KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Sesama Anak Bangsa Bisa SALING BUNUH hanya karena Alasan Sepakbola, namun Hendak Menjadi POLISI DUNIA?

Sibuk Menghakimi dan Menggurui Bangsa Lain, namun Gagal Bercermin Wajah Bangsa Sendiri

Bangsa Indonesia, selama ini lebih sibuk mengurusi, menggurui, serta menghakimi bangsa lain. Namun, lihatlah, untuk urusan semacam sepakbola saja, sesama anak bangsa di Indonesia dapat saling bunuh satu sama lainnya (bagaimana bila urusan yang lebih penting, memiliki nilai ekonomis, serta terkait isu-isu sensitif seperti etnis maupun agama?)—padahal satu ras, satu etnik, satu nenek moyang, satu tanah air, satu negara, satu kewarga-negaraan bahkan satu agama. Sebelum menuntut bangsa lain untuk bersikap beradab dan humanis, terlebih dahulu bangsa kita patut bertanya kepada diri mereka sendiri : sudahkah kita beradab dan humanis terhadap sesama anak bangsa sendiri?

Masyarakat kita telah menunjukkan fenomena begitu “terkotak-kotak” (dikotomi dan polarisasi), sehingga antara kedua kubu yang saling berseberangan saling sikut-menyikut, serang-menyerang, sindir-menyindir, sikat-menyikat, injak-menginjak, hingga makan-memakan dan bunuh-membunuh satu sama lainnya. Kerap diberitakan, terjadi kericuhan konflik atau benturan antara Driver Ojol Vs. Ojek Pangkalan, berbaju partai politik satu Vs. baju partai politik lainnya, umat agama yang satu Vs. umat agama yang lain, kulit bewarna yang satu Vs. kulit bewarna yang lain, seragam TNI Vs. seragam POLRI, seolah-olah mereka lupa bahwa mereka berbangsa dan berbahasa satu, yakni Bangsa Indonesia dan berbahasa Indonesia (Piagam Sumpah Pemuda, mereka “hafal”, namun tidak meng-hayat-i maupun men-jiwa-inya).

Salah satu ilustrasi konkretnya dapat kita jumpai dalam putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 699 K/Pid/2015 tanggal 17 Juni 2015, dimana bermula ketika Terdakwa menyaksikan pertandingan sepak bola. Pada saat pertandingan sepak bola berlangsung, terjadi kerusuhan antar suporter sepak bola yang dilanjutkan dengan kejar-kejaran yang berujung di jembatan Desa. Melihat kejar-kejaran tersebut, Terdakwa ikut berlari dan mengejar juga sampai ke jembatan tersebut. Setibanya di jembatan, Terdakwa melihat Korban sudah berada di laut.

Kemudian Terdakwa langsung mengambil sebuah batu karang / batu rinjang yang berukuran dua genggaman orang dewasa yang berada di atas jembatan, dan melemparkannya ke arah wajah Korban, mengakibatkan Korban tidak sadarkan diri dan tenggelam ke dalam air (laut)—sementara itu Terdakwa langsung pergi dengan menggunakan longboat. Akibat perbuatan Terdakwa, Korban meninggal dunia. Yang menjadi hasil / laporan Visum Et Repertum Rumah Sakit terhadap kondisi Korban, dijumpai kesimpulan:

a. Telah dilakukan pemeriksaan terhadap 1 (satu) mayat, berjenis kelamin laki-laki, berusia dewasa, umur 20 tahun;

b. Perkiraan waktu kematian dapat sesuai untuk waktu kejadian pada hari Senin tanggal 28 Juli 2014 sekitar pukul 18.00 WIT;

c. Perlukaan (tanda-tanda kekerasan fisik) pada tubuh korban hanya tampak 1 (satu) buah luka robek pada daerah sekitar bibir atas dan cuping hidung akibat kekerasan tumpul (dapat sesuai untuk akibat benda sejenis batu yang dilempar cukup keras). Perlukaan sesuai kualifikasi luka derajat sedang (akibat penganiayaan biasa);

d. Sebab dan mekanisme kematian korban adalah masuknya cairan dalam jumlah banyak ke dalam paru-paru sehingga terjadi gangguan pernapasan yang beresiko menyebabkan kematian secara langsung;

e. Tidak ada hubungan langsung secara medis (tidak ada keterkaitan langsung), antara luka robek yang dialami korban dengan kematiannya akibat tenggelam;

f. Hubungan ataupun keterikatan ”tidak langsung”, antara luka robek yang dialami dan mati tenggelamnya korban, dapat sesuai bila ada kondisi yang memperberat keadaan korban sebelum terkena lemparan batu, seperti ”faktor kelelahan” yang dapat mempengaruhi kemampuan dan keseimbangan korban untuk dapat kuat berenang ataupun mampu menyelamatkan dirinya dari proses tenggelam.

Terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang kemudian menjadi amar putusan putusan Pengadilan Negeri Labuha No. 165/Pid.B/2014/PN.Lbh tanggal 21 Januari 2015, dengan amar sebagai berikut:

“MENGADILI :

1. Menyatakan Terdakwa RUSLAN FAHRUDIN alias OYON tersebut di atas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Melakukan penganiayaan mengakibatkan mati’, sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan Alternatif Kedua Jaksa Penuntut Umum;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun;

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;

5. Menetapkan barang bukti berupa 1 (satu) buah batu karang (batu rinjang) yang berukuran 2 (dua) genggaman orang dewasa; Dirampas untuk dimusnahkan;”

Dalam tingkat Banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Maluku Utara No. 05/PID/2015/PT.TTE tanggal 13 Februari 2015, dengan amar lengkapnya:

“MENGADILI :

- Menerima permintaan banding Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Labuha;

- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Labuha No. 165/Pid.B/2014/PN.Lbh tanggal 21 Januari 2015 yang dimintakan banding tersebut;

- Menetapkan pidana yang dijatuhkan dikurangkan dengan masa penahanan seluruhnya yang telah dijalani Terdakwa;

- Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;”

Pihak JPU mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa atas alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi/ Jaksa / Penuntut Umum tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, karena telah mempertimbangkan pasal aturan hukum yang menjadi dasar pemidanaan dan dasar hukum dari putusan serta pertimbangan keadaan-keadaan yang memberatkan dan keadaan-keadaan yang meringankan sesuai Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP;

“Bahwa perbuatan Terdakwa yang berumur 18 tahun yang masih berstatus sebagai pelajar dalam peristiwa perkelahian antar suporter sepak bola, korban dan kawan-kawannya lari ke arah jembatan dan dikejar oleh Terdakwa dan kawan-kawan lainnya. Sesampainya di jembatan, korban melompat ke laut dan korban dilempar oleh Terdakwa dengan batu karang mengakibatkan korban luka robek di bibir dan hidung, akan tetapi korban tenggelam dan meninggal dunianya menurut visum karena masuknya air ke dalam paru-paru;

“Bahwa dari fakta hukum tersebut jelas maksud Terdakwa bukan melakukan pembunuhan sebagaimana alasan kasasi Jaksa / Penuntut Umum, melainkan maksud Terdakwa dengan melemparkan batu hanya untuk melakukan penganiayaan dengan ditandai ditemukannya batu di tempat kejadian dalam seketika langsung dilemparkan ternyata mengenai bagian muka korban yang mengakibatkan korban tenggelam dan meninggal dunia karena tenggelam;

“Bahwa oleh karena itu putusan Judex Facti / Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan Judex Facti / Pengadilan Negeri dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun, melanggar Pasal 351 ayat (3) KUHP merupakan putusan yang benar menurut hukum dan cara mengadili telah sesuai ketentuan undang-undang serta tidak melampaui batas-batas kewenangannya, maka beralasan hukum permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum untuk ditolak;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / JAKSA / PENUNTUT UMUM pada KEJAKSAAN NEGERI LABUHA tersebut;”

Pertanyaan yang patut kita tanyakan ialah : saat Pelaku melemparkan batu kearah Korban, pernahkah Pelaku berpikir atau bertanya kepada sang Korban : “Wahai Korban-ku, apakah kamu bisa berenang?” Bisa atau tidaknya berenang, dihantam dengan tinju tangan kosong saja dapat membuat seseorang pingsan seketika (setidaknya “black out”, hilangnya indera penglihatan). Terlebih dihantam batu, korban manapun bisa pingsan, dimana menurut teori “sengaja sebagai kemungkinan” berpeluang atau berpotensi tewasnya Korban akibat tenggelam dalam kondisi pingsan. Sang pelaku bahkan melarikan diri saat korbannya jatuh ke dalam air dan tidak berenang sebagaimana orang sehat-normal yang dapat berenang di permukaan air. Bisa demikian “murah”-nya harga / nilai sebuah nyawa di republik “agamais” ini.

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.