LEGAL
OPINION
Question: Kerap terjadi seorang wartawan membuat berita
yang berisi fitnah, nah sebenarnya apa sih aturan main kalangan profesi
wartawan itu? Apa yang bisa warga negara lakukan ketika dirinya telah diberitakan
secara tidak benar oleh wartawan tersebut? Banyak media massa terutama koran
yang dalam praktek fungsinya seperti hanya menjadi agen penyebar kebohongan dan
pemerasan belaka, atau sekedar menyebar sensasi demi terjualnya oplah, yang
saya sinyalir dikendalikan suatu jaringan mafioso yang memiliki kepentingan
tertentu dalam memobiliasi opini publik serta dijadikan alat pemeras.
Brief Answer: Anda dapat meminta hak koreksi dan hak jawab.
Ketika pers menerbitkan pemberitaan, entah dari narasumber atau dari opini
pribadi industri pers, maka pers tersebut diwajibkan memberi ruang akomodasi
bagi hak jawab dan hak koreksi ini. Jika pelanggaran terhadap kode etik ini
dilanggar, adukan pada Dewan Pers, atau dapat langsung ditempuh langkah hukum
baik gugatan perdata maupun tuntutan pidana, karena Undang-Undang tentang Pers
membebankan kewajiban hukum kepada industri pers berupa kewajiban koreksi.
PEMBAHASAN:
Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang
Pers, menyebutkan:
“Dalam melaksanakan fungsi,
hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena
itu dituntut pers yang profesional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat.
“Kontrol masyarakat dimaksud
antara lain : oleh setiap orang dengan dijaminnya Hak Jawab dan Hak
Koreksi, oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media
(media watch) dan oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk dan cara.”
Pasal 1 UU Pers: “Dalam Undang-undang
ini, yang dimaksud dengan:
1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan,
suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk
lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis
saluran yang tersedia.
10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak
mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
11. Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk
memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang
merugikan nama baiknya.
12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau
membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang
dirinya maupun tentang orang lain.
13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau
ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak
benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi
kewartawanan.
Pasal 4 UU Pers:
1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau
pelarangan penyiaran.
4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan
mempunyai Hak Tolak.
Penjelasan Resmi Pasal 4 UU Pers:
Ayat 1: “Yang dimaksud dengan "kemerdekaan pers dijamin sebagai hak
asasi warga negara" adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan,
pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi
terjamin. Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan
pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi
yang dijabarkan dalam Kode Etik Jurnalistik serta sesuai dengan hati
nurani insan pers.”
Ayat 4: “Tujuan utama Hak Tolak adalah agar wartawan dapat melindungi
sumber-sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber
informasi. Hal tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat
penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan. Hak tolak dapat
dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang
dinyatakan oleh pengadilan.”
Pasal 5 UU Pers:
1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan
menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga
tak bersalah.
2. Pers wajib melayani Hak Jawab.
3. Pers wajib melayani Hak Tolak.
Penjelasan Resmi Pasal 5 Ayat 1 UU Pers:
“Pers nasional dalam menyiarkan
informasi, tidak menghakimi atau membuat kesimpulan kesalahan seseorang,
terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih dalam proses peradilan, serta
dapat mengakomodasikan kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan
tersebut.”—Inilah yang kemudian dikenal sebagai “trial
by the press”.
Pasal 6 Butir (c) UU Pers:
“Pers nasional melaksanakan
peranannya sebagai berikut: c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan
informasi yang tepat, akurat dan benar.”
Penjelasan Resmi Pasal 6 UU Pers:
“Pers nasional mempunyai
peranan penting dalam memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan
mengembangkan pendapat umum, dengan menyampaikan informasi yang tepat, akurat
dan benar. Hal ini akan mendorong ditegakkannya keadilan dan kebenaran,
serta diwujudkannya supremasi hukum untuk menuju masyarakat yang tertib.”
Pasal 7 Ayat (2) UU Pers:
“Wartawan memiliki dan menaati
Kode Etik Jurnalistik.”
Penjelasan Resmi Pasal 7 Ayat 2 UU Pers:
“Yang dimaksud dengan
"Kode Etik Jurnalistik" adalah kode etik yang disepakati organisasi
wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.”
Pasal 12 UU Pers:
“Perusahaan pers wajib
mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui
media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat
percetakan.”
Penjelasan Resmi Pasal 12 UU Pers:
“Pengumuman secara terbuka dilakukan dengan cara
:
a. media cetak memuat kolom nama, alamat, dan penanggung jawab penerbitan
serta nama dan alamat percetakan;
b. media elektronik menyiarkan nama, alamat, dan penanggungjawabnya pada
awal atau akhir setiap siaran karya jurnalistik;
c. media lainnya menyesuaikan dengan bentuk, sifat dan karakter media
yang bersangkutan. Pengumuman tersebut dimaksudkan sebagai wujud
pertanggungjawaban atas karya jurnalistik yang diterbitkan atau disiarkan. Yang
dimaksud dengan "penanggung jawab" adalah penanggung jawab perusahaan
pers yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi. Sepanjang menyangkut pertanggungjawaban
pidana pengamat ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15 UU Pers:
1. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan
pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
2. Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
a. melakukan pengkajian untuk
pengembangan kehidupan pers;
b. menetapkan dan mengawasi
pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
c. memberikan pertimbangan dan
mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang
berhubungan dengan pemberitaan pers;
d. mengembangkan komunikasi
antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
f. mendata perusahaan pers;
Penjelasan Resmi Pasal 15 UU Pers:
Ayat 1: “Tujuan dibentuknya Dewan Pers adalah untuk mengembangkan
kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas serta kuantitas pers nasional.
Ayat 2: “Pertimbangan atas pengaduan dari masyarakat sebagaimana dimaksud
ayat (2) huruf d adalah yang berkaitan dengan Hak Jawab, Hak Koreksi dan dugaan pelanggaran
terhadap Kode Etik Jurnalistik.”
Pasal 17 UU Pers:
1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan
pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
a. Memantau dan melaporkan
analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang
dilakukan oleh pers;
b. menyampaikan usulan dan
saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers
nasional.
Pasal 18 UU Pers:
1. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan
tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal
4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
2. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat
(2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
3. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta
rupiah).
Note SHIETRA & PARTNERS: Diaturnya ketentuan pidana tak mengamputasi
hak masyarakat untuk mengajukan gugatan secara perdata terhadap pers yang telah
melakukan perbuatan melawan hukum sehingga timbul kerugian terhadap korban
terkait pemberitaan yang tidak proporsional, seperti berat sebelah, subjektif,
dsb.
Penjelasan Resmi Pasal 18 Ayat (2) UU Pers:
“Dalam hal pelanggaran pidana
yang dilakukan oleh perusahaan pers, maka perusahaan tersebut diwakili oleh
penanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 12.”
KODE ETIK JURNALISTIK
Kamis, 28 Juli 2011
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia
yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk
memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan
meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu,
wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab
sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers
menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan
terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh
informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika
profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan
menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia
menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat,
berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti
memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur
tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan
pers.
b. Akurat berarti dipercaya
benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua
pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk
berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan
kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan
tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas
diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang
faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan
pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan
tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman
traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat,
termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara
tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi
kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang,
tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas
praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti
melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah
memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara
proporsional.
c. Opini yang menghakimi
adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini
interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah
adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan
cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu
yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai
dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan
tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan
tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran
tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang
semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan
suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban
kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku
kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data
dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk
melacak.
b. Anak adalah seorang yang
berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan
Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi
adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang
diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian
dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi
independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang
tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan
embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan
kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak
untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan
narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah
penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang
adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau
diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. Off the record
adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan
atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan
prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras,
warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat
orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan
yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah
pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan
pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak
narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah
segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan
kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita
yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada
pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan
dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari
pihak luar.
b. Permintaan maaf
disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak
seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan
terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah
hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh
pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti
setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan
Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi
wartawan dan atau perusahaan pers.
Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006
(Kode Etik Jurnalistik ditetapkan Dewan Pers melalui Peraturan Dewan Pers
Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers
Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan
Pers)
…
©
SHIETRA & PARTNERS Copyright.