Perbedaan Kekerasan & Penganiayaan, Delik Perbuatan Tidak Menyenangkan Segi Badaniah Masih Berlaku Ancaman Sanksi Pidana

LEGAL OPINION
Question: Antara aniaya dan kekerasan, itu sama atau ada bedanya, secara hukum pidana? Kalaupun ada bedanya, gimana letak bedanya?
Brief Answer: Penganiayaan, merujuk adanya akibat luka pada korban, baik luka ringan maupun luka berat. Sementara yang dimaksud dengan kekerasan, tidak harus terdapat luka pada pihak korban—dengan kata lain, dapat kita simpulkan secara tidak langsung, bahwa terdapat dua jenis “perbuatan tidak menyenangkan”, yakni: secara fisik dan secara psikis.
Perbuatan tidak menyenangkan secara psikis, tidak lagi dimungkinkan untuk dijatuhkan pidana pasca putusan Mahkamah Konstitusi RI yang membatalkan norma pidana terkait dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun khusus terhadap konteks perbuatan tidak menyenangkan yang mengarah pada penggunaan benturan fisik (badaniah) dengan maksud untuk mengekang ruang gerak tubuh orang lain, maka delik perbuatan tidak menyenangkan masih dapat diterapkan keberlakuannya (oleh sebab ada unsur kekerasan didalamnya).
Analoginya sebagai berikut: tidak semua kekerasan adalah perbuatan tidak menyenangkan (sebagai contoh ketika seseorang dengan senang hati dipijat atau di-akupuntur). Sementara semua perbuatan tidak menyenangkan yang dapat dipidana, selalu berkorelasi erat dengan kekerasan yang bersifat fisik coraknya. Unsur intrinsik dari delik perbuatan tidak menyenangkan, ialah perbuatan pelaku yang mendegrasai martabat serta harkat (melecehkan) warga negara lainnya yang menjadi korban. Sehingga, suatu perbuatan yang melecehkan, sangat identik dengan perbuatan yang tidak menyenangkan.
PEMBAHASAN:
Terdapat ilustrasi konkret yang patut menjadi cerminan, sebagaimana dapat direpresentasikan oleh SHIETRA & PARTNERS dengan merujuk putusan sengketa register Nomor 461/PID/2014/PT-MDN. tanggal 16 September 2014. Bermula pada tanggal 15 Agustus 2013, NETTI Br. HARAHAP bersama RAHMAT BARUS, dan SUPRIANA RITONGA sedang bekerja membuat sopo-sopo (gubuk) di lahan kosong di wilayah Desa Siboris Lombang, Kabupaten Padanglawas Utara.
Tidak beberapa lama kemudian datang Terdakwa bersama dengan NURHAWANI HARAHAP lalu menjumpai NETTI HARAHAP kemudian Terdakwa melontarkan ujaran ‘pencuri tanah ngak tahu’ sembari mendorong tubuh NETTI HARAHAP dengan mempergunakan kedua tangannya sehingga NETTI HARAHAP hampir terjatuh ke tanah, sementara NURHAWANI HARAHAP mengangkati lalu membuang kayu-kayu untuk membuat sopo-sopo (gubuk) tersebut. Akibat dari perbuatan Terdakwa, maka NETTI Br. HARAHAP merasa tidak senang lalu melaporkannya kepada pihak yang berwajib untuk diproses pidana. [Note SHIETRA & PARTNERS: Sebagaimana kita simpulkan fakta hukum” kekerasan demikian oleh pelaku, tidak mengakibatkan luka fisik bagi korban.}
Selanjutnya Terdakwa didakwa serta diancam pidana berdasarkan norma Pasal 335 ayat (1) Ke-1e KUHP. Terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum, telah dijatuhkan putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan dalam register Nomor 119/Pid.B/2014/PN.Psp.Gnt tanggal 15 April 2014, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa SOPINA Br. HARAHAP telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN’;
2. Menjatuhkan Pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan.”
Pihak Terdakwa mengajukan upaya hukum banding, dengan dalil bahwa korban Netti boru Harahap dengan Tedakwa bertengkar dikarenakan korban mengklaim tanah tempat membangun sopo-sopo (pondok) yang dilakukan korban adalah milik orang tua korban, sementara Terdakwa juga mengklaim milik orang tuanya, sehingga dapat ditarik kesimpulan: masih terdapat sengketa perdata tentang kepemilikan dalam perkara pidana ini.
Begitupula sejak terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 16 Januari 2014 perkara Nomor 01/PUU-XI/2013, frasa “suatu perbuatan lain maupun perlakuan tak menyenangkan”, telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat (artinya tidak berlaku lagi) namun Majelis Hakim tetap memutus perkara ini dengan menggunakan unsur kualifikasi “perbuatan tidak menyenangkan” (Pasal 335 KUHP) yang sudah tidak berlaku lagi secara yuridis-formil.
Dimana terhadapnya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi membuat pertimbangan serta amar putusan yang menarik untuk disimak, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap memori banding Terdakwa tersebut diatas, Jaksa Penuntut Umum tidak ada mengajukan kontra memori banding;
“Menimbang, bahwa setelah Pengadilan Tinggi membaca, meneliti dan mempelajari dengan seksama berkas perkara Nomor 119/Pid.B/2014/PN.Psp.Gnt dan surat-surat yang berhubungan dengan perkara ini serta salinan resmi putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan Nomor 119/Pid.B/2014/PN.Psp.Gnt tanggal 15 April 2014, memori banding dari Terdakwa, Pengadilan Tinggi berpendapat sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa meskipun saksi korban dan Terdakwa masing-masing mengklaim bahwa tanah tempat untuk membangun sopo-sopo (podok) oleh saksi korban, masing-masing mengklaim milik orang tua mereka, akan tetapi Pengadilan Tinggi tidak sependapat dengan memori banding Terdakwa yang berkesimpulan bahwa ada sengketa perdata dalam perkara pidana ini, karena perbuatan pidana yang dilakukan Terdakwa terlepas dari apakah tanah tempat mendirikan sopo-sopo (pondok) tersebut millik Terdakwa atau bukan; [Note SHIETRA & PARTNERS: Perdata ya perdata, pidana ya pidana.]
“Menimbang, bahwa Pengadilan Tinggi sependapat dengan memori banding Terdakwa bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 16 Januari 2014 Nomor 01/PUU-XI/2013, frasa ‘suatu perbuatan lain maupun perlakuan tak menyenangkan’ telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat / artinya tidak berlaku lagi, akan tetapi unsur-unsur lainnya masih tetap berlaku, sehingga berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut Pasal 335 Ayat 1 ke-1 KUHP menjadi menyatakan ‘barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan atau tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan memakai kekerasan atau dengan memakai ancaman kekerasan baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain’; [Note SHIETRA & PARTNERS: Mengancam akan memukul oleh seseorang kepada warga negara lain, dapat diartikan melanggar dan dapat diancam sanksi pidana berdasarkan Pasal 335 Ayat (1) KUHP. Ironinya, dalam praktik, kalangan kepolisian menolak memproses laporan warga yang terkena ancaman pemukulan, dimana pihak kepolisian menyatakan bahwa tiada larangan untuk mengancam memukul—sekalipun rumusan deliknya pada Pasal 335 KUHP telah sangat jelas.]
“Menimbang, bahwa meskipun Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan dan tuntutannya serta Majelis Hakim Tingkat Pertama dalam putusannya dalam menguraikan unsur-unsur Pasal 335 Ayat 1 ke-1 KUHP tersebut masih mengikutkan frasa ‘suatu perbuatan lain maupun perlakuan tak menyenangkan’ yang sudah tidak berlaku lagi, akan tetapi menurut Pengadilan Tinggi hal tersebut tidak dapat membatalkan putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama yang telah menyatakan Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana dalam Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP dengan alasan-alasan sebagai berikut:
- Bahwa Terdakwa telah terbukti melarang saksi Netti br Harahap untuk tidak melanjutkan membangun sopo-sopo (pondok) di lahan kosong wilayah Desa Siboris Lombang Kec. Barumun Tengah Kab. Padang Lawas dengan menyatakan ‘Pencuri tanah’ jangan bangun di sini, ini wilayah Unte Rudang Bangun kalian di Siboris Dolok, ini tanah orang tua kami, ucapan tersebut merupakan paksaan agar orang lain in cassu saksi korban untuk tidak melakukan sesuatu (membuat sopo-sopo atau pondok);
- Bahwa Terdakwa terbukti mendorong wajah saksi Netti br Harahap dengan menggunakan tangan kirinya dan mendorong bahu sebelah kiri saksi Netti Br Harahap dengan menggunakan tangan kanannya sehingga saksi Netti Br Harahap hampir jatuh ke tanah, perbuatan tersebut merupakan tindakan kekerasan;
- Bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur memaksa orang lain supaya tidak melakukan sesuatu dengan memakai kekerasan terhadap orang itu sendiri, sesuai dengan unsur ad.3 dari Pasal 351 Ayat 1 ke-1 KUHP;
“Menimbang, bahwa pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Pertama dalam putusannya pada halaman 14 dan 15 dalam menguraikan unsur ad.3 akan tetapi dengan kwalifikasi ‘perbuatan tidak menyenangkan’ yang sudah tidak berlaku lagi, oleh karena itu kwalifikasi tersebut harus diperbaiki;
“Menimbang, bahwa tentang pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa juga perlu diperbaiki dengan memperhatikan azas keadilan, kepastian hukum dan bermanfaat serta hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan sebagaimana dalam putusan Hakim tingkat pertama, menurut Pengadilan Tinggi adalah adil dan patut dan sudah memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat serta diharapkan memberi efek jera bagi Terdakwa maupun masyarakat lainnya agar tidak melakukan perbuatan serupa apabila Pengadilan Tinggi menjatuhkan pidana sebagaimana yang termuat dalam amar putusan ini dengan menerapkan Pasal 14 Huruf (a) Angka (1) KUHP tentang pidana bersyarat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka Putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan nomor 119/Pid.B/2014/PN.Psp.Gnt tanggal 15 April 2014, harus diperbaiki sepanjang tentang kualifikasi dan pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa, sehingga amar selengkapnya sebagaimana tersebut dibawah;
M E N G A D I L I :
- Menerima permintaan banding dari Terdakwa;
- Memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan Nomor 119/Pid.B/2014/PN.Psp.Gnt tanggal 15 April 2014, sepanjang mengenai kwalifikasi dan pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa, sehingga amar selengkapnya menjadi sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa SOPINA Br. HARAHAP telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Secara melawan hukum memaksa orang lain supaya tidak melakukan sesuatu dengan memakai kekerasan terhadap orang itu sendiri’;
2. Menjatuhkan Pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan;
3. Menetapkan bahwa pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa tidak perlu dijalani kecuali ada putusan Hakim yang menyatakan Terdakwa tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebelum habis masa percobaan selama 4 (empat) bulan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.