LEGAL OPINION
Tindak Pidana Pemerasan terhadap Pelaku Ancaman Kekerasan PSIKIS
Question: Yang namanya pidana pemerasan, apakah hanya bisa dikenakan kepada orang-orang (pemeras) yang melakukan kekerasan fisik ataupun ancaman kekerasan fisik? Bagaimana dengan pemerasan yang sifatnya bukan mengancam secara fisik, namun secara psikologis yang membuat takut pihak korban, sehingga menuruti apapun kemauan pihak pelaku pemerasan?
Brief Answer: Tindak pidana “PEMERASAN”, bukan hanya dapat
terjadi akibat ancaman kekerasan secara fisik, namun juga dapat menjerat pelaku
yang melakukan ancaman kekerasan secara psikis seperti menakut-nakuti
(mengeksploitasi secara melawan hukum) dengan maksud untuk mengambil keuntungan
secara tidak layak dan tidak patut dari pihak korban pemerasan. Bukan hanya
ancaman hukumannya yang berat, namun
dalam realitanya di ruang peradilan berdasarkan praktik yang ada (best practice), sekalipun kerugian
korban pemerasan secara psikis cukup terbilang relatif “kecil”, pelaku
pemerasan dijatuhi vonis hukuman penjara yang sangat berat sehingga tidak
sepatutnya disepelekan ataupun diremehkan oleh para calon pelaku kejahatan
pemerasan psikis lainnya.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, dapat
SHIETRA & PARTNERS ilustrasikan secara konkret sebagaimana dicerminkan
lewat putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 1080 K/PID/2017 tanggal
01 November 2017, Terdakwa didakwa karena sebagai orang yang melakukan, yang
menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa
seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang
lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, sebagaimana diancam
pidana Pasal 368 Ayat (1) juncto
Pasal 55 Ayat (1) Angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Bermula pada suatu hari pada
pukul 20.00 WIB, saksi Salma Sari bersama dengan saksi Gusti Ananda sedang
duduk-duduk di pinggir Jalan di atas sepeda motor. Tiba-tiba datang Terdakwa
bersama dengan Sdr. Al Codot (DPO) dengan menggunakan sepeda motor dan langsung
mengambil kunci kontak sepeda motor saksi Gusti Ananda. Kemudian Terdakwa
bersama Al Codot (DPO) mengatakan “Apa
yang kalian lakukan di tempat sepi seperti ini?” Dan dijawab saksi Gusti
Ananda “Saya tidak ada melakukan apapun
bang”. Tiba-tiba datang Sdr. Alber yang bersembunyi di dalam sawah dan
langsung menghampiri saksi Gusti Ananda dan saksi Salma Sari.
Sdr. Al Codot (DPO) dan Sdr.
Alber (DPO) bersama Terdakwa mengaku sebagai petugas Satpol PP, lantas menakut-nakuti
saksi Gusti Ananda dan saksi Salma Sari dengan menuduh telah melakukan
perbuatan mesum dan akan membawa saksi Gusti Ananda dan saksi Salma Sari ke
kantor. Karena takut, saksi Gusti Ananda dan saksi Salma Sari menuruti perintah
Terdakwa dan kawan-kawan komplotannya dan saling bersekongkol memeras korban
dengan tuduhan tanpa dasar. Namun sesampainya di sebuah lapangan, saksi Gusti
Ananda kembali ditakut-takuti oleh Terdakwa dan komplotannya, dengan mengatakan
bahwa perbuatan tersebut telah melanggar hukum dan apakah perbuatan ini ingin
dibawa ke kantor atau diselesaikan di sini saja, kalau dibawa ke kantor maka
kedua orang tua akan dipanggil dan rambut saksi Salma Sari akan di potong.
Mendengar ancaman psikis demikian, saksi Gusti Ananda dan saksi Salma Sari
takut.
Untuk itu, Terdakwa dan
kroninya meminta 20 sak semen jika tidak ingin dibawa ke kantor. Karena takut
dan tidak mempunyai uang, saksi Salma Sari menyerahkan 1 buah cincin ½ emas dan
2 buah anting ½ emas kepada Sdr. Al Codot (DPO). Setelah menyerahkan emas tersebut,
saksi Gusti Ananda dan saksi Salma Sari disuruh pulang. Beberapa hari kemudian,
sekira pukul 20.00 WIB, Terdakwa disuruh Sdr. Al Codot (DPO) menunggu pasangan
muda-mudi di tepi sawah. Tidak lama kemudian datang masyarakat sekitar dan
langsung mengamankan Terdakwa karena di daerah tersebut sering terjadi tindak
pidana pemerasaan.
Perbutan Terdakwa bersama-sama
dengan Sdr. Al Codot (DPO) dan Sdr. Alber (DPO) yang mengambil1 buah cincin ½
emas dan 2 buah anting ½ emas milik saksi Salma Sari adalah tanpa izin dari pemikinya
yang sah. Kerugian yang dialami saksi Salma Purnma Sari kurang-lebih sebesar Rp.1.200.000
(satu juta dua ratus ribu rupiah), kerugian kecil mana tidak menjadi alasan
pemaaf bagi perbuatan Terdakwa yang telah melakukan modus pemerasan terhadap
korban, karena sifatnya yang jahat serta meresahkan masyarakat dan demi
menciptakan efek jera bagi calon kriminal serupa.
Terhadap tuntutan Jaksa
Penuntut Umum yang menuntut 5 tahun penjara terhadap pelaku, yang menjadi
putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor 25/Pid.B/2017/PN.SLK., tanggal 24 Mei
2017, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa ADRI JUNAIDI panggilan ANDRI tersebut di atas, telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”Pemerasan”
sebagaimana dalam dakwaan Alternatif Kedua;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu, dengan pidana penjara
selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan.”
Dalam tingkat banding, yang
kemudian menjadi putusan Pengadilan Tinggi Padang Nomor 89/PID/2017/PT.PDG.,
tanggal 26 Juli 2017, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum tersebut;
2. Mengubah putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor 25/Pid.B/2017/PN.Slk, tanggal
24 Mei 2017, yang dimintakan banding, sekedar mengenai lamanya pidana yang
dijatuhkan kepada Terdakwa sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut:
- Menjatuhkan pidana kepada
Terdakwa ADRI JUNAIDI panggilan ANDRI oleh karena itu dengan pidana penjara
selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan.”
Baik Terdakwa maupun pihak
Jaksa, sama-sama mengajukan upaya hukum kasasi. Argumentasi pihak Kejaksaan, vonis
pengadilan dinilai kurang tepat karena terlalu ringan, dengan pertimbangan:
- putusan yang terlalu ringan
ini dikhawatirkan tidak akan memberikan efek jera dan rasa keadilan sekaligus “kontrol
sosial” di dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam tidak pidana yang dilakukan
oleh Terdakwa.
- Terdakwa ditangkap ketika
akan melakukan tindak pidana yang sama untuk kedua kalinya.
Sementara itu alibi pihak Terdakwa,
kerugian yang diderita korban telah ia ganti, dimana juga antara Terdakwa dan pihak
korban sudah melakukan perdamaian. Terdakwa juga tidak rela karena hanya ia
seorang diri yang dihukum, sementara itu kedua kroninya melarikan diri. Dimana
terhadapnya, Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai
berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan kasasi Pemohon Kasasi I / Penuntut Umum dan Pemohon Kasasi II / Terdakwa
tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
- Bahwa alasan kasasi Penuntut
Umum dan Terdakwa tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti tidak salah
menerapkan hukum, Judex Facti telah mempertimbangkan hal-hal relevan secara
yuridis dengan benar;
- Bahwa benar pada waktu saksi
Salma Sari bersama dengan saksi Gusti Ananda sedang duduk di pinggir Jalan
Gawan Kelurahan VI Suku, Kecamatan Lubuk Sikarah, Kota Solok datang Terdakwa
bersama 2 (dua) orang temannya yaitu Al Codot (DPO) dan Alber (DPO) mendekati saksi
Salma Sari dan saksi Gusti Ananda, sambil menuduh kedua saksi tersebut
telah melakukan hal yang bertentangan dengan hukum di tempat itu, dan kemudian
Terdakwa bersama Al Codot langsung mengambil kunci kontak sepeda motor dari
Gusti Ananda dan dengan mengaku sebagai Satpol PP dan dengan maksud
menakut-nakuti kedua saksi tersebut akan dibawa ke kantor dan karena merasa
takut saksi korban menuruti saja kemauan Terdakwa. Namun sesampainya di
Lapangan Merdeka Kota Solok, Terdakwa beserta kedua temannya mengatakan bahwa
saksi korban telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan akan dibawa ke
kantor, tapi kalau dibawa ke kantor maka kedua orang tuanya akan dipanggil dan
rambut saksi Salma Sari akan dipotong, mendengar hal tersebut saksi korban
takut dan Terdakwa beserta kedua temannya meminta 20 (dua puluh) sak semen jika
tidak ingin dibawa ke kantor. Karena takut dan tidak punya uang maka saksi
Salma Sari menyerahkan cincinnya kepada Al Codot, dan setelah menyerahkan
cincin tersebut saksi Gusti Ananda dan saksi Salma Sari disuruh pulang;
- Perbuatan Terdakwa bersama-sama dengan Al Codot (DPO) dan Alber (DPO) meminta
dengan paksa kepada saksi Salma Sari dan saksi Gusti Ananda sehingga saksi
memberikan anting dan cincin seharga Rp1.200.000,00 (satu juta dua ratus
ribu rupiah) tersebut telah memenuhi unsur delik Pasal 368 Ayat (1) juncto
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana;
- Bahwa demikian juga putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi yang memperbaiki
lamanya pidana penjara yang dijatuhkan Judex Facti Pengadilan Negeri kepada
Terdakwa dari 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan menjadi selama 2 (dua) tahun
dan 6 (enam) bulan, telah mempertimbangkan segala keadaan yang melingkupi
perbuatan Terdakwa, baik keadaan yang memberatkan maupun yang meringankan dan
sifat tindak pidana yang dilakukan Terdakwa;
- Bahwa selain itu alasan kasasi Penuntut Umum dan Terdakwa berkenaan dengan
berat ringannya pidana yang dijatuhkan Judex Facti, hal demikian tidak tunduk
pada kasasi. Judex Facti dalam putusannya telah mempertimbangkan dengan cukup
tentang keadaan-keadaan yang memberatkan dan meringankan sesuai Pasal 197 Ayat
(1) huruf f KUHAP.
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi
yang diajukan Penuntut Umum dan Terdakwa tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I / PENUNTUT UMUM PADA
KEJAKSAAN NEGERI SOLOK tersebut ;
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II / Terdakwa ADRI JUNAIDI
panggilan ANDRI tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.