ARTIKEL HUKUM
Hakim Pengadilan Memutus Perkara Mengatas-Namakan TUHAN, namun Dogma Keyakinan Keagamaan justru Lebih PRO terhadap PELAKU KEJAHATAN yang Berdosa (Pendosa). Apakah Mungkin, Hakim (Manusia yang Humanis) dapat Lebih Adil daripada “Tuhanis yang Ternyata Tidak Pernah Adil terhadap Posisi dan Kondisi Korban”?
Ideologi “Penghapusan Dosa” maupun “Penebusan Dosa” yang TIDAK RAMAH terhadap KORBAN KEJAHATAN (victims friendly), Masyarakat sebagai Umat Beragama Menjelma Tidak Empatik dan Tidak Simpatik terhadap KORBAN KEJAHATAN, dan disaat Bersamaan Demikian Toleran serta Kompromistis terhadap sang Pelaku Kejahatan yang Berbuat Jahat, Seolah-olah menjadi Seorang Penjahat adalah KEREN
Digambarkan, sosok para utusan Tuhan (nabi) dalam berbagai keyakinan keagamaan berlabel “samawi”, sebagai sosok yang penuh cinta kasih. Pertanyaan-nya, cinta kasih yang parsial ataukah imparsial, cinta kasih bersyarat ataukah tidak bersyarat, cinta kasih kepada siapakah, itulah pertanyaan yang terlebih dahulu patut kita renungkan serta kita pertanyakan balik. Mari kita telaah bersama secara holistik, dalam perspektif pihak “korban”, alih-alih memakai perspektif pihak pelaku kejahatan yang berdosa (pendosa)—pendekatan yang jauh lebih humanistik.