Dunia ini tidak pernah
kekurangan segala jenis dan segala bentuk kegilaan umat manusia.
Terkadang, yang paling sukar
bukanlah menghadapi kegilaan umat manusia maupun tidak idealnya dunia ini
berjalan,
Namun mempertahankan kewarasan ditengah-tengah ketidakwarasan dunia.
Ada orang-orang yang secara
irasional menyakiti dan merusak dirinya sendiri,
Namun juga terdapat banyak
orang yang secara serakah merugikan dan melukai orang-orang lainnya,
Tidak kalah dengan banyaknya
diantara kita yang memiliki kegemaran ataupun kebiasaan untuk menyakiti dirinya
sendiri dan juga menyakiti orang-orang yang ada di dekatnya.
Manusia sungguh adalah
makhluk yang irasional,
Lebih tepatnya ialah diliputi
oleh kekotoran batin.
Yang membedakan antara
manusia yang satu dan manusia yang lainnya ialah,
Derajat perihal tebal atau
tipisnya kekotoran batin masing-masing individu.
Ada orang-orang yang tampak
bersikap baik terhadap kita,
Hanya ketika mereka
membutuhkan sesuatu dari kita,
Dan akan menjauhi kita ketika
tidak ada lagi yang bisa mereka ambil dari kita.
Kita menyebutnya sebagai,
“Manusia benalu”.
Namun telah ternyata tidak
sedikit orang-orang yang begitu pandainya bersikap seperti seorang malaikat
yang baik hati,
Lengkap dengan wajah seperti
seorang malaikat yang lembut dan penuh perhatian,
Dimana ketika kita lengah
ataupun tidak mengawasinya,
Ia akan sejahat iblis
menyakiti dan merugikan diri kita,
Secara keji dan terselubung,
Tanpa rasa bersalah
sedikitpun.
Kita dapat menyebutnya
sebagai,
Iblis berwajah malaikat,
Sangat sukar untuk kita
waspadai,
Terus-menerus meneror kita
dan akan memangsa korbannya dibalik topeng wajah malaikat yang ia kenakan,
Begitu mengerikan,
Dimana telah ternyata manusia
dapat begitu jahat dan kejinya seperti seekor hewan predator yang memangsa
hewan lain sesamanya untuk melanjutkan hidup atau semata demi mengejar
kesenangan hidup.
Tidak sedikit kita dapat
menjumpai orang-orang yang menyalahgunakan pikirannya sendiri,
Menyalahgunakan kekuasaan
yang dimilikinya untuk mengambil keuntungan diatas penderitaan dan kemalangan
hidup orang lain,
Menyalahgunakan tubuhnya
untuk menyakiti dirinya sendiri maupun orang-orang yang ada di dekatnya,
Menyalahgunakan kepercayaan
yang diberikan dengan segala modus tipu-daya,
Menyalahgunakan
tanggung-jawabnya dengan bersikap tidak patut,
Menyalahgunakan kebaikan hati
orang lain dengan sikap yang tidak tahu berterimakasih,
Dan berbagai penyalahgunaan
lainnya yang tidak masuk diakal.
Ada orang-orang yang seperti
memiliki duri tajam pada sekujur tubuhnya,
Sehingga ketika kita berada
di dekatnya,
Atau ketika ia bergerak
mendekati kita,
Maka kita akan terkena tusuk
duri-duri pada tubuhnya dan menjadi terluka.
Kita dapat menyebutnya
sebagai “manusia berduri”.
Ada juga orang-orang yang
justru menjadikan orang-orang baik sebagai “mangsa empuk”.
Sungguh seorang pengecut,
Mereka yang justru menjadikan
orang-orang baik sebagai “mangsa empuk”.
Orang-orang baik,
Adalah orang-orang yang langka
dan hampir punah dari muka Bumi ini,
Untuk dilestarikan,
Dihargai,
Dan diapresiasi,
Bukan untuk dimangsa dan
dieksploitasi,
Terlebih dimanipulasi dan
diperdaya.
Ada orang-orang yang merasa
perlu menjelek-jelekkan atau menghina pribadi orang lain,
Seolah-olah dapat
meningkatkan martabat dan harga diri si penghina,
Terjadi akibat pelakunya miskin
harga diri.
Lebih banyak lagi orang-orang
yang berdelusi,
Bahwa dengan telah
dilakukannya perbuatan-perbuatan jahat,
Seperti menyakiti, merugikan,
ataupun melukai orang lainnya,
Maka tiada konsekuensi
ataupun bahaya dibaliknya,
Seolah-olah bukanlah perbuatan
dosa bila korbannya tidak menyadari telah diperlakukan secara jahat,
Seolah-olah dosa ataupun
sejarah dapat dihapuskan,
Yang mereka sebut sebagai
penghapusan dosa,
Suatu “too good the be true”,
Seolah-olah Tuhan lebih pro
terhadap pendosa,
Si penjahat yang berdosa ini,
Daripada bersikap sebagai
hakim yang adil bagi para korban dari para pendosa tersebut.
Ada juga orang-orang yang
bersikap seolah-olah tidak dapat hidup tanpa mencuri ataupun menipu warga
lainnya,
Akibat termakan oleh
keserakahan dalam dirinya sendiri,
Yang pada gilirannya membuat
dirinya tidak berbeda dengan seekor hewan,
Tidak punya rasa malu ataupun
rasa takut berbuat kejahatan.
Kita menyebutnya sebagai,
“Manusia hewan”,
Atau “manusia predator”.
Ada pula orang-orang yang
merasa keberatan dan menolak ketika dirugikan ataupun disakiti,
Namun dirinya sendiri
dikemudian hari ternyata melakukan hal-hal serupa terhadap warga lainnya,
Menipu dan menyakiti
orang-orang lainnya.
Dahulu menjadi korban
kejahatan,
Kini menjadi bagian dari
pelaku kejahatan,
Fenomena “Sindrom Stockholm”.
Tidak ada orang yang suka
dibohongi, janji yang diingkari, ataupun ditipu,
Namun mengapa juga masih
banyak orang-orang yang suka,
Bahkan terbiasa,
Membohongi, mengingkari, dan
menipu individu-individu lainnya?
Ada orang-orang yang mengaku
cerdas dan pandai,
Namun menggunakan
kepandaiannya untuk menggali lubang kubur untuk dirinya sendiri,
Menggali semakin dalam dan
semakin dalam lagi,
Dengan melakukan banyak
kejahatan ataupun perbuatan tercela.
Pertanyaannya ialah,
Sifat dan sikap demikian,
Adalah jenius ataukah dungu?
Kita dapat menyebutnya
sebagai,
“Pintar namun dungu”.
Tidak ada satupun dari para
manusia irasional tersebut,
Yang menyadari bahwa,
Adalah penjahat yang paling
mujur,
Ia yang selalu gagal
melaksanakan niat jahatnya ketika beraksi.
Sebaliknya,
Adalah penjahat yang paling
malang,
Ia yang selalu berhasil
mewujudkan niat dan rencana jahatnya tanpa hambatan yang berarti.
Kita dapat menyebutnya
sebagai,
Kelirutahu, tahu namun
keliru.
Mereka,
Menyebut bahwa hidup adalah
perihal pilihan,
Ketika masih bocah
bercita-cita menjadi pahlawan dan penyelamat seperti tokoh jagoan superhero
mereka,
Namun mengapa mereka justru
memilih untuk menjadi pelaku kejahatan,
Seolah-olah merupakan
seseorang tanpa pilihan bebas,
Dan bersikap seolah-olah
menjadi “korban keadaan”,
Seolah-olah tanpa daya,
Seolah-olah tanpa pilihan
lain.
Faktanya ialah,
Mereka terlampau pengecut
untuk menghadapi dan mengakui realita,
Sehingga merasa hanya bisa
hidup dengan merampas hak-hak ataupun kebahagiaan hidup milik orang lain.
Ada yang ketika masih bocah,
Bermimpi menjadi seorang
polisi,
Untuk menegakkan hukum.
Namun ketika ia tumbuh dewasa
dan menjadi seorang polisi,
Ia justru menyalahgunakan
kekuasaannya untuk melakukan kejahatan ataupun pengabaian terhadap rakyat yang
semestinya ia lindungi.
Ada pula orang-orang yang berpikiran
sempit, picik, dan kercil,
Dengan sikapnya yang kekanak-kanakan,
Seolah hanya dirinya seorang seorang
diri yang merasakan duka dan derita kehidupan,
Lantas menjadikannya sebagai
alasan untuk merampas kebahagiaan hidup milik orang-orang lain yang ada di
dekatnya.
Sekalipun faktanya,
Semua orang merasakan duka
dan derita kehidupan,
Namun tidak semua dari mereka
yang bersikap begitu manja dan pecundang terhadap kehidupan yang dijalani
olehnya,
Dan tetap masih bisa
tersenyum,
Memberi welas asih kepada
dirinya sendiri,
Menjadikan dirinya sebagai
sumber inspirasi dan kebahagiaan bagi dirinya maupun bagi orang-orang di
sekitarnya,
Meski kehidupannya begitu
jauh dari kata ideal.
Kita dapat menyebutnya
sebagai,
Matahari yang memancarkan
kehangatan Vs. lubang hitam yang menghisap segala apapun yang ada di dekatnya.
Tidak sedikit pula dapat kita
jumpai orang-orang yang akibat keserakahan,
Tanpa rasa malu masih juga
berani merampas hak-hak orang yang jauh lebih malang dan lebih tidak berpunya
dari diri mereka.
Kita menyebutnya sebagai,
Tidak punya urat malu,
Atau punya, namun sudah putus
urat malunya tersebut.
Ada sebagian masyarakat yang
mendanakan sebagian pendapatannya untuk didanakan ke tempat ibadah atau ke
lembaga sosial,
Namun ada juga mereka yang
justru mengambil keuntungan pribadi dari kegiatan sosial maupun dari tempat
ibadah,
Membisniskan agama,
Mengkomersialkan kegiatan
sosial.
Mereka patut disebut sebagai,
“Sampah masyarakat”.
Mereka mencoba menipu diri
mereka sendiri,
Berdelusi ria,
Bahwa jika orang lain tidak
mengetahui perbuatan-perbuatan buruk mereka,
Maka sama artinya mereka
tidak pernah berbuat kejahatan ataupun dosa apapun.
Mereka bahkan mungkin akan
mencoba menipu Tuhan bila ada kesempatan untuk itu.
Mereka memperlakukan diri
mereka sendiri sebagai,
Manusia dungu.
Sebagaimana dapat kita lihat
sendiri dalam keseharian,
Mereka bahkan terbiasa menipu
diri mereka sendiri,
Maka mereka tidak akan
separuh hati ketika hendak menipu Anda.
Ini adalah dunia manusia,
Bukan dunia alam dewata
dimana para penghuninya ialah para dewata yang suci dan berhati bersih,
Dimana kita dapat berbaik
sangka kepada mereka.
Kita harus menjaga
betul-betul kondisi batin dan jiwa kita,
Agar tetap bersih dan murni,
Ditengah-tengah kekotoran
masyarakat maupun komunitas kita melangsungkan kehidupan.
Bagaikan kuncup bunga
teratai,
Meski tumbuh dari dalam kolam
berlumpur,
Namun bunga teratai itu
sendiri tidak ternoda,
Bahkan tetap mekar secara
sempurna,
Apapun keadaannya,
Apapun kondisinya,
Mekarlah secara sempurna,
Dan jangan biarkan diri kita layu
sebelum waktunya.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.