ARTIKEL HUKUM
Pada tanggal 16 Novmber 2018, Mahkamah Agung RI kembali menerbitkan regulasi yang bersifat quasi-legislatif yang diberi judul “Surat Edaran” namun diberlakukan secara umum layaknya sebuah undang-undang yang mengikat publik pencari keadilan, yang kian membuat norma hukum menjelma “rimba belantara” yang menggurita dan terkesan tumpang-tindih, mengingat pengalaman kurang menyenangkan dari berbagai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) sebelum-sebelumnya—dimana juga terkesan kurang matangnya rumusan kaedah yang digodok dalam rapat para Hakim Agung MA RI, bahkan terlihat secara eksplisit bersifat semata diterbitkan untuk memperbaiki “kecelakaan” dalam SEMA-SEMA sebelumnya.