Tiada Pembelian Kembali Saham Perseroan Tanpa Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham

LEGAL OPINION
Question: Acapkali sebuah Perseroan Terbatas nakal membeli kembali saham yang telah dikeluarkannya untuk ditarik kembali dari pemegang saham, baik secara sukarela maupun secara paksa. Namun jika pembelian atau penarikan kembali saham tersebut tanpa adanya RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), apakah hal tersebut sahih secara hukum? Badan hukum perseroan ini merupakan perseroan tertutup, bukan perseroan Tbk.
Brief Answer: Pasal 38 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mengatur secara tegas, dengan bunyi:
(1) Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) atau pengalihannya lebih lanjut hanya boleh dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Keputusan RUPS yang memuat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan persetujuan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
PEMBAHASAN :
Mahkamah Agung RI dalam putusan kasasi register perkara gugatan Nomor 1113 K/Pdt/2013 tanggal 29 Januari 2014 antara PT. MULIA NUR MADINAH terhadap pemegang sahamnya, Hakim Agung membuat pertimbangan hukum dengan bunyi sebagai berikut:
“Bahwa terbukti Termohon “tidak pernah melakukan RUPS” tahunan seperti yang dimohonkan oleh Pemohon/Termohon Kasasi—quad non—benar Pemohon/Termohon Kasasi sudah mundur dari perseroan hal tersebut harus disahkan dalam RUPS, akan tetapi ternyata dari bukti yang diajukan tidak ada satupun yang membuktikan Termohon/Pemohon Kasasi telah melakukan RUPS bahkan selama perusahaan tersebut berdiri sampai diajukan permohonan ini.”
Perkara perdata ini bermula dari pemegang saham menarik badan hukum perseroan dalam sengketa di pengadilan, sementara badan hukum tersebut menampik bahwa pemegang saham tersebut kini bukan lagi pemegang saham, sebagaimana diutarakan oleh PT. Mulia Nur Madinah dalam bantahannya menyebutkan mengenai “Eksepsi Diskualifikasi” (Pemohon tidak mempunyai kedudukan untuk mengajukan Permohonan), dengan rincian bantahan:
-        Berdasarkan Akta Pendirian PT. Mulia Nur Madinah tahun 2006, Pemohon adalah pemilik 100 lembar saham dengan nilai per lembar saham adalah Rp. 1.000.000,00;
-        Bahwa kemudian pada tahun 2007 PT. Mulia Nur Madinah telah mengembalikan semua modal yang teah disetor Pemohon sebesar Rp. 100.000.000,00; sehingga pemohon bukan lagi pemegang/pemilik saham PT. Mulia Nur Madina;
-        Bahwa oleh karena pemohon bukan lagi pemilik saham, maka Pemohon tidak memiliki Legal Standing.
Namun pada akhirnya bantahan PT. Mulia Nur Madinah tidak diterima pengadilan negeri maupun Mahkamah Agung, sehingga permohonan pemegang saham dikabulkan sepenuhnya.
Mengapa praktik penarikan kembali saham dilarang tanpa persetujuan (si pemegang saham yang akan ditarik kembali) dalam bentuk keputusan RUPS? Hal ini guna menghindari praktik main hakim sendiri dari perseroan terhadap pemegang sahamnya. Bisa jadi, pemegang saham mayoritas hendak menyingkirkan pemegang saham minoritas.
Pada prinsipnya pengambilan porsi saham dalam modal dasar perseroan, adalah bagian dari hukum perikatan perdata, dimana Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur secara tegas, bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, wajib dilaksanakan dengan itikad baik, dan tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan para pihak. Namun UU PT membuat syarat tambahan: wajib ada keputusan RUPS untuk dijadikan agenda acara penarikan kembali saham.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.