Makna dan Contoh DELIK FORMIL dalam Hukum Pidana

LEGAL OPINION

Tindak pidana korupsi, Delik Formil ataukah Materiil? Dapat Merugikan Keuangan Negara, Tidak dapat Dipidana. Namun Percobaan Korupsi, dapat Dipidana (???)

Question: Maksudnya apa, istilah “delik formil” (dalam ilmu hukum pidana)?

Brief Answer: “Delik formil” merupakan antinomi atau berkebalikan dari “delik materiil”, dimana bila “delik materiil” mensyaratkan hasil dari suatu perbuatan pidana yang dilarang dan diancam sanksi hukuman telah terjadi dan selesai dlakukan oleh sang pelaku kejahatan, maka pelakunya bila terbukti memiliki kesalahan (baik disengaja maupun karena abai / lalai), dapat dijerat pidana oleh Penyidik maupun Jaksa Penuntut Umum hingga bermuara pada penjatuhan vonis hukuman oleh Hakim di pengadilan.

Berkebalikan dengan itu, “delik formil” tidak menyaratkan telah selesainya suatu perbuatan yang dilarang dan diancam sanksi secara pidana, namun cukup bila terdapat “permulaan perbuatan” yang tidak terselesaikan “niat jahat” (mens rea) yang bersangkutan bukan karena faktor kendali diri sang pelaku pelanggaran, namun karena faktor eksternal seperti akibat aksi sang pelaku telah terlebih dahulu dipergoki korban, korban yang melakukan perlawanan, tertangkap tangan oleh aparatur penegak hukum, kondisi rumah yang tidak mudah diterobos saat seorang maling mencoba memasukinya, atau karena kejadian lainnya.

Karenanya, “percobaan” untuk melakukan kejahatan pun tetap dapat ditindak dan didakwa serta dituntut, dimana rumusan kualifikasi deliknya dicirikan oleh frasa “percobaan + jenis kejahatan”. Tidak semua pasal-pasal pemidanaan bersifat “delik formil”, sehingga untuk menentukannya perlu dicermati rumusan pasal-pasal pemidanaan terkait sesuai kontekstual kasus peristiwanya. Kejahatan seperti pencurian, pembunuhan, penggunaan surat palsu atau memalsukan surat seolah-olah asli, merupakan contoh-contoh delik pidana yang bersifat “delik formil”—dalam artian selesai atau tidaknya, berhasil atau tidaknya kejahatan dan niat buruk dari pelaku kejahatan bersangkutan, tidaklah relevan menurut hukum pidana, karena tetap dapat dijerat dengan dakwaan “percobaan”.

Dengan memahami bahwa ciri khas dari “delik formil” ialah dicirikan oleh perbuatan “percobaan melakukan kejahatan yang dilarang” atau “dapat (berpotensi) menjadikan / menghasilkan” pun sudah tergolong sebagai delik yang dapat dijatuhi ancaman sanksi hukuman, maka terdapat problematik bila kita masuk ke dalam isu perihal tindak pidana korupsi. Semula, Undang-Undang tentang Tindak pidana korupsi (Tipikor) memiliki dua pasal yang mengatur perihal korupsi sebagai “delik formil”, dimana pada pasal yang satu terdapat frasa “dapat merugikan keuangan negara” dan pada pasal lain di dalam Undang-Undang yang sama terdapat pasal lain yang mengatur perihal “percobaan korupsi”.

Uniknya, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah pernah membatalkan frasa “dapat” dalam pasal pertama, karenanya rezim hukum Tipikor yang semula tergolong “delik formil” menjelma “delik materiil” karena perbuatan seorang tersangka ataupun terdakwa yang “dapat (berpotensi) merugikan keuangan negara” tidak dapat lagi secara serta-merta didakwakan dan dituntut ke hadapan pengadilan pidana—menjelma keharusan telah adanya sejumlah kerugian pada keuangan negara, barulah seseorang dapat dipidanakan sebagai pelaku Tipikor.

Uniknya pula, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia TIDAK turut membatalkan pasal kedua terkait delik “percobaan” terhadap para pelaku Tipikor, sehingga praktis dalam tataran praktiknya penegakan hukum Tipikor dalam praktik di Pengadilan Khusus Tipikor, menyerupai “banci”—dalam artian “delik formil” tidak diakui, namun disaat bersamaan menampilkan nuansa wajah “delik formil”; terbukti dari seorang tersangka kasus korupsi yang mengembalikan seluruh kerugian keuangan negara yang dikorupsi olehnya saat ditetapkan sebagai tersangka oleh aparatur penegak hukum, sekalipun mengembalikan uang hasil korupsi artinya tiada lagi kerugian (secara real) terhadap keuangan negara, yang bersangkutan tetap dijatuhi vonis hukuman dimana pengembalian sejumlah dana hasil korupsi hanya dijadikan sebagai faktor pertimbangan yang meringankan terhadap berat-ringannya sanksi hukuman yang dijatuhkan kepada yang bersangkutan.

PEMBAHASAN:

Untuk memudahkan pemahaman perihal “delik formil”, tepat kiranya SHIETRA & PARTNERS mengilustarsikannya lewat putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana “percobaan pembunuhan” sebagaimana tertuang dalam register Nomor 445 K/PID/2016 tanggal 03 Mei 2016, dimana Terdakwa didakwa karena telah melakukan percobaan dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP.

Terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Sumbawa Besar Nomor 206/PID.B/2015/PN.Sbw tanggal 25 November 2015, dengan amar sebagai berikut:

MENGADILI :

1. Menyatakan Terdakwa HAMZAH Als MUSA Ak ZAENAL terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PERCOBAAN PEMBUNUHAN” sebagaimana dalam dakwaan Alternatif Kesatu;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun;

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. MenetapkanTerdakwa tetap ditahan.”

Dalam tingkat banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Mataram Nomor 77/PID/2015/PT.MTR tanggal 18 Januari 2016, dengan amar sebagai berikut:

MENGADILI :

- Menerima permintaan banding dari Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum;

- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Sumbawa Besar Nomor 206/PID.B/2015/PN.Sbw tanggal 25 November 2015 yang dimohonkan banding tersebut;

- Memerintahkan kepada Terdakwa tetap berada dalam tahanan;

- Menetapkan lamanya Terdakwa ditahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.”

Pihak Terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi dengan alasan bahwa pihak korban yang menyulut dan memancing sengketa terhadap Terdakwa dimana senjata tajam yang digunakan adalah senjata yang dibawa dan dimiliki oleh pihak korban, dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:

1. Bahwa alasan kasasi Terdakwa tidak dapat dibenarkan. Putusan Judex Facti yang menyatakan Terdakwa telah terbukti melakukan percobaan pembunuhan sehingga Terdakwa dipidana penjara selama 10 tahun, sudah tepat, sudah sesuai dengan perbuatannya;

2. Bahwa Judex Facti telah mempertimbangkan mengenai fakta beserta alat pembuktian yang diperoleh dalam persidangan yang menjadi dasar penentuan kesalahan Terdakwa yaitu:

- Ketika saksi korban di sawah memanen kacang hijau bersama istrinya RADAIYAH, saat korban memikul kacang hijau menuju sepeda motor, tiba-tiba datang dari sebelah kiri korban langsung mencabut parang dan pinggang korban kemudian menebaskannya ke leher saksi korban hingga korban jatuh dan Terdakwa pergi;

- Melihat Terdakwa menebas leher korban, RADAIYAH berteriak sehingga saksi Mancawari dan Hamzah mendatangi RADAIYAH untuk selanjutnya menghampiri korban yang sudah tergeletak dengan tengadah sambil memegangi lehernya yang terluka dan korban minta pada Mancawari untuk menghubungi Mia;

- Ketika saksi Mancawari sedang menelpon, datang lagi Terdakwa dengan mengatakan agar mereka tidak ikut campur lalu Terdakwa menebaskan pedangnya ke arah korban beberapa kali;

- Setelah banyak orang datang, korban dibawa ke Rumah Sakit dan dari luka akibat perbuatan Terdakwa tersebut saksi korban mengalami luka berat yang tidak bisa pulih seperti semula yaitu : leher tidak bisa digerakkan untuk menoleh kekanan dan kekiri, tangan tidak bisa untuk mengangkat barang yang agak berat dan tidak bisa makan sendiri harus disuapi, serta korban tidak bisa bekerja lagi;

3. Bahwa alasan kasasi Terdakwa merupakan penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, yang tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa : HAMZAH Alias MUSA Ak. ZAENAL tersebut.”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.