulis:

Bapak bicara justru sebaliknya, harapan semu itu jelas dosa.

Si Kucing dalam Karung:

Tlp saja pak, biar lebih jelas dan sya tdk mau berdebat.

Penulis:

Ini untuk terakhir kalinya bagi Pak Arif, jika tidak mau tertipu maka jangan menipu ataupun mengecoh orang lain, kasihan orang ngumpulin uang puluhan tahun kerja susah payah nabung seperak demi seperak semuanya ludes kena tipu oleh iming-iming AJB bisa ditingkatkan jadi SHM.

Harus hitam di atas putih agar segala sesuatunya ada bukti.

Bapak kalau saya kasih tahu selalu berdebat.

Si Kucing dalam Karung:

Knapa jadi bapak anggap saya menipu orang.

[Note : Inilah, topeng yang selalu dipasang oleh kalangan penipu manapun, polanya selalu serupa, “play innocent”.]

Penulis:

Singkatnya, bekerjalah dengan etis, buat kode etik untuk profesi kita sendiri agar kita tidak menjuruskan diri dengan menggali lubang kubur sendiri.

Si Kucing dalam Karung:

Sya berdebat sesuai kenyataan dan kebenaran pak.

Penulis:

Kalau gitu jawab sekarang gimana ceritanya AJB bisa ditingkatkan jadi SHM?

Kalau anda tidak bisa jawab anda akan saya beri stempel sebagai penipu.

Si Kucing dalam Karung:

Angakt tlp saya pak.

Penulis:

Berani bicara dan berani mengiming-iming maka harus berani bertanggung jawab.

Si Kucing dalam Karung:

Lho memang apa yg sdh sya perbuat dan tgjwb ke siapa. Sya mo denger juga....shm bisa jadi dari mana...asalnya

Knapa ga diangkat pak tlp saya.

Penulis:

Saya capek bicara dengan anda, anda tidak menghormati orang lain sehingga orang lain harus bicara berulang-ulang terhadap anda, sikap Anda tidak menghargai orang lain seperti ini.

Emang siapa diri Anda? Anda pikir siapa diri Anda (ingin berbicara via telepon dengan penulis)?

Si Kucing dalam Karung:

Bapak sya sangat hargai dri awal. Tp bapak berprasangka dan mencap orang dengan sembarangan. Saya menjelaskan sesuai yg ada. Makanya sya tdk mau berdebat.

[Note : Penipu menolak disebut sebagai penipu, salah satu pola khas penipu.]

Penulis:

Anda tidak usah berkelit deh, anda selalu saja mengalihkan isu.

Si Kucing dalam Karung:

Lho tadi kata bapak mau bahas perihal shm.

Penulis:

Anda itu pura-pura dungu atau memang dungu? pertanyaan saya simple, bagaimana ceritanya bisa ditingkatkan menjadi SHM?

Si Kucing dalam Karung:

Sya tanya sama bapak... sebelum ada shm, yg ada surat apa dulu asalnya?

Penulis:

Anda itu dungu ya rupanya ya, sekarang saya tanya anda kalau itu rumah memang bisa ditingkatkan jadi SHM kenapa tidak ditingkatkan dari awal?

Kalau bikin AJB itu gampang saya juga bisa buat.

Si Kucing dalam Karung:

Perihal biaya pak, itu rumah kampung. Memang jualnya surat dari Ajb dasarnya.

Penulis:

Anda mau nggak beli rumah AJB, Saya kasih murah.

Si Kucing dalam Karung:

Ajb nomor terdaftar pak. Siapa juga bisa buat asal nomor terdaftar apa tdk. Skrg sdh ketat.

Penulis:

Anda pandai berkelitnya rupanya ya.

Si Kucing dalam Karung:

Sering pak saya beli dari AJB ditingkatkan ke SHM.

Penulis:

Sekarang saya tanya Anda, saya beli itu AJB terus saya ke BPN, itu AJB yang saya beli laku nggak di sana di BPN?

Si Kucing dalam Karung:

Yg beli dari AJB banyak dan skrg sdh jadi shm semua. Apalagi semnjak ada PTSL hampir semua skrg naik PTSL sdh jadi shm.

Ajb disini dasarnya girik adat, memang dasarnya bukan shm.

Penulis:

Mana buktinya?

Sekarang saya tanya Anda, saya beli itu AJB terus saya ke BPN, itu AJB yang saya beli laku nggak di sana di BPN?

Si Kucing dalam Karung:

Kalau dari shm di ajb kan memang wajib di balik nama dulu, baru bisa transaksi lagi. Kalau belum balik nama tdk bisa transaksi. Beda hal dengan surat AJB yg dasarnya girik. Ketika naik ke shm warkah juga hrs lengkap, nnti bisa naik ke shm.

[Note : Seperti itulah ketika penipu berkelit sedemikian rupa, menutup kebohongan satu dengan kebohongan lain, ditanya apa jawbannya lain lagi, modus “tidak nyambung”. ia menjual rumah dengan legalitas “AJB semata”, bukan “girik”.

AJB dan girik adalah dua hal yang saling berbeda, tidak “apple to apple”. AJB adalah akta jual-beli yang belum dicatat kepada Kepala Desa / Lurah untuk balik-nama girik, namun AJB itu sendiri bukanlah “alas hak”, sementara itu girik barulah “alas hak”.

Jadi, “alas hak” hanya mengenal jika tidak SHM / SGHB, ialah girik. Namun tanpa SHM juga tanpa girik, maka rumah yang dijual tersebut olehnya ialah sebatas AJB semata, alias tanpa “alas hak”.

Jika rumah yang dijualnya adalah girik, maka dari sejak awal akan disebut olehnya sebagai girik, bukan AJB. Buat apa orang jual rumah tapi sebut legalitas rumahnya ialah AJB bila punya SHM ataupun girik?

Agen penipu tesebut menyebut “ada AJB (maka) pasti ada girik”, dan ketika menawarkan kepada penulis menyebutkan bahwa legalitas rumahnya ialah AJB, bukan girik, namun kemudian menyatakan ada tidaknya girik atas rumah tersebut harus cek dulu ke kelurahan, bukankah semua ini putar-balik ala “silat lidah”, karena disisi lain yang bersangkutan mengakui bahwa “ada AJB belum tentu ada girik”?]

Penulis:

Anda beli AJB tanah di neraka ya? AJB hanya terdaftar pada notaris yang bersangkutan, tidak terdaftar di kelurahan, tidak terdaftar di kantor desa, dan juga tidak terdaftar di kementerian BPN.

Si Kucing dalam Karung:

Ke BPN ya buat urus surat jadi shm. Kalau data lengkap ya tentu bisa di urus. Dilihat surat dasrnya tentunya. Warkah nya lengkap.

Penulis:

Anda sudah ngalihin isu, apa hubungannya AJB dengan girik, itu dua hal yang berbeda.

Si Kucing dalam Karung:

AJB juga dibuat oleh PPAT camat bukan hanya notaris. Kalau jakarta memang wajib dinotaris. Beda hal diluar Jakarta.

Penulis:

Kalau gitu saya jual ke kamu deh AJB yang dibuat oleh notaris, banting harga deh ke kamu, mau beli tidak?

Si Kucing dalam Karung:

Lho tadi bapak tanya kan bagaimana AJB jadi SHM. saya jelaskan ini AJB dari girik bukan AJB dari shm.

Penulis:

Kalau gitu saya tanya kamu sekarang, itu rumah yang kamu tawarkan ada giriknya atau tidak?

Terus aja kamu berkelit, makin kelihatan belangnya kamu.

Si Kucing dalam Karung:

Hrs cek dulu semua ke kelurahan.. benar tdk letter c nya ada, ke kecamatan juga benar tdk ada copyan ajb nya. Kalau ajb notaris perlu saya cek letter C nya lah dikelurahan.

[Agen penipu ini secara tidak langsung mengakui kebusukan dan tipu-muslihatnya sendiri, bahwa “ada AJB (maka) belum tentu ada girik”, dan ketika ditanya rumah yang ia tawarkan tersebut ada girik atau tidaknya, tidak berani menjawab, berarti APANYA YANG MAU DITINGKATKAN KE SHM? AJB tanah neraka miliknya yang hendak ditingkatkan ke SHM?]

Penulis:

Harus cek dulu ke kelurahan, berarti kamu jualan AJB tanah neraka ya?

Si Kucing dalam Karung:

Tentunya nnti ada surat tdk sengketa dari kelurahan. Dilampiri girik yg sdh dilegalisir dan beberapa lampiran lainnya.

Sya blm pernah ke neraka pak.

[Note : Begitu jahatnya agen penipu ini hendak menipu orang lain (calon konsumen) yang dipandang sebagai calon mangsa dalam pandangan yang bersangkutan, predator berbulu malaikat. JIka GIRIK ditingkatkan menjadi SHM, itu mungkin, meski tidak ada jaminan. Namun tidak ada ceritanya “AJB ditingkatkan menjadi SHM”. Hanya seorang penipu yang mengatakan “AJB bisa ditingkatkan menjadi SHM”, ciri atau pertanda paling mudah untuk mengidentifikasi agen penipu.

Penulis tidak pernah bertanya “bagaimana ceritanya GIRIK bisa menjadi SHM”, dan memang bukan itu iming-iming sang agen penipu, namun “bagaimana ceritanya AJB bisa tingkatkan menjadi SHM?” ]

Penulis:

Tadi bilangnya AJB oleh camat sekarang bilangnya kelurahan.

Otak kamu yang di neraka, terutama jiwa kamu jiwa neraka.

Si Kucing dalam Karung:

Lho semua ada stepnya pak. Mana ada lurah yg membuat AJB. Itu namanya ga bener.

[Note : Inilah ciri paling khas kalangan penipu tulen, pura-pura suci dan pura-pura bodoh.]

Penulis:

Sekedar informasi, semua transkrip ini akan saya publikasikan.

Si Kucing dalam Karung:

Alhamdulillah pak masih sehat.

Penulis:

Biar masyarakat yang akan menilai, anda itu penipu atau iblis dari neraka.

Si Kucing dalam Karung:

Mohon maaf pak saya tdk cari masalah. Tp tdk takut juga kalau dibuat jadi masalah. Krn sya tdk merasa salah.

[Note : Semua penipu adalah iblis, dan tidak ada iblis yang mengakui bahwa dirinya adalah iblis terlebih merasa dirinya bersalah.]

Maaf pak, pembicaraan adh tdk sehat. Sebaiknya kita sudahi. Terima kasih.

Maaf pak, pembicaraan sdh tdk sehat. Sebaiknya kita sudahi. Terima kasih.

Penulis:

Saya nggak peduli apa kata Anda, biar jutaan pembaca website saya yang akan menjadi hakim, anda itu penipu atau bukan, Anda layak dikutuk masuk neraka atau tidak.

Sekarang saya tanya Anda, saya beli itu AJB terus saya ke BPN, itu AJB yang saya beli laku nggak di sana di BPN?

Si Kucing dalam Karung:

Ya itu hak bapak, tapi konsekuensi juga ada. Alloh Maha Tahu pak. Dan itu pencemaran nama baik juga.

[Note : Ketika menipu pun, nama Tuhan masih juga dibawa-bawa, sungguh malang si Tuhan, umatnya yang justru menjadikan Tuhannya sebagai tameng kejahatan sang penipu. Ibarat, umat yang memasukkan Tuhan-nya ke dalam kantung saku. Sang penipu itu sendiri yang mencoreng namanya sendiri, mana ada penipu yang menjadi harum namanya setelah menipu.]

Penulis:

Anda pandai berkelitnya rupanya ya.

Si Kucing dalam Karung:

Sering pak saya beli dari AJB ditingkatkan ke SHM.

Penulis:

Sekarang saya tanya Anda, saya beli itu AJB terus saya ke BPN, itu AJB yang saya beli laku nggak di sana di BPN

Mana buktinya?

Sekarang saya tanya Anda, saya beli itu AJB terus saya ke BPN, itu AJB yang saya beli laku nggak di sana di BPN?

Biar korban-korban kamu yang akan mengutuk kamu.

Biar jutaan pembaca yang akan menjadi juri dan hakim.

Biar jutaan pembaca yang akan mendoakan atau sebaliknya mengutuk kamu ke dalam neraka, wahai penipu.

Sudah saya bilang saya nggak peduli apa kata Anda, ini negara hukum sudah ada prosedur di BPN.

Ngak laku itu kata-kata kamu AJB bisa ditingkatkan jadi SHM, cuma laku di neraka tempat yang akan kelak menjadi rumah kamu.

Si Kucing dalam Karung:

Silahkan pak kalau bapak masih mau berkata2 yg tidak dilakukan seseorang...saya tdk perlu juga mendebat.

Penulis:

Sekarang saya tanya Anda, saya beli itu AJB terus saya ke BPN, itu AJB yang saya beli laku nggak di sana di BPN?

Kamu itu agen properti dari neraka, ngapain kamu nawarin tanah neraka ke manusia di bumi?

Nyebut-nyebut nama Tuhan tapi kelakuan yang menipu orang tanpa takut dan tanpa malu. Seperti itu yang diajarkan oleh agamamu?

Si Kucing dalam Karung:

Buat apa sya jawab. Dari tadi sdh tdk sehat pembicaraan. Kalau mau bahas lebih jelas via tlp pak.

[Note : Semerepotkan inilah, berbicara dengan penipu, yang bahkan tega teriak “penipu teriak penipu”, seolah berdusta sudah menjadi menu sehari-harinya, bahkan masih berani mencoba menelepon penulis, alias menjiwai profesinya sebagai “agen iblis dari neraka” secara profesional, alias tidak tanggung-tanggung menjadi penipu, iblis “full time” bukan iblis paruh waktu.]

Penulis:

Sayang ya kamu nggak diajarin hukum karma sih oleh agamamu itu.

Padahal saya yakin korban-korban kamu juga banyak yang seagama dengan kamu.

Si Kucing dalam Karung:

Sdh ya pak. Pembicaraan sdh cukup. Ga usah kemana2.

Penulis:

Mau lari ya kamu?

Si Kucing dalam Karung:

Kalau masih mau lanjutkan kemana2 bicaranya, hanya buang2 waktu saya. Terima kasih.

Penulis:

Kamu belum jawab pertanyaan saya, saya beli AJB yang kamu jual, laku nggak itu ajb yang kamu jual ketika saya bawa ke BPN?

[Note : Tips dari penulis ketika kita menghadapi kalangan penipu, jangan harapkan bahwa sang penipu akan mau berbicara dengan akal sehat dengan Anda, terlebih diajak untuk berbicara dengan akal sehat. Alih-alih berharap sang penipu berbicara dengan akal sehat, gunakan teknik “KASET RUSAK”, yakni ajukan pertanyaan yang sama secara berulang-ulang, agar dosa sang penipu pun berduplikasi berkali-kali lipat karena berdusta berulang-ulang.

Tips kedua, ketika sang penipu menggunakan gaya bicara yang seolah “tidak nyambung”, maka tiru gaya bahasa dan gaya berpikirnya dan terapkan kepada diri yang bersangkutan, sehingga seolah diri yang bersangkutan berhadapan dengan sosok yang menjadi cerminan dirinya sendiri. ini disebut dengan teknik “CERMIN MIMIKRI”, yang juga kerap penulis terapkan ketika menghadapi penipu. Singkatnya, menghadapi orang yang “ngeyel”, maka kita juga harus sama “ngeyel”-nya dengan yang bersangkutan, agar tidak bertepuk sebelah tangan, “ngeyel” Vs. “ngeyel”.]

Laku nggak itu AJB yang kamu jual ketika saya bawa itu AJB ke BPN?

Jawab, anda punya tanggung jawab,

Hai pendosa, kamu mau membodohi dan menjerumuskan siapa lagi?

Orang sebangsa dan seagama kamu aja Kamu jadiin korban kamu dengan kamu tipu seperti itu.

Mendingan kamu balik deh ke neraka. AjB bisa ditingkatkan jadi SHM itu cuma laku di neraka, nggak ada itu hukumnya di negara Indonesia.

Ngakunya developer besar sudah bangun dan jual ratusan properti.

Soal gini aja nggak ngerti.

[Note : Ngerti, tapi pura-pura bodoh, khas penipu. Yang bersangkutan tidak menghormati lawan bicara karena bersikap seolah-olah lawan bicaranya adalah bodoh serta tidak punya pikiran untuk berpikir dan menilai sendiri.]

Si Kucing dalam Karung:

“...” Tidak ada bantahan.

Penulis:

Menyesatkan konsumennya sendiri, padahal seagama dan sebangsa.

Sudah berapa banyak korban kamu yang kamu tipu seperti itu?

Mau berapa banyak lagi korban kamu bergaya dan tipu dengan bilang AJB laku di BPN, bisa ditingkatkan jadi SHM di BPN?

Padahal sehari-harinya saya berkecimpung di bidang hukum tanah tapi kamu yang sok tahu, itu namanya minta dikasih pelajaran.

Di Jakarta ada nih rumah baru luas bangunan 50 tapi AJB, saya jual ke kamu 200 juta, kamu harus mau beli, Karena murah meriah di Jakarta.

Nah nanti setelah kamu beli dari saya, kamu tingkatin deh jadi SHM, kamu harus buktiin ucapanmu sendiri.

Kamu nggak suka kan dibilang penipu, kalau gitu ayo beli nih saya jual ke kamu murah, terus kamu ke BPN dah sana minta SHM.

Harus mau loh kamu, ayo kapan mau ketemu saya di Jakarta?

Bangunannya baru dan bagus kok luasnya juga besar.

Kapan mau ketemu untuk kamu beli?

Si Kucing dalam Karung:

“...” Sang penipu bungkam, rupanya sang penipu maunya hanya menipu, tidak mau ditipu dan tertipu. Bukankah itu lucu, suka menipu namun mengharap tidak ditipu dan tidak tertipu? Itu namanya egoistik, mau menang sendiri.

Penulis:

Kamu harus bertanggung jawab atas kata katamu, jangan tunggu sampai kamu saya kutuk nanti kamu benar-benar nyesel pada akhirnya menerima kutukan orang.

Saya kasih tahu kamu satu hal, mungkin agamamu nggak ngajarin, kutukan dari satu orang sudah cukup terlampau banyak.

Kamu boleh browsing nomor seluler saya ini, nanti kamu tahu siapa saya dan kemungkinan besar kamu tahu siapa saya dari lama.

Saya kerja cari nafkah paling pantang menipu satu perak pun, saya menjual jasa harus saling sama-sama menguntungkan dan saling ikhlas satu sama lain, tidak boleh ada kata-kata manipulasi ataupun memperdaya. Karena saya takut hukum karma.

Kalau kita nggak mau ditipu, jangan menipu.

Kalau kita mau dihargai, maka hargai orang lain. Itu esensi agama saya, agama Buddha.

Ibadah Buddhisme bukan menyembah juga bukan meminta rezeki juga bukan mengharap penghapusan dosa, tetapi menanam benih-benih perbuatan baik dan menghindari perbuatan buruk sekecil apapun itu.Tapi tidak semua orang sanggup menjalani ibadah Buddhisme, kalian terlampau pemalas untuk menanam karma baik dan terlampau pengecut untuk bertanggung jawab.

Pertanyaan terakhir dari saya untuk kamu, saya harap kamu jawab, kok kamu tega ya nipu orang sebangsa kamu, seagama dengan kamu bahkan juga terhadap mereka yang satu etnis dengan kamu? Lalu bagaimana sikap kamu terhadap orang-orang yang tidak senegara dengan kamu, tidak seagama dengan kamu, dan juga tidak se-etnis dengan kamu?

Jawab baik-baik, karena semua ini saya publikasikan untuk dibaca masyarakat luas.

Si Kucing dalam Karung:

“...” Tidak ada tanggapan dari agen penipu dari neraka ini, mungkin sudah kembali ke kampung halamannya di alam neraka, tempat yang sepantasnya bagi kalangan “pendosa penjilat penuh dosa” maupun para kalangan penipu-penipu lainnya.

Penulis tidak pernah bertanya perihal GIRIK, namun sang penipu mencoba berkelit dengan metode khas penipu, yakni “mengalihkan isu”, dari “AJB bisa ditingkatkan menjadi SHM” dialihkan menjadi “GIRIK bisa ditingkatkan menjadi SHM”—keduanya tidak dapat disamakan, GIRIK adalah “alas hak”, sementara itu AJB bukanlah alas hak. GIRIK tanpa AJB pun bisa ditingkatkan oleh warga pemilik rumah menjadi SHM ke BPN, lantas apa hubungannya Girik dengan AJB?

Rumah dengan “legalitas AJB” yang dijual oleh sang penipu berupa rumah baru, mampu dan sanggup dirikan rumah baru yang memakan biaya tidak murah hingga ratusan juta rupiah, lalu menjadikan klaim “tidak punya biaya untuk urus ke BPN” sebagai dalil tidak “meningkatkan AJB rumah tersebut menjadi SHM” menjadi tampak konyol, terlebih sang penipu menawarkan rumah “legalitas AJB” tersebut dengan ukuran tanah 50m2 dan bangunan sekitar 30-an m2, seharga 450 juta rupiah di daerah Ciledug, Tangerang Selatan, lalu mengklaim “penjual tidak punya biaya untuk urus ke BPN untuk dijadikan SHM”, jelas hanya dalil berkelit, alibi dibuat-buat, alias tidak takut berbuat dosa dengan membuat bualan dan menutup bualan yang satu dengan serangkaian bualan lainnya.

Itulah ciri khas penipu, tidak malu dan tidak takut berdusta dan membual (ataupun dosa-dosa lainnya), lebih sibuk menutupi satu kebohongan dengan membuat rangkaian bualan baru lainnya dengan begitu meyakinkan, tanpa rasa bersalah sedikit pun merugikan orang lain, sangat menyerupai seorang psikopat yang tidak merasa bersalah sehabis menyakiti korban-korbannya. Mari kita mengutuk sang penipu secara berjemaah, agar yang bersangkutan tidak lagi dapat memangsa korban yang tampaknya sudah banyak berjatuhan akibat modus penipuan sang agen penipu. Penulis berharap, dengan ulasan ini, tiada lagi masyarakat yang terkecoh oleh iming-iming dusta “agen properti dari neraka” yang membuat bualan setinggi langit namun mustahil terjadi : “AJB bisa ditingkatkan / dinaikkan menjadi SHM”.

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.