LEGAL OPINION
Question: Apakah benar saat ini bagi pekerja yang bekerja kurang dari satu tahun tetap berhak mendapat THR (Tunjangan Hari Raya Keagamaan)? Apakah hal tersebut hanya berlaku bagi pegawai tetap atau juga diberlakukan bagi pegawai kontrak? Seringkali terjadi, pegawai bergabung sebagai karyawan pada “bulan tanggung”, dalam arti ketika ia memasuki hari raya keagamaan, namun karena ia belum genap bekerja selama satu tahun, maka pekerja ini harus menerima kenyataan tidak mendapat THR.
Brief Answer: Kini telah terbit peraturan baru dibidang ketenagakerjaan, dimana bagi pekerja tetap maupun pekerja waktu tertentu (PKWT / pekerja kontrak), wajib diberikan hak THR Keagamaan oleh pemberi kerja meski belum genap bekerja selama satu tahun, diberikan hak THR Keagamaan secara proporsional. Peraturan Menteri Tenaga Kerja ini merupakan peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan yang diterbitkan pada tahun 2015. Peraturan menteri ini bersifat progresif, karena bukan hanya mengakui hak pekerja tetap, pekerja waktu tertentu, namun juga terhadap pekerja dengan perjanjian kerja harian lepas.
PEMBAHASAN :
PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN BAGI PEKERJA / BURUH DI PERUSAHAAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Tunjangan Hari Raya Keagamaan yang selanjutnya disebut THR Keagamaan adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada Pekerja / Buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan.
2. Hari Raya Keagamaan adalah Hari Raya Idul Fitri bagi Pekerja / Buruh yang beragama Islam, Hari Raya Natal bagi Pekerja / Buruh yang beragama Kristen Katholik dan Kristen Protestan, Hari Raya Nyepi bagi Pekerja / Buruh yang beragama Hindu, Hari Raya Waisak bagi Pekerja / Buruh yang beragama Budha dan Hari Raya Imlek bagi Pekerja / Buruh yang beragama Konghucu.
3. Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
4. Pekerja / Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Pasal 2
1. Pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada Pekerja / Buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus-menerus atau lebih.
2. THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Pekerja / Buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan Pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.
BAB II
BESARAN DAN TATA CARA PEMBERIAN THR KEAGAMAAN
Pasal 3
1. Besaran THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. Pekerja / Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah;
b. Pekerja / Buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan: (masa kerja / 12) x 1 (satu) bulan upah.
2. Upah 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas komponen upah:
a. upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages); atau
b. upah pokok termasuk tunjangan tetap.
3. Bagi Pekerja / Buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sebagai berikut:
a. Pekerja / Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan atau lebih, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 (dua belas) bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan;
b. Pekerja / Buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
Pasal 4
Apabila penetapan besaran nilai THR Keagamaan berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), THR Keagamaan yang dibayarkan kepada Pekerja / Buruh sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama atau kebiasaan yang telah dilakukan.
Pasal 5
1. THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sesuai dengan Hari Raya Keagamaan masing masing Pekerja / Buruh.
2. Dalam hal Hari Raya Keagamaan yang sama terjadi lebih dari 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, THR Keagamaan diberikan sesuai dengan pelaksanaan Hari Raya Keagamaan.
3. THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan sesuai dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing Pekerja / Buruh, kecuali ditentukan lain sesuai dengan kesepakatan Pengusaha dan Pekerja / Buruh yang dituangkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
4. THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dibayarkan oleh Pengusaha paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan.
Pasal 6
THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diberikan dalam bentuk uang dengan ketentuan menggunakan mata uang rupiah Negara Republik Indonesia.
Pasal 7
1. Pekerja / Buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan mengalami pemutusan hubungan kerja terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan, berhak atas THR Keagamaan.
2. THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk tahun berjalan pada saat terjadinya pemutusan hubungan kerja oleh Pengusaha.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pekerja / Buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu, yang berakhir sebelum Hari Raya Keagamaan.
Pasal 8
Pekerja / Buruh yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut, berhak atas THR Keagamaan pada perusahaan yang baru, apabila dari perusahaan yang lama Pekerja / Buruh yang bersangkutan belum mendapatkan THR Keagamaan.
BAB III
PENGAWASAN
Pasal 9
Pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan.
BAB IV
DENDA DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 10
1. Pengusaha yang terlambat membayar THR Keagamaan kepada Pekerja / Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dikenai denda sebesar 5% (lima persen) dari total THR Keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban Pengusaha untuk membayar.
2. Pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar THR Keagamaan kepada Pekerja / Buruh.
3. Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola dan dipergunakan untuk kesejahteraan Pekerja / Buruh yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 11
1. Pengusaha yang tidak membayar THR Keagamaan kepada Pekerja / Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikenai sanksi administratif.
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 13
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Maret 2016
MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
M. HANIF DHAKIRI
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 375
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.