LEGAL OPINION
Kepailitan dan/atau PKPU, (hanya) Menguntungkan Pihak
Siapakah?
Peraturan Terbaru FEE KURATOR & PENGURUS Pailit
dan PKPU
Question: Sebenarnya kapailitan, itu menguntungkan siapa, debitor atau kreditor?
Brief Answer: Kepailitan maupun Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), hanya
memberikan keuntungan besar pihak Kurator dan Pengurus, sekalipun banyak
kalangan kreditor yang menderita kerugian besar karena tidak mendapatkan
pelunasan atas piutangnya—suatu kontras yang melahirkan “moral hazard” disamping kesenjangan yang demikian lebar. Tiada yang
lebih mengherankan daripada debitor yang mempailitkan diri ataupun kreditor
yang mempailitkan debitornya—prinsip yang sama berlaku dalam konteks PKPU.
Kurator dan Pengurus ibarat bersenang-senang (untung besar) diatas derita dan
kerugian besar yang dialami debitor maupun kalangan kreditor.
PEMBAHASAN:
Dalam sebuah pemberitaan oleh sebuah media
nasional dengan tajuk “Tagih Fee ‘Selangit’, Kurator PKPU GRP Diminta Lebih
Punya Sense of Crisis”, 08 Maret 2021, penulis : Taufan Sukma, sumber https:// www.
wartaekonomi .co.id/read331083/tagih-fee-selangit-kurator-pkpu-grp-diminta-lebih-punya-sense-of-crisis,
diakses pada tanggal 4 Oktober 2021, terungkap salah satu yang khas dari
kasus-kasus Kepailitan maupun Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU):
Kasus pemberian status
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang kepada PT Gunung Raja Paksi (GRP) terus
memunculkan babak baru. Usai membereskan seluruh pembayaran utang yang jatuh
tempo, kini pihak GRP harus menghadapi kenyataan atas tagihan fee dari pihak
pengurus atau kurator yang dianggap tidak fair dan tidak masuk akal
lantaran mencapai Rp80 miliar.
Padahal nilai utang pemohon
dalam kasus ini, yaitu PT Naga Bestindo Utama (NBU) hanya sebesar Rp1,9 Miliar,
sangat jauh di bawah tagihan fee yang disodorkan pihak kurator. “Ini
nggak bener. Para pengurus tidak boleh seperti aji mumpung. Dalam meminta fee,
pengurus hendaknya sesuai aturan, fair dan tidak mengada-ada. Pesan Pak Yasonna
(Menteri Hukum dan HAM) harus sungguh-sungguh jadi perhatian,” ujar Pakar Hukum
Bisnis Universitas Trisakti, Ary Zulfikar, di Jakarta, Senin (8/3).
Akhir pekan lalu, Menteri Hukum
dan HAM, Yasonna Laoly memang mengkritisi sejumlah praktik kotor yang
dilakukan oknum kurator dengan sengaja menarik fee besar tanpa disesuaikan
dengan kondisi dan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Menurut
Yasonna hal itu tidak memiliki sense of crisis karena justru berpotensi
menambah beban pelaku usaha yang tengah bertahan di saat sulit akibat pandemi
COVID19.
“Dalam konteks itu, permintaan
fee (kurator) hingga Rp80 miliar ini jelas terkesan mengada-ada. Karena utang
pemohonnya saja hanya Rp1,9 miliar. Di sisi lain, beban kerja pengurus tidak
terlalu rumit karena GRP selaku debitur telah membayar lunas semua utang jatuh
temponya sebesar Rp215 Miliar,” tutur Ary.
Dengan semua utang jatuh tempo
yang telah dibayar lunas, menurut Ary, maka pekerjaan pengurus bisa dibilang
belum terlalu kompleks. Terlebih, penyelesaian kasus ini adalah melalui
pencabutan PKPU berdasarkan Pasal 259 UU Kepailitan dan PKPU, dan bukan melalui
upaya perdamaian. Selain itu, Debitur juga sudah membayar semua utang yang
jatuh tempo.
“Jadi ya sebaiknya kembali lagi
ke asas fairness, termasuk juga perhitungan fee berdasarkan jam kerja,” papar
Ary.
Karena hanya mengatur dua
kondisi itulah, lanjut Ary, maka dalam kondisi PKPU berakhir pencabutan sesuai
Pasal 259, memang terdapat kekosongan hukum. Namun dalam hal ini Hakim Pemutus
bisa memberlakukan mutatis mutandis untuk menetapkan besarnya fee Pengurus,
yaitu dengan memperhatikan asas fairness tadi.
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2021
TENTANG
PEDOMAN IMBALAN JASA BAGI KURATOR DAN PENGURUS
Menimbang
:
a. bahwa untuk memberikan kepastian dan tolok
ukur pemberian imbalan jasa bagi kurator dan pengurus guna mendukung perbaikan
iklim berusaha yang mengedepankan prinsip perdamaian dan kelangsungan dunia
usaha, perlu mengatur tentang pedoman imbalan jasa bagi kurator dan pengurus;
b. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi Kurator dan Pengurus
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi Kurator dan
Pengurus, sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan dunia usaha,
sehingga perlu diganti;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA TENTANG PEDOMAN IMBALAN JASA
BAGI KURATOR DAN PENGURUS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan
atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan
membereskan harta debitor pailit di bawah pengawasan hakim pengawas sesuai
dengan Undang-Undang mengenai kepailitan dan penundaaan kewajiban pembayaran
utang.
2. Pengurus adalah orang perseorangan yang
memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus harta debitor
yang diberikan penundaan kewajiban pembayaran utang.
3. Imbalan Jasa adalah upah yang harus
dibayarkan kepada Kurator atau Pengurus setelah kepailitan atau penundaan
kewajiban pembayaran utang berakhir.
4. Kepailitan adalah sita umum atas
semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan
oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim pengawas sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang mengenai kepailitan dan penundaaan kewajiban pembayaran utang.
5. Kreditor adalah orang yang mempunyai
piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka
pengadilan.
6. Debitor adalah orang yang mempunyai
utang karena perjanjian atau Undang-Undang yang pelunasannya dapat ditagih di
muka pengadilan.
7. Hakim adalah hakim niaga pada
pengadilan niaga dalam lingkup peradilan umum.
Pasal 2
Ruang
lingkup Peraturan Menteri ini berlaku untuk Kurator di luar Balai Harta
Peninggalan dan Pengurus.
BAB II
PENENTUAN IMBALAN JASA BAGI KURATOR, KURATOR
SEMENTARA, DAN PENGURUS
Pasal 3
(1) Besarnya Imbalan Jasa bagi Kurator ditentukan
sebagai berikut:
a. dalam hal kepailitan berakhir dengan
perdamaian, Imbalan Jasa dihitung dari persentase nilai utang yang harus
dibayar oleh Debitor;
b. dalam hal kepailitan berakhir dengan
pemberesan, Imbalan Jasa dihitung dari persentase nilai hasil pemberesan harta
pailit di luar utang; atau
c. dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak
di tingkat kasasi atau peninjauan kembali, besarnya Imbalan Jasa dibebankan
kepada pemohon pernyataan pailit atau pemohon dan Debitor yang besarannya
ditetapkan oleh majelis Hakim.
(2) Besarnya persentase sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf b tidak lebih besar dari persentase Imbalan Jasa
yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
(3) Besarnya Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dihitung berdasarkan tarif jam kerja terpakai.
(4) Tarif jam kerja terpakai sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah) per jam dengan
ketentuan tidak melebihi nilai persentase tertentu dari nilai harta pailit.
Pasal 4
(1) Penentuan besarnya Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c dilakukan dengan mempertimbangkan pekerjaan yang
telah dilakukan, tingkat kerumitan kepailitan yang ditangani, kemampuan, dan
tarif jam kerja dari Kurator yang bersangkutan.
(2) Tingkat kerumitan kepailitan yang ditangani, kemampuan,
dan tarif jam kerja Kurator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
berdasarkan:
a. masa kerja sebagai Kurator;
b. besarnya atau banyaknya kasus kepailitan yang selesai
ditangani;
c. nilai harta pailit yang pernah ditangani;
d. hal yang terkait dengan rekam jejak Kurator
selama proses pengurusan dan pemberesan;
e. jumlah Kreditor;
f. tempat keberadaan harta pailit yang ditangani;
dan
g. kewajaran waktu yang diatribusikan dalam melaksanakan
pekerjaan.
(3) Penentuan besarnya Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak lebih besar dari persentase Imbalan Jasa yang tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.
Pasal 5
(1) Besarnya Imbalan Jasa bagi Kurator sementara ditentukan
sebagai berikut:
a. dalam hal permohonan pernyataan pailit dikabulkan,
besarnya Imbalan Jasa ditetapkan oleh majelis Hakim dengan mempertimbangkan
hasil rapat Kreditor yang pertama kali; atau
b. dalam hal permohonan pernyataan pailit
ditolak, besarnya Imbalan Jasa ditetapkan oleh majelis Hakim.
(2) Besarnya Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b ditentukan berdasarkan tingkat kerumitan pekerjaan,
kemampuan, dan tarif jam kerja dari Kurator sementara yang bersangkutan.
(3) Tarif jam kerja dari Kurator sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan tarif jam kerja terpakai yang
dihitung paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah) per jam dan
dibebankan kepada pemohon penunjukan Kurator sementara.
Pasal 6
(1) Imbalan Jasa bagi Pengurus dibayar
berdasarkan kesepakatan antara Debitor dengan Pengurus dan ditetapkan oleh
majelis Hakim.
(2) Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibebankan kepada Debitor yang besarnya dihitung dari nilai utang yang
harus dibayarkan.
[Note SHIETRA & PARTNERS
: Sayangnya, tidak dijelaskan oleh peraturan ini, apa yang dimaksud dengan
“nilai utang yang harus dibayarkan”? Apakah segala utang yang dimiliki oleh
sang debitor ataukah utang yang telah jatuh tempo atau gagal bayar
(wanprestasi, cidera janji) saat terjadinya penetapan PKPU?
[Sebagai contoh, seorang
debitor memiliki 100 orang kreditor, dan hanya 1 diantaranya yang macet atau
gagal bayar dan itu pun nilainya tidak signifikan dibanding piutang-piutang
para kreditor lainnya. Lantas, apakah imbal jasa atau fee sang Pengurus, persentasenya dihitung dari basis seluruh
hutang-piutang 100 orang kreditor?
[Jika memang demikian adanya,
seorang “debitor nakal” dapat bekerjasama dengan Pengurusnya untuk mem-PKPU
diri sang debitor, dalam rangka membuat para kreditornya merugi besar karena
“dirampok” oleh imbal jasa sang Pengurus yang dibalik layar memiliki deal tersendiri dengan sang debitor
(modus).]
(3) Penetapan Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) juga mempertimbangkan pendapat Kreditor.
(4) Dalam hal tidak terjadi kesepakatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Imbalan Jasa bagi Pengurus ditetapkan oleh
majelis Hakim dengan ketentuan:
a. paling banyak 7,5% (tujuh koma lima persen)
dari nilai utang yang harus dibayarkan dalam hal penundaan kewajiban pembayaran
utang berakhir dengan perdamaian; dan
b. paling banyak 5,5% (lima koma lima persen)
dari nilai utang yang harus dibayarkan dalam hal penundaan kewajiban pembayaran
utang berakhir tanpa perdamaian.
Pasal 7
(1) Dalam hal terjadi penambahan atau penggantian
Kurator dan/atau Pengurus, besarnya Imbalan Jasa ditentukan berdasarkan hasil
rapat Kreditor dengan mempertimbangkan alasan penambahan atau penggantian
Kurator dan/atau Pengurus.
(2) Hasil rapat Kreditor mengenai besarnya
Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada majelis
Hakim sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan Imbalan Jasa.
(3) Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dibebankan pada biaya kepailitan.
Pasal 8
Dalam
hal Kurator adalah Balai Harta Peninggalan, besarnya Imbalan Jasa ditentukan
sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia.
BAB III
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 9
Pada
saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, perhitungan Imbalan Jasa bagi Kurator
dan Pengurus terhadap perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran
utang yang masih dalam proses pengurusan dan/atau pemberesan tetap dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 11
Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi Kurator dan Pengurus sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 2 Tahun
2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
11 Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi Kurator dan Pengurus.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 10
Pada
saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
11 Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi Kurator dan Pengurus (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 371); dan
b. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi Kurator dan Pengurus
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 513),
dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 11
Peraturan
Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta
pada
tanggal 30 Maret 2021
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
YASONNA
H. LAOLY
Diundangkan
di Jakarta pada tanggal 31 Maret 2021
LAMPIRAN
PERHITUNGAN IMBALAN JASA BAGI KURATOR
A. Imbalan Jasa bagi Kurator dalam hal kepailitan
berakhir dengan perdamaian dihitung sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:
1. Nilai Utang yang harus dibayarkan : Sampai
dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) — Imbalan Jasa : 5% (lima
persen).
2. Di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah) sampai dengan Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah)
— 3% (tiga persen).
3. di atas Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima
puluh miliar rupiah) sampai dengan Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar
rupiah) — 2% (dua persen).
4. di atas Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar
rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) — Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
5. di atas Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah)
— Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
Contoh:
1. Apabila nilai utang yang harus dibayar oleh
Debitor sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah), maka besaran
imbalan jasa bagi Kurator ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut:
- Nilai Utang dan Persentase 5% (lima persen)
dari Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) — Jumlah Imbalan Jasa Rp1.000.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
2. Apabilaa nilai utang yang harus dibayar oleh
Debitor sebesar Rp150.000.000.000,00 (seratus lima puluh miliar rupiah), maka
besaran imblan jasa bagi Kurator ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut:
1. Nilai Utang dan Persentase = 5% (lima persen)
dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) — Jumlah Imbalan Jasa
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus
rupiah);
2. 3% (tiga persen) dari Rp100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah) — Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Jumlah = Rp5.500.000.000,00 (lima miliar lima
ratus juta rupiah).
3. Apabila nilai utang yang harus dibayar oleh
Debitor sebesar Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah), maka besaran
Imbalan Jasa bagi Kurator ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut:
- Nilai Utang dan Persentase 5% (lima persen)
dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) — Jumlah Imbalan Jasa Rp2.500.000.000,00
(dua miliar lima ratus juta rupiah).
- 3% (tiga persen) dari Rp200.000.000.000,00 (dua
ratus miliar rupiah) — Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
- 2% (dua persen) dari Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah) — Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Jumlah = Rp9.500.000.000,00 (sembilan miliar lima
ratus juta rupiah).
B. Imbalan Jasa bagi Kurator dalam hal kepailitan
berakhir dengan pemberesan dihitung sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:
1. Nilai Hasil Pemberesan di luar Utang sampai
dengan 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) — Imbalan Jasa 7% (tujuh
persen).
2. di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah) sampai dengan Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah)
— 5% (lima persen).
3. di atas Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima
puluh miliar rupiah) sampai dengan Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar
rupiah) — 3% (tiga persen).
4. di atas Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar
rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) — Rp25.000.000.000,00
(dua puluh lima miliar rupiah).
5. di atas Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun
rupiah) — Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).
Contoh:
1. Apabila nilai hasil pemberesan di luar utang
sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah), maka besaran Imbalan
Jasa bagi Kurator ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut:
- Nilai Hasil Pemberesan dan Persentase 7% (tujuh
persen) dari Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) — Jumlah Imbalan
Jasa Rp1.400.000.000,00 (satu miliar empat ratus juta rupiah).
2. Apabila nilai hasil pemberesan di luar utang
sebesar Rp150.000.000.000,00 (seratus lima puluh miliar rupiah), maka besaran
Imbalan Jasa bagi Kurator ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut:
1. Nilai Hasil Pemberesan dan Persentase 7%
(tujuh persen) dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) — Jumlah
Imbalan Jasa Rp. 3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah).
2. 5% (lima persen) dari Rp100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah) — Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Jumlah = Rp8.500.000.000,00 (delapan miliar lima
ratus juta rupiah).
3. Apabila nilai hasil pemberesan di luar utang
sebesar Rp.300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah), maka besaran Imbalan
Jasa bagi Kurator ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut:
1. Nilai Hasil Pemberesan dan Persentase 7%
(tujuh persen) dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) — Jumlah
Imbalan Jasa Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah).
2. 5% (lima persen) dari Rp200.000.000.000,00 (dua
ratus miliar rupiah) — Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
3. 3% (tiga persen) dari Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah) — Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Jumlah
= Rp15. 000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah).
Catatan Penutup SHIETRA & PARTNERS:
Debitor yang cerdas akan melakukan pendekatan
persuatif terhadap para kreditornya, dengan memberikan pemahaman bahwa
pailitnya debitor hanya akan merugikan para kreditor itu sendiri, karena yang
paling diuntungkan oleh keadaan pailit atau upaya pailit ialah kurator itu
sendiri, yang mana dapat mengurangi hak pelunasan piutang para kreditor,
mengingat fee kurator didahulukan pembayarannya ketimbang para kreditor jenis /
kriteria apapun. Daripada harta debitor habis dipungut kurator, lebih baik
dialokasikan untuk melunasi piutang para kreditor. Meski tidak dapat dilunasi
sepenuhnya, paling tidak masih lebih baik dialokasikan untuk pelunasan sebagian
piutang para kreditor tersebut.
Argumentasi inilah yang perlu dituangkan dalam
bentuk perhitungan yang diproyeksikan dalam proposal penawaran pelunasan
(proposal perdamaian dalam proses PKPU maupun Kepailitan) ketika debitor akan
digugat pailit, sehingga sebelum permohonan pailit disidangkan untuk menunjuk
kurator, debitor perlu bergerak cepat memberi pemahaman pada para kreditornya,
terutama kreditor pemohon pailit, bahwasannya yang akan para kreditor itu
dapatkan seandainya debitor jatuh pailit adalah lebih kecil ketimbang nilai
pelunasan yang ditawarkan debitor yang tidak sampai jatuh pailit.
Ketika kreditor pemohon pailit / PKPU sepakat
dengan penawaran pelunasan atau separuh pelunasan oleh debitor, segera minta
kreditor tersebut mencabut permohonan pailit / PKPU terhadap debitor. Baik
debitor maupun kreditor, hendaknya menghindari proses berganda PKPU yang
berlanjut kepada Kepailitan, kerena Kurator dan/atau Pengurus akan mendapat fee
secara berganda, oleh karena PKPU (ditangani oleh Pengurus) yang berlanjut
pada Kepailitan Debitor (ditangani oleh Kurator) tidak dihitung sebagai satu
paket, namun sebagai dua paket terpisah yang masing-masing dipungut biaya
imbalan jasa oleh Kurator dan/atau Pengurus.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.