Aturan Hukum Hunian bagi Orang Asing di Indonesia

ARTIKEL HUKUM
Saat ini Indonesia masuk pada era liberalisasi pertanahan, suatu konsep yang penulis tolak dengan tegas, mengingat Indonesia adalah negara bahari, bukan negara agraria yang membuat kesan seolah luasan tapak tanah di muka bumi Indonesia adalah lebih luas ketimbang lebar penampang luasan lautnya.
Adalah keliru membandingkan Indonesia dengan negara seperti Singapura yang meliberalisasi unit hak milik atas satuan rumah susun, sehingga yang  terjadi kemudian ialah salah kaprah seperti yang dilakukan oleh Lembaga Eksekutif di Indonesia yang sayangnya lupa bahwa rumah tinggal (Note: bukan rumah untuk investasi yang tidak ditempati pemiliknya sendiri) adalah kebutuhan pokok disamping sandang dan pangan yang seyogianya didahulukan bagi Warga Negara Indonesia.
Peraturan liberalisasi “kepemilikan” hunian bagi orang ini dibangun atas dasar asumsi rapuh: semua Warga Negara Indonesia telah memiliki rumahnya sendiri sehingga tiada lagi petani gurem, tiada lagi WNI yang hanya dapat menyewa tempat untuk tinggal, dan masih tersisa luas lahan yang menganggur karena over supply.
Hanya satu aspek yang dapat dibolehkan untuk liberalisasi, yakni unit satuan rumah susun! Mengapa demikian? Karena Satuan Hak Milik Atas Rumah Susun (SHMRS) adalah tapak tanah “semu”, sehingga tidak heran bila Singapura yang demikian sempit dalam teritori meliberalisasi SHMRS mereka.
Ingat, rumah tapak (landed house) tidak pernah over supply. Justru karena demand akan meningkat oleh keberadaan kalangan orang asing, harga pasar akan kian meningkat, yang ujungnya ialah daya beli masyarakat kecil Indonesia sendiri akan tersingkirkan dan kian terasingkan di daerah pinggiran pusat kota.
Sebenarnya selama ini pihak asing dapat tinggal di Indonesia dengan hak sewa ataupun hak pakai, sehingga tiada urgensi untuk pengaturan mengenai “pemilikan” tapak tanah landed house di Indonesia. Idealnya, keran liberalisasi pertanahan hanya dibuka untuk jenis tanah semu bernama SHMRS.
Namun setelah penulis mencermati secara langsung ketentuan yang tertuang dalam peraturan yang akan kita bahas saat ini, ternyata kekhawatiran penulis tidak benar-benar terjadi, karena yang dimaksud dengan “pemilikan” dalam ketentuan mengenai pemilikan bagi orang asing di Indonesia ternyata hanyalah “kamuflase” guna membuat daya tarik bagi pihak asing untuk menanamkan investasi di Indonesia.
Betapa tidak, yang dimaksud “pemilikan” dalam regulasi tertulis tersebut senyatanya hanya “gimmick”, kemasan, atau polesan yang sejatinya hanyalah menyerupai Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun diatas tanah bersama yang berupa Hak Pakai atas tanah negara—Hak Milik yang rapuh karena tidak bersifat turun-temurun!
Regulator tampaknya telah membuat langkah brilian dengan membuat suatu kemasan/mekanisme unik berupa “gimmick” dalam aspek hukum pertanahan di Indonesia—sebagaimana terbukti dari berbagai pemberitaan pers di Indonesia, termasuk harian surat kabar nasional, telah secara salah kaprah memberitakan ketentuan ini.
Demikian prolog dari penulis. Terlepas dari kontroversi tersebut, kita akan kupas satu per satu regulasi terbaru di Indonesia mengenai ketentuan ini.
Konsiderans dari Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan Atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia (Permenag No. 13 Tahun 2016), menyebutkan sebagai berikut:
“Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan Atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia.”
Untuk itu mari kita simak ketentuan dalam Permenag No. 13 Tahun 2016 berikut pasal per pasal:
Pasal 1
(1) Orang Asing pemegang izin tinggal di Indonesia dapat memiliki rumah tempat tinggal atau hunian berupa rumah tunggal atau satuan rumah susun.
(2) Perolehan rumah tunggal atau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan:
a. membeli rumah tunggal di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara, Hak Pengelolaan atau Hak Milik; atau
Note Penulis: perhatikan, WNA hanya dapat “membeli” landed house / rumah tapak diatas Hak Pakai, entah Hak Pakai diatas tanah Negara, HPL, ataupun Hak Pakai diatas Hak Milik. ß Artinya, WNA tetap hanya dapat “membeli” Hak Pakai !
b. membeli satuan rumah susun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara atau Hak Pengelolaan.
Note SHIETRA & PARTNERS: WNA tidak dapat membeli SHMRS diatas tanah bersama berupa HGB. Hingga kini, masih amat langka apartemen yang dibangun diatas tanah bersama berupa Hak Pakai. Dalam konteks HPL, lebih kompleks lagi lapisan yang berlaku karena jenjangnya dimulai dari Hak Menguasai Negara à HPL à Hak Pakai à SHMRS yang dapat dibeli WNA.
(3) Dalam hal Orang Asing membeli rumah tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a di atas tanah Hak Pakai atas Hak Milik, dilakukan berdasarkan perjanjian pemberian Hak Pakai di atas Hak Milik dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah antara Orang Asing dan Pemegang Hak Milik.
Note Penulis: artinya, WNA hanya “membeli” Hak Pakai dengan judul “milik”.
(4) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dicatat dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan pada Kantor Pertanahan.
Pasal 2
(1) Pembelian rumah tunggal atau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2), dengan syarat merupakan pembelian baru/unit baru berupa bangunan baru yang dibeli langsung dari pihak pengembang/pemilik tanah dan bukan merupakan pembelian dari tangan kedua.
(2) Pembelian rumah tunggal atau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan rumah tunggal atau satuan rumah susun dengan harga minimal sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Note Penulis: dalam lampiran Permenag No. 13 Tahun 2016, dirinci daftar harga minimal pembelian rumah tunggal atau satuan rumah susun oleh orang asing. Sebagai contoh untuk Rumah Tunggal di lokasi DKI Jakarta, maka harganya > 10 miliar rupiah, sementara untuk Banten 5 miliar rupiah, Bali 3 miliar rupiah, Kalimantan Timur 2 miliar rupiah, dsb. Sementara untuk Satuan Rumah Susun, untuk lokasi Jakarta seharga minimum 5 miliar rupiah, Banten 1 miliar rupiah, Bali 2 miliar rupiah, NTB 1 miliar rupiah, dsb.
Pasal 3
Tata cara pemberian, perpanjangan dan pembaharuan Hak Pakai untuk Orang Asing dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
(1) Hak atas rumah tempat tinggal atau hunian Orang Asing, dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.
Note Penulis: jika ketentuan ini lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya, maka ketentuan pasal 5 ini dapat diuji materiil ke hadapan Mahkamah Agung, karena Undang-Undang tentang Pokok Agraria tidak menyatakan bahwa hanya hak pakai atas tanah negara yang dapat dibebani hak tanggungan. Namun tampaknya ketentuan ini memiliki banyak manfaat.
(2) Dalam hal rumah tunggal dengan Hak Pakai di atas Hak Milik, pembebanan hak dilakukan dengan persetujuan dari pemegang Hak Milik.
(3) Dalam hal rumah tunggal atau Satuan Rumah Susun dengan Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan, pembebanan hak dilakukan dengan persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.
Pasal 5
(1) Hak atas rumah tempat tinggal atau hunian Orang Asing dapat beralih dan/atau dialihkan kepada pihak lain.
(2) Dalam hal peralihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena waris dan ahli waris merupakan Orang Asing, ahli waris harus mempunyai izin tinggal di Indonesia.
(3) Peralihan hak atas rumah tempat tinggal atau hunian Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 6
(1) Apabila Orang Asing/ahli waris tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemegang hak, maka dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas rumah dan tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
(2) Keterangan mengenai Orang Asing/Ahli Waris yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemegang hak karena meninggalkan Indonesia atau tidak lagi mempunyai izin tinggal, diperoleh dari Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
(3) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hak atas rumah dan tanahnya tersebut belum dilepaskan atau dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat, maka rumah dan tanahnya:
a. di lelang oleh Negara, dalam hal dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara;
b. menjadi milik pemegang Hak Milik atau Hak Pengelolaan, dalam hal rumah tersebut dibangun di atas tanah berdasarkan perjanjian.
(4) Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Hasil lelang sebagaimana ayat (4) diberikan kepada Orang Asing/Ahli Waris, setelah dikurangi dengan biaya lelang serta barang atau biaya lain yang telah dikeluarkan.
Pasal 7
(1) Hapusnya Hak Pakai untuk Orang Asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Hapusnya Hak Pakai untuk Orang Asing di atas tanah Hak Milik atau Hak Pengelolaan, kembali menjadi milik pemegang Hak Milik atau Hak Pengelolaan.
Pasal 8
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing dan peraturan perubahannya, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Dengan metode sistematika terbalik, kini kita akan membahas Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia. Judul peraturan ini sendiri sebenarnya sudah dapat menggambarkan, bahwa kepemilikan dalam konteks peraturan ini ialah pemilikan fisik bangunan/rumah, mengingat hukum agraria Indonesia menganut asas pemisahan horizontal: bahwa pemilik tanah dan pemilik bangunan diatasnya bisa terdiri dari dua entitas subjek hukum yang saling berbeda.
Adapun rincian pasal per pasal dari PP No. 103 Tahun 2015, sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia yang selanjutnya disebut Orang Asing adalah orang yang bukan Warga Negara Indonesia yang keberadaannya memberikan manfaat, melakukan usaha, bekerja, atau berinvestasi di Indonesia.
2. Rumah Tunggal adalah rumah yang mempunyai kaveling sendiri dan salah satu dinding bangunan tidak dibangun tepat pada batas kaveling.
3. Satuan Rumah Susun yang selanjutnya disebut Sarusun adalah unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.
Pasal 2
(1) Orang Asing dapat memiliki rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan Hak Pakai.
(2) Orang Asing yang dapat memiliki rumah tempat tinggal atau hunian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Orang Asing pemegang izin tinggal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal Orang Asing meninggal dunia, rumah tempat tinggal atau hunian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diwariskan.
(4) Dalam hal ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan Orang Asing, ahli waris harus mempunyai izin tinggal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
(1) Warga Negara Indonesia yang melaksanakan perkawinan dengan Orang Asing dapat memiliki hak atas tanah yang sama dengan Warga Negara Indonesia lainnya.
(2) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bukan merupakan harta bersama yang dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri, yang dibuat dengan akta notaris.
Pasal 4
Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh Orang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan:
a. Rumah Tunggal di atas tanah:
1. Hak Pakai; atau
2. Hak Pakai di atas Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian pemberian Hak Pakai di atas Hak Milik dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.
b. Sarusun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai.
Pasal 5
Orang Asing diberikan Hak Pakai untuk Rumah Tunggal pembelian baru dan Hak Milik atas Sarusun di atas Hak Pakai untuk Sarusun pembelian unit baru.
Pasal 6
(1) Rumah Tunggal yang diberikan di atas tanah Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a angka 1, diberikan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun.
(2) Hak Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
(3) Dalam hal jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir, Hak Pakai dapat diperbaharui untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun.


Note SHIETRA & PARTNERS: Ketentuan diatas menegaskan, meski dinyatakan hak huni bagi orang asing tersebut dapat diwariskan, namun sifatnya tidak turun-menurun karena memiliki jangka berlaku hak huni bagi WNA.

Pasal 7
(1) Rumah Tunggal di atas tanah Hak Pakai di atas Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a angka 2 diberikan Hak Pakai untuk jangka waktu yang disepakati tidak lebih lama dari 30 (tiga puluh) tahun.
(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Hak Pakai dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun sesuai kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah.
(3) Dalam hal jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir, Hak Pakai dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun sesuai kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah.
Note Penulis: Melihat ketentuan diatas, tampaknya pemerintah telah membuat derifatif yang berani. Konsep yang dirancang demikian, sebenarnya menyerupai HGB (Hak Guna Bangunan), hanya saja didirikan diatas tanah Hak Milik pihak lain.
Pasal 8
Perpanjangan dan pembaharuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 dilaksanakan sepanjang Orang Asing masih memiliki izin tinggal di Indonesia.
Pasal 9
Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 wajib dicatat dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
Pasal 10
(1) Apabila Orang Asing atau ahli waris yang merupakan Orang Asing yang memiliki rumah yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atau berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah tidak lagi berkedudukan di Indonesia, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas rumah dan tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hak atas rumah dan tanahnya tersebut belum dilepaskan atau dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat:
a. rumah di lelang oleh Negara, dalam hal dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara;
b. rumah menjadi milik pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, dalam hal rumah tersebut dibangun di atas tanah berdasarkan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 1 huruf b.
(3) Hasil lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a menjadi hak dari bekas pemegang hak.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Orang Asing atau ahli waris yang merupakan orang asing yang tidak lagi berkedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keimigrasian.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian, pelepasan, atau pengalihan hak atas pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh Orang Asing diatur dengan peraturan menteri/kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria.
Pasal 12
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3644), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 13
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.