Cara Menghadapi Mental Pengemis Minimarket yang Meminta Uang Receh Kembalian Hak Konsumen untuk Didonasikan

ARTIKEL HUKUM
Adalah tanggung-jawab pelaku usaha minimarket maupun toko kelontong lainnya untuk menyediakan uang “receh” sebagai uang kembalian kepada konsumen, bukan sebaliknya pihak konsumen yang bertanggung-jawab untuk itu—mengapa? Dapat saja konsumen yang kita wajibkan menyediakan uang pas hingga ke nilai “sen”, namun yang terjadi kemudian ialah antrian pembeli di depan meja kasir akan “mengular”, sehingga yang paling rasional dibebani kewajiban untuk menyediakan uang kembalian secara paling efisien ialah pihak pelaku usaha minimarket itu sendiri.

Cara Menghitung Masa Kerja dalam Kontrak Kerja Berjenis Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan Rasionalisasinya

ARTIKEL HUKUM
Modus pemutusan hubungan kerja (PHK) “secara sepihak” (hukum ketenagakerjaan dan hubungan industrial di Indonesia tidak mengenal istilah PHK diluar lembaga peradilan, sehingga sejatinya hanya berupa “PHK secara politis” de facto belaka, bukan PHK dalam artian yuridis de jure sesungguhnya), semakin menunjukkan gelagat-gelagat liar dalam praktik dewasa ini, dimana penyalah-gunaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan pelanggarannya terjadi secara masif oleh kalangan pelaku usaha di Tanah Air—seolah negara tidak serius menegakkan aturan normatif hukum ketenagakerjaan dan tidak pernah hadir di tengah-tengah masyarakat dan angkatan kerja yang dibiarkan “berdarah-darah” digempur oleh ketimpangan ekonomi dan lemahnya daya tawar kalangan pekerja / buruh di Tanah Air.

Akibat Hukum Pekerja Kontrak yang Mangkir Kerja, Denda Pinalti PKWT disamping No Work No Paid

LEGAL OPINION
Question: Apakah prinsip “no work no paid” juga berlaku dalam konteks Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), alias bagi Pekerja Kontrak?

Menggugat Ketentuan Kewajiban Sertifikasi Produk / Jasa Halal Haram di Indonesia, Kebijakan yang Mengucilkan Dirinya Sendiri

ARTIKEL HUKUM
Telah terbit peraturan pemerintah yang mewajibkan setiap produk yang beredar di pasar Indonesia, agar diberi label “halal”. Alasannya, demi melindungi umat muslim dari produk-produk konsumtif yang tidak “halal”, alias mengeliminir segala produk “haram”. Segregasinya menjadi demikian jelas dan kontras, seolah dipertentangkan antara yang “halal” dan yang “haram”. Sama artinya juga melarang umat muslim untuk ber-travel dan berwisata ke luar negeri yang mayoritas penduduknya belum tentu menerapkan produk “halal” pada toko-toko kuliner mereka.

Covil Law, apakah Hukum artinya (Sebatas) Norma Undang-Undang?

ARTIKEL HUKUM
Apakah hukum, indentik dengan (sebatas) undang-undang? Dalam kesempatan kali ini, penulis akan mengupas sebuah “kelirumologi” terkait paradigma berpikir banyak kalangan Sarjana Hukum di Indonesia, seolah Hukum = Undang-Undang, seolah hukum identik semata dan sebatas pada peraturan perundang-undangan belaka. Jika betul demikian, maka patut kita “uji moril” perspektif demikian dengan pertanyaan sebagai berikut:

Penyalahgunaan Kata PERMISI, Bukan Menjadi ALASAN PEMBENAR maupun PEMAAF terhadap Pelanggaran. Modus Penipuan oleh Naga Suyanto, Pengacara Gembel yang Lebih Hina daripada Pengemis Spesialis Tipu-Menipu TUKANG LANGGAR

ARTIKEL HUKUM
Pelanggaran adalah Pelanggaran, Melanggar adalah Melanggar, dan Pelanggar adalah Pelanggar. Jika Sudah secara Tegas Dilarang, Mengapa Masih Juga Melanggar dan Dilanggar? MENTAL PELANGGAR.
Melanggar adalah melanggar, pelanggaran adalah pelanggaran, dan pelanggar adalah pelanggar, terlebih : kesengajaan melanggar atas apa yang telah tegas dilarang, sama artinya “mencari penyakit sendiri”, dan disaat bersamaan melecehkan orang lain atau melanggar hak-hak orang lain atas apa yang telah disepakati sebelumnya maupun terhadap suatu “term and condition” suatu penyedia layanan / jasa ataupun barang.

Apakah Mengemis adalah Kejahatan?

ARTIKEL HUKUM
Bila mengemis adalah ilegal, maka apakah profesi pengemis merupakan profesi yang patut dikategorikan sebagai “penjahat”? Mengapa mengemis menjadi ilegal, sementara seorang pengemis tidak mengganggu siapa pun dan tidak juga memaksa orang lain untuk berdonasi layaknya seorang preman yang kerap melakukan aksi “pemalakan”?

Membela / Menjaga Diri Vs. Cari Ribut, Cari Gara-Gara, dan Cari Gaduh

ARTIKEL HUKUM
Entah mengapa dan bagaimana, masyarakat kita dewasa ini kian tidak mampu memilah sesuatu hal dan kerap mencampur-adukkan satu hal dengan hal lain yang sejatinya bertolak-belakang, bahkan memutar balik dari “sebab” menjadi “akibat” dan “akibat” sebagai “sebab”. Dengan menggunakan logika akal sehat yang paling sederhana, sebagai orang dewasa sejatinya kita mampu memilah mana “sebab” dan mana “akibat”—sehingga sebenarnya artikel ini tidak perlu sampai harus penulis ulas, angkat isunya, serta membahasanya. Entah benar-benar tidak tahu, ataukah “tahu namun pura-pura tidak tahu”.

Mental Miskin Bangsa Miskin, You Asked for It

ARTIKEL HUKUM
Tentulah kita masih ingat pada postulat yang dikumandangkan oleh “the law of attraction” alias “hukum tarik-menarik”, yang menyebutkan bahwa suatu sikap dan cara berpikir menarik suatu realita mendekat pada diri orang yang bersangkutan. Bersikap layaknya seorang pengemis miskin, maka menjadikan warga negara bersangkutan benar-benar menjelma miskin dan hidup menggelandang layaknya seorang pengemis—yang dalam bahasa penulis, dirinya sendiri yang memintanya (you asked for it).

Cara Ampuh Membatalkan Putusan Arbitrase, Gugurkan Kontrak yang Mengandung Klausula Choise of Forum

LEGAL OPINION
Question: Apakah ada cara atau tips yang paling efektif serta paling efisien untuk membatalkan sebuah putusan arbitrase?

Sikap Mau Menang Sendiri, Pendebat yang Tampak Seolah Unggul namun Sekaligus sebagai Komunikator yang Terburuk

ARTIKEL HUKUM
Terdapat sebuah “resep / formula rahasia” tatkala seorang penulis naskah membuat skrip atau naskah suatu adegan dialog antar para tokoh dalam suatu sinema atau film drama, yang membuat para penontonnya terpikat untuk setia meluangkan waktu mengikuti dari detik awal tayangan hingga “ending” akhir kisah penutupnya yang mencapai puluhan episode, yakni : dialog antar tokohnya saling menggunakan bingkai “komunikasi yang logis”, baik dialog antar tokoh protagonisnya, ataupun ketika sang tokoh protagonis sedang berdialog sengit dengan tokoh antagonis.

Preseden / Yurisprudensi sebagai Implementasi Prinsip Equal Treatment If Equal Circumstances

ARTIKEL HUKUM
Baik Mahkamah Konstitusi RI maupun Mahkamah Agung RI memiliki pendirian ataupun klaim bahwa mereka menganut prinsip “equal treatment if equal circumstances”, yang bila diartikan bermakna sebagai : perlakuan sama untuk kondisi yang sama. Namun, kerapkali antar putusan Mahkamah Konstitusi RI maupun Mahkamah Agung RI justru secara kontradiktif saling bertolak-belakang dengan putusan lembaganya sendiri sebelumnya (dengan disparitas yang mencapai 180 derajat), seperti putusan MK RI yang menyatakan “maximum security” menjelma amar putusan “relative security” dalam perkara pengujian Undang-Undang terkait importasi hewan ternak—patut menjadi pertanyaan bagi masyarakat umum, ada apa dengan Mahkamah kita?

Tidak Selamanya Bersikap Diam adalah Emas, Menggoda Sikap Buruk Orang Lain untuk Menyalahgunakannya

ARTIKEL HUKUM
Pepatah mengatakan, pepatah klasik tentunya, bahwa diam adalah emas (silent is golden), bahwa kesabaran ialah tiada batasnya, dan penyabar tanpa protes adalah kesopanan sementara menjerit kesakitan adalah wujud ketidak-sopanan. Jika memang benar demikian, maka siapa yang paling diuntungkan dan yang paling merasa senang, bila bukan orang-orang jahat yang kerap mengambil untung, merugikan, dan menyakiti orang-orang pendiam yang acapkali “diam seribu bahasa” (yang lebih dapat menjadi mangsa empuk ketimbang seorang pendiam)?

Norma Hukum Seyogianya Menyerupai Aturan Main di atas Ring Tinju, Kepastian Hukum yang Paling Efektif karena Dikondisikan

ARTIKEL HUKUM
Dunia realita tidak pernah berjalan sebagaimana aturan main di atas sebuah ring tinju, dimana para petarungnya hanya akan tampil “satu melawan satu” dan terikat oleh aturan tinju yang ketat dan adil agar para petarungnya dapat saling bertarung dan berkompetisi secara adil tanpa kecurangan, dimana kecurangan akan melahirkan pinalti dari wasit, juri, dan para penontonnya. Di atas sebuah ring tinju, kecurangan dan pelanggaran mampu ditekan seminim mungkin, karena memang telah dikondisikan sedemikian rupa aturan-aturan permainan tinju dilaksanakan secara ketat dan efektif. Yang berani untuk bermain secara curang dan melanggar aturan, akan merugikan dirinya sendiriitulah implementasi hukum yang sangat efektif, yang sayangnya hanya berlaku murni di atas sebuah ring tinju.

Kesia-Siaan Norma Tindak Pidana Korporasi, antara Harapan (Teori), Norma Hukum, dan Praktik Perseroan

ARTIKEL HUKUM
ANTARA “TINDAK PIDANA KORPORASI” & “TINDAK PIDANA PENGURUS / PEMILIK KORPORASI”, SALING BERJARAK NAMUN TIDAK PERNAH SALING TERPISAHKAN
Berkembang wacana, bahwa yang semestinya dipidana atas perbuatan ilegal suatu korporasi, ialah para pemegang saham selaku pengendali dan pemilik usaha (beneficial owner) dari suatu korporasi, bukan justru menjerat “alat” yang digunakan oleh sang pemegang saham pengendali. Namun, bila pada muaranya yang dituju, disasar, dan dijerat pidana ialah subjek hukum orang-perorangan (naturlijk persoon) seperti pemilik atau pengendali suatu perseroan, maka apa guna lagi konsepsi pengaturan norma perihal “tindak pidana korporasi” dimana subjek hukum berupa “badan hukum” (rechts persoon) dapat dijerat pula ancaman sanksi pemidanaan baik berupa denda, pencabutan izin usaha, hingga pembekuan usaha (analogi “dipenjara”, serta “dihukum mati” berupa dilikuidasi alias dibubarkan secara permanen.

Upaya Hukum dalam Nebis In Idem, Kemelut dan Solusinya

LEGAL OPINION
Question: Apakah ada trik atau tips untuk mengatasi atau upaya hukum dalam perkara yang berpotensi diputus “nebis in idem”?

Penistaan Agama oleh Marketer suatu Keyakinan

LEGAL OPINION
Question: Sering kita temui, seseorang yang sedang menjadi marketer suatu agama atau keyakinan, menggunakan embel-embel seperti kalimat sebagai berikut: “Dulu saya beragama A, kini saya pindah agama ke agama B karena agama B menawarkan keselamatan.
Yang ingin saya tanyakan, apakah kata-kata semacam itu termasuk penistaan terhadap agama A, karena dirinya tahu bahwa saya beragama A? JIka tidak tergolong sebagai agama A, mengapa nurani saya berkata dirinya telah lancang menghina agama saya dengan kata-kata semacam itu?
Tetap saja, sekalipun itu benar adalah penistaan terhadap agama saya, saya merasa sudah dicurangi. Betapa tidak, ia tahu betul bahwa agama saya adalah agama A yang dikenal sebagai agama yang sangat toleran, penyabar, dan tidak mudah disulut amarah sekalipun dilecehkan juga tidak akan membalas perlakuannya, sehingga seolah menjadi “mangsa empuk” bagi mereka untuk menginjak-injak agama saya ketika sedang mempromosikan agamanya sendiri dalam rangka menjaring umat baru.

Menyaru / Dikemas sebagai Program Pemerintah, Pujian Dialamatkan pada Pemerintah, namun Dibiayai oleh Rakyat secara Paksa

ARTIKEL HUKUM
Saat bahasan ini penulis susun, sedang berkembang wacana dimana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atau yang juga kerap menyebut dirinya sebagai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), akan membentuk “sepasukan” debt collector sewaan guna menagih iuran BPJS Kesehatan dari setiap pesertanya yang menunggak, dimana para pasukan debt collector sewaan tersebut akan mendapat komisi dari keberhasilan mereka dalam menagih dari peserta BPJS Kesehatan.

Penggugat Berkualitas sebagai Saksi, ataukah Sebaiknya Saksi yang Berkualitas sebagai Penggugat

LEGAL OPINION
Question: Kami dan beberapa warga lainnya berkeberatan terhadap pembangunan pabrik di tengah-tengah lingkungan tempat tinggal kami. Apakah ada dampak negatifnya, bila kami selaku warga berbondong-bondong mengajukan gugatan sebagai para penggugat terhadap pihak pemilik pabrik?

Ciri-Ciri Preman dan Makna Premanisme

ARTIKEL HUKUM
Orang Waras, Takut dan Malu untuk Berbuat Jahat, Sekecil Apapun Bentuknya.
Sementara, si Dungu Merasa Hebat dapat Berbuat Jahat, Ditakuti / Disegani karena Kejahatannya, dan Mengumpulkan Perbuatan Buruk Sepanjang Hidupnya
Siapakah diantara kita yang belum pernah menghadapi ulah kalangan preman dan direpotkan oleh aksi-aksi premanisme, baik “preman pasar” hingga “preman berdasi” maupun “preman berbaju seragam loreng”? Bila tidak membuat ulah, tentulah mereka tidak akan disebut sebagai “preman”. Sebelum kita membahas perihal preman dan premanisme, tentunya kita perlu memberikan definisi perihal “premanisme” dan pelakunya, sang “preman”.

Menjadi Orang yang Baik, Bukan Artinya Melepaskan Hak untuk Melakukan Perlawanan ketika Diperlakukan secara Tidak Adil

ARTIKEL HUKUM
Apakah seseorang yang dapat “marah-marah” ketika hak-haknya selaku warga negara dilanggar oleh warga negara lainnya, merupakan cerminan karakter orang yang “tidak baik”? Apakah betul, terdapat korelasi yang relevan antara “marah-marah” dan “tidak baik”? Bila ada di antara pembaca yang memiliki perspektif demikian, maka itu bisa jadi adalah penghakiman yang “salah alamat”. Seseorang yang tidak pernah menipu, lalu dituduh menipu, justru menjadi tidak normal bila dirinya hanya berdiam diri.

Mitos dan Fatamorgana Gaya Berbicara Orang Hukum

ARTIKEL HUKUM
Sebelumnya, maaf beribu maaf, karena penulis hendak mengutarakan apa yang kerap dilontarkan oleh kalangan nonhukum terhadap perilaku kalangan Sarjana Hukum. Namun apa yang akan penulis ungkap, ialah apa yang penulis dengar secara langsung, dan kini penulis ceritakan ulang secara sejujur-jujurnya. Mengapa, tanya mereka, berbicara dengan orang-orang dari kalangan hukum seolah ditangkap kesan arogan dan bicaranya serampangan, suka-suka logika mereka sendiri, dan mau menang sendiri? Itulah salah satu cerminan “cibiran” masyarakat umum kita terhadap kalangan profesi hukum maupun mahasiswa hukum kita di Tanah Air.

Tuntutan Masyarakat yang Irasional, Berdiam Diri ketika Dirugikan olwh Warga Lainnya Bukanlah Cerminan Warga Negara yang Baik

ARTIKEL HUKUM
Kita selalu berasumsi bahwa masyarakat kita selalu mau dan mampu bersikap rasional, dan hukum kita pun berasumsi bahwa masyarakat kita memiliki sikap-sikap rasional—yang senyatanya dalam artikel singkat ini akan penulis buktikan fakta sebaliknya, bertolak-belakang dengan asumsi kita selama ini. Sebelum kita membahas lebih dalam, terlebih dahulu kita perlu memahami definisi “rasional”, yang penulis maknai sebagai daya kemampuan untuk berpikir sistematik, logis, holistik, empirik, imparsial, dan bernalar secara penuh tanggung-jawab. Sementara lawan kata dari “rasional”, ialah “irasional”.

Arti MUNAFIK dan KEMUNAFIKAN, Telaah Kasus Pengusaha Ilegal Kriminal Penjual Online Casing Handphone dengan Merek Dagang CASE PEDIA, Jalan Al-Ma’rifah Nomor 72, Kelurahan Rawa Buaya, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat


ARTIKEL HUKUM
Munafik, berkelindan bagai “pinang dibelah dua” dengan sikap “tidak punya malu”, “tidak tahu malu”, dan “aksi putar-balik fakta”. Sementara kemunafikan dapat dimaknai sebagai sikap dan sifat yang secara “seronok” mempertontonkan sifat munafik di muka umum. Orang-orang munafik sangat tidak terampil dalam hal “bercermin diri”, dan antara ucapan serta perilakunya, seringkali justru bertolak-belakang.