LEGAL OPINION
Kantor Pertanahan Menerbitkan Sertifikat Diatas Jalan Umum, Melawan Hukum
Question: Sukar dipercaya tapi benar-benar terjadi, BPN buat sertifikat baru untuk orang lain yang posisi tanahnya persis di depan rumah keluarga kami. Selama ini depan rumah kami adalah jalan umum akses keluar masuk penghuni rumah kami. Tidak mungkin orang BPN buat sertifikat tanpa lihat kondisi objek bidang tanah. Lagipula bukankah untuk bisa dikasih sertifikat, si pemohon sertifikat harus sudah sejak lama menempati objek tanah itu, tapi selama ini tanah itu adalah jalan umum akses keluar masuk kami?
Brief Answer: Selain memiliki syarat objek tanah tidak terjadi sengketa, juga pemohon sertifikat hak atas tanah selama ini telah menguasai fisik objek tanah yang dimohonkan, pendaftaran hak atas tanah juga tidak dapat dilakukan diatas bidang tanah yang secara de facto telah menjadi jalan publik, alias tanah milik umum (sebagai fasilitas umum).
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret sebagai cerminan yang sangat relevan karena memiliki kemiripan karakter, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa administrasi pertanahan register Nomor 133 K/TUN/2017 tanggal 17 April 2017, perkara antara:
- ST. DIZA RASYID ALI, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Penggugat; melawan
- KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA MAKASSAR, selaku Termohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat.
Penggugat merupakan pemilik tanah dan bangunan Ruko, berdasarkan Sertipikat Hak Milik Nomor 865, yang diterbitkan sejak tanggal 8 Agustus tahun 1992, yang Penggugat peroleh melalui proses jual-beli dan telah diproses “balik-nama” menjadi atas nama Penggugat.
Diluar dugaan Penggugat, Tergugat dikemudian hari menerbitkan Sertipikat Hak Milik Nomor 20542, yang baru diterbitkan sertipikatnya tertanggal 27 Oktober Tahun 2011, semula atas nama David Limbunan sebagai pemegang hak pertama, dan terakhir atas nama Pemegang Hak Muhammad Saleh Daeng Sewang, yang mana letak bidang tanahnya berada di depan pintu masuk bangunan milik Penggugat, sehingga tentunya sangat mengganggu dan merugikan Penggugat.
Asal Hak sertipikat objek sengketa adalah berasal dari pemecahan Hak Milik Nomor 872, tetapi tidak jelas keberadaannya atau boleh jadi adalah Sertipikat Hak MiIik fiktif. Penggugat baru mengetahui keberadaan sertipikat objek sengketa, saat diperlihatkan oleh Kuasa Hukum Muhammad Saleh Daeng Sewang kepada Penggugat saat terdapat sengketa di Pengadilan Negeri Makassar, sebagai bukti pada tanggal 29 Oktober 2015.
Sertifikat objek sengketa diterbitkan untuk bidang tanah yang selama ini merupakan tanah fasilìtas umum yang memiliki fungsi sebagai akses jalan keluar dan masuk rumah toko (Ruko) milik Penggugat. Oleh karena sangat tidak logis bila rumah tinggal dan atau rumah toko tidak memiliki akses jalan keluar dan masuk.
Sertifikat objek sengketa bahkan diterbitkan diatas bidang tanah yang masih merupakan bagian dari garis sempadan Jalan Sungai Saddang Baru yang seharusnya lahan tersebut adalah merupakan fasilitas umum, sehingga tentu perbuatan Tergugat yang menerbitkan sertipikat diatas tanah fasilitas umum, merupakan perbuatan melawan hukum dan/atau diduga sebagai perbuatan penyalagunaan kewenangan (abuse of power) yang merugikan negara maupun Penggugat.
Menjadi jelas, sertifikat objek sengketa yang diterbitkan Tergugat melanggar norma Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang mengamanatkan: ”Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.”
Tergugat telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan Iain dari maksud yang diberikannya wewenang tersebut, dimana seharusnya Tergugat setelah mempertimbangkan bahwa diatas tanah yang dijadikan objek sertipikat objek sengketa, terdapat bangunan rumah toko yang sejajar dan tidak mengalami tambahan bangunan karena tanah di depan bangunan ruko adalah tanah bagian sempadan Jalan Sungai Saddang yang memiliki fungsi sosial, sehingga melanggar Keputusan Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat II Ujung Pandang Nomor 6223 Tahun 1997 tentang Peruntukan Tanah dan Penataan Bangunan Pada Masing-masing bagian Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Ujung Pandang, juncto Peraturan Walikota Makassar Nomor 8 Tahun 2008 tentang Garis Sempadan dan Fungsi Bangunan Pada Masing-masing Ruas Jalan Dalam Wilayah Kota Makassar, juncto Pasal 30 ayat (i) Peraturan Walikota Makassar Nomor 15 Tahun 2004 tentang Tata Bangunan, sehingga bidang tanah yang diterbitkan Sertipikat Hak Milik oleh Tergugat merupakan tanah negara yang masih sebagai bagian sempadan Jalan Sungai Saddang, bukan tanah yang menjadi objek pemecahan dari sertifikat hak milik Nomor 872, bahkan sertipikat Hak Milik Nomor 872 masih misterius.
Dengan demikian perbuatan Tergugat patut dinilai telah melanggar ketentuan Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dimana Tergugat nyata-nyata melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik, terutama asas bertindak cermat, yang menghendaki agar pemerintah bertindak secara hati-hati, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat.
Sementara itu pihak Kantor Pertanahan dalam sanggahannya mendalilkan, tidak benar penerbitan sertipikat objek sengketa berupa bidang diatas tanah fasilitas umum, dikarenakan bidang tanah objek sengketa hanyalah merupakan pemecahan dari sertipikat Hak Milik Nomor 872 yang juga merupakan pemecahan dari Sertipikat Hak Milik Nomor 803 yang berasal dari pemecahan Sertipikat Hak Milik Nomor 255, sehingga sangat jelas sertipikat objek sengketa bukanlah melalui proses penerbitan sertipikat baru, melainkan melalui proses pemecahan dari sertipikat induk Hak Milik Nomor 255 tanggal 24 Agustus 1976.
Terhadap gugatan sang warga, Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar kemudian mengambil putusan, sebagaimana Nomor 76/G.TUN/2015/PTUN.MKS tanggal 10 Mei 2016, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA:
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Batal Keputusan Tergugat berupa Sertipikat Hak Milik Nomor 20542 / Kelurahan Maricaya Baru, tanggal 27 Oktober 2011, Surat Ukur Nomor ... , seluas 53 m2 semula tercatat atas nama David Limbunan sebagai pemegang hak pertama dan terakhir atas nama Muhammad Saleh Daeng Sewang;
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Sertipikat Hak Milik Nomor 20542/Kelurahan Maricaya Baru, tanggal 27 Oktober 2011, Surat Ukur Nomor ..., seluas 53 m2 semula tercatat atas nama David Limbunan sebagai pemegang hak pertama dan terakhir atas nama Muhammad Saleh Daeng Sewang.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara diatas kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar lewat putusan Nomor 101/B/2016/PT.TUN.MKS., tanggal 3 Oktober 2016, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang bahwa untuk menguji kepentingan Penggugat / Terbanding terhadap objek sengketa a quo Majelis Hakim Tingkat Banding perlu mencermati peristiwa hukum dalam proses penerbitan objek sengketa serta bukti-bukti yang diajukan para pihak sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil sikap, majelis hakim tingkat banding telah menemukan fakta hukum yang relevan dengan permasalahan Penggugat / Terbanding sebagai berikut:
- Bahwa sesuai dengan gugatan Penggugat / Terbanding pada halaman 5 angka 6 dalam putusan Pengadilan Tingkat Pertama pada pokoknya menyebutkan penerbitan objek sengketa diatas fasilitas umum yang seharusnya berfungsi sebagai akses jalan keluar dan masuk rumah toko (ruko) milik Penggugat / Terbanding;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas terdapat bukti-bukti bahwa Penggugat / Terbanding tidak memiliki hubungan hukum dengan bidang tanah yang tercantum dalam objek sengketa a quo, maka Majelis Hakim Tingkat Banding menilai Penggugat / Terbanding tidak memiliki kepentingan yang dirugikan akibat terbitnya objek sengketa in litis;
“Menimbang, bahwa oleh karena Penggugat / Terbanding tidak memiliki kedudukan hukum sebagai Penggugat / Terbanding dalam sengketa in litis, maka beralasan hukum bagi Majelis Hakim Tingkat Banding untuk menyatakan Pengguat / Terbanding tidak mempunyai kapasitas untuk mengajukan gugatan (legal standing), oleh karenanya gugatan Penggugat / Terbanding tersebut haruslah dinyatakan tidak diterima, oleh karenanya dalam eksepsi dan dalam pokok perkara ini menurut hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara tidak perlu lagi dipertimbangkan lebih lanjut;
“Menimbang. Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum sebagaimana telah dipaparkan diatas, maka didalam rapat permusyarawatan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar menyatakan tidak sependapat dengan pertimbangan hukum dan putusan Pengadilan Tingkat Pertama Nomor 76/G/2015/PTUN.MKS, tanggal 10 Mei 2016, oleh karenanya putusan tersebut harus dibatalkan dan Majelis Hakim Pengadilan Tingkat Banding akan mengadili sendiri sebagaimana amar putusan ini;
“MENGADILI :
- Menerima permohonan banding Tergugat / Pembanding;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar Nomor 76/G.TUN/2015/PTUN.MKS tanggal 10 Mei 2016 yang dimohonkan banding;
“MENGADILI SENDIRI:
- Menyatakan gugatan Penggugat / Terbanding, tidak diterima.”
Pihak Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, merasa sangat tersinggung ketika Majelis Hakim Tingkat Banding menilai Penggugat tidak memiliki kepentingan yang dirugikan akibat terbitnya objek sengketa. Menjadi kontras dengan putusan Pengadilan Tingkat Pertama pada pokoknya menyebutkan penerbitan penerbitan objek sengketa “diatas fasilitas umum” yang seharusnya berfungsi sebagai akses jalan keluar dan masuk rumah toko (ruko) milik Penggugat.
Sudah jelas terurai betapa nampak kepentingan Penggugat atas objek sengketa, dimana merupakan akses jalan keluar dan masuk rumah toko (ruko) milik Penggugat, menjadi sangat dirugikan karena tanah yang seharusnya adalah fungsi sosial ternyata oleh Tergugat diterbitkan Sertipikat Hak Milik, yang diduga kuat dilakukan perbuatan hukum transaksi jual-beli secara fiktif, hal ini dapat dibuktikan saat proses pemeriksaan perkara Tata Usaha Negara ini pada PTUN, Muhammad Saleh Daeng Sewang yang dilibatkan sebagai Tergugat Intervensi tidak pernah hadir memberikan jawaban dan atau pembuktian di hadapan persidangan, karena memang Muhammad Daeng Sewang tidak pernah menguasai sebidang tanah yang dijadikan objek Sertipikat Hak Milik.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan korektif, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, karena Judex Facti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar telah salah dalam menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, tanah mempunyai fungsi sosial, sehingga Pemohon Kasasi mempunyai hak servituut atas tanah tersebut. Oleh karena itu Pemohon Kasasi dinilai mempunyai kepentingan mengajukan gugatan a quo;
- Bahwa sebagian tanah sertifikat objek sengketa meliputi sempadan jalan yang digunakan untuk fasilitas jalan bagi umum, sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, Pasal 18 ayat (1), (4) juncto Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Pasal 133 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 dan Peraturan Walikota Makassar Nomor 8 Tahun 2008;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: ST. DIZA RASYID ALI tersebut;
“Menimbang, bahwa oleh sebab itu Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar Nomor 101/B/2016/PT.TUN.MKS., tanggal 3 Oktober 2016 yang membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar Nomor 76/G/2015/PTUN.Mks., tanggal 10 Mei 2016 tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan. Selanjutnya Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini sebagaimana disebut dalam amar putusan dibawah ini;
“M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: ST. DIZA RASYID ALI tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar Nomor 101/B/2016/PT.TUN.MKS., tanggal 3 Oktober 2016 yang membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar Nomor 76/G/2015/PTUN.MKS., tanggal 10 Mei 2016;
“MENGADILI SENDIRI:
- Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
- Menyatakan Batal Keputusan Tergugat berupa Sertipikat Hak Milik Nomor 20542 / Kelurahan Maricaya Baru, tanggal 27 Oktober 2011, Surat Ukur Nomor 00592, tanggal 13/10/2011, seluas 53 m2 semula tercatat atas nama David Limbunan sebagai pemegang hak pertama dan terakhir atas nama Muhammad Saleh Daeng Sewang;
- Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Sertipikat Hak Milik Nomor 20542 / Kelurahan Maricaya Baru, tanggal 27 Oktober 2011, Surat Ukur Nomor 00592, tanggal 13/10/2011, seluas 53 m2 semula tercatat atas nama David Limbunan sebagai pemegang hak pertama dan terakhir atas nama Muhammad Saleh Daeng Sewang.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.