Pembentukan Hukum Harus secara Demokratis, Namun Penegakan Hukum Wajib secara K0munisme agar Setiap Warga Patuh dan Taat terhadap Hukum

ARTIKEL HUKUM
Ulasan ini penulis susun, ketika menyadari sebuah fenomena sosial yang terjadi ketika Virus Corona strain “COVID-19” (Corona Virus Disease 2019) sedang menjadi wabah pandemik di Indonesia, dengan laju prevalensi yang mengerikan dan memang cukup menakutkan karena mematikan serta dampak penyebaran maupun cara penularannya “dari orang ke orang” dimana bahkan tenaga medis yang sudah memakai alat pelindung diri pun masih berpotensi terpapar, terlebih kita yang tidak bekali alat medik pelindung apapun atau hanya secara sederhana saja.

Contoh yang Ideal dari Peraturan RT RW (Rukun Tetangga dan Rukun Warga)

LEGAL OPINION
Question: Melaporkan pada pemerintah daerah maupun kelurahan atau kecamatan atas kelakuan warga yang saling bertetangga yang mengganggu ketenangan hidup kami sebagai sesama pemukim, hanya membuang waktu dan energi, namun dikecewakan ketika laporan atau aduan tidak ditanggapi sebagaimana mestinya. Sebetulnya apakah ada cara lain selain menempuh jalur hukum ataupun tidak lagi terjebak dalam harapan semu bernama Perda (Peraturan Daerah) ataupun aparatur pemerintah dearah?

Uang Anda Bukanlah Segalanya, Itulah Pesan dari Virus Corona

ARTIKEL HUKUM
Penulis hendak membahas sebuah isu yang cukup sensitif, mengapa seolah saat menangani wabah pandemik Virus Corona COVID-19 yang turut menjangkiti teritori dan kedaulatan Republik Indonesia, seolah pemerintah bersikap lebih reaktif daripada menangani ancaman kematian laten akibat penyakit katastrofik seperti kanker, jantung, dan segala penyakit yang bersumber dari konsumsi produk bakaran tembakau, dimana jumlah kematian akibat produk bakaran tembakau setiap tahunnya berjatuhan jauh lebih masif ketimbang ancaman Virus Corona serta jauh lebih berbiaya tinggi.

Negara Salama Ini secara Serakah dan dengan Rakusnya Memungut Pajak dan Membebani Rakyat dengan Segala Kewajiban Membayar Iuran, Namun Ketika Rakyat Dililit Kesukaran, Dimanakah Negara yang Seolah Tidak Pernah Benar-Benar Hadir Ditengah-Tengah Warganya?

ARTIKEL HUKUM
Saat ulasan “satiris” ini ditulis, yakni pada akhir Bulan Maret 2020, Indonesia sedang memasuki momentum pandemik Corona Virus tipe COVID-19, alias bulan pertama tatkala pemerintah Negara Indonesia barulah mengakui bahwa negaranya telah “disusupi” (seolah-olah tengah “kecolongan” meski World Health Organization [WHO] telah menduga bahwa Indonesia bukanlah pengecualian dan tidak kebal dari pandemi global ini, entah akibat terlampau “percaya diri” ataukah akibat hasil “kerja santai” sekalipun pandemik COVID-19 telah melanda Eropa dan daratan China sejak Desember 2019 dan seolah tidak belajar dari pengalaman pandemi Virus Cacar yang sempat melanda Indonesia beberapa dekade lampau), rakyat menjerit karena ekonominya terpuruk tidak dapat menafkahi keluarganya akibat tiada pemasukan sehingga terancam bangkrut serta paling tidak kelaparan “perut menjerit” (demikianlah bahasa rakyat, ketika mengutaran ekspresi kekecewaannya).

Uang Bukan Sumber Kejahatan, Namun Kekurangan Uang Membuat Kita Rentan / Berpotensi Laten Menjadi Korban Kejahatan

ARTIKEL HUKUM
Apakah uang adalah sumber kejahatan? Bila Robert T. Kiyosaki menceritakan bahwa ayah kandungnya yang bergelar “Phd.” mengatakan bahwa “uang adalah sumber kejahatan” karenanya sang ayah hidup dalam jebakan kemiskinan, sebaliknya ayah angkatnya yang milioner justru mengatakan bahwa “kekurangan uang adalah sumber kejahatan”, sekalipun sudah lama sebelumnya Sang Buddha menjelaskan bahwa bukanlah persoalan uang ataupun kekurangan uang yang menjadi sumber / akar kejahatan, namun adalah keserakahan akar penyakitnya, karena seringkali orang-orang melakukan kejahatan bukan dikarenakan kekurangan uang, bahkan tidak jarang masih juga merampok hak-hak dan merugikan orang-orang yang lebih miskin dari para pelakunya akibat keserakahan. Sudah banyak terbukti dan dapat kita saksikan sendiri di Indonesia, semakin besar kejayaan kalangan “pengusaha ilegal”, semakin serakah dirinya menjadi dan semakin pula dirinya mengorbankan kepentingan warga lainnya yang tidak seberuntung hidup sang pelaku.

Kekuatan Bukanlah sebuah Dosa, Namun Penyalahgunaan terhadap Kekuasaan yang Menjadi Sumber Petaka

ARTIKEL HUKUM
Siapa yang akan menyangka, antara jenius, idealis, dan seorang psikopat, hanya selisih tipis. Artikel singkat ini akan membahas betapa mengerikannya godaan dibalik “penyalah-gunaan” kekuasaan. Bukanlah kekuatan dan kekuasaan yang mengerikan, namun godaan untuk menyalah-gunakannya yang paling menakutkan dan dapat membawa petaka bagi banyak orang dan bagi dirinya sendiri. Kekuatan ataupun kekuasaan apa pun wujudn dan derajatnya, baik kekuatan dari segi fisik, dari segi kuantitas orang, dari segi politis, dari segi etnik mayoritas, dari segi ekonomi (uang), dan dari berbagai segi lainnya.

Apakah Dimaafkan adalah Hak, dan Apakah Memaafkan adalah Kewajiban? Perihal Meminta Maaf dan Alasan Pemaaf

ARTIKEL HUKUM
Budaya (Tidak) Tahu Diri dan Malu, Krisis Watak (Mentalitas) Bangsa
Beberapa waktu lampau, penulis menyaksikan sebuah film drama Korea Selatan, namun bukanlah plot atau alur ceritanya yang akan kita bahas bersama. Yang menarik perhatian penulis dari kisah drama sederhana tersebut, digambarkan sekelompok pria melakukan gosip yang tercela terhadap orang lain. Disaat bersamaan, pihak yang digosipkan ternyata mendengarnya langsung, mengakibatkan sekelompok pria tersebut ditegur oleh orang yang digosipkan.
Alih-alih menunjukkan sikap defensip dan represif-agresif, seperti dugaan awal penulis, sekelompok pria tersebut secara kompak hanya menunjukkan respons berupa ekspresi diam tanpa mencoba membantah ataupun berdebat, tampak tulus menampilkan sikap tubuh penuh penyesalan dan mengakui telah bersalah dengan tidak mencoba mencari-cari alibi, seketika menunjukkan rasa bersalah dengan membungkukkan kepala untuk meminta maaf. Jangan katakan “itu hanya film”, karena sama artinya Anda tidak menghargai citarasa seni sang penulis skrip film drama dimaksud, sekalipun memang kenyataan di Korea Selatan masyarakatnya tidaklah demikian sebagaimana digambarkan dalam kisah film fiksi tersebut.

Akar Sengketa Hukum, Bukan Disebabkan oleh Objeknya, namun Selalu Diakibatkan Perbuatan Subjeknya

ARTIKEL HUKUM
Apa itu sengketa hukum, serta apa yang menjadi faktor penyebab sengketa dibidang hukum? Sekalipun pertanyaan demikian sejatinya memasuki tataran ilmu sosiologi dan ranah falsafah hukum, namun dalam bahasan singkat ini akan kita kupas bersama dalam bahasa yang sederhana agar mudah dicerna serta contoh ilustrasi konkret relevannya yang mungkin juga dapat dengan mudah dijumpai pada keseharian para pembaca yang budiman.

Ciri-Ciri sebuah Bangsa yang PAYAH dan ANEH (Tapi NYATA)

ARTIKEL HUKUM
Bangsa Indonesia sejatinya bukanlah tidak bisa diperbaiki, namun para aktor bangsa dan rakyatnya tidak ada kemauan untuk berubah guna perbaikan diri. Padahal, konon, Bangsa Indonesia mengaklaim sebagai bangsa yang “agamais”. Apakah menjadi bangsa yang “agamais”, harus menampilkan corak ragam wajah yang anti-kritik dan anti terhadap protes sosial demikian? Apakah bangsa “agamais” berkonotasi dengan anti kritik dan anti celaan? Hukum rimba yang berlaku di Indonesia : Yang salah lebih GALAK ketimbang korbannya. Apakah dapat merasa nyaman, hidup di tengah-tengah bangsa dengan hukum rimba semacam itu? Agamais di kulit luar (penampilan dan klaim), namun seberingas binatang liar di hati dan pikirannya.

Kekuatan Hukum Bilyet Deposito, Hak Nasabah Penyimpan / Penabung Melawan Itikad Buruk Lembaga Keuangan Perbankan

LEGAL OPINION
Question: Banyak bank di Indonesia, yang ketika merger atau dibeli oleh pihak asing, lalu merubah nama perusahaannya. Lalu, bagaimana dengan kepastian atau keamanan berbagai bukti simpanan kita semisal bilyet deposito yang dimiliki nasabah penabung? Apakah nantinya, katakanlah sepuluh tahun kedepan, saat nasabah hendak mencairkan bilyet deposito, apa bisa pihak bank menolak dan berkilah dengan alasan sudah tidak ada nama bank yang tercantum dalam bilyet deposito?

Perbedaan Utama antara Delik Aduan dan Delik Pidana Umum

LEGAL OPINION
Question: Pihak pelapor menawarkan saya untuk buat kesepakatan damai, dengan syarat membayar sejumlah nominal harga ganti-rugi yang ditetapkan oleh si pihak pelapor, dengan janji bahwa pihak pelapor tersebut akan mencabut laporan pidana terhadap saya (Terlapor). Bagaimana pandangan yuridisnya terhadap tawaran demikian, apa betul demikian atau itu hanya sekadar iming-iming jebakan? Hanya saja, saya merasa permintaan ganti-ruginya terlampau besar, sehingga saya perlu menghitung-hitung apakah tawarannya masuk akal atau tidak untuk saya sepakati.

Ambiguitas Kewenangan Mengadili Akta yang Mengatur Choice of Forum, Sengketa Perdata Menjadi Serba Rancu dan Bias

LEGAL OPINION
Question: Mengapa SHIETRA & PARTNERS merekomendasikan agar menghindari tanda-tangan kontrak yang ada aturan tentang arbitrase di dalamnya? Resiko terbesar seperti apakah yang mungkin dapat terjadi, bila perusahaan tanda-tangan perjanjian yang ada pasal tentang arbitrase sebagai forum “dispute settlement”-nya?

Antara Kredit, Bunga, Denda, Pinalti, Bagi Hasil, dan Praktik Rentenir

ARTIKEL HUKUM
Terdapat beragam wajah modus “penyelundupan” hukum terkait pinjam-meminjam sejumlah dana, baik itu yang dikemas dengan sebutan kredit, pembiayaan, pengakuan hutang, dan berbagai istilah lainnya, dimana tujuan utamanya ialah demi mengambil keuntungan dengan peminjaman sejumlah dana demikian oleh sang kreditornya. Yang membedakan ialah ragam kewajarannya, apakah tingkat bunga yang dibebankan adalah wajar atau tidaknya dari nilai kepatutan.

Urgensi Menghapus Istilah Turut Tergugat, Celah Pintu Masuk Eksepsi Gugatan Kurang Pihak

ARTIKEL HUKUM
Kalangan pengacara di Tanah Air sangat gemar melakukan apa yang dalam terminologi litigasi dikenal dengan istilah “eksepsi” alias eksepsi terhadap formalitas penyusunan surat gugatan, seolah dengan diterima dan dikabulkannya eksepsi, maka sang Tergugat telah “menangkan” pertarungan hukum di “meja hijau”—sekalipun sejatinya kemenangan “semu” belaka, sebelum kemudian pihak Penggugat kembali mengajukan gugatan yang serupa dikemudian hari tanpa terancam dinyatakan “nebis in idem” oleh Majelis Hakim di pengadilan, dimana sang pengacara tentu saja akan dengan senang hari menerima success fee dan lawyering fee dua kali lipat, jika perlu menang eksepsi berkali-kali agar semakin memakmurkan pundi-pundi kantung saku diri pribadi sang pengacara.

Akibat, Resiko, & Kerugian Dibalik Perjanjian Nominee (Boneka)

ARTIKEL HUKUM
Secara sosio-psikologis, seseorang individu atau pribadi manusia sangat mudah dikendalikan serta diatur menggunakan mekanisme apa yang populer disebut dengan isitlah “reward and punishment” maupun lewat “asosiasi antara perilaku dan ganjaran” (lihat kasus “anjing Pavlov”), atau yang bila diartikan secara politis menjadi “insentif dan dis-insentif”. Bahasan dalam kesempatan ini akan membahas perihal instrumen hukum yang tidak lagi asing di telinga para pelaku usaha, yakni perjanjian “nominee”.

Uang adalah Barang, Dana Hutang yang Tidak Dikembalikan artinya Pidana Penggelapan

LEGAL OPINION
Question: JIka memang hukum telah mengenal jenis-jenis benda dikategorikan sebagai benda berwujud dan benda tidak berwujud, dimana keduanya bisa saja digelapkan dan/atau dicuri, maka mengapa giro dan uang kartal yang tidak dikembalikan oleh orang yang berhutang, tidak dikategorikan sebagai pidana penggelapan? Mobil tidak dikembalikan oleh penyewa, dipidana penggelapan. Lalu, mengapa uang yang dipinjam tanpa dikembalikan, tidak bisa dipidana penggelapan uang?

Modus PENIPUAN yudhiantohartono@yahoo.com


MODUS PENIPUAN
Yang namanya penipu, jelas tidak punya malu serta pandai bersilat lidah, sekalipun bukti modus penipuannya telah demikian terang-benderang. Salah satu contoh modus penipuan yang tidak tanggung-tanggung, tepat kiranya mengangkat fakta kasus penipuan oleh seorang “anak jahanam hasil didikan pemerkosa” pemilik akun email yudhiantohartono@yahoo.com yang mengirimi kami email dengan judul email “Tanya Jasa Konsultasi” ke alamat email kerja profesi kami selaku penyedia jasa jual-beli tanya-jawab seputar hukum serta konseling seputar hukum (konsultan hukum).

SamWon-Shop (SAWIMAWON SHOP), Pedagang PENIPU, yang Perlu Diwaspadai Konsumen agar Tidak Lagi Jatuh Korban Modus PENIPUAN SamWon-Shop


MEDIA KONSUMEN
Gerakan Konsumen Berdaya, BOIKOT Tokopedia, aplikator yang MEMELIHARA PENJUAL PENIPU PENIPUAN
TOKOPEDIA SARANG PENJUAL PENIPU YANG DIPELIHARA OLEH TOKOPEDIA TANPA PINALTI MAUPUN PUNISHMENT BAGI PEDAGANG PENIPU, ALIAS HANYA MAUNYA UNTUNG SENDIRI SAJA, SEMENTARA KONSUMEN HANYA BISA MERUGI MENGHADAPI PEDAGANG NAKAL PENIPU
Penulis sempat mencoba memesan 1 dus mie instan Korea dari pedagang bernama SamWon-Shop (SamWon Grup, SamWon House) +62 0821-7878-7845, jalan h lebar No 6 Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat), via daring pada marketplace “toko online” Tokopedia beberapa waktu lampau. Sekalipun telah penulis cantum catatan pada pihak penjual, bahwa jika produk mie Korea yang penulis pesan darinya telah dekat tanggal kadaluarsanya, maka “tidak jadi memesan” (Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang salah satunya unsur kesepakatan dan objek yang spesifik serta “causa yang sahih”, dimana jika tidak terpenuhi maka perikatan menjadi “batal demi hukum”).