Pembeli / Pemenang Lelang Eksekusi Hak Tanggungan yang TIDAK BERITIKAD BAIK, Bukan Pihak Ketiga dan Sejak Semula Mengetahui Cacat Hukum Objek Agunan

LEGAL OPINION

Alat Bukti Hukum Acara Perdata, PERSANGKAAN. Ketika Dua Alat Bukti Dokumen yang Sama-Sama Otentik namun Ternyata Saling Bertolak-Belakang Satu Sama Lainnya, Maka dapat Dipersangkakan Salah Satunya ialah Palsu, Tidak Perlu Dibuktikan Terlebih Dahulu secara Pidana Pemalsuan

Question: Mengapa mereka yang menjadi pembeli lelang eksekusi hak tanggungan di kantor lelang negara, selalu dikategorikan sebagai pembeli yang beritikad baik semata karena membelinya di pelelangan pada kantor lelang negara? Bagaimana jika ada orang yang benar-benar tahu adanya cacat hukum terhadap objek tanah yang menjadi agunan, lalu saat dilelang ia mendaftarkan dirinya sebagai calon peserta lelang, dan membelinya, itu sama artinya menyaru sebagai seorang pembeli lelang yang murni membeli di pelelangan umum meski sebetulnya ia bukan semata seseorang yang murni sebagai pembeli lelang yang tidak tahu-menahu.

Brief Answer: Terdapat norma hukum bentukan Mahkamah Agung RI yang kurang matang pertimbangan hukumnya, dimana yang semestinya disebut sebagai “pembeli lelang yang beritikad baik” ialah harus berupa mereka yang berlatar-belakang “pihak ketiga”, dimana pihak ketiga dapatlah diasumsikan tidak tahu-menahu sengketa internal pemilik agunan atau pemberi jaminan kebendaan. Sebaliknya, bila konteksnya ialah pembeli lelang ternyata berlatar-belakang “BUKAN pihak ketiga”, alias tahu-menahu secara mendetail seluruh latar-belakang sengketa internal terlebih cacat hukum objek hak atas tanah bahkan sejak sebelum dijadikan sebagai agunan pelunasan hutang yang dilelang eksekusi, artinya sang pembeli lelang tidaklah murni selaku pembeli lelang, namun adalah sebentuk “itikad tidak baik” dengan menyalah-gunakan kesempatan bagi umum untuk mendaftar sebagai calon peserta lelang dan memposisikan kedudukannya seolah sebagai “pihak ketiga”.

PEMBAHASAN:

Selama ini, kesan tercipta di masyarakat maupun di kalangan hakim pemutus perkara ialah, pihak “pemenang lelang” selalu dianggap—lebih tepatnya “diasumsikan” atau “dipersepsikan”—sebagai “pihak ketiga”, sehingga seketika itu juga diposisikan sebagai “pembeli yang beritikad baik”. Meski, senyatanya bisa jadi pembeli lelang tidak beritikad baik, seperti telah mengetahui sejak semula latar-belakang cacat hukum objek lelang eksekusi bahkan jauh sebelum objek lelang diagunkan kepada pihak kreditor selaku pemohon lelang eksekusi Hak Tanggungan.

Menyerupai modus “internal trading”, pihak pembeli lelang sejatinya bisa berangkat dari pihak-pihak internal yang memiliki “benang merah” saling bersengketa satu sama lainnya, sebelum kemudian objek hak atas tanah jatuh ke dalam tangan debitor atau penjamin hutang, dan dijadikan objek agunan jaminan pelunasan hutang yang diikat Hak Tanggungan sampai pada akhirnya dilelang eksekusi Hak Tanggungan di hadapan Kantor Lelang Negara.

Modus yang pernah terjadi dalam praktik ialah, untuk dapat “mencuci itikad” dari “itikad tidak baik” menjadi “itikad baik”, suatu oihak yang sejatinya sedang terlibat atau setidaknya mengetahui sengketa internal dan cacat hukum yang ada diseputar objek hak atas tanah, kemudian mengagunkan objek hak atas tanah tersebut kepada suatu kalangan kreditor (baik perorangan maupun lembaga keuangan perbankan), selanjutnya merekonstruksikan agar terjadi lelang eksekusi terhadap agunan, sampai tiba saat ketika “pihak internal” tersebut mengikut-sertakan dirinya sendiri sebagai peserta lelang dan keluar sebagai pemenang lelang. Modusnya ialah dengan mendudukkan dirinya seolah-olah murni selaku “pihak ketiga” yang membeli melalui pelelangan yang terbuka bagi umum, sekalipun dirinya sejatinya ialah “BUKAN pihak ketiga” serta telah mengetahui betul sejarah serta latar-belakang cacat hukum dibalik objek agunan.

Salah satu modus “cuci itikad” yang benar-benar pernah terjadi dalam praktik lelang eksekusi Hak Tanggungan di Indonesia ialah, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS ungkap “modus canggih tingkat tinggI” terjadi dalam putusan sengketa register Nomor 832 K/Pdt/2018 tanggal tanggal 22 Mei 2018, perkara antara:

1. HENDRI SUNARYO, sebagai Pemohon Kasasi I juga Termohon Kasasi I, semula selaku Tergugat II;

2. H. MAHMUDDIN HM, sebagai Pemohon Kasasi II juga Termohon Kasasi II, semula selaku Tergugat IV;

3. PT. BANK UOB BUANA TBK. BALIKPAPAN, selaku Pemohon Kasasi III juga Termohon Kasasi III, semula sebagai Tergugat III; melawan

1. HJ. NURJANNAH binti H. MAKKA; 2. Hj. HASNAH binti H. MAKKA; 3. HERMAN bin H. MAKKA; 4. TAUFIQ bin H. MAKKA; 5. JUMIATI binti H. MAKKA; 6. ACHMAD bin H. MAKKA; 7. NURDIN bin H. MAKKA, selaku Para Termohon Kasasi IV juga Para Pemohon Kasasi IV, semula selaku Para Penggugat; dan

1. SITI AISYAH (Tergugat I); 2. NOTARIS HAMID GUNAWAN, S.H.; 3. KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG (KPKNL) BALIKPAPAN; 4. KANTOR PERTANAHAN KOTA BALIKPAPAN, selaku Para Turut Termohon Kasasi.

Para Penggugat, Tergugat I, dan Tergugat IV merupakan ahli waris yang masih hidup dari Almarhum H. Makka yang telah meninggal pada tanggal 30 Mei 2003 dan Hj Sawiyah Maysyarah binti Maysyarah yang telah meninggal dunia pada tanggal 11 Juli 2005 di Balikpapan, kecuali Tergugat IV adalah beda ibu. Almarhum orang tua Para Penggugat telah meninggalkan beberapa warisan, salah satunya ialah sebidang tanah berupa Sertifikat Hak Milik seluas 105 M2, yang menjadi objek sengketa dalam perkara ini.

Obyek tanah sebelumnya ditempati oleh Tergugat I (satu satu ahli waris dari almarhum), dimana kemudian Tergugat I menghilang dan tidak diketahui keberadaannya sampai saat kini. Sebelum menghilang, Tergugat I menjual objek perkara tersebut kepada Tergugat II, dengan dasar jual-beli ialah adanya surat hibah tertanggal 17 Juni 2003 dihadapan Notaris Hamid Gunawan, SH, selaku Notaris dan PPAT (Tergugat V).

Orang tua Para Penggugat telah meninggal karena sakit pada tanggal 30 Mei 2003 sesuai Akta Kematian yang diterbitkan pada tahun 2010 oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Balikpapan maupun  Surat Keterangan Meninggal yang diterbitkan tahun 2006 oleh Kecamatan Balikpapan Tengah. Sehingga, tanpa dasar hukum yang benar, Tergugat I dan Tergugat V telah membuat Surat Hibah dari Almarhum H. Makka kepada Tergugat I, alias terjadinya tanggal kejadiannya sanat janggal, yakni setelah pemberi hibah meninggal dunia. Bagaimana mungkin orang yang sudah meninggal dunia dapat menanda-tangani surat hibah objek tanah?

Berdasarkan surat hibah yang patut diragukan kebenarannya dan janggal demikian, Tergugat I dihadapan Tergugat V kemudian menjual obyek tanah kepada Tergugat II, sekalipun secara Hukum Tergugat II menyadari bahwa surat hibah dan atau kepemilikan Tergugat I adalah tidak berdasar hukum—alias bukan “pihak ketiga”, yang karenanya “tidak beritikad baik” sehingga juga “tidak patut mendapat perlindungan hukum”, sehingga perbuatan hukum selanjutnya seperti mengagunkan ataupun terjadinya lelang eksekusi Hak Tanggungan atas agunan menjadi juga tidak sahih secara yuridis.

Selanjutnya, Tergugat II berhutang sejumlah dana pinjaman kepada Tergugat III, dengan membebanakn sertifikat hak atas tanah obyek sengketa ini sebagai jaminan Hutang dengan ikatan Hak Tanggungan pada tahun 2009 di hadapan Tergugat V juga. Sehingga, para ahli waris merasa keberatan atas perbuatan Tergugat I, II, serta Tergugat V, berupaya mendatangi, memberitahu dan menanyakan dasar apa Tergugat I, II, serta Tergugat V dalam melakukan transaksi jual beli ilegal demikian, sampai pada akhirnya para ahli waris barulah mengetahui adanya keterangan yang tidak benar dalam pembuatan surat hibah dihadapan Tergugat V yang menyerupai konspirasi.

Cara Tergugat II dalam “mencuci objek tanah”, maka pada tahun 2009 Tergugat II memberikan obyek tanah sebagai jaminan hutang kepada Tergugat III dan dengan niat tidak baik sejak semula Tergugat III tampaknya tidak pernah berniat untuk membayar ataupun melunasi kredit sehingga terjadilah “kredit macet” dengan konsekusnsi obyek tanah menjadi obyek lelang di kantor lelang negara.

Tergugat IV selaku salah satu ahli waris almarhum sehingga mengetahui dengan pasti akan adanya cacat dalam proses hibah disamping segala cacat hukum yang melingkupinya, dan adanya kesalahan dalam melakukan transaksi jual beli obyek tanah secara sadar dan mengetahui (bukan lagi sekadar sepatutnya mengetahui), tetap memaksakan diri membeli obyek tanah lelang tersebut dimana sekarang telah dibalik-namakan menjadi nama Tergugat IV. Akibatnya, para ahli waris yang kesemuanya memiliki hak atas objek tanah warisan, telah dirugikan.

Para Penggugat sangat keberatan atas perbuatan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V, dan Turut Tergugat VI tersebut yang telah melakukan peralihan hak, jual beli, eksekusi Hak Tanggungan, Lelang Eksekusi dengan dasar Surat Hibah tertanggal 17 Juni 2003 dimana pihak pemberi hibah senyatanya telah meninggal sejak tanggal 30 Mei 2003, oleh karenanya segala peralihan hak terhadap Tergugat I, II, III, dan Tergugat IV, adalah cacat hukum oleh karenanya “batal demi hukum”.

Sebagai kesimpulan, Tergugat IV adalah “pembeli yang tidak beritikad baik”, karena notabene merangkap pula sebagai ahli waris yang dapat dipastikan sejak semula telah mengetahui dengan pasti bahwasanya Surat Hibah atas obyek tanah yang menjadi “alas hak” peralihan hak atas tanah, jual-beli, hingga proses meng-agunkan dan lelang eksekusi atas agunan, bertopang pada hibah yang cacat formil.

Disayangkan, dalil dalam gugatan Penggugat menjadi bumerang bagi terpenuhinya syarat formil pengajuan gugatan perdata, ketika mendalilkan bahwa karena urutan-urutan kepemilikan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dengan “alas hak” secara tidak sahih, maka semua perbuatan hukum demikian tergolong “perbuatan melawan hukum” yang berakibat segalanya menjadi “batal demi hukum” karena diduga keras telah memalsukan Surat Hibah. Penggugat tidak menyadari, bahwa tuduhan pemalsuan ataupun penipuan sifatnya “tidak dapat dipersangkakan”, dan harus terlebih dahulu dibuktikan pada proses persidangan perkara pidana sehingga gugatan perdata Penggugat menjelma “prematur”—alih-alih menjadikan alat bukti “persangkaan” sebagai dalil utama ketika menyusun gugatan.

Para Penggugat dalam gugatannya, memohon kepada Pengadilan Negeri Balikpapan untuk memberikan putusan dengan amar sebagai berikut:

- Menyatakan tidak berkekuatan hukum Akta Hibah tertanggal 17 Juni 2003 dihadapan Tergugat V;

- Menyatakan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V, telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan segala akibat hukum darinya karena telah melakukan jual beli dan atau balik nama dengan alas surat hibah yang cacat hukum dimana pemberi hibah telah meninggal lebih dahulu sehingga adalah mustahil dapat menanda-tangani surat hibah, sehingga merugikan Para Penggugat;

- Menyatakan bahwa ahli waris H. Makkah adalah pemilik sah objek tanah.

Terhadap gugatan para ahli waris demikian, Pengadilan Negeri Balikpapan menjatuhkan putusannya sebagaimana tertuang dalam register Nomor 123/Pdt.G/2014/PN Bpp., tanggal 16 Maret 2017, dengan pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa selain itu bukti P-3 tersebut tidak pernah dicabut oleh si pemberi hibah dan dibatalakan oleh Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap sehingga tidak dapat dianggap sebagai cacad hukum sehingga batal demi hukum; [Note SHIETRA & PARTNERS : Bagaimana mungkin, orang yang sudah meninggal jauh sebelum tanggal pembuatan Akta Hibah, mencabut Akta Hibah demikian? Bukankah gugatan tersebut merupakan gugatan pembatalan hibah?]

“Menimbang, bahwa selanjutnya bukti P-9 yang berkaitan dengan bukti P-3 yaitu Surat Tanda Penerimaan Laporan Pemalsuan yang dilakukan oleh Tergugat I Siti Aisyah hanya sebatas laporan dan tidak ada proses hukum apalagi sampai putusan Pengadilan yang menyatakan bahwa Tergugat I Siti Aisyah telah melakukan Pemalsuan Surat sebagaimana yang tertera dalam bukti P-3; [Note SHIETRA & PARTNERS : Sipil tidak memiliki kewenangan memproses pidana, semata menjadi monopoli pihak Penyidik Kepolisian, yang bisa jadi dan kerap kali berkolusi terhadap pihak Terlapor, menjadi “mimpi buruk” korban selaku Pelapor. Itulah konsekuensi akibat keliru merumuskan dalil gugatan, yang semestinya menopang dalil dengan elaborasi “alat bukti PERSANGKAAN” alih-alih menyerempet isu pidana pemalsuan.]

“Menimbang, bahwa begitu pula dari keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh Penggugat yaitu Abd.Rasyid Tamma, Abdul Kadir dan Fatimah yang hanya menerangkan bahwa objek sengketa tidak pernah diperjual-belikan dijaminkan ataupun dihibahkan dan tidak pernah mengetahui ataupun melihat adanya Akta Hibah tersebut;

“Menimbang, bahwa dari uraian tersebut di atas maka Majelis menurut Majelis Hakim bahwa jual beli antara Tergugat I Siti Aisyah dengan Tergugat II Hendri Sunaryo dan selanjutnya objek sengketa beralih kepada Tergugat IV H. Mahmudin HM berdasarkan Risalah Lelang menurut Majelis Hakim telah memenuhi syarat-syarat perjanjian jual beli sebagaimana yang dikehendaki Pasal 1320 KUH Perdata sehingga dinyatakan sah dan tidak dapat dibatalkan atau batal demi hukum sebagaimana dalam dalil gugatan Penggugat dan sebagai konsekwensi yuridis maka Tergugat IV H. Mahmudin HM dinyatakan sebagai pembeli yang beritikad baik dan harus dilindungi secara hukum seperti yang dikehendaki oleh Pasal 1977 Ayat (1) KUHPerdata serta sesuai pula dengan Yurisprudensi MA No.251 K/Sip/1958 tertanggal 26 Desember 1958 “bahwa pembeli yang telah bertindak dengan itikad baik harus dilindungi dan jual beli yang bersangkutan haruslah dianggap sah”;

“Menimbang, bahwa begitu pula sesuai dengan ketentuan Pasal 621 KUHPerdata bahwa “Setiap orang yang memegang kedudukan berkuasa atas sesuatu kebendaan tidak bergerak diperbolehkan meminta Kepada Pengadilan Negeri yang mana kebendaan itu terletak dalam daerah hukumnya supaya dinyatakan sebagai hukum bahwa dialah pemiliknya”;

MENGADILI :

Dalam Pokok perkara:

- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

Dalam Rekonvensi:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonvensi IV / Tergugat Konvensi IV untuk sebagian;

2. Menyatakan Penggugat Rekonvensi IV / Tergugat Konvensi IV pemilik yang sah atas sebidang tanah berikut bangunan rumah di atasnya yang terletak di Jalan Ahmad Yani RT 57, Kelurahan Gunung Sari Ilir, Kecamatan Balikpapan Tengah (dahulu Kecamatan Balikpapan Utara) seluas 105 m2 bersertifikat Hak Milik Nomor 1021;

3. Menyatakan Penggugat Rekonvensi IV / Tergugat Konvensi IV adalah pemenang lelang / pembeli yang beriktikad baik atas objek sengketa yang di lelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (Turut Tergugat V dalam Rekonvensi);

4. Menyatakan Para Tergugat Rekonvensi tidak berhak atas objek sengketa; [Note SHIETRA & PARTNERS : Sekalipun faktanya Para Penggugat ialah para ahli waris pemilik objek tanah.]

5. Menghukum Para Tergugat Rekonvensi menyerahkan objek sengketa kepada Penggugat Rekonvensi secara suka rela dalam keadaan semula;

6. Menghukum Para Tergugat Rekonvensi secara sendiri-sendiri membayar uang paksa setiap hari keterlambatannya melaksanakan isi putusan dalam perkara ini sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap harinya yang diperhitungkan dari hari ke hari.”

Dalam tingkat banding atas permohonan Para Penggugat, putusan Pengadilan Negeri di atas kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Samarinda sebagaimana tertuang dalam putusan Nomor 146/PDT/2015/PT.SMR., tanggal 12 Juli 2017.

Para Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Mengenai alasan-alasan kasasi, Mahkamah Agung berpendapat:

- Bahwa alasan-alasan kasasi tidak dapat dibenarkan karena hanya merupakan pengulangan-pengulangan yang telah dipertimbangkan dengan tepat dan benar oleh Judex Facti;

- Bahwa Tergugat I / Siti Aisyah menjual objek sengketa kepada Tergugat II berdasarkan akta hibah yang dibuat di depan Tergugat V;

- Bahwa Tergugat II melakukan Perjanjian Kredit dengan Tergugat III / PT Bank UOB dan oleh karena Tergugat II tidak mampu menyelesaikan kreditnya, maka objek sengketa di lelang;

- Bahwa Tergugat IV / H. Mahmuddin HM adalah pembeli lelang yang sah berdasarkan Risalah Lelang, sehingga harus dinyatakan sebagai pembeli yang beriktikad baik; [Note SHIETRA & PARTNERS : Perfect crime, “cuci objek tanah” hasil hibah yang janggal.]

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi juga Termohon Kasasi;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I juga Termohon Kasasi I HENDRI SUNARYO, Pemohon Kasasi II juga Termohon Kasasi II H. MAHMUDDIN H.M., Pemohon Kasasi III juga Termohon Kasasi III PT. BANK UOB BUANA TBK. BALIKPAPAN, dan Para Pemohon Kasasi IV juga Para Termohon Kasasi IV yaitu: 1. HJ. NURJANNAH binti H. MAKKA, 2. Hj. HASNAH binti H. MAKKA, 3. HERMAN bin H. MAKKA, 4. TAUFIQ bin H. MAKKA, 5. JUMIATI binti H. MAKKA, 6. ACHMAD bin H. MAKKA., 7. NURDIN bin H. MAKKA., tersebut.”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.