KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Makna Pekerjaan yang Sekali Selesai dalam Konteks Hukum Ketenagakerjaan

LEGAL OPINION
Question: Bila di hukum tenaga kerja ada istilah ‘pekerjaan yang sekali selesai’, itu maksud dan implementasinya seperti apa? Jika berupa pesanan insidentil dari customer, termasuk juga sebagai kriteria itu sehingga boleh rekrut pegawai dengan kerja kontrak beberapa tahun saja?
Brief Answer: ... kegiatan usaha yang kelangsungan usahanya pasti dan stabil / stagnan selalu (namun ...), ... dalam dunia bisnis adalah hal yang lumrah. Maka, ada atau tidak adanya ... dari pihak ... / ... , tidak dapat dibenarkan menjadi ... untuk menyimpangi norma hukum dibidang ketenagakerjaan. [Note SHIETRA & PARTNERS: Data selengkapnya hanya diperuntukkan bagi klien pembayar tarif konsultasi tanya-jawab maupun pengguna jasa yang berlangganan layanan database berbayar Konsultan Shietra. Hubungi Kami untuk membeli data lengkap pembahasan ini.]
Bila dibenarkan alasan-alasan seperti roda ekonomi dan kegiatan perusahaan bergantung pada ‘...’ ... dari pihak ... , maka dibolehkan mengikat setiap karyawan yang bekerja dengan status hubungan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), maka tidak ada satu pun bidang usaha yang tidak dapat menggunakan dalil serupa sebagai alasan pembenar. [Note SHIETRA & PARTNERS: Data selengkapnya hanya diperuntukkan bagi klien pembayar tarif konsultasi tanya-jawab maupun pengguna jasa yang berlangganan layanan database berbayar Konsultan Shietra. Hubungi Kami untuk membeli data lengkap pembahasan ini.]
Yang disebut dengan ‘pekerjaan yang sekali selesai’ dalam konteks hubungan industrial, hanya dapat dimaknai sebagai ... , yakni kegiatan usaha yang bersifat ... belaka, sehingga sifat organisasinya ... dan ... (oprasionalnya ..., tidak ...)—biasanya berupa ..., sehingga sifat masa kerjanya paling lama lazimnya hanya sampai ... . [Note SHIETRA & PARTNERS: Data selengkapnya hanya diperuntukkan bagi klien pembayar tarif konsultasi tanya-jawab maupun pengguna jasa yang berlangganan layanan database berbayar Konsultan Shietra. Hubungi Kami untuk membeli data lengkap pembahasan ini.]
Kaedah hukum bentukan preseden (best practice peradilan) demikian tidak dapat diremehkan, sebab dibaliknya menunggu ancaman berupa pembayaran kompensasi ... bila Pekerja di-putus hubungan kerja (PHK) dengan kategori ‘...’ dari pihak Pekerja dengan alasan masa ... . [Note SHIETRA & PARTNERS: Data selengkapnya hanya diperuntukkan bagi klien pembayar tarif konsultasi tanya-jawab maupun pengguna jasa yang berlangganan layanan database berbayar Konsultan Shietra. Hubungi Kami untuk membeli data lengkap pembahasan ini.]
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret sebagai cerminan, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk secara relevan dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor ... K/Pdt.Sus-PHI/20... tanggal ... , perkara antara:
- PT. ..., sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Tergugat; melawan
- 16 orang Pekerja, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
Para Penggugat bekerja di perusahaan Tergugat dengan sistem kontrak berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yang masing-masing mulai bekerja pada waktu yang berbeda-beda dan dengan posisi yang saling berbeda, namun dengan upah terakhir yang sama, serta di-PHK oleh Tergugat dengan alasan yang sama, yaitu ....
Sebelum diterima bekerja, Penggugat ... yang sebagian besar tidak diberikan copy kontraknya kepada pihak Pekerja. Meski, norma Pasal 54 ayat (3) UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, mengatur: “Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja / buruh dan pengusaha masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja.”
Penggugat bekerja pada unit kerja dengan jenis dan sifat pekerjaan yang ... , yang merupakan bagian dari rangkaian produksi. Tidak pernah sekalipun kegiatannya ... pada waktu tertentu. Dari sejak Perusahaan berdiri, bagian dan pekerjaan dimana Para Penggugat menjalankan tugasnya, sampai hari ini tetap ... dan ... . Ketika Para Penggugat di-PHK, posisi Para Penggugat digantikan oleh Pekerja baru lainnya—suatu indikator nyata itikad pihak Pengusaha.
Menyangkut unit kerja gudang di perusahaan, beberapa diantara pihak Penggugat menangani tugas dan pekerjaan diantaranya menerima bahan baku, baik itu kain ataupun benang dari ... dan memberikan bahan ke bagian cutting untuk dipotong. Sementara untuk unit kerja ... , sebagian diantara pihak Penggugat bertugas membersihkan sisa potongan bahan dibagian cutting.
Kedua unit tersebut ada dan dibentuk sejak pabrik berdiri dan sampai sekarang segala aktivitas yang ada di dalamnya masih tetap ada dan beroperasi. Karena sifatnya permanen, maka wajar bila hubungan kerja “demi hukum” ... menjadi hubungan kerja berdasarkan PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu).
Adapun tugas pokok masing-masing pihak Penggugat, ada yang ditempatkan dibagian produksi yang menangani tugas dan pekerjaan diantaranya menggambar ... bahan yang sudah dipotong, menyiapkan bahan yang sudah diperiksa lalu diantar ke bagian ... dan ... , quality control Inspect yang bertugas mengecek kondisi bahan sebelum diproduksi, dan bagian ... yang bertugas mengecek bahan yang sudah jadi.
Bagian-bagian tersebut, merupakan bagian dari suatu rangkaian proses produksi yang berlangsung secara terus-menerus dan tidak pemah ada berhentinya dalam satu periode tertentu. Terbukti hingga kini, bagian-bagian dimaksud ... dan ... . Karena itulah, sistem PKWT tidak dapat diterapkan karena melanggar norma Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003:
1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya, akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan;
2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.”
Pada Unit tempat masing-masing pihak Penggugat bekerja, terdapat pula karyawan lain yang berstatus ... , melaksanakan pekerjaan yang sama dengan Para Penggugat, menjadi suatu sikap ... apabila mereka diperlakukan secara berbeda dalam hal status hubungan kerjanya. Oleh karena itu, Penggugat menuntut agar oleh pengadilan diangkat dan ditetapkan sebagai karyawan tetap terhitung sejak mereka diterima bekerja oleh Tergugat.
Begitupula khusus untuk Penggugat VI yang di-PHK, hanya lantaran karena ... di tempat kerja secara tidak disengaja. Seharusnya sanksi yang dijatuhkan terhadap Penggugat VI adalah surat peringatan semata, disesuaikan dengan kadar kesalahannya, bukan lalu seketika di-PHK. Hal demikian menunjukkan betapa mudahnya PHK dilakukan oleh Tergugat.
Sejak dilakukan PHK secara sepihak, upah Para Penggugat sudah tidak dibayarkan lagi oleh Tergugat. Mengingat PHK-nya bersifat sepihak dan tidak sah, maka kepada Tergugat berkewajiban tetap membayar “upah proses”, terhitung sejak Penggugat diberhentikan sampai dengan perkara ini diputus.
Mengingat perkara ini akan diputus dan diperkirakan dibacakan pada bulan ... yang berarti sudah memasuki hari raya agama, maka Para Penggugat juga berhak menerima pembayaran THR (secara hukum hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat belum terputus), maka Para Penggugat berhak atas THR.
Pasal 151 Ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, dengan tegas menyatakan: Pengusaha, pekerja / buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Menjadi kontradiksi, jika memang tenaga kerja masih dibutuhkan, mengapa Penggugat di-PHK? Sementara setelah Penggugat di-PHK, Tergugat justru ... untuk menggantikan posisi Penggugat.
Penggugat telah berupaya menempuh musyawarah, namun Tergugat tetap pada pendiriannya, melakukan PHK terhadap Penggugat. Maka Penggugat mencatatkan perselisihan ke Disnaker. Dalam mediasi, Tergugat tidak pernah sekalipun hadir, sehingga Mediator Hubungan Industrial menerbitkan anjuran tertulis, yang pada pokoknya menyatakan agar Tergugat mempekerjakan kembali pihak Penggugat dengan hubungan kerja yang bersifat tetap (alias permanen).
Penggugat memberikan tanggapan, menyatakan menerima isi anjuran dan siap melaksanakannya. Namun pihak Tergugat tidak mengindahkannya, dan tetap berpendirian untuk mengukuhkan PHK. Sehingga dalam gugatan ini, pihak Pekerja menuntut agar dapat dipekerjakan kembali.
Meski demikian, mengingat tuntutan bekerja kembali sangat sulit dalam realisasi proses eksekusinya sekalipun gugatan dikabulkan karena bergantung pada itikad baik pihak perusahaan, maka Penggugat memohon agar pengadilan juga menetapkan “uang paksa” (dwangsom).
Terhadap gugatan kalangan Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial ... kemudian menjatuhkan putusan Nomor .../PDT.SUSPHI/20.../PN.... tanggal ... , dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang oleh karena terbukti perjanjian kerja waktu tertentu antara Para Penggugat dengan Tergugat demi hukum menjadi ... , dan terbukti hubungan kerja telah diputus oleh Tergugat diluar ... Para Penggugat;
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara;
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan putus hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak ... oleh Tergugat terhadap masing-masing Para Tergugat;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar Uang Pesangon sebesar ... Pasal 156 ayat (2), 1 (satu) kali Uang Penghargaan Masa Kerja sebagaimana Pasal 156 ayat (3), dan Uang Penggantian Hak sebagimana Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan kepada Para Penggugat masing-masing sebagai berikut: ... Dengan jumlah total sebesar Rp ....600,-;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara;
5. Menolak gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa perusahaan Tergugat dalam proses produksinya berdasarkan order dari pihak konsumen dalam hal ini pihak pembeli / pelanggan, sehingga pekerjaannya sangat bergantung terhadap ada atau tidaknya permintaan dan disesuaikan dengan waktu tertentu, yang mana waktu pekerjaannya rata-rata ... bulan dan setelah itu baru berikutnya dapat menerima pesanan baru.
Tergugat bersikukuh, perusahaan Tergugat merupakan usaha dengan bidang kriteria “pekerjaan yang sekali selesai” atau sementara waktu dengan didasarkan atas order, dimana pesanan demikian sewaktu-waktu dapat dihentikan oleh pihak pelanggan. Oleh karenanya hubungan kerja semata dilandaskan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dengan disepakati jangka waktu 1 tahun masa kerja. PKWT tersebut telah pula dicatatkan ke Dinas Tenaga Kerja Kabupaten.
Maka berdasarkan Pasal 61 Ayat (1) huruf (b) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, secara tegas diatur bahwa berakhirnya hubungan kerja antara Pemberi Kerja dengan Pekerja adalah dikarenakan berakhirnya Jangka Waktu Perjanjian Kerja, maka tidak berhak atas pesangon apapun
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal ... dan kontra memori kasasi tanggal ... dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh Termohon Kasasi adalah pekerjaan yang ... pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya, sebagaimana diatur Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juncto Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Kepmenakertrans RI Nomor 100 Tahun 2004, karena itu berdasarkan Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, hubungan kerja antara Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi demi hukum berubah dari hubungan kerja melalui PKWT ...;
“Bahwa karena Termohon Kasasi di-PHK oleh Pemohon Kasasi ... Termohon Kasasi dan belum ada penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sesuai dengan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 berdasarkan keadilan adalah patut Pemohon Kasasi wajib membayar uang pesangon ... Pasal 156 ayat (2) UPMK 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) UPH sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
“Menimbang, bahwa namun demikian Hakim Agung Anggota I H. ... , S.H., M.H., menyatakan beda pendapat (dissenting opinion) dengan mengemukakan alasan-alasan sebagai berikut:
“Bahwa pekerjaan yang dilakukan dengan pekerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah pekerjaan utama yang dikerjakan berdasarkan persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 59 ayat (1) huruf a, b, c dan d Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, oleh karena apa ditentukan dalam Pasal ... ayat (...) tersebut telah diselesaikan maka perjanjian PKWT berakhir demi hukum; [Note SHIETRA & PARTNERS: Pertimbangan hukum yang sangat menyimpang, karena secara terang Undang-Undang telah melarang pekerjaan utama diikat dengan PKWT.]
“Bahwa oleh karena itu putusan Judex Facti harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagai berikut:
- Membatalkan putusan Judex Facti;
Mengadili sendiri:
- Menyatakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) berakhir demi hukum;
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
“Menimbang, bahwa oleh karena terjadi perbedaan pendapat dalam Majelis Hakim dan telah diusahakan musyawarah dengan sungguh-sungguh tetapi tidak tercapai mufakat, maka sesuai Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009, Majelis Hakim mengambil putusan dengan suara terbanyak;
“Bahwa keberatan-keberatan Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan karena Judex Facti PHI ... sudah tepat dan benar dalam putusannya serta pertimbangan dan penerapan hukumnya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri ... dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. ..., tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
... permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. ..., tersebut.” [Note SHIETRA & PARTNERS: Data selengkapnya hanya diperuntukkan bagi klien pembayar tarif konsultasi tanya-jawab maupun pengguna jasa yang berlangganan layanan database berbayar Konsultan Shietra. Hubungi Kami untuk membeli data lengkap pembahasan ini.]
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.