Salah Satu Mempelai KABUR Saat Menjelang Resepsi Pernikahan, Dihukum Bayar Ganti-Rugi oleh Mahkamah Agung

Melarikan Diri (Kabur) dari Rumah Menjelang / Mendekati Hari Pernikahan, merupakan Pembatalan Perkawinan Secara Sepihak

PHP (Pemberi Harapan Palsu) merupakan PMH (Perbuatan Melawan Hukum)

Berbagai drama fiktif terutama dengan genre romansa, kerap mengambil tema yang cenderung sensasional untuk menarik minat penonton, semisal dikisahkan bahwa salah satu mempelainya, entah mempelai calon suami ataukah mempelai calon istri, kabur alias melarikan diri saat sang mempelai calon pasangan hidupnya akan melangsungkan atau bahkan saat sedang memasuki detik-detik resepsi pernikahan. Siapa yang akan menyangka, dalam kejadian nyata peristiwa dramatis demikian benar-benar terjadi, dimana telah ternyata pula mengandung konsekuensi hukum yang sangat fatal, yakni dinyatakan sebagai suatu “perbuatan melawan hukum” oleh Mahkamah Agung disamping diberikan “hadiah” berupa ganjaran hukuman pembayaran sejumlah ganti-kerugian yang tidak main-main nilai nominal hukumannya : miliaran rupiah, sebagai kompensasi bagi calon pasangan yang telah dipermainkan dan merasa dipermalukan.

Tiada yang lebih menarik dan berfaedah, daripada pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai kriteria “perbuatan melawan hukum” disamping konsekuensi yuridisnya mencermati berbagai preseden (best practice peradilan) di Indonesia, karena dapat mencakup begitu banyak dan begitu meluas ragam fenomena sosial yang mana belum terdapat norma hukum pengaturnya. Dapat SHIETRA & PARTNERS katakan, bahwa yang menjadi tulang-punggung (back bone) hukum perdata selain “asas kebebasan berkontrak” ialah, pasal mengenai “perbuatan melawan hukum” (PMH) ini : barangsiapa menerbitkan kerugian bagi suatu pihak, maka pihak yang menerbitkan kerugian dimaksud, berkewajiban untuk membayar sejumlah ganti-kerugian—sebagai kompensasi atau sebagai konsekuensi yuridisnya. Itulah juga yang membuat hukum perdata begitu menarik dan begitu mendalam untuk dielaborasi, mengingat sifatnya yang dinamis.

Salah satu ilustrasi konkret peristiwa serupa dapat penulis rujuk sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa perkawinan yang gagal dilangsungkan karena salah seorang calon mempelai “melarikan diri” secara tidak bertanggung-jawab, register Nomor Nomor 917 K/Pdt/2020 tanggal 23 April 2020, perkara antara:

1. MELISA,; 2. ENILA HASAN; 3. TJHANG KIN DJOENG, sebagai Para Pemohon Kasasi, semula selaku Para Tergugat; melawan

1. MAIKEL APRIAN HARLYSA; 2. LISA ATTAN, sebagai Para Termohon Kasasi, semula selaku Penggugat.

Terhadap gugatan sang warga yang dipermalukan karena “PHP” calon pasangan hidupnya, Pengadilan Negeri Tangerang untuk itu menjatuhkan putusan Nomor 897/Pdt.G/2017/PN.Tng, tanggal 30 Agustus 2018, dengan amar sebagai berikut:

“MENGADILI :

Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan pembatalan perkawinan secara sepihak yang telah dilakukan oleh Para Tergugat dengan cara Tergugat I melarikan diri (kabur) dari rumah sebelum hari perkawinan dengan Penggugat I dan pembiaran dan dukungan yang telah dilakukan oleh Tergugat II dan Tergugat III adalah perbuatan melawan hukum;

3. Menyatakan pembatalan perkawinan secara sepihak yang telah dilakukan oleh Para Tergugat dengan cara Tergugat I melarikan diri (kabur) dari rumah sebelum hari perkawinan dengan Penggugat I dan pembiaran dan dukungan yang telah dilakukan oleh Tergugat II dan Tergugat III adalah perbuatan melawan hukum;

4. Menyatakan pembatalan perkawinan secara sepihak yang telah dilakukan oleh Para Tergugat dengan cara Tergugat I melarikan diri (kabur) dari rumah sebelum hari perkawinan dengan Penggugat I dan pembiaran dan dukungan yang telah dilakukan oleh Tergugat II dan Tergugat III adalah perbuatan melawan hukum;

5. Menyatakan pembatalan perkawinan secara sepihak yang telah dilakukan oleh Para Tergugat dengan cara Tergugat I melarikan diri (kabur) dari rumah sebelum hari perkawinan dengan Penggugat I dan pembiaran dan dukungan yang telah dilakukan oleh Tergugat II dan Tergugat III adalah perbuatan melawan hukum;

6. Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar uang ganti rugi terhadap kerugian Para Penggugat sebesar Rp1.394.945.350,00 (satu miliar tiga ratus sembilan puluh empat juta sembilan ratus empat puluh lima ribu tiga ratus lima puluh rupiah) segera dan tidak lebih dari 1 (satu) bulan sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum yang tetap.”

Dalam tingkat banding, putusan di atas kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Banten lewat putusan dengan register Nomor 30/PDT/2019/PT.BTN tanggal 10 April 2019. Para Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 21 Juni 2019 dan kontra memori kasasi tanggal 1 Agustus 2019, dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Tinggi Banten yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Tangerang tidak salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:

“Bahwa pembatalan perkawinan antara Penggugat I dengan Tergugat I yang dilakukan secara sepihak oleh Tergugat I dengan tidak ada pemberitahuan sebelumnya kepada Penggugat I dimana Tergugat I tidak menghadiri acara perkawinan pada hari H pelaksanaan resepsi perkawinan dengan cara Tergugat I melarikan diri dari rumah orang tuanya (Tergugat II dan Tergugat III) padahal Para Tergugat mengetahui seluruh persiapan perkawinan tersebut telah dipersiapkan oleh Penggugat I bersama Tergugat I sebelumnya dengan cara Penggugat I telah mengeluarkan sejumlah uang untuk pembiayaan perkawinan tersebut, dan telah adanya surat permohonan pemberkatan kawin pada pihak Gereja Bethel Indonesia maupun Kantor Catatan Sipil tentang perkawinan Penggugat I dengan Tergugat I menjadikan perbuatan Tergugat II dan Tergugat III dengan membiarkan Tergugat I tidak menghadiri perkawinan dengan maksud untuk membatalkan perkawinannya dengan Penggugat I dengan cara kabur dari rumah merupakan perbuatan melawan hukum dan mewajibkan kepada Para Tergugat untuk mengganti kerugian kepada Para Penggugat;

“Bahwa oleh karena dalam amar putusan Judex Facti terdapat pengulangan amar yang bunyinya sama yakni dengan bunyi amar ke-2 yang diulang lagi pada amar ke-3 sampai dengan amar ke-5 maka amar putusan tersebut perlu diperbaiki dengan menghilangkan amar ke-3 sampai dengan amar ke-5 tersebut;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. MELISA, 2. ENILA HASAN, 3. TJHANG KIN DJOENG, tersebut;

- Memperbaiki amar Putusan Pengadilan Tinggi Banten Nomor 30/PDT/2019/PT BTN. tanggal 10 April 2019 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 897/Pdt.G/2017/PN.Tng, tanggal 30 Agustus 2018 sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:

Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan pembatalan perkawinan secara sepihak yang telah dilakukan oleh Para Tergugat dengan cara Tergugat I melarikan diri (kabur) dari rumah sebelum hari perkawinan dengan Penggugat I dan pembiaran dan dukungan yang telah dilakukan oleh Tergugat II dan Tergugat III adalah perbuatan melawan hukum;

3. Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar uang ganti rugi terhadap kerugian Para Penggugat sebesar Rp1.394.945.350,00 (satu miliar tiga ratus sembilan puluh empat juta sembilan ratus empat puluh lima ribu tiga ratus lima puluh rupiah) segera dan tidak lebih dari 1 (satu) bulan sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum yang tetap;”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.