Masalahnya Bukan Terletak pada Regulasi, namun pada
Integritas-Mentalitas Aparaturnya
Buat Apa jadi Orang Baik, jadi Penjahat (Pendosa) Saja Masuk Surga Lewat Iming-Iming “PENGHAPUSAN DOSA” (too good to be true)—sekalipun hanya Seorang PENDOSA yang Butuh “PENGHAPUSAN DOSA”
Question: Bukankah di Indonesia, tidak pernah kekurangan kaum agamais yang mengaku bertuhan dan beragama yang rajin beribadah, sehingga mengapa regulator selaku pembuat kebijakan, kini mulai merancang jarak antara masyarakat pemohon layanan publik dan aparatur di kantor-kantor pemerintahan dengan membuat aplikasi digital pelayanan publik sehingga tidak perlu berjumpa ataupun bertatap-muka dengan aparatur? Bukankah itu artinya, mesin atau robot atau AI masih lebih jujur dan lebih ideal ketimbang manusia-manusia yang katanya ber-agama dan ber-tuhan? Pertanyaan kedua, apakah aplikasi-aplikasi pelayanan publik tersebut, benar-benar bisa menyelesaikan masalah pungli yang selama ini menghantui warga?