KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi merupakan NORMA HUKUM

Putusan Uji Materiil = Pertimbangan Hukum + Amar Putusan

Question: Apakah isi pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusannya, juga berlaku sebagai norma hukum yang mengikat ataukah hanya amar putusannya saja yang berlaku dan memiliki daya ikat?

Lengkapnya Alat Bukti Surat, Tidak Menjamin Kemenangan ataupun Kekalahan dalam Gugatan Perdata

Ketika Alat Bukti Pihak Penggugat menjadi Bumerang bagi Kepentingan Hukum Pihak Penggugat : JELI dan DETAIL

Alat Bukti Surat, Tidak Bercerita dan Tidak Memiliki Cerita Apapun ketika Surat Gugatan Penggugat atau Surat Jawaban Tergugat Tidak Informatif dan Tidak Efektif

Question: Apakah dalam suatu gugatan, tumpuan utama sekaligus kunci kemenangannya ada pada kelengkapan alat bukti surat?

Ketika Pelaku Kejahatan Melakukan Akrobatik Moral : Pelaku Menjelma Korban, Korban Dijadikan Pelaku dan Dipidana

Berani Mencoba Menyakiti, maka Harus Siap Disakiti. Berani Mencoba Membunuh, maka Harus Berani Dibunuh

Yang Hidup dari Pedang, akan Mati karena Pedang. Kabar Buruknya, Prinsip Demikian Tidak Diakui oleh Hukum Pidana Nasional

Question: Mengapa ya, ataukah hanya kami sendiri saja yang mengalami, pelaku kejahatan yang mendapati korbannya melawan, justru itu membuat si pelaku menjadi marah dan lebih ganas daripada kami? Korbannya itu saya atau mereka, mengapa justru si pelaku yang menjadi marah?

Ini dan Itu Disebut DOSA atau HARAM. Namun PENGHAPUSAN DOSA Dijadikan “HALAL-Lifestyle” serta Dikampanyekan Lewat Pengeras Suara

PREMANIS namun PENGECUT, itulah Wajah Bangsa Kita, yang Bahkan Dipertontonkan di Depan Umum dengan Bangga

Menyelesaikan Setiap Masalah dengan KEKERASAN FISIK, sekalipun Berbuat Dosa merupakan AURAT TERBESAR, namun Dipertontonkan dengan Bangga Tanpa Rasa Malu

Terdapat satu hal yang paling menarik dari setiap pertandingan atau kompetisi bela diri di atas ring, entah itu western boxing, muaythai, karate, kung fu, atau apapun itu latar belakang disiplin dan penyelenggaraannya, yakni kedua petarung saling berpelukan, saling menepuk punggung satu sama lain, dan memberikan ucapan selamat bagi sang pemenang baik “knock out” ataukah atas penilaian juri. Sportivitas, masing-masing saling mengakui dan menghormati. Itulah standar budaya pertandingan “jantan” kelas dunia. Namun diatas kesemua itu, kita mengagumi mereka, siapapun yang menang ataupun yang kalah, masing-masing dari para kontestas saling patuh terhadap aturan pertandingan—alias tidak ada dipertontonkan aksi semacam “demi menang dengan cara menghalalkan segala cara”.

TOXIC SOCIETY Versus CHAT BOT AI, Anda Pilih yang Mana?

Mengapa Manusia Kian Intens Tenggelam ke dalam Relasi Emosional dengan Artificial Intelligence (Kecerdasan Buatan, AI)?

Dilaporkan bahwa aplikasi pertemanan dan percintaan manusia dan Chat-bot berbasis AI, telah meningkat secara dramatis, dan terjadi meluas di berbagai negara, dimana bahkan banyak diantara pemakai aplikasi tersebut merasakan adanya hubungan emosional dan “jatuh cinta” kepada Chat-bot AI. Kita, masyarakat urban, tinggal di tengah perkotaan padat penduduk, bukan di hutan. Namun, mengapa aplikasi pertemanan dan percintaan dengan Chat-bot AI telah ternyata tinggi peminatnya—ada “demand”, maka ada “supply”. Bila dahulu era tahun 1990-an kita mengenal mainan bernama Tamagochi, yakni perangkat kecil berisi hewan peliharaan digital, kini para manusia kesepian mulai membangun relasi dan kedekatan personal dengan Chat-bot AI. Apa yang sebetulnya terjadi, dan apakah penyebab banyak anggota masyarakat kita beralih kepada dunia maya?

Apa yang akan Terjadi pada Dunia Setelah KECERDASAN BUATAN Benar-Benar Cerdas dan Melampaui Kecerdasan Manusia?

Kita Tidak Perlu Hidup di Zaman Baru, namun mengapa Kita Dibawa Menuju Era dimana KECERDASAN BUATAN Menggantikan Banyak Peran Manusia (Dua Kutub yang Sama-Sama Ekstrem)?

Ketika pemerintah pusat mengklaim tercetak pertumbuhan ekonomi sekian persen dalam satu tahun terakhir dan setiap tahunnya belakangan ini, sementara itu fenomena berupa realita “pemutusan hubungan kerja (PHK) massal” mewarnai pemberitaan, diperkeruh oleh kian tingginya angkatan kerja yang menganggur sementara itu lapangan pekerjaan kian sempit akibat telah diambil-alih oleh tenaga-tenaga robotik yang diberdayakan dengan AI (artificial intelligence), maka apakah artinya? Artinya ialah ketimpangan ekonomi kian lebar dan bersenjang, antara si kaya dan si miskin. Si miskin, akan semakin miskin, karena teknologi tinggi berupa kecerdasan buatan maupun manufaktur robotik hanya mungkin dibangun serta dimiliki oleh korporat bermodal kuat—mengingat “resources” yang dibutuhkan bukanlah sebuah perangkat server, namun server raksasa. Adapun kelas menengah, perlahan namun pasti, bertumbangan satu per satu.

Manusia Ber-evolusi, sementara Robot AI Ber-revolusi, Ibarat Kelas Bulu Melawan Kelas Berat

Umat Manusia BER-EVOLUSI dalam Hitungan Ratusan Ribu Tahun, Kecerdasan Buatan BER-REVOLUSI hanya dalam Hitungan Tahun

Manusia dapat Berprestasi sebagai JENIUS, sementara AI (Kecerdasan Buatan) mampu mencapai Skala SUPER JENIUS (Level MONSTER), Tidak Setara

Selamat Datang pada Era dimana Dunia Serba OUTOPILOT

Secepat apapun manusia bergerak dan belajar, tetap saja tidak mampu menandingi kecepatan Kecerdasan Buatan (artificial intelligence, AI) dalam melakukan “machine learning” secara massal dan masif yang sangat revolusioner. Satu dekade yang lampau, belum dikenal berbagai AI yang kini mewarnai serta mengisi hampir setiap sendi aktivitas dan kehidupan manusia. Namun cobalah tengok kecanggihan teknologi berbasis AI saat kini, mengalir dengan ganas membanjiri pasar hingga menyerupai air bah yang menghanyutkan, begitu revolusioner, dan ibarat terjadi hanya dalam satu malam, wajah dunia berubah dan cara kita hidup pun turut berubah. Dunia, karenanya, mulai mengalami fenomena-fenomena sosial dan profesional yang penuh teka-teki yang menyerupai lelucon. Adapun kita, para umat manusia dari genus “homo sapiens”, merupakan hasil evolusi dari nenek-moyang kita selama jutaan tahun lamanya, dimana umur umat manusia itu sendiri telah hampir sama tuanya dengan usia Planet Bumu ini.

Ketika Kita Tidak lagi Berani untuk Bermimpi, karena Impian serta Mimpi-Mimpi Kita telah Dirampas oleh Kecerdasan Buatan

Artificial Intelligence dan DEEP FAKE, Dua Sisi dalam Satu Keping yang Sama

Kecanggihan Teknologi telah Membawa Kita Mencapai Titik Paling Marginal dalam Sejarah Peradaban Umat Manusia

Tentu Anda masih ingat teori ekonomi yang paling mendasar perihal “teori marginal”, dimana ketika Anda memakan satu butir jeruk, maka Anda merasakan kepuasan berupa naiknya grafik “plessure”. Namun, ketika Anda memakan butir ke-5, hingga butir ke-10, Anda akan mulai merasa mual, muak, serta muntah, yakni berupa garis menurun kembali ke titik terendah, dan begitu seterusnya, tidak pernah konstan, selalu naik ketika mencapai titik terpuncak dan kembali turun. Telah ternyata, kemajuan teknologi digital tunduk pada hukum yang sama, yakni berupa grafik menaik, sampai pada satu titik kita mencapai / menyentuh titik terpuncak, untuk kemudian kembali menukik turun ke bawah, secara begitu curam.

Ketika Kecerdasan Buatan Berhasil Mempelajari Anda, maka Peran Anda Tergantikan oleh Robot dan Artificial Intelligence (Humanoid AI)

Zaman Ketika Anak dan Cucu Anda Bukan hanya Bersaing dengan Sesama Manusia, namun Berkompetisi Melawan ROBOT Berbasis AI

Jika Anda benar-benar mencintai dan mengasihi putera-puteri maupun cucu dan cicit Anda, maka pilihan yang paling bijak ialah untuk tidak tidak menikah atau tidak memiliki anak sama sekali. Dengan begitu, mereka tidak perlu terlahir dalam kondisi era dimana para manusia harus berkompetisi dalam persaingan antara “tenaga kerja manusia” Vs. “tenaga kerja robotik” yang tidak akan dapat dimenangkan oleh manusia yang paling terampil sekalipun, mengingat “machine learning” mampu belajar dan menguasai berbagai bidang dalam kecepatan yang sangat eksponensial bila tidak dapat disebut berkembang terlampau cepat serta terlampau mengejutkan.

Punya Hutang KARTU KREDIT Tidak Dapat Digugat, Itu MITOS

Hutang dalam Hubungan Hukum KARTU KREDIT, Sejatinya merupakan Perikatan / Perjanjian Hutang-Piutang, Dimana Debitor Ingkat Janji bila Tidak Membayar dan Melunasi

Question: Jika punya hutang kartu kredit, bisakah saya selaku debitor kartu kredit ini, digugat oleh pihak perusahaan penerbit kartu kredit? Banyak yang bilang, berhutang kartu kredit bila tidak bayar maka tidak ada resikonya.

KETERANGAN TERDAKWA berupa Pengakuan Vs. Asas NON SELF INCRIMINATION

Keterangan Terdakwa Dikategorikan sebagai Alat BUKTI, Aneh bin Ajaib Hukum Acara Pidana di Indonesia

Dalam Hukum Acara Perdata, tidak akan dijumpai keganjilan semacam ketentuan dalam Hukum Acara Pidana yang mengatur bahwa “Keterangan Terdakwa merupakan alat bukti yang sah”, karenanya bantahan Tergugat bukanlah alat bukti. Sebaliknya, pihak Tergugat dibebani “beban kewajiban” untuk membuktikan dalil-dalil sanggahannya tersebut alias wajib mempertanggung-jawabkan bantahannya. Sebaliknya, “Keterangan Terdakwa”—yang bila ditafsirkan secara lebih luas akan mencakup pula Pledooi (nota pembelaan pihak Terdakwa)—digolongkan atau dikategorikan sebagai “alat BUKTI yang sah”, sekalipun Pasal 66 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur : “Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.” Jadilah, seorang Terdakwa yang diberi kesempatan untuk membantah dan memberikan keterangan versinya secara sepihak, akan menyerupai “iseng-iseng berhadiah”, tidak ada ruginya mencoba untuk berkelit dan berkata dusta.

JIka Hakim Benar-Benar Berhasil Diyakinkan, maka Tidak Perlu Ada Bukti PETUNJUK (Indirect Evidences)

Hukuman Seumur Hidup Dikoreksi menjadi Hukuman Pidana MATI

Alat Bukti PETUNJUK, Notabene Bertentangan dengan Sifat Terbukti Bersalahnya secara MEYAKINKAN

Sering kita jumpai hakim di pengadilan perkara pidana, mengetok palu saat membacakan amar putusannya berupa kalimat “Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinan bersalah sebagaimana dakwaan Penuntut Umum.” Terbukti secara sah, artinya terbukti secara formal sebagaimana minimal dua alat bukti yang diperoleh juga secara sah, menunjuk kepada hidung milik Terdakwa sebagai pelaku kejahatan yang didakwa, dituntut, serta dipidana. Namun, inkonsistensi dalam hukum acara pidana di Indonesia justru terdapat dalam frasa “terbukti secara meyakinkan”, sementara itu Hukum Acara Pidana kita juga mengenal alat bukti berupa “indirect evidence” berupa “circumstantial evidence” maupun alat bukti berupa “petunjuk”.

THE END OF DARWIN, ketika SURVIVAL OF THE FITTEST Tidak Lagi Teruji Menghadapi “Humanoid AI”

Dunia & Kehidupan Manusia 1 Abad yang akan Datang : Kecanggihan Teknologi Entah menjadi Berhak ataukah Petaka bagi Eksistensi Manusia

Ketika Robot Mulai Menyerupai Manusia dan Menggantikan Banyak Peran Manusia

Kecanggihan teknologi humanoid—robot yang wujudnya menyerupai manusia serta memiliki kecerdasan buatan layaknya manusia—bukanlah lagi sekadar “science fiction” yang kita saksikan di layar lebar. Saat kini saja, saat ulasan ini disusun, para koki di negeri Tirai Bambu China (Tiongkok) telah mulai digantikan oleh robot. Pembuat sushi, pun telah digantikan oleh mesin, yang lebih efisien juga dikenal lebih higienis. Fenomena “menikah dengan boneka seksuil” sudah terjadi di sejumlah negara seperti di Hongkong dan Amerika Serikat. Kelak, ketika robot berwujud manusia telah mampu berbicara serta berkomunikasi dialog dua arah serta melakukan peran-peran atau tugas selayaknya seorang manusia, disrupsi semacam apakah yang akan terjadi?

Investasi Asing justru Berbanding Lurus dengan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)

PREDIKSI NASIONAL : Investasi Asing (Teknologi Robotik dan Kecerdasan Buatan) menjadi PREDATOR Lapangan Pekerjaan bagi Tenaga Kerja Manusia

Banjir Aliran Investasi Asing yang Tidak Berbanding Lurus dengan Lapangan Pekerjaan

Adanya urgensi penulis dalam menyajikan ulasan genting berikut ini, dimana para ekonom tampaknya meleset dan salah-kaprah menganalisa fenomena menjamurnya PHK (pemutusan hubungan kerja) di berbagai provinsi di Indonesia dewasa ini, dimana tendensinya akan kian mengkhawatirkan dalam dekade-dekade yang akan datang, dimana sifatnya eksponensial. Para ekonom di Indonesia mengkambing-hitamkan impor barang-barang dari luar negeri sebagai penyebab berbagai fenomena PHK terhadap tenaga kerja manusia di Indonesia. Itu merupakan pandangan yang menyesatkan, mengingat impor memiliki komponen bea masuk serta biaya transportasi laut maupun udara yang sangat tidak murah, sehingga daya saing harga tetap lebih unggul produk cetakan lokal dalam negeri.

Resiko Hukum Menjual Barang / Jasa kepada Pemerintah yang Jarang Diketahui Warga Sipil

Potensi Resiko Tinggi Berurusan dengan Pemerintahan / Lembaga Negara sekalipun Hubungan Hukumnya ialah “Business to Business” Keperdataan

Question: Apa ada atau apa saja resiko hukumnya, berhubungan bisnis jual-beli dengan pihak pemerintah?

Terbit Sertifikat Terlebih Dahulu, Baru Kemudian Kuasai Bidang Tanah, ataukah Sebaliknya?

Sertifikat Tanah BPN Terbit Sebelum Fisik Tanah Dikuasai, merupakan CACAT PROSEDUR alias Mal-Administrasi terhadap SOP BPN

Question: JIka suatu pihak mengklaim sebagai pemilik sertifikat tanah namun tidak pernah sekalipun menguasai fisik objek tanah yang sudah ditempati oleh keluarga kami turun-temurun, apakah itu tergolong sebagai “sengketa kepemilikan” yang menjadi ranah Pengadilan Negeri ataukah tergolong sebagai “cacat prosedur” penerbitan sertifikat oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan menjadi domain PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)?

Verjaring / Kadaluarsa Hak Menggugat Sudah Tidak Berlaku? Itu MITOS yang Menyesatkan Publik

Verjaring / Kadaluarsa Masih Diberlakukan secara Efektif dalam Praktik Peradilan

Contoh Kasus Nyata Kadaluarsa Hak Menggugat secara Perdata

Question: Apa betul, ketentuan mengenai kadaluarsa hak menggugat sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menurut banyak praktisi hukum sudah tidak pernah diberlakukan ataupun diakui dalam praktik peradilan?