article
Selaku masyarakat, yang menghadapi proses monopolistik aparatur negara, acapkali masyarakat selaku sipil pembayar pajak didudukkan secara politis sebagai “pihak yang membutuhkan” dan birokrat sebagai “pihak yang dibutuhkan” sehingga tidak heran bila kalangan birokrat sok jual kuasa bahkan menjual mahal dan menyalahgunakan kekuasaan dalam jabatan yang dipegangnya (baca: jabatan yang diamanatkan padanya).
Bandingkan dengan konsep di USA, birokrat memiliki jiwa sebagai “civil servant”, bukan konsep “pegawai negeri” seperti konsep yang dianut Indonesia. Kami pegawai “negara”, bukan pegawai masyarakat, yang digaji oleh negara bukan oleh rakyat, demikian mindset keliru yang kemudian timbul. Tidak mengherankan bila antara PNS dan masyarakat begitu berjarak, bahkan masyarakat menjadi objek perahan pungutan liar demi pungutan liar.