Year after year,
It has been tens to tens of years that we have carried out the ritual of
the new year’s turn of the year,
Have all those ceremonies and rituals over the years really taken us in a better direction?
Year after year,
It has been tens to tens of years that we have carried out the ritual of
the new year’s turn of the year,
Have all those ceremonies and rituals over the years really taken us in a better direction?
ARTIKEL
HUKUM
Klaimnya tidak Berlaku Surut, namun Diberlakukan secara Retroaktif, itulah Norma Hukum yang “Malu-Malu”, Ambigu, Rancu, serta Tidak Konsisten
Disebutkan bahwa, demi menghormati hak asasi manusia serta hak asasi warga dan rakyat, pemerintah selaku otoritas negara dilarang membentuk norma hukum yang diberlakukan secara surut kebelakang (asas larangan berlaku surut, asas non-retroaktif peraturan perundang-undangan). Faktanya, hampir seluruh regulasi di Indonesia, diberlakukan secara surut, dan itulah pokok sentral bahasan kita dalam kesempatan kali ini yang mengungkap realita dalam praktik hukum di Tanah Air. Begitupula terhadap wacana, bilamana diberlakukan secara surut, apakah semua norma “hukum positif” terbaru tersebut diberlakukan surut secara non-diskriminatif, ataukah hanya norma-norma yang menguntungkan warga saja yang diberlakukan secara surut oleh pemerintah?
When we worship something,
With faith or hope,
That something we worship will be able to save us,
So ask the following questions,
How long can this help be given to us?
LEGAL OPINION
Tanpa menjadi LINTAH DARAT, Bank Tidak akan menjadi
Raksasa, Dinasti Bank dari Sabang hingga Merauke
Debitor yang Paham Hukum, adalah Debitor yang Paham Praktik RENTENIR Kalangan PERBANKAN, BUNGA TERSELUBUNG Berkedok Denda, Bunga Mejemuk, Pinalti, Provisi, dsb.
Question: Jika memang bank adalah rentenir, mengapa Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan yang mengawasi bank, tidak menindak bank-bank tersebut atau membiarkan mereka melakukan praktik rentenir selama puluhan tahun berjalan hingga saat kini?
SENI PIKIR & TULIS
Jangan Gunakan Pendekatan Cara Berpikir dan
Komunikasi RASIONAL ketika Berhadapan dengan Manusia IRASIONAL, Tidak akan Nyambung
Pahami Sifat Irasional Lawan Bicara Anda, dan Ciptakan Komunikasi yang Efektif Tepat Guna
Alangkah sangat ideal dan melegakannya bila seluruh anggota masyarakat ataupun lawan bicara kita, mampu berbicara dan berpikir semata secara rasional. Rasional, berasal dari akar kata “rasio”, alias “akal” (berpikir dan menimbang terlebih dahulu sebelum berbicara dan bersikap)—atau lebih tepatnya ialah “akal budi” seorang manusia, bukan akal seekor “manusia hewan” yang sekadar menuruti dan mengikuti dorongan dan kemauan hati berupa nafsu, ego, hegemoni otak reptil, deterministik genetik, dorongan b!rahi, dan sebagainya. Fondasi penopang dari cara berpikir rasional, ialah pikiran yang jernih, yang dalam Buddhisme dapat diumpamakan sebagai kolam yang ketika airnya tidak keruh maka kita dapat melihat isi kolam tersebut hingga ke dasarnya, namun ketika kita usik kolam tersebut maka lumpur menyeruak ke permukaan sehingga menutupi pandangan kita dari segalanya.
MANUSIA
SAMPAH (SPAMMER)
Siapa yang akan Mendukung RENTENIR, bila Bukan Sesama RENTENIR?
Bunga TERSELUBUNG, Ciri Khas RENTENIR, tepatnya
RENTENIR TERSELUBUNG Bernama BANK
Terdapat dua jenis rentenir, yakni “rentenir pasar” yang berkeliaran di pasar tradisional dan memangsa para pedagang pasar, serta “rentenir kerah putih” yang memiliki banyak kantor cabang, berdasi, serta berpendingin ruangan. Apapun itu bentuk dan namanya, rentenir tetap saja rentenir. Terdapat seorang “manusia sampah” (spammer) yang notabene “datang tidak diundang dan pergi tidak diantar bak kunt!lanak”, bernama Fenny Imelda, membuat komentar negatif melecehkan terhadap profil bisnis penulis di dunia maya, dengan komentar yang dipublikasikan ke publik, berupa : “Pemikirannya aneh dan tampangnya juga aneh. Berdasarkan apa bank disebut rentenir???”
LEGAL OPINION
Kategorisasi Efektivitas Pasal-Pasal dalam Kontrak /
Perjanjian
Question: Bila kita analogikan pasal-pasal dalam sebuah peraturan perundang-undangan, ada pasal yang bisa diberlakukan secara efektif, ada pula pasal-pasal yang tidak dapat diterapkan oleh pemerintah terhadap rakyat yang diatur oleh undang-undang tersebut. Lantas, bagaimana pula dengan nasib pasal-pasal di dalam perjanjian atau kontrak (perdata privat)?
ARTIKEL
HUKUM
Uji POLITIK Undang-Undang Cipta Kerja oleh Mahkamah Konstitusi RI, bukan Putusan terkait Uji Formil
Dinyatakan inkonstitusional, alias tidak konstitusional, namun disertai embel-embel “masih diberlakukan selama dua tahun ke depan sejak putusan dibacakan”, namun pula tidak memberi ruang bagi uji materiil pasal-pasal di dalam undang-undang tersebut, sama artinya yang dipertontonkan ialah “uji POLITIK”, bukan “uji formil”. Bagaimana mungkin, dinyatakan tidak konstitusional, namun masih diberlakukan untuk sekian tahun ke depan? Dinyatakan cacat formil proses pembentukan Undang-Undang bersangkutan, namun disaat bersamaan dalam putusan diperintahkan agar pembentuk Undang-Undang memperbaiki proses pembentukannya, sekalipun produk Undang-Undang-nya sudah eksis dan sudah terbit alias sudah jadi. Bagaimana mungkin, seseorang minta maaf terlebih dahulu, baru kemudian berbuat dosa dan kejahatan?
LEGAL OPINION
Semua BANK adalah RENTENIR
Denda merupakan BUNGA TERSELUBUNG, Praktik RENTENIR Kreditor Perbankan maupun Perorangan
Question: Apa benar, ada yang mengatakan bahwa jika mau pinjamkan utang ke orang (debitor) dan mau ambil untung besar, agar tidak disebut sebagai rentenir, maka bunga dalam perjanjian hutang-piutang atau akta pinjam-meminjam uang ini, cukup sekian persen saja yang kecil angka bunganya, namun dibuat besar dalam tagihan denda (akibat menunggak), karena perihal denda bila terjadi tunggakan tidak diatur oleh negara juga tidak dilarang oleh hukum? Pertanyaan kedua, apakah boleh bank jual “hak tagih”-nya (cessie maupun subrogasi) kepada “kreditor perorangan”?
SENI PIKIR & TULIS
Korban yang Menjerit, merupakan AKIBAT. Pelaku Kejahatan
yang Menjahati Korban, merupakan SEBAB. Siapakah yang Paling “Tidak Sopan”,
Pelaku Kejahatan ataukah Korban?
Jangan Bersikap Seolah-olah Korban adalah Sebongkah Mayat yang hanya Boleh Bungkam dan Tabu untuk Menjerit Kesakitan
Kelirutahu, atau kekelirutahuan, itulah akar penyebabnya akibat perspektif yang sempit atau yang dikotori oleh anasir-anasir sikap “timpang / berat sebelah”. Sebagai contoh, seringkali kalangan ibu dari seorang anak yang mengidap sindrom autis, dianggap sebagai seorang ibu yang “dingin”. Masyarakat umum menilai dan memberikan pandangan negatif terhadap seorang ibu dari penyandang autis—meski, menurut kajian ilmiah, sikap “dingin” sang ibu merupakan “akibat”, dimana kondisi autis anaknya merupakan “sebab”. Dibutuhkan sebentuk kecerdasan intelektual serta emosional untuk dapat menentukan manakah “sebab” dan manakah yang merupakan “akibat”. Memahami cara kerja paradigma yang lebih jernih demikian, kita akan mulai menyadari, bahwa korban selalu memiliki hak untuk menjerit sebagai “akibat”, bukan “sebab”.
SENI PIKIR & TULIS
Perbandingan, menjadi Tolar Ukur. Masalahnya, Sejauh
atau Sependek apakah, Tolak Ukurnya?
Antara Hitam Vs. Putih, diantaranya terdapat Zona
Abu-Abu yang Tidak Terhitung Gradasinya
Mengapa seseorang, bisa berubah karakternya seratus delapan puluh derajat, tanpa ia sadari? Mengapa, tubuh seseorang dari semula “langsing semampai” dapat berubah menjadi gemuk bak “gentong” yang “bulat”? Mengapa seseorang yang semula bodoh, dapat menjadi pandai dan cerdas (from zero to hero)? Mengapa juga, seseorang yang semula miskin “melarat” dapat menjelma konglomerat dan miliarder atau setidaknya sebagai jutawan? Itulah, perbandingan yang sifatnya ekstrim, membentuk apa yang disebut perspektif keberadaan “kontras”. Tolak ukur perbandingannya sangat jauh, karenanya menimbulkan efek psikologis, dramatis, serta sebagian diantaranya bahkan “traumatik” bagi kita dalam menyikapi dan memandangnya.
ARTIKEL HUKUM
Jangan Bersikap Seolah-olah Orang Lain Kurang Kerjaan
untuk Bermain Teka-Teki dan Mengikuti Kemauan Tidak Jelas yang Menyerupai SPAMMER
Manusia Sampah, Spammer,
Banyak di Luar Sana. Dunia ini Tidak Pernah Kekurangan Manusia Sampah yang
hanya dapat Mengganggu dan Merusak Pemandangan
Entah bagaimana sistem pendidikan formal dan nonformal bangsa Indonesia selama ini diterapkan, dimana semestinya orang-orang dewasa dengan akal sehat mampu berpikir dan menyadari perihal etika komunikasi yang dilandasi EQ, setidaknya yang paling mendasar, namun faktanya kerapkali penulis sampai harus merepotkan diri mendebat dan didebat sekadar untuk menegur etika komunikas banyak manusia dewasa “Made in Indonesia” ini. Salah satunya ialah seorang “spammer” (manausia sampah) yang “menyampah” dengan menyalah-gunakan informasi alamat email profesi penulis yang diperuntukkan hanya bagi klien pengguna jasa konsultasi seputar hukum, yakni dengan identitas pelaku pelanggar: Shalom Nommensen <legaltaxconsultant1211 @gmail.com>, dengan isi pesan “sampah” pengganggu sebagai berikut:
ARTIKEL HUKUM
Menteri Hukum yang Mencoba Mengangkangi Institusi
Kepolisian dan Aparatur Penegak Hukum, Hak Veto Delusif Penuh Conflict of Interest
Kepala Polisi Republik Indonesia (POLRI), “Wahai Menteri Hukum, Anda pikir diri Anda
itu siapa, Undang-Undang?”
Kapolri (Kepala POLRI) adalah sejajar dan sederajat terhadap para pejabat Menteri lainnya, dalam segi hierarkhi di kursi kabinet yang dikepalai oleh seorang Kepala Pemerintahan. Karenanya, apakah mungkin dibenarkan, langkah institusi POLRI dan jajaran vertikal dibawahnya, ketika hendak melakukan upaya penegakan hukum pidana seperti menyidik, memanggil, menyita, menggeledah, ataupun menahan, dapat di-“jegal” ataupun di-“veto” oleh seorang menteri yang mengatas-namakan atau mendalilkan dan mengalibikan sebuah alasan pembenar bernama adanya Peraturan Menteri yang dibuat dan diterbitkan oleh sang menteri itu sendiri?
ARTIKEL
HUKUM
Jangan Bersikap Seolah-olah Orang Lain bisa Membaca
Pikiran Kita
Janganlah Menjebak dengan Membuat Aturan Main Seenaknya secara Sepihak, terlebih Menyalahgunakan Kekuasaan
Terdapat satu asas mendasar paling penting dalam ilmu hukum yang menjadi sentral dari pilar penopang norma hukum, terutama pada hukum pidana, perihal “asas legalitas” yang secara sederhana bermakna bahwa segala norma imperatif (yang bersifat mengharuskan maupun larangan) bagi warga, wajib terlebih dahulu diterbitkan dalam bentuk publikasi serta sosialisasi secara layak, patut, dan secara memadai, sebelum secara efektif diberlakukan kepada publik yang menjadi subjek pengembannya. Dengan begitu, seseorang warga tidak dapat dikriminalisasi (dipersalahkan) semata karena kesewenangan-wenangan seorang penguasa yang kerap membuat aturan hukumnya sendiri secara seketika saat itu juga ketika hukuman dijatuhkan bagi warga yang dituding melanggar, sebagaimana cara zaman kerajaan dahulu kala dimana “mulut raja adalah hukum itu sendiri”.
LEGAL OPINION
Tindak pidana korupsi, Delik Formil ataukah Materiil? Dapat Merugikan Keuangan Negara, Tidak dapat Dipidana. Namun Percobaan Korupsi, dapat Dipidana (???)
Question: Maksudnya apa, istilah “delik formil” (dalam ilmu hukum pidana)?
SENI PIKIR & TULIS
Tidak BEROTAK + Anti KRITIK = Jalan Tol Menuju NERAKA
IQ Bukanlah Sumber Kejahatan, Kurangnya IQ (justru)
merupakan Sumber Petaka. IQ Lemah Pangkal EQ (yang) Tiarap
Momok, sekaligus mimpi buruk “di siang bolong” yang setiap harinya menghantui dan merajalela, terdapat seorang kurir dari suatu perusahaan ekspedisi swasta nasional yang kerap hilir-mudik di jalan perumahan depan kediaman keluarga penulis untuk mengantarkan paket kepada warga pemukim. Petugas kurirnya ialah orang yang “itu itu saja” dan mudah dikenali oleh ciri khasnya yang berteriak keras sekali dari jalan kompleks perumahan kami, “PERMISI, PAKET! PERMISI, PAKET! PERMISI, PAKET!”
ARTIKEL
HUKUM
Tidak ada Sarjana Hukum yang Abadi, terutama ketika Peraturan Hukum Senantiasa Terus Berubah dan Diganti dengan yang Norma yang Baru
Sebesar apapun prestasi, jam terbang, serta rekam jejak seorang profesi dibidang hukum, setenar apapun nama beliau dimasa lampau, se-senior apapun sarjana hukum yang bersangkutan, ketika peraturan perundang-undangan berubah atau setidaknya diganti dengan yang baru, maka ketika sang sarjana hukum senior tidak melakukan update informasi dan peraturan perundang-undangan yang paling terkini, maka dirinya akan kalah benar dan kalah tepat bila dibanding bahkan dengan umat awam hukum yang terlebih dahulu mencermati dan mendalami peraturan perundang-undangan paling terbaru dan paling kontemporer yang senantiasa silih berganti dicabut dan diterbitkan yang lebih baru—bila tidak diubah maka diganti ataupun dicabut dengan peraturan hukum yang terbaru dan paling baru.
When we are afraid of being victimized,
Fear of being hurt,
Afraid to be injure,
Fear of being harmed by others,
So that is what is called an irrational fear.
LEGAL OPINION
Pidana Pencurian, Delik Formil ataukah Materiil?
Tidak Satu Pandangan para Aparatur Penegak Hukum perihal
Kualifikasi Delik Percobaan Pencurian, membawa Potensi Korban-Korban Terus
Berjatuhan Dimasa Mendatang
Question: Sebenarnya pelaku kejahatan yang jelas-jelas mengancam dan meresahkan masyarakat seperti pencuri yang mencoba mencuri, namun tidak berhasil melancarkan aksinya karena sistem keamaan rumah yang berlapis-lapis seperti setiap jendela rumah yang dilengkapi teralis sehingga pencuri yang sekalipun berhasil membobol gembok pagar rumah dan masuk ke dalam halaman, namun tidak berhasil mencuri karena terhalangi oleh teralis jendela, apakah tidak bisa ditindak secara pidana? Polisi yang kami berikan laporan, bahkan kami lengkapi bukti hasil rekaman video CCTV yang berhasil merekam aksi si pencuri (pelaku), polisi menolak memproses laporan dengan alasan si pencuri tidak berhasil mencuri apapun dari rumah warga (pelapor).
LEGAL OPINION
Sinterklas akan Ditolak bila Melamar Kerja sebagai Petugas Penarik Pajak di Kantor Pajak
Kantor Pajak yang Menagih Sepihak kepada Wajib Pajak,
bagaikan Iseng-Iseng Berhadiah
Question: Jika sudah ada petugas yang melayani masyarakat untuk konsultasi terkait kewajiban pembayaran pajaknya, buat apa ada konsultan pajak?
LEGAL OPINION
Ciri Khas Manusia Berotak Kriminil : Kerap
Menyepelekan dan Meremehkan Perasaan dan Derita Korban
Question: Bila ada luka pada tubuh (fisik) korban, semakin lebar dan dalam luka pada tubuh korban maka akan membuat pelakunya dihukum lebih berat oleh hakim di pengadilan. Namun bagaimana dengan korban, yang hanya saja tidak memiliki luka fisik yang kasat-mata namun mengalami luka batin (trauma) hebat, apakah vonis hukumannya akan sebanding dengan derita korban yang mengalami luka pada anggota tubuhnya?
LEGAL OPINION
Kepailitan dan/atau PKPU, (hanya) Menguntungkan Pihak
Siapakah?
Peraturan Terbaru FEE KURATOR & PENGURUS Pailit
dan PKPU
Question: Sebenarnya kapailitan, itu menguntungkan siapa, debitor atau kreditor?
SENI PIKIR & TULIS
Negara Kapitalis Berkedok Komun!sme, Ideologi sebagai
Kedok
Standar Ganda Negara Komun!s
Negara-negara liberal!sme, seperti disimbolisasi oleh tipe ekonomi pasar global Amerika Serikat, alih-alih menampilkan wajah “tiada intervensi negara” terhadap praktik perdagangan bebas, justru sangat kental akan nuansa proteksionisme sehingga kerap berujung “perang dagang” akibat praktik dumping negara pengekspor yang menjadikan pasar di Amerika Serikat sebagai target konsumennya, serta keberlakuan Undang-Undang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang tegas dan ketat di negara liberal!sme tersebut.
LEGAL OPINION
Segel Sertifikat Tanah bernama BLOKIR dan STATUS QUO, Serupa namun Tidak Sama, PERMANEN Vs. TEMPORER
Question: JIka kita ingin buat (mohonkan) sertifikat tanah atau
beli tanah yang sudah bersertifikat, disyaratkan adanya surat pernyataan “tanah
tidak dalam keadaan sengketa”. Itu maksudnya apa, “tidak ada sengketa”? “Sengketa”
itu maksudnya, seperti apa? Bila, katakanlah, ada orang ngaku-ngaku atau main klaim
seenaknya, bahwa ladang ini milik buyutnya, gunung ini milik istrinya, bukit
itu milik kakeknya, sawah ini milik nenek dari neneknya, kebun ini milik
anaknya, dan lain sebagainya.
Semua orang juga bisa, asal klaim sebagai pemilik dan asal menunjuk (secara sumir mengaku-ngaku sebagai pemilik / mendaku). Apa itu disebut juga sebagai “bersengketa” atau “adanya sengketa” dan tersandera oleh klaim-klaim dari orang tidak jelas semacam itu untuk SEUMUR HIDUP disebut tanah berstatus “sengketa”? Ini negara hukum, atau negara asal klaim seenaknya tanpa dasar?
ARTIKEL
HUKUM
Rezim Pendaftaran Hak Atas Tanah Sertifikasi Badan Pertanahan Nasional (Unifikasi Hukum Agraria Nasional) Vs. Tanah Hukum Adat (Girik)
Apakah dengan mencoba memungkiri “tanah hukum adat”, maka artinya kita telah melakukan terobosan langkah “unifikasi hukum”, yakni hukum nasional dengan menafikan keberadaan masyarakat hukum adat yang masih hidup dan eksis tersebar di berbagai komunitas adat di seluruh penjuru Indonesia? Apapun itu, dualisme hak atas tanah dalam sistem pertanahan nasional, telah menciptakan beragam ketidak-pastian hukum dalam praktiknya.
SENI PIKIR & TULIS
Yang Hidup dari Membakar, akan Mati karena TERBAKAR (Hukum KARMA)
Saat ulasan ini disusun, masyarakat “agamais” di Indonesia “heboh” atas kejadian satu buah Masjid terbakar mimbarnya, sekalipun jumlah Masjid di indoensia tidak terhitung lagi jumlahnya, eksis setiap jarak seratus meter di perumahan di perkotaan, sehingga perbandingannya ialah satu berbanding jutaan. Demikian hebohnya, sampai-sampai pelakunya dikutuk “masuk neraka” dan jika perlu mendekam di penjara untuk seumur hidup—atau bila perlu dihakimi massa dan dibakar hidup-hidup hingga tewas. Mari kita lihat, apakah kembali terulang, disparitas antar putusan dengan perkara serupa, merupakan pintu masuk “pilih kasih” disamping ketidak-adilan itu sendiri.
SENI PIKIR & TULIS
Misi Misionaris adalah Pendekatan Humanistis, Cinta
Kasih, Perdamaian, Kesejukan, Keteduhan, dan Ahimsa (TANPA KEKERASAN), Bukan
Kekerasan Fisik, Intimidasi, Teror, Ancaman, Paksaan, Aniaya, terlebih
Radikalisme
Agama semestinya membuat Umatnya Lebih Toleran dan
Lebih Humanis, bukan justru Mengubah yang Semula Toleran menjelma Intoleran dan
Radikal, dari Semula Humanis menjadi Premanis dan Hewanis
Sejarah selalu Terulang dengan Pola yang Sama, Lahir
dari Kekerasan, Bertumbuh Lewat Kekerasan, dan Bertahan dengan Kekerasan,
Pola-Pola Kekerasan yang justru Mendukung Catatan Bersejarah dalam Serat Darmogandul
Bayangkan kejadian bersejarah berikut yang terjadi pada abad ke-15 di Bumi Pertiwi, ketika Kerajaan Majapahit masih berdiri sebagai kerajaan Buddhist yang dikenal toleran terhadap agama-agama NON-Buddhisme untuk masuk dan berkembang (kebhinekaan). Maka, para pemuka “agama I” dapat mendarat dan menyebarkan agamanya kepada penduduk di Pulau Jawa, Sumatera, dsb. Ketika warga setempat menolak untuk meyakini dan memeluk “agama I”, bahkan menyebutnya sebagai “agama setan yang sesat”, apakah para misionaris “agama I” yang diberi nama “sepuluh wali” tersebut akan menanggapi dengan respon berikut : PUKUL, ANCAM, TEROR, ANIAYA, KEROYOK, BUNUH, PENGGAL, TAWAN, PENJARAKAN, dan kekerasan fisik maupun intimidasi mental lainnya?
SENI PIKIR & TULIS
Sebuah Prediksi : Teori Relativitas Vs. Penemuan
MATERI GELAP, Pertarungan Ilmu Pengetahuan Masa Depan
Spekulasi Dibalik Ilmu Pengetahuan dan Sains Paling Modern Sekalipun
Banyak yang Lebih Jenius daripada Einstein, namun
Tenggelam karena (Semata) Faktor Kurang Beruntung
Sungguh betapa ringkih dan rapuhnya landasan yang menjadi fondasi dari ilmu pengetahuan (Iptek), tempat kita bertopang dan menopangkan asumsi sebagai roda kehidupan, sekalipun itu di era dengan zaman serba digital yang canggih ini. Bagaimana tidak, sifat keberlakuan atau kebenarannya hanyalah nisbi semata (lawan kata “kebenaran absolut”), alias tentatif serta temporer, sebelum kemudian dibantah dan terbukti dipatahkan oleh berbagai penemuan dan kebenaran kontemporer aktual empirik paling terbaru lainnya, sebelum kemudian penemuan baru tersebut bernasib sama seperti penemuan sebelumnya.
LEGAL OPINION
Jenis Gugatan Perbuatan Melawan Hukum, namun oleh
Asas Kemanfaatan Dikualifikasi sebagai Gugatan Wanprestasi oleh Hakim
Pengadilan
Agen / Broker Properti, Bukan Jaminan Keamanan Legalitas Tanah / Rumah
Question: Sebagai masyarakat pembeli produk properti, saya
sangat bingung dengan mereka yang berprofesi sebagai agen atau broker properti.
Mereka menjualkan rumah milik pemiliknya, mau untung terima komisi besar, namun
tidak ingin resiko usaha apapun terutama ketika ternyata tanah rumah
sertifikatnya bermasalah atau tidak bisa dibalik-nama ke atas nama pembeli,
tidak mau tanggung jawab, semata “hit and
run” begitu saja setelah terima komisi penjualan oleh pihak pemilik rumah.
Jika yang menjadi garda
terdepan memarketingkan suatu produk properti, adalah pihak broker atau agen
properti, ada keterlibatan pihak broker disitu, artinya yang menjual bukan
hanya pemilik rumah, namun juga si broker atau agen. Lantas, apakah tidak ada
tanggung jawab hukum ataupun tanggung jawab moril apapun di pundak agen
properti tersebut? Jika begitu, bisa dikatakan bahwa profesi broker atau agen
properti adalah profesi yang hanya mau untung besar saja tanpa mau dibebani
resiko usaha, dimana jika kemudian ternyata bermasalah dengan rumah atau tanah
yang mereka jual, dengan semudah itu mereka lepas tanggung jawab dan
melimpahkan semua kesalahan ke pundak pihak pemilik rumah atau tanah.
Tujuan utama saya memilih cari rumah untuk dibeli lewat jasa broker, agar lebih profesional dan tidak “beli kucing dalam karung”. Namun ternyata, yang namanya broker atau agen properti itu tidak menjamin keamanan dan legalitas produk properti yang mereka jual, mereka sekadar memoles (lewat serangkaian kata-kata “gimmick”) sebelum menjualnya, menerima komisi besar, sebelum kemudian hilang tanpa jejak ataupun tidak mau tanggung jawab ketika ternyata bermasalah dengan rumah atau legalitas tanah yang dijual olehnya kepada pembeli.
SENI PIKIR & TULIS
Alasan yang Dibuat-Buat dan Alasan yang Dicari-Cari,
ALIBI & ALASAN PEMBENAR untuk Membenarkan Perbuatan yang Tidak Benar
Jangan Bersikap Seolah-olah hanya Kita Seorang Diri yang Menderita Dukkha dalam Hidup Ini
Salah satu sifat kurang terpuji dari umat manusia yang masih demikian tebal dan kasar kekotoran batinnya, ialah memiliki kecenderungan untuk mencari-cari alasan guna membenarkan perbuatan keliru diri mereka. Artinya, mereka memang menghendaki dan menyadari perbuatan buruk yang mereka lakukan, lantas setelah itu masih pula tetap (dengan berani) dilakukan ataupun melanggar sebuah larangan, selanjutnya ialah misi “mencari-cari alasan” hingga “membuat-membuat alasan” sebagai alibi ataupun pembenaran diri (self justification) alias sebagai “alasan pembenar”. Pembenaran diri, sungguh adalah penyakit mental sekaligus penyakit sosial, dimana yang berlaku ialah “akal sakit milik orang sakit”, cerminan sebuah bangsa yang tidak sehat.
ARTIKEL HUKUM
Penegakan Hukum Tanpa PENJERAAN terhadap Pelaku,
adalah Kesia-Siaan
Sudah Saatnya Negara yang Penegakan Hukumnya
Compang-Camping, Mulai Lebih Mengandalkan atau Membolehkan Aksi MAIN HAKIM
SENDIRI oleh Warganya demi Tercipta EFEK JERA bagi Pelaku Kejahatan maupun para
Calon Pelaku Lainnya
Mengapa korupsi sukar diberantas, satu demi satu setiap tahunnya bahkan setiap bulannya tertangkap tangan pejabat negara yang terlibat kasus korupsi, kolusi, maupun nepotisme? Jawabannya klise, belum adanya sanksi tegas dan keras yang dapat memberikan efek jera, baik bagi si pelaku (koruptor) maupun para calon pelaku (calon koruptor) lainnya. JIka saja hukum negara kita membolehkan warganya selaku korban aksi para koruptor tersebut yang telah mencuri uang hak milik rakyat, untuk melakukan “main hakim sendiri” terhadap sang koruptor, maka dapat dipastikan aksi korupsi di negeri ini akan tertekan hingga prevalensi terendah sepanjang sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia.
SENI PIKIR & TULIS
Di Dalam ALAM SADAR Bersemayam PILIHAN BEBAS
Di Dalam ALAM BAWAH SADAR Bersemayam DETERMINISTIK GENETIK BIOLOGIS ataupun DETERMINISTIK PENGARUH LINGKUNGAN SOSIAL
Di Dalam ALAM PIKIRAN Bersemayam DETERMINISTIK JIWA
Perdebatan antara penganut “deterministik genetik” saling berdiri saling berhadap-hadapan terhadap kaum “idealis”, yang mencoba berusaha sekuat tenaga untuk memungkiri deterministik genetik seorang umat manusia, bersikukuh bahwa pengaruh pola asuh dan lingkungan sosial adalah lebih determinan dan lebih dominan dari apapun yang bersifat “backbone traits” (sering juga disebut sebagai “constitutional traits”, yang menandakan karakter dasariah seseorang) atau “tulang-punggung karakter” seseorang, kian memanas sekalipun berbagai penemuan ilmiah maupun realita empirik memperlihatkan bahwa kita bahkan tidak mampu menentukan bentuk tubuh kita sendiri kecuali lewat rekayasa bedah medik. Setiap harinya, seorang pria disibukkan oleh urusan janggut yang harus dicukur secara rutin, janggut mana tumbuh bahkan tanpa dikehendaki olehnya.
SERI SENI HIDUP
Jangan Bersikap seolah-olah Tidak Punya Pilihan Bebas dalam Hidup Ini, dan Jangan Bersikap seolah-olah Tidak Ada Pilihan / Opsi Lain untuk Dipilih
Manusia, bukanlah produk yang sudah sempurna “dari sananya” (bahasa gaulnya, “dari sononya udah begitu”, namun apa yang dimaksud dengan “udah begitu dari sononya”? Jawab : “Bukan salah bunda mengandung, juga bukan salah si orok!” Jika begitu, salah siapa? Silahkan dijawab sendiri). Suka atau tidak suka, kita harus menghindari delusi berbahaya yang bernama : kita sudah benar, sudah sempurna, sudah absolut, sudah mulia, sudah dipuncak, sudah “on the track”, dan lain istilah sejenis sebagainya. Faktanya, kita perlu senantiasa mendidik diri kita sendiri layaknya “guru terbaik ialah diri kita sendiri”, sepanjang hayat. Jangan menjadi “si rambut putih namun berkebijaksanaan hampa”.
ARTIKEL HUKUM
Omong Kosong Sopan Santun Tata Krama Orang Indonesia, Danny Apriyadi / Dani Ekoapriyadi Melanggar dan Menyalahgunakan TANPA ETIKA KOMUNIKASI
Jelas-Jelas Melanggar, Masih Juga Berkelit, bahkan Masih Pula Melecehkan Perasaan Korban, Setidaknya sudah 3 Buah Kesalahan (Dosa) Berturut-Turut Dibuat oleh Sang Pelaku yang Tidak Menyesali Perbuatan Buruk Tercela Dirinya
Secara singkat, makna kata “penyalah-gunaan” dan “menyalah-gunakan” dapat kita artikan sebagai penggunaan bukan untuk peruntukannya atau digunakan tidak sebagaimana mestinya (mis-used). Pelakunya, disebut sebagai seorang “penyalahguna”. Sebagai contoh, info perihal nomor kontak kerja profesi seseorang jelas diperuntukkan untuk tujuan bisnis dan pekerjaan (komersial, bukan untuk tujuan sosial), namun disalah-gunakan oleh para “spammer” untuk semata mengganggu dan menggunakannya tanpa persetujuan ataupun kehendak sang pemilik nomor—yang jelas-jelas akan terganggu oleh ulah sang “spammer” yang lebih proporsional masuk ke “tong sampah” sebagai tempatnya.
SENI PIKIR & TULIS
Apakah Hidup Selibat dan Membujang, adalah Dosa? Menikmati Kesendirian, Bukanlah Dosa. Banyak Karya-Karya Besar Kini Dinikmati Banyak Orang dan Generasi Penerus, Lahir dari Mereka yang Mendedikasikan Hidupnya untuk Berkarya alih-alih Berkeluarga
Pilih Mana, Bujangan yang Membujang ataukah Perumah-Tangga yang Menikah? Apapun Itu, masing-masing Harus Siap dengan Konsekuensi Dibaliknya, selalu Ada Harga yang Dibayarkan untuk Setiap Pilihan Hidup
Disclaimer : Membaca artikel ini hingga tuntas, mungkin dapat memicu Anda untuk turut memilih menjadi salah seorang pelaku hidup secara selibat yang melajang seumur hidup, setampan atau secantik apapun rupa Anda saat kini, atau mungkin juga akan menyesali pilihan hidup Anda sebelumnya yang memilih untuk menikah. Membaca artikel ini hingga tuntas, resiko ada di tangan Anda sendiri, memilih melanjutkan atau menyudahi pembacaan artikel ini sampai di sini saja.
LEGAL OPINION
Pengadilan Tidak Semestinya Memutihkan Proses yang Keliru dan Dijadikan Sarana untuk Membenarkan yang Ilegal
Warga yang Patuh Hukum Diberi Reward, sementara yang Tidak Patuh (Semestinya) Diberikan Punishment
Question: Sebenarnya bagaimana, alih kredit (over kredit) yang benar, ada seseorang sebagai “debitor baru” yang main lunasi hutang debitor kepada bank secara begitu saja, atau ada proses tertentu yang harus ditempuh secara hukum?
SENI PIKIR & TULIS
Ketegasan Norma Terletak pada Konsistensi dan Menutup diri dari Ruang Pengecualian. Dilarang, akan tetapi... (Embel-Embel “Tapi...”)
Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga, Pepatah untuk Tidak Memehkan Dosa (Perbuatan Jahat), Terkandung Bahaya Dibaliknya. Suciwan Tidak Menyepelekan Perbuatan Kotor yang Tercela, Sekecil Apapun
Seseorang tokoh senior dibidang praktik hukum, pernah menyebutkan, norma hukum yang semestinya sarat ketegasan, telah ternyata penuh pengecualian. Betapa tidak, melakukan pelanggaran hukum disebutkan terdapat ancaman sanksi sebagai hukuman. Namun, selalu pula dapat kita jumpai pasal-pasal “pengecualian” yang dapat “mengecualikan” pemberlakuan sanksi bagi pelanggarnya. Bila dalam rezim hukum perdata, pengecualian dapat kita jumpai salah satunya lewat penerapan doktrin “force majeure” alias keadaan kahar, maka suatu pihak dibebaskan dari kewajiban bertanggung-jawab ketika ingkar janji. Dalam rezim hukum pidana, pengecualian terhadap vonis hukuman sebagai sanksi bagi seorang pelanggar, dapat kita jumpai berupa pasal-pasal terkait “alasan pembenar” maupun “alasan pemaaf”, ataupun istilah-istilah penegasian ancaman sanksi hukuman bagi para “justice collaborator” maupun “saksi mahkota”.
ARTIKEL HUKUM
Hal yang Menarik Dibalik Belajar dan Penggalian Ilmu Pengetahuan, Sejarah Hidup Kita Penuh Kekelirutahuan, karenanya Kesombongan dan Keangkuhan Bukan Lagi pada Tempatnya
Takjub, Ilmu Pengetahuan selalu Menampar Wajah Kita yang Penuh Kekelirutahuan, karenanya Kita Perlu Rendah Hati oleh Sebab Selama Ini Terbukti berbagai Asumsi dan Logika Kita telah Ternyata Keliru (bahkan Tidak Jarang Menyesatkan) yang Baru akan Terungkap Semasa Pembelajaran
Bagi yang memiliki kesombongan dan selama ini dikusai oleh arogansi seperti merasa “selalu paling benar sendiri” dan “mau menang sendiri”, belajar ilmu pengetahuan akan tampak seperti hal atau sebagai opsi yang kurang atau bahkan sama sekali tidak menarik, bahkan untuk sekadar disentuh. Mengapa? Semata, karena yang bersangkutan, sang “sombong nan arogan”, sudah merasa paling tahu dan paling benar—meski faktanya, mereka takut bahwa “bangunan keangkuhan” mereka yang rapuh itu akan seketika runtuh hingga rubuh berkeping-keping ketika mendapati realita yang berkata lain adanya.
SENI PIKIR & TULIS
Korelasi CUCI UANG dan CUCI DOSA, Dekat tapi Mesra, Dibenci namun Faktanya Dicintai
Hanya AGAMA DOSA, yang Mempromosikan dan Mengkampanyekan CUCI DOSA (Penghapusan ataupun Penebusan Dosa)
Semua bentuk-bentuk praktik “pencucian uang” (money laundring), pada dasarnya juga merupakan upaya untuk “mencuci dosa” (sin laundry)—dua sisi wajah dalam satu keping yang sama. Kerap terjadi dan sudah menjadi rahasia umum, para pelaku aksi korupsi (koruptor), rutin melakukan korupsi namun juga rutin menyisihkan sebagian dana hasil korupsi untuk kegiatan amal, seperti menyumbang tempat ibadah, menjadi donatur kegiatan sosial-kemanusiaan, kegiatan amal sedekah, dan lain sebagainya—dalam rangka apakah, jika bukan bertujuan untuk “mencuci dosa”?
LEGAL OPINION
Ambiguitas Fungsi Akta Jual-Beli yang Merangkap sebagai Kuitansi Tanda Bukti Pelunasan Harga Jual-Beli Hak atas Tanah
Question: Sebenarnya jika akan membeli rumah, itu tanda-tangan AJB di depan notaris (PPAT, Pejabat Pembuat Akta Tanah) dahulu baru bayar ataukah bayar lunas dulu, atau cukup bayar “DP” (down payment) terlebih dahulu? JIka diwajibkan bayar lunas terlebih dahulu, nanti jika ternyata penjualnya adalah penipu, bagaimana?
Bukankah kita harus belajar dari banyak pengalaman buruk di luar sana, orang (pembeli) beli tanah namun ternyata bermasalah dikemudian hari meski sudah dibayar lunas dan penuh saat buat AJB. Belum lagi kerepotan harus membawa uang sebanyak itu saat ke kantor notaris, sangat tidak praktis harus dibayar saat itu juga secara sekaligus.
Harga tanah itu bukanlah sesedikit jumlah lembaran uang yang dapat dibawa cukup dengan satu buah koper. Transfer antar rekening bank pun memiliki limitasi nominal dalam satu harinya yang dapat diproses, kecuali memakai instrumen keuangan semacam cek atau bilyet giro yang tidak semua orang memiliki fasilitas keuangan semacam itu dan tidak semua penjual mau menerima alat pembayaran berupa cek ataupun bilyet giro.
LEGAL OPINION
Mahir Keterampilan Penalaran Argumentum per Analogiam
Question: Sebenarnya yang disebut sebagai analogi, itu seperti apa dan apakah ada cara mudah untuk memahaminya?
ARTIKEL HUKUM
Mengapa Penulis Lebih Menyukai Komunikasi Tertulis ketimbang Lisan? Ini Alasannya
Medium Komunikasi Digital, OTAK Menggantikan Supremasi OTOT untuk Sepenuhnya
Hampir seluruh waktu penulis dikeseharian, berkomunikasi pada dunia eksternal diri penulis dengan menggunakan medium komunikasi secara tertulis, yang sifatnya terpublikasi secara meluas. Mengapa demikian, dan tidak ber-konvensional diri lagi layaknya cara komunikasi para manusia konvensional kebanyakan? Terdapat beberapa alasan praktis-pragmatis serta berbagai kalkulasi penuh pertimbangan, tidak terkecuali bercermin dari berbagai pengalaman buruk sendiri, mengingat dan menimbang watak masyarakat di Indonesia yang sukar diajak berpikir serta berkomunikasi secara logis dan rasional bila kita berdialog dengan mereka secara lisan.