KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Lika-Liku Sengketa Keterbukaan Informasi, Bagai Meraba-Raba di Ruang Gelap

Perbedaan Sengketa Keterbukaan Informasi dan Sengketa Tata Usaha Negara

PROSEDUR Selalu menjadi Momok Akses Keadilan bagi Masyarakat, Keadilan PROSEDURAL, Bukan Keadilan yang Substansial

Question: Bila aparatur atau penyelenggara negara tidak secara transparan membuka informasi publik kepada masyarakat ataupun warga, maka bukankah itu juga tergolong sebagai sengketa “TUN” (tata usaha negara) yang tunduk pada Undang-Undang tentang PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)?

Brief Answer: Khusus untuk sengketa keterbukaan informasi publik, dasar hukum yang mengaturnya berbeda dengan sengketa “TUN” pada umumnya. Sebagai contoh, dalam sengketa “TUN”, upaya hukum administrasi atau keberatan diajukan kepada atasan pejabat bersangkutan atau kepada institusi yang lebih tinggi. Dalam sengketa keterbukaan informasi, tidak ada kewajiban untuk melakukan keberatan ataupun upaya administrasi kepada atasan sang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi, dan lembaga yang berwenang mengadili sengketa keterbukaan informasi ialah “Komisi Informasi Pusat” maupun “Komisi informasi” yang tersebar di berbagai wilayah di daerah.

PEMBAHASAN:

Tidak dapat dipungkiri, seringkali terjadi, prosedur yang tidak sederhana merupakan “entry barrier” yang terkesan dirancang untuk mempersulit ruang-gerak warga. Untuk memudahkan pemahaman, dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat ilustrasi konkret berupa putusan Mahkamah Agung RI sengketa keterbukaan informasi register Nomor 49 K/TUN/2016 tanggal 07 Maret 2016, perkara antara:

- LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT ALIANSI MASYARAKAT PEMERHATI LINGKUNGAN HIDUP (LSM-AMPUH), sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Pemohon Keberatan; melawan

- KEPALA DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA sekarang berubah menjadi KEPALA DINAS BINA MARGA DAN KEPALA DINAS TATA AIR, selaku Termohon Kasasi dahulu sebagai Termohon Keberatan.

Penggugat dalam surat gugatannya merinci berbagai norma hukum terkait Keterbukaan Informasi, antara lain

- Pasal 3 butir (b) Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2011 tentang tata cara penyelesaian sengketa informasi publik, mengatur sebagai berikut : “Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang untuk mengadili sengketa yang diajukan oleh Badan Publik Negara dan/atau Pemohon Informasi yang meminta informasi kepada Badan Publik Negara.”

- Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2011 juga mengatur sebagai berikut : “salah satu atau pihak yang tidak menerima putusan Komisi Informasi dapat mengajukan keberatan secara tertulis ke pengadilan yang berwenang.”

- Pasal 1 Butir (1) Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2011 : “Gugatan adalah keberatan yang diajukan oleh salah satu atau para pihak yang secara tertulis menyatakan tidak menerima Putusan Komisi Informasi (selanjutnya disebut “Keberatan”).

- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, pada Pasal 37 Ayat (1) : Upaya penyelesaian Sengketa informasi Publik diajukan kepada Komisi Informasi Pusat dan/atau Komisi Informasi Provinsi dan/atau Komisi Informasi Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangannya apabila tanggapan atas pejabat pengelola Informasi dan dokumentasi dalam proses keberatan tidak memuaskan Pemohon Informasi publik.

Pemohon sengketa Informasi Publik diajukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup (LSM) selaku pemohon informasi terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta, selaku Termohon Informasi Publik pada tanggal 17 Augustus 2013 terdaftar dalam sengketa informasi publik di Komisi Informasi Publik Provinsi DKI Jakarta. Namun Pemohon tidak mendapat informasi publik sebagaimana yang diminta kepada Termohon.

“Benang kusut” bermula ketika LSM bertubi-tubi mengajukan permohonan ajudikasi kepada Komisi Informasi, sehingga kemudian pihak Komisi Informasi membuat putusan berdasarkan permohonan ajudikasi yang bertubi-tubi tersebut, dimana atas Permohonan Informasi Publik pada objek yang sama, Majelis Komisioner Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta telah ternyata memberikan Putusan yang saling berbeda, mengingat pihak yang dijadikan Terlapor ialah instansi yang masing-masing saling berbeda, dengan rincian:

a. Putusan Sengketa Informasi Publik Nomor 0439/X/KIP-DKIPS/2013, terhadap Walikota Jakarta Barat, yang intinya diselesaikan secara Mediasi yang pada akhirnya melalui mediasi Termohon bersedia memberikan informasi sebagaimana yang diminta oleh Pemohon;

b. Putusan Sengketa Informasi Publik Nomor 0441/X/KIP-DKIPS/2013, terhadap Kepala Dinas Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta, inti Putusan dimana Majelis Komisioner mengabulkan permohonan informasi dari Pemohon dengan memerintahkan Termohon untuk memberikan informasi sesuai dengan isi surat Pemohon;

c. Putusan Sengketa Informasi Publik Nomor 0440/X/KIP-DKIPS/ 2013, terhadap Kepala Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Provinsi DKI Jakarta, inti Putusan Majelis Komisioner mengabulkan permohonan informasi dari Pemohon dengan memerintahkan Termohon untuk memberikan informasi sesuai dengan isi surat Pemohon;

d. Putusan sengketa informasi publik Nomor 0443/X/KIP-DKIPS/2013, terhadap Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta, inti Putusan Majelis Komisioner mengabulkan permohonan informasi dari Pemohon dengan memerintahkan Termohon untuk memberikan informasi sesuai dengan isi surat Pemohon;

e. Putusan Sengketa Informasi Publik Nomor 0442/X/KIP-DKIPS/2013, terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta, inti Putusan Majelis Komisioner yang pada pokoknya Menyatakan Tidak menerima Permohonan Sengketa informasi Pemohon.

Penggugat untuk itu mencoba menggugat Putusan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Provinsi DKI Jakarta Nomor 0442/X/KIP-DKI-PS-A/2013, tertanggal 5 Mei 2015 Pada Pengadilan Tata Usaha Negara, dengan dalil bahwa Penggugat mengajukan permohonan penyelesaian segketa Informasi Publik dengan objek yang sama Kepada Komisi Informasi Publik Provinsi DKI Jakarta, akan tetapi diputus dengan Putusan yang saling berbeda satu sama lainnya.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mengamanatkan bahwa gugatan ke Pengadilan terhadap Putusan Ajudikasi Komisi Informasi dapat dilakukan hanya apabila para pihak secara tertulis menyatakan tidak menerima putusan ajudikasi dari komisi dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah diterimanya putusan. Adapun pengajuan gugatan dilakukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, apabila yang digugat adalah Badan Publik Negara dan Pengadilan Negeri apabila yang digugat adalah Badan Publik selain Badan Publik Negara.

Penggugat mohon kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta agar memberikan putusan sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan permohonan informasi publik yang diajukan oleh Penggugat terhadap Tergugat selaku Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 adalah merupakan Informasi Publik;

3. Memerintahkan Tergugat untuk memberikan informasi publik sebagimana surat permohonan informasi publik yang telah diajukan oleh Penggugat.

Terhadap gugatan pihak LSM, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta kemudian menerbitkan putusan sebagaimana Putusan Nomor 133/G/2015/PTUN-JKT tanggal 30 September 2015, dengan amar sebagai berikut:

“MENGADILI :

1. Menerima permohonan keberatan dari Pemohon Keberatan / dahulu Pemohon Informasi;

2. Menguatkan Putusan Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta Nomor 0442/X/KIP-DKI-PS-A/2013, tanggal 5 Mei 2015 yang dimohonkan keberatan;”

Pihak LSM mengajukan upaya hukum kasasi, sementara pihak Termohon Kasasi tidak mengajukan jawaban terhadap Kasasi yang diajukan Penggugat. Adapun dalil Pemohon Kasasi, mereka sebagai Pemerhati Lingkungan Hidup yang konsen pada pelestarian lingkungan hidup maka, selalu kritis terhadap pencemaran dan pengrusakan lingkungan. Informasi yang telah Pemohon Kasasi mohonkan kepada Termohon Kasasi, berkaitan dengan adanya pelanggaran lingkungan, dengan harapan jika permohonan informasi Pemohon Kasasi diberikan dapat menindak secara hukum pelaku pengrusakan lingkungan / pencemaran, sehingga kelestarian lingkungan akan selalu terpelihara dengan baik, namun dengan tidak dipenuhi tuntutan Pemohon Kasasi, maka telah terbuka lebar peluang bagi para pengrusak / pencemaran lingkungan untuk melakukan pengrusakan / pencemaran lingkungan.

Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena Putusan Judex Facti sudah benar dan tidak terdapat kesalahan dalam penerapan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:

- Bahwa keberatan diajukan kepada Termohon Informasi sebagai pejabat pengelola informasi dan dokumen, bukan kepada atasannya;

- Bahwa disamping itu alasan-alasan kasasi tersebut pada hakekatnya mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan pada tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak dilaksanakan atau ada kesalahan dalam pelaksanaan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009.

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan Pemohon Kasasi: Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup (LSM-AMPUH) tersebut harus ditolak;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT ALIANSI MASYARAKAT PEMERHATI LINGKUNGAN HIDUP (LSM-AMPUH) tersebut;”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.