ARTIKEL
HUKUM
Munafik, berkelindan bagai “pinang dibelah dua” dengan sikap “tidak punya
malu”, “tidak tahu malu”, dan “aksi putar-balik fakta”. Sementara kemunafikan
dapat dimaknai sebagai sikap dan sifat yang secara “seronok” mempertontonkan
sifat munafik di muka umum. Orang-orang munafik sangat tidak terampil dalam hal
“bercermin diri”, dan antara ucapan serta perilakunya, seringkali justru
bertolak-belakang.
Terdapat sebuah contoh ekstrim yang dapat penulis ilustasikan sebagai
contoh konkretnya, berupa kejadian nyata aksi kriminal oleh pengusaha ilegal penjualan online casing handphone dengan nama toko online "CASE PEDIA", yang kami liput pada sebuah daerah
pemukiman padat penduduk pada salah satu daerah di bilangan DKI Jakarta, dengan
lokasi liputan tepatnya pada Jalan Al-Ma’rifah Nomor 72 serta Al-Marifah Nomor 9-11 (satu deretan gedung dimana keseluruh deretan gedung dengan alamat / nomor 72 dan 9-11 tersebut dimiliki seorang pengusaha serakah botak-kriminal yang sama, yakni Penjual Online ILEGAL KRIMINAL Casing Handphone dengan Merek Dagang "CASE PEDIA", Kelurahan Rawa Buaya,
Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, dan dapat disajikan dengan representasi
foto dokumentasi berikut sebagai gambaran singkatnya:
Transkrip redaksi dalam foto di atas:
Tanggal 22 Oktober 2019,
PENGUSAHA SERAKAH & KARYAWANNYA Al-Marifah No. 72 (Penjual Online ILEGAL KRIMINAL Casing Handphone dengan Merek Dagang "CASE PEDIA") MENGANIAYA SECARA
KEROYOKAN (PENGECUT!) WARGA SETEMPAT, berikut foto korban dan bukti sandal
pelaku (ALAT BUKTI): ...
Andi, sang PENGUSAHA SEKARAH
Al-marifah No. 72 (Penjual Online ILEGAL KRIMINAL Casing Handphone dengan Merek Dagang "CASE PEDIA"): “Suka-suka saya
panggil ratusan ojek online sekalipun tanpa izin usaha dan sekalipun mengganggu
warga setempat, dan suka-suka itu ojek online parkir sembarangan di rumah warga.”
PENGUSAHA TIDAK BERTANGGUNG JAWAB!
RATUSAN OJEK ONLINE SETIAP HARI
DIPANGGIL PENGUSAHA SERAKAH Al-marifa No. 72, DARI PAGI HINGGA SORE, SETIAP
HARI, DISEBUT PARKIR SEMENTARA?
BANGUN TEMPAT USAHA BESAR-BESAR, TAPI MENJADIKAN RUMAH
WARGA SEBAGAI TEMPAT PARKIR, BAHKAN MENGIRIM BARANG MEMAKAI ALAMAT RUMAH WARGA, SEMOGA HUKUM KARMA
MEMBALAS PERBUATAN PENGUSAHA TAMAK SERAKAH YANG HANYA BERANI MAIN
KEKERASAN-KEROYOKAN DAN TIDAK PUNYA MALU!
BERANINYA MAIN KEROYOKAN DAN
KEKERASAN, PENGECUT!!!! SERAKAH!!! MASUK NERAKA!!!
TEMPAT USAHA AL-MARIFA Nomor 72 dan 9-11 (kesemuanya nomor bangunan tersebut satu deret dimiliki pengusaha serakah ilegal-kriminal yang sama),
ADALAH USAHA ILEGAL & KRIMINAL
1. TANPA IZIN USAHA, IZIN
LOKASI, IZIN GANGGUAN WARGA, DSB;
2. TATA RUANG PEMUKIMAN / PERUMAHAN
PADAT PENDUDUK, BUKAN UNTUK TEMPAT USAHA SKALA SEBESAR ITU;
3. SETIAP HARI MEMANGGIL
PULUHAN HINGGA RATUSAN OJEK ONLINE DAN MOBIL KONTAINER, TANPA MAU MEMBANGUN
TEMPAT PARKIR SEKALIPUN TEMPAT USAHA AL-MARIFAH No. 72 DIBUAT BEGITU BESARNYA (Penjual Online ILEGAL KRIMINAL Casing Handphone dengan Merek Dagang "CASE PEDIA").
TANPA TEMPAT PARKIR YANG LAYAK, WAJAR BILA OJEK ONLINE PARKIR SEMBARANGAN,
KARENA TIDAK ADA TEMPAT PARKIR YANG DISEDIAKAN OLEH PENGUSAHA AL-MARIFAH No.
72!
4. MENGIRIM BARANG DENGAN
MENGGUNAKAN ALAMAT RUMAH WARGA, AGAR OJEK ONLINE PARKIR DI RUMAH WARGA (MODUS).
5. MELAKUKAN KEKERASAN FISIK
(PENGANIAYAAN) DENGAN KEROYOKAN TERHADAP WARGA SETEMPAT YANG TELAH TINGGAL
SELAMA 40 TAHUN, AKSI KRIMINIL. BERIKUT FOTO WARGA KORBAN KEKERASAN FISIK
OLEH PENGUSAHA AL-MARIFAH No. 72 (Penjual Online ILEGAL KRIMINAL Casing Handphone dengan Merek Dagang "CASE PEDIA"): ...
6. MENGKLAIM JALAN UMUM
AL-MARIFAH BETON MAUPUN JALAN UMUM ASPAL AL-MARIFAH, ADALAH MILIK PENGUSAHA No.
72 DENGAN DASAR KLAIM IMB DAN SERTIFIKAT TANAH (KLAIM DISAKSIKAN OLEH BAPAK
SYAMSUDIN, tgl 22 Oktober 2019).
7. PENGUSAHA No. 72 MENGANCAM
AKAN MENUTUP AKSES JALAN UMUM JALAN AL-MARIFAH, KARENA MENGKLAIM MEMILIKI IMB
DIATAS JALAN BETON MAUPUN JALAN ASPAL DI JALAN AL-MARIFAH.
8. USAHA SECARA ILEGAL,
MERAMPAS JALANAN MILIK WARGA, MERESAHKAN WARGA YANG TELAH TINGGAL SELAMA 40
TAHUN, PARKIR SEMBARANGAN = PREMANISME, SEOLAH RAJA AL-MARIFAH!
Kertas tempelan mading pada
rumah sang warga (korban) kemudian dirusak oleh anak buah sang pelaku usaha
ilegal kriminal demikian, bahkan sang pelaku usaha kembali melecehkan warga
(korban) dengan membuat spanduk yang demikian melecehkan sebagai “pemarah” (warga mana yang tidak akan
marah “dikorbankan” / “ditumbalkan” oleh pelaku usaha ilegal serakah kriminil
demikian?), bahkan dicantum pula olehnya kata-kata “#TetanggaKokGitu” pada spanduk yang dipasang oleh sang pelaku
usaha kriminil tersebut, kemudian untuk itu dibuatlah kertas tempelan tambahan
oleh sang warga (korban):
SI PENGUSAHA ILEGAL KRIMINAL
SERAKAH PIKIR, BISA HAPUS DOSA DENGAN RUSAK TULISAN MILIK WARGA INI?
HUKUM KARMA SUDAH MENCATAT
PERBUATANNYA, DAN AKAN MEMBALAS SELURUH PELAKUNYA SECARA SETIMPAL.
MAU LARI DARI HUKUM KARMA
DENGAN TUTUPI FAKTA INI?
#KarmaYangAkanMembalas
#DoaWargaYangTerzolimi
#MenjadikanPerumahanSebagaiTempatUsahaIlegalMengganggu
#PengusahaBotakSerakahIlegalKriminalAl-MarifahNomor72
#TetanggaKokMiripPremanKriminalRajaJalananBotakGengster
#CowokBotakBencongBeraninyaKeroyokanMiripTukangPukul
#PengusahaSerakahIlegalKuasaiMakaninJalanUmumMasukNeraka
Berikut hasil penelusuran redaksi hukum-hukum.com
: Lokasi Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah sebuah daerah pemukiman padat
penduduk dengan ruas jalan yang sempit, sebagaimana daerah perumahan padat
penduduk lainnya di ibukota. Daerah pemukiman, adalah ilegal dialih-fungsikan
sebagai tempat usaha berskala besar terlebih dengan dampak lingkungan (terutama
arus lalu-lintas dan kendaraan yang dipanggil serta serta dijadikannya tempat
parkir demi kepentingan sang pelaku usaha ilegal atas jalan umum yang sempit
maupun halaman rumah milik warga setempat atas kawasan pemukiman) yang
mengganggu dan merugikan hak keperdataan maupun hak untuk hidup tenang warga
sekitar maupun bagi pengguna jalan milik umum, terlebih dampak suara-suara mengganggu
seperti suara kurir yang menyelotip barang kiriman dengan bunyi berisik keras,
bunyi mobil box panggilan sang pengusaha ilegal yang menutup pintu bagasi mobil
yang keras mengejutkan, suara-suara hilir-mudik ratusan ojek-online (terutama ketika mereka menghidupkan kembali kendaraan mereka sehabis diparkir, suara derung knalpot demikian keras sangat mengganggu warga) yang
dipanggil oleh sang pelaku usaha sekalipun tempat / lokasi merupakan kawasan
PERUMAHAN / PEMUKIMAN PADAT PENDUDUK.
Tepat di seberang tempat usaha dengan nama Jalan Al-Ma’rifah Nomor 72,
Kelurahan Rawa Buaya, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat tersebut, terdapat sebuah
rumah warga yang selama bertahun-tahun dijadikan tempat parkir ilegal kendaraan
milik tamu sang pengusaha, kendaraan mobil kontainer yang dipanggil sang
pengusaha, hingga mobi box dan ratusan ojek-online pesanan sang pengusaha
ilegal “serakah” yang membangun tempat usaha sedemikian besar (satu deret
bangunan dari ujung jalan ke ujung jalan lainnya dimiliki pengusaha ilegal
serakah kriminal yang sama), namun saking serakah akibat tidak bersedia menyisihkan
lahan di atas tanah miliknya sendiri untuk tempat parkir bagi kegiatan usaha
ilegalnya.
Kejadian demikian berlangsung selama bertahun-tahun lamanya, dari pagi
hingga sore hari, selama enam hari dalam seminggu. Gedung milik sang pengusaha “ilegal
serakah” demikian sejatinya semula terdapat tempat parkir untuk mobil box di dalam
gedung, namun sang pengusaha “serakah ilegal” tersebut menguasai seluruh tanah
sebagai tempat usaha, tanpa mau membuat tempat parkir yang layak bagi kegiatan
usahanya, bahkan memarkir kendaraan mobil milik sang pengusaha pada ruas jalan
umum milik warga—alhasil warga pelintas hanya dapat menggunakan satu ruas jalan
dari dua ruas jalan milik umum, menyerupai “bottleneck”
dimana bila terdapat dua mobil berpapasan, maka akan terjadi “deadlock” mengingat satu ruas jalan
milik umum dijadikan tempat parkir ilegal kendaraan milik sang pengusaha “serakah”
seolah dirinya dapat membawa “tanah” kubur miliknya ke neraka.
Sekalipun gedung “satu deret” sang pelaku usaha telah demikian luas (jalan Al-Marifah Nomor 72 yang menjadi satu deret dengan bangunan Al-Marifah Nomor 9-11, Penjual Online ILEGAL KRIMINAL Casing Handphone dengan Merek Dagang "CASE PEDIA"), di mana dalam gambar di atas, terdapat gudang di dalam bangunan yang sebelum dibeli oleh sang pengusaha “serakah”, digunakan oleh pemilik sebelumnya untuk memarkir kendaraan box, namun tetap saja sang pengusaha “serakah” kini memarkir kendaraan pribadinya di luar bangunan gedung, TANPA BERSEDIA MEMBUAT TEMPAT PARKIR YANG LAYAK BAGI TAMU, BAGI KENDARAAN DIRINYA, KENDARAAN KARYAWAN, MAUPUN KENDARAAN-KENDARAAN MOBIL KONTAINER ATAUPUN BAGI RATUSAN OJEK ONLINE YANG DIPESAN OLEH SANG PELAKU USAHA SERAKAH DIMAKSUD SETIAP HARINYA. Kurang luas, memiliki tanah sebesar jalan Al-Marifah Nomor 72 yang menjadi satu deret dengan bangunan Al-Marifah Nomor 9-11 (Penjual Online ILEGAL KRIMINAL Casing Handphone dengan Merek Dagang "CASE PEDIA"), namun masih juga merampas hak umum atas jalan milik umum maupun halaman rumah warga setempat yang dijadikan tempat parkir liar oleh kepentingan usaha ilegal sang pengusaha serakah di LINGKUNGAN PERUMAHAN?
Sekalipun gedung “satu deret” sang pelaku usaha telah demikian luas (jalan Al-Marifah Nomor 72 yang menjadi satu deret dengan bangunan Al-Marifah Nomor 9-11, Penjual Online ILEGAL KRIMINAL Casing Handphone dengan Merek Dagang "CASE PEDIA"), di mana dalam gambar di atas, terdapat gudang di dalam bangunan yang sebelum dibeli oleh sang pengusaha “serakah”, digunakan oleh pemilik sebelumnya untuk memarkir kendaraan box, namun tetap saja sang pengusaha “serakah” kini memarkir kendaraan pribadinya di luar bangunan gedung, TANPA BERSEDIA MEMBUAT TEMPAT PARKIR YANG LAYAK BAGI TAMU, BAGI KENDARAAN DIRINYA, KENDARAAN KARYAWAN, MAUPUN KENDARAAN-KENDARAAN MOBIL KONTAINER ATAUPUN BAGI RATUSAN OJEK ONLINE YANG DIPESAN OLEH SANG PELAKU USAHA SERAKAH DIMAKSUD SETIAP HARINYA. Kurang luas, memiliki tanah sebesar jalan Al-Marifah Nomor 72 yang menjadi satu deret dengan bangunan Al-Marifah Nomor 9-11 (Penjual Online ILEGAL KRIMINAL Casing Handphone dengan Merek Dagang "CASE PEDIA"), namun masih juga merampas hak umum atas jalan milik umum maupun halaman rumah warga setempat yang dijadikan tempat parkir liar oleh kepentingan usaha ilegal sang pengusaha serakah di LINGKUNGAN PERUMAHAN?
Modus terus berlanjut akibat sang pengusaha “ilegal” tidak mampu menahan
libido birahi nafsu keserakahannya, dengan modus memanggil ratusan ojek online
guna mengantar pesanan jual-beli “online”
dengan menggunakan alamat rumah warga yang tinggal di seberang tempat usahanya
(yang mena kelak sang warga ini akan dianiaya oleh sang pengusaha ilegal
kriminal bersangkutan).
Sang warga pemilik rumah JELAS MENJADI terganggu, karena setiap kali
ojek-online mengetuk pintu pagar mengejutkan pemilik rumah, mendapati bahwa bukan
sang warga yang memesan, dan sang pelaku usaha “ilegal” ternyata secara sengaja
memesan ojek-online dengan menggunakan alamat rumah warga yang besar
kemungkinan untuk tujuan mengirim obat-obatan terlarang.
Modus kedua, penggunaan alamat rumah warga untuk memanggil ojek-online, dimana
motif tujuan atau niat jahatnya ialah agar menjadikan halaman depan rumah warga
sebagai lahan parkir liar demi kepentingan usaha sang pelaku usaha “serakah”. Alhasil,
ketika pemilik rumah hendak keluar-masuk rumah sendiri, terutama ketika
menggunakan kendaraan roda empat, warga pemilik rumah sampai merasa jemu
seringkali harus “beradu mulut” dengan para ojek-online yang dipesan oleh sang
pelaku usaha “ilegal” demikian.
Hal demikian terus berlanjut, dimana sang pelaku usaha terus melanjutkan
aksi ilegalnya demikian dan keserakahan yang semakin tidak terbendung, dengan
cara memanggil mobil kontainer besar dan sekaligus ratusan ojek-online setiap
harinya. Karena tiada terdapat tempat parkir yang layak, wajar bila para
ojek-online memarkir kendaraannya pada sembarang tempat, yakni di rumah warga—bahkan
tepat di depan pagar rumah warga.
Tidak etisnya perilaku para tukang ojek-online, dimanfaatkan betul oleh
sang pelaku usaha, karena para tukang ojek-online tersebut memarkir serta
membereskan barangnya di depan pagar rumah warga yang terdapat kanopi tanpa
takut sekalipun ditegur oleh sang warga pemilik rumah karena tidak etis
memarkir kendaraan di depan pagar rumah milik orang lain. Bila tujuan para
ojek-online demikian ialah untuk mengantar atau mengambil barang dari sang
pelaku usaha, mengapa tidak memarkir kendaraan dan membereskan barang bawaannya
di tempat milik sang pelaku usaha? KARENA MEMANG TIDAK DISEDIAKAN TEMPAT USAHA
YANG LAYAK DAN MEMADAI OLEH SANG PELAKU USAHA ILEGAL SERAKAH KRIMINAL
TERSEBUT—bahkan lokasi merupakan kawasan pemukiman / perumahan padat penduduk.
Ketika hari terik dari sengatan matahari, ataupun hujan guyuran air
berjatuhan menimpa para driver
ojek-online mengingat memang tiada tempat parkir yang layak dibangun oleh sang
pengusaha, dengan tujuan mendesak para pengemudi ojek-online untuk memarkirkan
kendaraan mereka di depan pagar rumah milik warga yang berseberangan, alhasil lagi-lagi
rumah warga yang dijadikan lahan parkir liar secara ilegal demi kepentingan
sang pelaku usaha “botak serakah” tersebut.
Sekalipun sang pelaku usaha telah ditegur atas perilakunya yang
mengganggu ketenangan sang warga pemlik rumah yang telah tinggal di tempat
tersebut selama lebih dari 40 tahun lamanya, sementara banyak diantara anggota
keluarga sang pengusaha serakah maupun karyawannya hanyalah pendatang di wilayah
tersebut, kejadian demikian terus berulang dan kembali berulang, dimana parkir
liar demikian diketahui oleh para anak buah sang pelaku usaha yang justru asyik
sibuk hilir-mudik di jalan umum itu untuk membongkar-muat barang dari mobil
kontainer yang di parkir di jalan umum, serta para ojek-online pesanan sang
pelaku usaha “serakah” yang memarkir kendaraannya di depan pagar rumah sang
warga dibiarkan kian menjadi merajela bak raja jalanan.
Aduan warga pada pemerintah daerah, tidak membuahkan hasil, bahkan pihak
aparatur kelurahan setempat, Kelurahan Rawa Buaya (dalam wilayah Kecamatan
Cengkareng), menjadi “beking” yang justru melindungi sang pelaku usaha ilegal
demikian sekalipun aparatur kelurahan tahu betul sang pelaku usaha berusaha
secara ilegal di daerah pemukiman warga—tidak lain ialah telah memakan uang “sogok”
gratifikasi sehingga terhadap Peraturan Daerah tentang Tata Ruang pun dilanggar
di depan umum dan di depan publik secara demikian vulgar dan seronok.
Pecahlah kemarahan sang warga yang telah menumpuk selama sekian lama,
selama sekian lama menjadi “babu” yang harus membersihkan sampah-sampah berserakan
akibat sikap jorok para driver
ojek-online pesanan sang pelaku usaha ilegal yang parkir liar di rumah warga,
dari halaman depan rumah yang rusak akibat sapuan ban mobil kontainer dan
ratusan ojek-online yang setiap harinya parkir secara ilegal di depan rumah sang
warga, sampai akhirnya sang warga menuntut pertanggung-jawaban dari sang pelaku
usaha “serakah” ilegal demikian—pegawai “preman” sang pelaku usaha justru dalam
pembelaan dirinya mempersalahkan para umat muslim yang setiap hari jum’at siang
memarkir kendaraan mereka di tempat tersebut sebelum beribadah di masjid dekat
perumahan tersebut.
Siapa yang akan menyangka, ternyata sang pelaku usaha adalah “triad Mafia
Hongkong botak” yang keluarganya terdiri dari para mafia “tidak punya malu”
yang hanya berani main kekerasan secara berkeroyok melawan sang warga yang
hanya seorang diri, setelah sang pengusaha dengan belasan anak buahnya tersebut
kalah berdebat dari segi hukum dengan sang warga, dimana sang pelaku usaha yang
sudah ditegur oleh banyak warga setempat bahwa lokasi perumahan adalah dilarang
untuk tempat usaha, bahkan mengancam akan menutup jalan dengan klaim memiliki
IMB di atas jalan umum tersebut yang sudah menjadi jalan umum selama lebih dari
40 tahun lamanya. Izin Mendirikan Bangunan hasil “sogok-menyogok” khas pengusaha
ilegal tentunya, karena tenpa sertifikat tanah bagaimana mungkin dapat terbit
IMB, mengingat kondisi jalan umum tersebut telah eksis lebih dari 40 tahun
lamanya pada daerah perumahan dengan nama Jalan Al-Ma’rifah tersebut.
Setelah puas menganiaya secara berkeroyok sang warga, tanpa rasa bersalah
dan tanpa rasa malu, sang pengusaha ilegal sekarah kriminal tersebut merasa “kebal
hukum” dengan menantang agar sang warga yang menjadi korban penganiayaan melakukan
visum dan melapor ke kepolisian. Dirinya telah terbiasa dan mahir soal urusan
sogok-menyogok, mulai dari menyogok aparat Rukun Tetangga, aparat Kelurahan,
hingga kepolisian tentunya, sehingga begitu percaya diri melangar Peraturan Daerah
tentang Tata Ruan Wilayah, begitu bebas dan percaya diri bahkan menganiaya
warga yang telah tinggal menetap selama 40 tahun, begitu bebas dan percaya diri
mempertontonkan arogansi dan sikap menguasai jalan milik umum demi kepentingan
pribadi kegiatan usaha ilegalnya.
Beberapa waktu kemudian paska penganiayaan secara pengeroyokan oleh
keluarga pengusaha ilegal serakah kriminal beserta para karyawannya tersebut
kepada salah seorang warga yang dirugikan dan diganggu oleh kegiatan usaha
ilegal serakah sang pelaku usaha Jalan Al-Ma’rifah Nomor 72, Kelurahan Rawa
Buaya, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, pada suatu hari, terjadi keributan
internal domestik dalam rumah tangga warga lain. Seorang karyawan dari sang
pengusaha ilegal serakah kriminal tersebut dengan sok bijak bertanya kepada
warga lain di jalan yang melintas:
“Ada apa itu ribut-ribut?”
“Lagi berantem dengan anaknya.”
Lalu sang karyawan yang bekerja pada pengusaha ilegal serakah kriminal
tersebut menunjukkan sikap MUNAFIK dengan seolah-olah prihatin sembari
menunjukkan sikap “geleng-geleng kepala” sembari tersenyum kepada sang warga
lain yang memberi informasi demikian.
Memangnya mereka sendiri itu sudah benar? Mereka masih menjalankan
kegiatan usaha secara ilegal di pemukiman warga, memarkir kendaraan di jalan
milik umum sehingga hanya tersisa satu lajur jalan bagi pelintas jalan.
MUNAFIK. Mereka itu adalah para kriminil itu sendiri, membangun tempat usaha
ilegal, merampas hak publik atas jalan umum, bahkan merugikan hak-hak warga
yang bermukim hingga menganiaya warga yang telah menetap selama 40 tahun,
secara berkeroyokan.
MEREKA SENDIRI JUSTRU ADALAH KRIMINAL ITU SENDIRI. Tetangga yang berantem
adalah urusan domestik rumah tangga warga pemukim, namun tidak pernah sampai
memukul dan menganiaya tetangga. Yang semestinya paling malu dan paling buruk
memalukan perbuatannya, itu siapa? Selain ilegal, serakah, juga kriminal, ternyata
pengusaha Jalan Al-Marifah Nomor 72 Cengkareng maupun para karyawannya juga
MUNAFIK, TIDAK PUNYA MALU alias sudah putus urat malunya (Penjual Online ILEGAL KRIMINAL Casing Handphone dengan Merek Dagang "CASE PEDIA").
Itulah yang disebut dengan aksi kemunafikan, yakni kegagalan untuk
bercermin diri, ketidak-mampuan untuk mengontrol libido birahi keserakahan dan bahkan
secara vulgar mempertontonkan aksi “tidak punya malu” yang demikian seronok demikian.
Bagaikan kumbang pemakan kotoran yang merasa dirinya sebagai raja spesies
hewan, sejatinya hanyalah seekor kumbang pemakan kotoran yang berbau busuk dan
kotor.
Singkat kata, sifat “munafik” identik dengan sifat “tidak punya malu”, “tidak
tahu malu”, pandai “memutar balik fakta”, dan suka “menghalalkan segala cara”—yakni
cara-cara yang juga “tidak tahu malu” dan tidak etis pula caranya. Melakukan
kegiatan usaha ilegal, mengganggu warga, memakan jalan milik umum, mengorbankan
hak-hak keperdataan dan properti tanah milik warga lain, bahkan hingga
mempertontonkan aksi kriminalitas penganiayaan secara keroyokan, TANPA RASA
MALU, justru lebih sibuk mengomentari urusan internal domestik warga setempat, adalah
sebuah contoh paling sempurna dari seorang bermental “munafik”, tidak punya
malu meski memakai busana tertutup (dan meski kepalanya “botak” plontos khas
Mafia Hongkong, alias “sudah putus urat malunya”, bak “raja jalanan” Al-Marifah
akibat kekuatan ekonomi sogok-menyogoknya, (Penjual Online ILEGAL KRIMINAL Casing Handphone dengan Merek Dagang "CASE PEDIA")).
Bagi para pembaca yang hendak menyaksikan langsung “museum” kemunafikan
berwujud pengusaha ilegal “serakah” kriminil demikian, yang bahkan pengusaha ilegal
dan para karyawannya tersebut bukanlah warga setempat dan tidak tinggal di jalan
tersebut karena hanya menjadikan gedung bersangkutan sebagai tempat usaha yang
mengganggu warga pemukim setempat (lantas, atas dasar dirinya mengklaim sebagai
“tetangga”?), maka dapat melakukan “sidang pemeriksaan setempat” dengan mengunjungi
Jalan Al-Ma’rifah Nomor 72, Kelurahan Rawa Buaya, Kecamatan Cengkareng, Jakarta
Barat, untuk menyaksikan langsung kemunafikan ala pengusaha botak beserta
keluarga botaknya yang mengaku “berpendidikan tinggi namun melakukan kegiatan
ilegal” layaknya premanisme aksi khas Mafia Hongkong yang “tidak punya malu” alias
KRIMINAL demikian. Sama seperti analogi, jika tidak punya garasi, mengapa membeli mobil dan parkir liar di depan rumah warga? Jika tetap dilanggar Perda DKI Jakarta perihal pemilik mobil tanpa garasi ialah ilegal, itukah yang dimaksud dengan KESERAKAHAN orang ILEGAL.
Aktivitas usahanya pun kerap membuat suara-suara tidak sedap didengar seperti suara-suara plester saat kurir memplester barang kirimannya ke kendaraan kurir pesanan sang pengusaha “serakah” ilegal dimaksud, suara pintu mobil kurir panggilan sang pengusaha ilegal yang menutup pintu mobilnya dengan suara keras, suara kendaraan kontainer besar panggilan sang pengusaha serakah, suara ratusan kendaraan motor dan mobil hilir-mudik pesanan sang pengusaha ilegal—sehingga alih-fungsi perumahan demikian jelas mengganggu ketenteraman pemukiman warga setempat. Terlebih jahatnya pelaku usaha botak serakah ilegal kriminal tersebut (pemilik bangunan jalan Al-Marifah Nomor 72 dan 9-11, Penjual Online ILEGAL KRIMINAL Casing Handphone dengan Merek Dagang "CASE PEDIA"), bahkan memutar musik sound system demikian kerasnya membahana sehingga mengganggu ketenangan maupun istirahat warga pemukim yang butuh istirahat, setiap harinya dari pagi hingga sore hari, benar-benar mengganggu dan merusak fungsi pemukiman warga yang telah menjadi wilayah perumahan penduduk sejak 40 tahun lampau, oleh ulah pengusaha pendatang dan karyawannya yang juga pendatang yang bahkan tidak tinggal di tempat tersebut sehingga bukan juga tergolong warga setempat.
Catatan Tambahan dari Sang Warga yang Menjadi Korban Penganiayaan:
Aktivitas usahanya pun kerap membuat suara-suara tidak sedap didengar seperti suara-suara plester saat kurir memplester barang kirimannya ke kendaraan kurir pesanan sang pengusaha “serakah” ilegal dimaksud, suara pintu mobil kurir panggilan sang pengusaha ilegal yang menutup pintu mobilnya dengan suara keras, suara kendaraan kontainer besar panggilan sang pengusaha serakah, suara ratusan kendaraan motor dan mobil hilir-mudik pesanan sang pengusaha ilegal—sehingga alih-fungsi perumahan demikian jelas mengganggu ketenteraman pemukiman warga setempat. Terlebih jahatnya pelaku usaha botak serakah ilegal kriminal tersebut (pemilik bangunan jalan Al-Marifah Nomor 72 dan 9-11, Penjual Online ILEGAL KRIMINAL Casing Handphone dengan Merek Dagang "CASE PEDIA"), bahkan memutar musik sound system demikian kerasnya membahana sehingga mengganggu ketenangan maupun istirahat warga pemukim yang butuh istirahat, setiap harinya dari pagi hingga sore hari, benar-benar mengganggu dan merusak fungsi pemukiman warga yang telah menjadi wilayah perumahan penduduk sejak 40 tahun lampau, oleh ulah pengusaha pendatang dan karyawannya yang juga pendatang yang bahkan tidak tinggal di tempat tersebut sehingga bukan juga tergolong warga setempat.
Catatan Tambahan dari Sang Warga yang Menjadi Korban Penganiayaan:
Ironisnya, dan terlebih miris, gedung / bangunan milik dari ayah sang pengusaha ilegal kriminil yang sama botaknya tersebut dengan sang pengusaha kriminil, dahulu kala pernah terancam terbakar akibat arus pendek pada "stand meter" kotak listrik yang menyemburkan jilatan api hampir membakar plafon bangunan miliknya, dan warga yang kini jadi korban penganiayaan oleh sang pengusaha ilegal, dahulu pernah membantu pemadaman api, namun bagai "air susu dibalas air tuba", kebaikan hati dan pertolongan demikian ternyata kini dibalas dengan pelecehan hingga penganiayaan.
Sungguh, menolong "Mafia Hongkong" tidak berpendidikan seperti pemilik usaha ilegal Al-Marifah Nomor 72 tersebut (Penjual Online ILEGAL KRIMINAL Casing Handphone dengan Merek Dagang "CASE PEDIA"), sama artinya menolong penjahat yang sangat berbahaya dan tidak tahu berterima-kasih, seolah dirinya tidak bisa mencari kekayaan materi dengan cara legal tanpa menyakiti dan tanpa merugikan ataupun tanpa menumbalkan dan mengorbankan warga lainnya.
Biarlah, selebihnya Hukum Karma yang akan membalas dan mengeksekusi para pelakunya, miliaran kali lipat akibat para pelakunya tidak menyesali perbuatan mereka, masih berkegiatan secara ilegal dengan serakah menguasai jalan milik umum, tidak meminta maaf, dan kembali melecehkan lewat spanduk-spanduk bernada melecehkan, dan tanpa menyesali perbuatan jahatnya, hingga saat kini.
Kini, bahkan pihak pengelola Masjid Al-Ma'rifah yang berlokasi tidak jauh dari tempat usaha sang pengusaha "serakah ilegal kriminil" tersebut, pun mulai mengikuti langkah sang warga (korban), mengusiri para ojek-online yang arogan karena selama ini parkir liar dengan menjadikan lokasi lingkungan masjid (jalan umum) sebagai semacam "terminal bayangan", karena pengelola masjid telah menyadari betapa mengganggunya para ojek-online terhadap lingkungan pemukiman warga--namun gaibnya, seolah lingkungan masjid tidak berani dan bersikap takut-takut terhadap sang pengusaha "ilegal kriminil serakah" demikian, sekalipun para umat masjid yang juga warga setempat, pastilah terganggu akibat satu ruas jalan Al-Marifah dikuasai dan diokupasi secara ilegal oleh kendaraan-kendaraan milik sang pengusaha "ilegal serakah kriminal" demikian (Penjual Online ILEGAL KRIMINAL Casing Handphone dengan Merek Dagang "CASE PEDIA"), belum lagi mobil box hingga mobil kontainer yang turut hilir-mudik demi kepentingan usaha ilegal sang pengusaha "serakah kriminil". Negara seolah tidak pernah hadir di tengah-tengah masyarakat, bahkan cenderung melindungi para kriminil, seolah memang sengaja memelihara premanisme "berdasi".
Hukum Karma telah terbukti berbuah, meski perlahan-lahan. Saat kejadian penganiayaan secara berkeroyok demikian, seorang tukang ojek-online yang biasa "ngetem" di rumah warga lain di dekat masjid yang berupa perempatan jalan, sehingga mengakibatkan perempatan jalan menyempit ruas jalannya, menghakimi sang warga (korban) sebagai "masalah sepele saja diributkan"--karena dirinya sendiri juga parkir liar di rumah warga lainnya, alias sama-sama pengganggu warga setempat dan sama-sama mengganggunya dengan sang pelaku usaha ilegal.
Kini, sang pengendara ojek-online yang kemudian diusir oleh pengelola masjid (silahkan dirinya berkelahi dengan pengelola masjid dengan mengatakan dalil "penghakiman" serupa, "masalah sepele diributkan"). Kelak, rumah sang pengendara ojek-online yang akan diokupasi oleh PKL-PKL (pedagang kaki lima), agar dirinya dapat menyadari betapa mengganggunya parkir liar demikian sepanjang hari bagi pemilik / penghuni rumah.
Kini, berkat doa (lebih tepatnya "kutukan") dari "warga yang terzolimi" (biasanya doa warga yang terzolimi sangat amat manjur), terkabulkanlah harapan agar sang pengusaha "ilegal serakah kriminil" tersebut serta seluruh keluarga kriminilnya dan tidak terkecuali seluruh karyawan "preman"-nya agar bangkrut sebangkut-bangkrutnya, dizolimi sezolim-zolimnya, dianiaya seaniaya-aniayanya, dilukai seluka-lukanya, dilecehkan seleceh-lecehnya, ditindas setindas-tindasnya, dirugikan serugi-ruginya, diganggu seganggu-ganggunya, dan dirusak serusak-serusaknya.
Perlahan namun pasti, sejak minggu pertama setelah terjadinya penganiayaan terhadap warga setempat yang telah bermukim selama lebih dari 40 tahun lamanya pada perumahan tersebut oleh pengusaha dan karyawannya yang hanya pendatang dan bukan pemukim setempat tersebut, usahanya kian surut dan kian tenggelam. Tiada yang benar-benar dapat dicurangi dalam hidup ini, itulah HUKUM KARMA, akan berbuah pada pelakunya sendiri bagaikan bayangan yang akan terus mengikuti si pembuatnya.
TIDAK ADA YANG MELARANG SESEORANG UNTUK MENCARI NAFKAH, NAMUN MENGAPA JUGA MENJADIKAN TEMPAT USAHA BERSKALA BESAR DI TENGAH-TENGAH PEMUKIMAN WARGA PADAT PENDUDUK DIMANA PEMUKIM BERHAK ATAS PERUMAHAN YANG TENANG TANPA GANGGUAN? ITU SAMA ARTINYA MENCARI NAFKAH DENGAN CARA MERAMPAS & MERAMPOK KETENANGAN HIDUP WARGA PEMUKIM, UANG HARAM UNTUK DIMAKAN OLEH SANG PELAKU USAHA ILEGAL SERAKAH MAUPUN KARYAWAN "PREMANNYA".
Fungsi kawasan perumahan dan pemukiman ialah sebagai rumah bagi para warga untuk menetap, tinggal, berlindung, memulihkan diri, serta tidur beristirahat dengan tenang baik pemukim anak kecil maupun lansia yang sangat membutuhkan ketenangan serta keamanan lungkungan rumahnya, tanpa gangguan dari kegiatan usaha yang mengganggu dengan bentuk apapun. Untuk itulah hukum negara mengatur peruntukan wilayah sesuai peruntukannya masing-masing.
Hanya seorang pengusaha ilegal kriminal yang terlampau SERAKAH yang justru merenggut ketenangan hidup warga pemukim yang bahkan telah tinggal menetap lebih dari 40 tahun lamanya, demi urusan kekayaan bisnis pribadi dan segelintir anak buah preman yang dipelihara oleh sang pengusaha ilegal. Sikap pengecut dan tidak kreatif, seolah dirinya tidak bisa mencari makan selain dengan cara merenggut ketenangan hidup warga pemukim serta jalan milik umum dan atas hak warga atas lingkungan perumahan yang bebas dari gangguan atas kegiatan usaha ilegal.
Saking serakahnya sang pengusaha botak kriminal ilegal TIDAK PUNYA MALU ini, sekalipun kemudian hukum karma berbuah padanya dengan terbakarnya sebagian gedung tempat usahanya di tengah-tengah pemukiman padat penduduk ini sehingga sempat membuat warga lansia setempat di tengah malam menjadi ketakutan hampir terkena serangan jantung saat terjadi kebakaran karena takut merembet ke rumah tetangga, TANPA ALAT PEMADAM KEBAKARAN YANG LAYAK MESKI USAHA DAN GUDANG BARANG BEGITU BESARNYA, lagi-lagi saat sang pengusaha serakah ilegal memanggil mobil pengangkut bahan bangunan untuk membangun kembali gedung usahanya yang ilegal di tengah-tengah pemukiman padat penduduk tersebut, ia memanggil mobil bahan bangunan dan membiarkan mobil itu diparkir persis di depan pagar rumah warga setempat, padahal sang pengusaha serakah ada di situ melihatnya sendiri dan mengawasi sambil asyik mer0k0k, sekalipun tanahnya begitu luas satu deretan ruas jalan (belum cukup juga itu tanah seluas itu, masih juga memakan jalan umum dan menjadikan rumah warga sebagai tempat parkir ilegal usahanya?), sementara mobil milik sang pengusaha dibiarkan terparkir begitu saja tanpa mau dipindahkan sehingga tukang bangunan memarkir mobilnya di depan pagar rumah warga sekalipun itu demi kepentingan / dipanggil oleh sang pengusaha serakah SEKALIPUN TANAHNYA TELAH DEMIKIAN LUAS (namun masih serakah juga). Serakah sekali, belum kapok juga dikutuk kembali oleh warga setempat yang dirugikan dan terganggu.
Warga pemilik rumah yang sampai untuk kesekian kalinya akhirnya harus kembali menegur tukang bangunan yang dipanggil oleh sang pengusaha serakah, serakah banget itu, kan bisa itu mobil sang pengusaha serakah itu dipindah lalu mobil bahan bangunan parkir di tempat dia sendiri, kenapa musti parkir di depan pagar rumah orang lain sampai-sampai warga pemilik rumah tidak bisa keluar dari rumah sendiri?
Sementara tanahnya sendiri begitu besarnya namun tetap menjadikan rumah warga setempat sebagai tempat parkir liar demi kepentingan KESERAKAHANNYA SENDIRI? Sang Pengusaha Serakah maupun karyawannya bukanlah warga setempat (kesemuanya hanya pendatang), bukan pemukim setempat, namun beraninya mengorbankan ketenangan hidup warga setempat yang telah menghuni lebih dari 40 tahun lamanya demi egoisme KESERAKAHAN pribadi sang pengusaha ilegal kriminal serakah tidak punya malu. Terlampau serakah, kriminal, dan jahat itu pengusaha yang merasa KEBAL DOSA dan KEBAL HUKUM akibat TIDAK PUNYA MALU. Tidak ada kata lain selain warga merasa berkewajiban untuk mengutuk agar pengusaha serakah semacam itu MATI SAJA dan MASUK NERAKA secepatnya, agar tidak ada lagi korban akibat KESERAKAHAN sang pengusaha serakah ilegal kriminal tidak punya malu demikian.
Hanya orang gila serakah tidak punya malu yang sampai harus ditegur karena parkir secara liar tanpa izin dengan menjadikan halaman depan pintu pagar tanah milik orang lain / penduduk setempat sebagai tempat parkir kendaraan, bahkan masih tetap melanggar sekalipun telah dilarang. Mengapa tidak mereka parkir di rumah mereka sendiri saja? Siapa juga yang menyuruh mereka menggunakan kendaraan pribadi? Jika tidak punya garasi, mengapa menjadikan rumah warga sebagai tempat parkir liar?
Hukum Karma telah terbukti berbuah, meski perlahan-lahan. Saat kejadian penganiayaan secara berkeroyok demikian, seorang tukang ojek-online yang biasa "ngetem" di rumah warga lain di dekat masjid yang berupa perempatan jalan, sehingga mengakibatkan perempatan jalan menyempit ruas jalannya, menghakimi sang warga (korban) sebagai "masalah sepele saja diributkan"--karena dirinya sendiri juga parkir liar di rumah warga lainnya, alias sama-sama pengganggu warga setempat dan sama-sama mengganggunya dengan sang pelaku usaha ilegal.
Kini, sang pengendara ojek-online yang kemudian diusir oleh pengelola masjid (silahkan dirinya berkelahi dengan pengelola masjid dengan mengatakan dalil "penghakiman" serupa, "masalah sepele diributkan"). Kelak, rumah sang pengendara ojek-online yang akan diokupasi oleh PKL-PKL (pedagang kaki lima), agar dirinya dapat menyadari betapa mengganggunya parkir liar demikian sepanjang hari bagi pemilik / penghuni rumah.
Kini, berkat doa (lebih tepatnya "kutukan") dari "warga yang terzolimi" (biasanya doa warga yang terzolimi sangat amat manjur), terkabulkanlah harapan agar sang pengusaha "ilegal serakah kriminil" tersebut serta seluruh keluarga kriminilnya dan tidak terkecuali seluruh karyawan "preman"-nya agar bangkrut sebangkut-bangkrutnya, dizolimi sezolim-zolimnya, dianiaya seaniaya-aniayanya, dilukai seluka-lukanya, dilecehkan seleceh-lecehnya, ditindas setindas-tindasnya, dirugikan serugi-ruginya, diganggu seganggu-ganggunya, dan dirusak serusak-serusaknya.
Perlahan namun pasti, sejak minggu pertama setelah terjadinya penganiayaan terhadap warga setempat yang telah bermukim selama lebih dari 40 tahun lamanya pada perumahan tersebut oleh pengusaha dan karyawannya yang hanya pendatang dan bukan pemukim setempat tersebut, usahanya kian surut dan kian tenggelam. Tiada yang benar-benar dapat dicurangi dalam hidup ini, itulah HUKUM KARMA, akan berbuah pada pelakunya sendiri bagaikan bayangan yang akan terus mengikuti si pembuatnya.
TIDAK ADA YANG MELARANG SESEORANG UNTUK MENCARI NAFKAH, NAMUN MENGAPA JUGA MENJADIKAN TEMPAT USAHA BERSKALA BESAR DI TENGAH-TENGAH PEMUKIMAN WARGA PADAT PENDUDUK DIMANA PEMUKIM BERHAK ATAS PERUMAHAN YANG TENANG TANPA GANGGUAN? ITU SAMA ARTINYA MENCARI NAFKAH DENGAN CARA MERAMPAS & MERAMPOK KETENANGAN HIDUP WARGA PEMUKIM, UANG HARAM UNTUK DIMAKAN OLEH SANG PELAKU USAHA ILEGAL SERAKAH MAUPUN KARYAWAN "PREMANNYA".
Fungsi kawasan perumahan dan pemukiman ialah sebagai rumah bagi para warga untuk menetap, tinggal, berlindung, memulihkan diri, serta tidur beristirahat dengan tenang baik pemukim anak kecil maupun lansia yang sangat membutuhkan ketenangan serta keamanan lungkungan rumahnya, tanpa gangguan dari kegiatan usaha yang mengganggu dengan bentuk apapun. Untuk itulah hukum negara mengatur peruntukan wilayah sesuai peruntukannya masing-masing.
Hanya seorang pengusaha ilegal kriminal yang terlampau SERAKAH yang justru merenggut ketenangan hidup warga pemukim yang bahkan telah tinggal menetap lebih dari 40 tahun lamanya, demi urusan kekayaan bisnis pribadi dan segelintir anak buah preman yang dipelihara oleh sang pengusaha ilegal. Sikap pengecut dan tidak kreatif, seolah dirinya tidak bisa mencari makan selain dengan cara merenggut ketenangan hidup warga pemukim serta jalan milik umum dan atas hak warga atas lingkungan perumahan yang bebas dari gangguan atas kegiatan usaha ilegal.
Saking serakahnya sang pengusaha botak kriminal ilegal TIDAK PUNYA MALU ini, sekalipun kemudian hukum karma berbuah padanya dengan terbakarnya sebagian gedung tempat usahanya di tengah-tengah pemukiman padat penduduk ini sehingga sempat membuat warga lansia setempat di tengah malam menjadi ketakutan hampir terkena serangan jantung saat terjadi kebakaran karena takut merembet ke rumah tetangga, TANPA ALAT PEMADAM KEBAKARAN YANG LAYAK MESKI USAHA DAN GUDANG BARANG BEGITU BESARNYA, lagi-lagi saat sang pengusaha serakah ilegal memanggil mobil pengangkut bahan bangunan untuk membangun kembali gedung usahanya yang ilegal di tengah-tengah pemukiman padat penduduk tersebut, ia memanggil mobil bahan bangunan dan membiarkan mobil itu diparkir persis di depan pagar rumah warga setempat, padahal sang pengusaha serakah ada di situ melihatnya sendiri dan mengawasi sambil asyik mer0k0k, sekalipun tanahnya begitu luas satu deretan ruas jalan (belum cukup juga itu tanah seluas itu, masih juga memakan jalan umum dan menjadikan rumah warga sebagai tempat parkir ilegal usahanya?), sementara mobil milik sang pengusaha dibiarkan terparkir begitu saja tanpa mau dipindahkan sehingga tukang bangunan memarkir mobilnya di depan pagar rumah warga sekalipun itu demi kepentingan / dipanggil oleh sang pengusaha serakah SEKALIPUN TANAHNYA TELAH DEMIKIAN LUAS (namun masih serakah juga). Serakah sekali, belum kapok juga dikutuk kembali oleh warga setempat yang dirugikan dan terganggu.
Warga pemilik rumah yang sampai untuk kesekian kalinya akhirnya harus kembali menegur tukang bangunan yang dipanggil oleh sang pengusaha serakah, serakah banget itu, kan bisa itu mobil sang pengusaha serakah itu dipindah lalu mobil bahan bangunan parkir di tempat dia sendiri, kenapa musti parkir di depan pagar rumah orang lain sampai-sampai warga pemilik rumah tidak bisa keluar dari rumah sendiri?
Sementara tanahnya sendiri begitu besarnya namun tetap menjadikan rumah warga setempat sebagai tempat parkir liar demi kepentingan KESERAKAHANNYA SENDIRI? Sang Pengusaha Serakah maupun karyawannya bukanlah warga setempat (kesemuanya hanya pendatang), bukan pemukim setempat, namun beraninya mengorbankan ketenangan hidup warga setempat yang telah menghuni lebih dari 40 tahun lamanya demi egoisme KESERAKAHAN pribadi sang pengusaha ilegal kriminal serakah tidak punya malu. Terlampau serakah, kriminal, dan jahat itu pengusaha yang merasa KEBAL DOSA dan KEBAL HUKUM akibat TIDAK PUNYA MALU. Tidak ada kata lain selain warga merasa berkewajiban untuk mengutuk agar pengusaha serakah semacam itu MATI SAJA dan MASUK NERAKA secepatnya, agar tidak ada lagi korban akibat KESERAKAHAN sang pengusaha serakah ilegal kriminal tidak punya malu demikian.
Yang Masih Punya Otak, Tidak Butuh Peringatan di Bawah Ini:
Hanya orang gila serakah tidak punya malu yang sampai harus ditegur karena parkir secara liar tanpa izin dengan menjadikan halaman depan pintu pagar tanah milik orang lain / penduduk setempat sebagai tempat parkir kendaraan, bahkan masih tetap melanggar sekalipun telah dilarang. Mengapa tidak mereka parkir di rumah mereka sendiri saja? Siapa juga yang menyuruh mereka menggunakan kendaraan pribadi? Jika tidak punya garasi, mengapa menjadikan rumah warga sebagai tempat parkir liar?
Redaksi hukum-hukum.com menjamin kebenaran serta akurasi keterangan dan informasi yang tercantum dalam laporan dan liputan rakyat ini, guna menjadi pengingat bagi masyarakat agar tidak menjadi korban serupa oleh pelaku serupa.