Klausula Baku Lembaga Keuangan, Ilegal bila Timpang Berlebihan dan Berat Sebelah

LEGAL OPINION
Question: Sering sekali dijumpai klausul baku dalam dokumen yang harus ditandatangani nasabah suatu lembaga keuangan, seperti tercantum “syarat dan ketentuan dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan”. Jadi bank dan lembaga keuangan non bank bisa seenaknya membuat aturan main secara sepihak dan konsumen harus tunduk begitu saja tanpa daya tawar. Atau, semisal ada berbagai pernyataan sepihak dan yang aneh lainnya, yang pada pokoknya pihak lembaga keuangan mau menang sendiri. Nah, sebetulnya ada tidak sih, aturan main dari otoritas pemerintah atas praktik demikian?
Brief Answer: Perjanjian baku tidaklah terlarang, hanya saja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebenarnya telah membuat pedoman / rambu-rambu pembentukan perjanjian antara konsumen dengan lembaga penyedia jasa keuangan baik perbankan maupun non perbankan.
Setiap klausul yang bertentangan dengan regulasi otoritas pemerintah, dapat dianulir hakim ketika nasabah mengajukan gugatan ke hadapan pengadilan, karena klausula baku yang “berat sebelah” akan diartikan sebagai “causa yang tidak sahih” karena sudah dilarang secara tegas oleh otoritas negara (partial annullment), sebagai suatu konsekuensi hukum dari indikasi adanya unsur “penyalahgunaan posisi dominan” ataupun “penyalahgunaan keadaan” oleh pelaku usaha jasa keuangan.
Disamping mengatur mengenai pembatasan klausula baku, regulasi yang diterbitkan OJK juga telah mensyaratkan pelaku usaha jasa keuangan untuk memastikan konsumennya memahami perikatan dalam perjanjian sebelum mengikat diri dalam perjanjian—sebagai tanggapan terhadap maraknya kasus nasabah yang tidak mendapat kesempatan memahami ataupun membaca kontrak yang akan ditandatangani dan mengikatnya.
PEMBAHASAN:
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR: 1/POJK.07/2013
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN
Pasal 22
(1) Dalam hal Pelaku Usaha Jasa Keuangan menggunakan perjanjian baku, perjanjian baku tersebut wajib disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Perjanjian baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk digital atau elektronik untuk ditawarkan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan melalui media elektronik.
(3) Perjanjian baku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang digunakan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab atau kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan kepada Konsumen;
b. menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak menolak pengembalian uang yang telah dibayar oleh Konsumen atas produk dan/atau layanan yang dibeli;
c. menyatakan pemberian kuasa dari Konsumen kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk melakukan segala tindakan sepihak atas barang yang diagunkan oleh Konsumen, kecuali tindakan sepihak tersebut dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan;
d. mengatur tentang kewajiban pembuktian oleh Konsumen, jika Pelaku Usaha Jasa Keuangan menyatakan bahwa hilangnya kegunaan produk dan/atau layanan yang dibeli oleh Konsumen, bukan merupakan tanggung jawab Pelaku Usaha Jasa Keuangan;
e. memberi hak kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk mengurangi kegunaan produk dan/atau layanan atau mengurangi harta kekayaan Konsumen yang menjadi obyek perjanjian produk dan layanan;
f. menyatakan bahwa Konsumen tunduk pada peraturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat secara sepihak oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan dalam masa Konsumen memanfaatkan produk dan/atau layanan yang dibelinya; dan/atau
g. menyatakan bahwa Konsumen memberi kuasa kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan atas produk dan/atau layanan yang dibeli oleh Konsumen secara angsuran.

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 13/SEOJK.07/2014
TENTANG
PERJANJIAN BAKU
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Perjanjian Baku adalah perjanjian tertulis yang ditetapkan secara sepihak oleh PUJK dan memuat klausula baku tentang isi, bentuk, maupun cara pembuatan, dan digunakan untuk menawarkan produk dan/atau layanan kepada Konsumen secara massal.
2. Pelaku Usaha Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat PUJK, adalah Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, Bank Kustodian, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Gadai, dan Perusahaan Penjaminan.
3. Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di PUJK antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
II. KLAUSULA DALAM PERJANJIAN BAKU
1. PUJK wajib memenuhi keseimbangan, keadilan, dan kewajaran dalam pembuatan perjanjian dengan Konsumen.
2. Dalam hal PUJK merancang, merumuskan, menetapkan, dan menawarkan Perjanjian Baku, PUJK wajib mendasarkan pada ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada angka 1.
3. Klausula dalam Perjanjian Baku yang dilarang adalah yang memuat:
a. Klausula eksonerasi/eksemsi yaitu yang isinya menambah hak dan/atau mengurangi kewajiban PUJK, atau mengurangi hak dan/atau menambah kewajiban Konsumen.
b. Penyalahgunaan keadaan yaitu suatu kondisi dalam Perjanjian Baku yang memiliki indikasi penyalahgunaan keadaan. Contoh terhadap kondisi ini misalkan memanfaatkan kondisi Konsumen yang mendesak karena kondisi tertentu atau dalam keadaan darurat dan secara sengaja atau tidak sengaja PUJK tidak menjelaskan manfaat, biaya dan risiko dari produk dan/atau layanan yang ditawarkan.
4. Perjanjian Baku yang dilarang adalah perjanjian yang memuat hal-hal sebagai berikut:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab atau kewajiban PUJK kepada Konsumen;
b. menyatakan bahwa PUJK berhak menolak pengembalian uang yang telah dibayar oleh Konsumen atas produk dan/atau layanan yang dibeli;
c. menyatakan pemberian kuasa dari Konsumen kepada PUJK, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk melakukan segala tindakan sepihak atas barang yang diagunkan oleh Konsumen, kecuali tindakan sepihak tersebut dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan;
d. mewajibkan Konsumen untuk membuktikan dalil PUJK yang menyatakan bahwa hilangnya kegunaan produk dan/atau layanan yang dibeli oleh Konsumen bukan merupakan tanggung jawab PUJK;
e. memberi hak kepada PUJK untuk mengurangi kegunaan produk dan/atau layanan atau mengurangi harta kekayaan Konsumen yang menjadi obyek perjanjian produk dan layanan;
f. menyatakan bahwa Konsumen tunduk pada peraturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat secara sepihak oleh PUJK dalam masa Konsumen memanfaatkan produk dan/atau layanan yang dibelinya; dan/atau
g. menyatakan bahwa Konsumen memberi kuasa kepada PUJK untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan atas produk dan/atau layanan yang dibeli oleh Konsumen secara angsuran.
III. FORMAT PERJANJIAN BAKU
1. Perjanjian Baku yang memuat hak dan kewajiban Konsumen dan persyaratan yang mengikat Konsumen secara hukum, wajib menggunakan huruf, tulisan, simbol, diagram, tanda, istilah, frasa yang dapat dibaca, dan/atau kalimat yang sederhana dalam Bahasa Indonesia yang mudah dimengerti oleh Konsumen.
2. Apabila Konsumen menemukan ketidakjelasan, PUJK wajib memberikan penjelasan atas istilah, frasa, kalimat dan/atau simbol, diagram dan tanda yang belum dipahami oleh Konsumen, baik secara tertulis di dalam Perjanjian Baku, maupun secara lisan sebelum Perjanjian Baku ditandatangani.
3. Dalam hal Perjanjian Baku menggunakan istilah, frasa, dan/atau kalimat dari bahasa lain selain Bahasa Indonesia, maka istilah, frasa, dan/atau kalimat dari bahasa lain tersebut harus disandingkan dengan istilah, frasa, dan/atau kalimat dalam Bahasa Indonesia.
4. Dalam Perjanjian Baku wajib memuat pernyataan sebagai berikut: “PERJANJIAN INI TELAH DISESUAIKAN DENGAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERMASUK KETENTUAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN”.
5. Selain berbentuk cetak, Perjanjian Baku dapat berbentuk digital atau elektronik atau disebut e-contract untuk ditawarkan oleh PUJK melalui media elektronik.
6. Dalam hal Perjanjian Baku berbentuk cetak, maka berlaku hal-hal sebagai berikut:
a. PUJK wajib memastikan terdapat persetujuan tertulis Konsumen dengan cara antara lain membubuhkan tanda tangan dalam Perjanjian Baku atau dokumen lain yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Perjanjian Baku yang menyatakan persetujuan Konsumen.
b. PUJK dapat menggandakannya sehingga transaksi dapat memenuhi tujuan, yaitu cepat, efektif, efisien, berulang, dan memberikan kepastian hukum.
c. PUJK memberikan waktu yang cukup bagi Konsumen untuk membaca dan memahami Perjanjian Baku sebelum menandatanganinya atau sebelum efektif berlakunya Perjanjian Baku.
d. PUJK wajib mematuhi ketentuan dalam peraturan perundang undangan yang berlaku, antara lain undang-undang yang mengatur mengenai informasi dan transaksi elektronik.
IV. KETENTUAN LAIN – LAIN
1. Dalam hal pada saat berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, PUJK melakukan penyesuaian terhadap klausula dalam Perjanjian Baku sebagaimana diatur dalam Pasal 54 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, maka PUJK harus memberitahukan kepada Konsumen.
2. Dalam hal pada saat berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, PUJK belum selesai melaksanakan pemenuhan penyesuaian ketentuan dalam Pasal 54 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, maka PUJK membuat action plan yang disetujui oleh Bidang Pengawasan masing-masing PUJK terkait.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.