ARTIKEL HUKUM
ASPEK YURIDIS PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING (TKA) DI INDONESIA, DISERTAI KOMENTAR
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2018
TENTANG
PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa untuk mendukung perekonomian nasional dan perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan investasi, perlu pengaturan kembali perizinan penggunaan tenaga kerja asing;
b. bahwa pengaturan perizinan penggunaan tenaga kerja asing yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing Serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping, perlu disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan untuk peningkatan investasi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat TKA, adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia.
2. Tenaga Kerja Pendamping adalah tenaga kerja Indonesia yang ditunjuk dan dipersiapkan sebagai pendamping dalam rangka alih teknologi dan alih keahlian.
3. Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut Pemberi Kerja TKA, adalah badan hukum atau badan lainnya yang mempekerjakan TKA dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
4. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat RPTKA, adalah rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh Pemberi Kerja TKA untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh menteri yang membidangi urusan pemerintahan dibidang ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk.
5. Visa Tinggal Terbatas yang selanjutnya disebut Vitas, adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang di Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi Orang Asing untuk melakukan perjalanan ke Wilayah Indonesia dan menjadi dasar untuk pemberian Izin Tinggal Terbatas dalam rangka bekerja.
6. Izin Tinggal Terbatas yang selanjutnya disebut Itas, adalah izin yang diberikan kepada orang asing tertentu untuk berada dan tinggal di Wilayah Indonesia dalam jangka waktu tertentu untuk bekerja.
7. Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah tempat pemeriksaan di pelabuhan laut, bandar udara, pos lintas batas, atau tempat lain yang telah terintegrasi dengan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian sebagai tempat masuk dan keluar Wilayah Indonesia.
8. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut Pengawas Ketenagakerjaan, adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan dalam jabatan fungsional Pengawas Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang ketenagakerjaan.
BAB II
PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
Pasal 2
(1) Penggunaan TKA dilakukan oleh Pemberi Kerja TKA dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.
(2) Penggunaan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar kerja dalam negeri.
Pasal 3
Pemberi Kerja TKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, meliputi:
a. instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan internasional, dan organisasi internasional;
b. kantor perwakilan dagang asing, kantor perwakilan perusahaan asing, dan kantor berita asing yang melakukan kegiatan di Indonesia;
c. perusahaan swasta asing yang berusaha di Indonesia;
d. badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dalam bentuk Perseroan Terbatas atau Yayasan, atau badan usaha asing yang terdaftar di instansi yang berwenang;
e. lembaga sosial, keagamaan, pendidikan, dan kebudayaan;
f. usaha jasa impresariat; dan
g. badan usaha, sepanjang tidak dilarang Undang-Undang.
Pasal 4
(1) Setiap Pemberi Kerja TKA wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang tersedia.
(2) Dalam hal jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat diduduki oleh tenaga kerja Indonesia, jabatan tersebut dapat diduduki oleh TKA.
Pasal 5
(1) TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan tertentu.
(2) Jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
(3) Dalam hal kementerian / lembaga mensyaratkan kualifikasi dan kompetensi, atau melarang TKA untuk jabatan tertentu, menteri / kepala lembaga menyampaikan syarat atau larangan dimaksud kepada Menteri untuk ditetapkan.
Pasal 6
(1) Pemberi Kerja TKA pada sektor tertentu dapat mempekerjakan TKA yang sedang dipekerjakan oleh Pemberi Kerja TKA yang lain dalam jabatan yang sama.
(2) TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipekerjakan paling lama sampai dengan berakhirnya masa kerja TKA sebagaimana kontrak kerja TKA dengan Pemberi Kerja TKA pertama.
(3) Jenis jabatan, sektor, dan tata cara penggunaan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 7
(1) Setiap Pemberi Kerja TKA yang menggunakan TKA, harus memiliki RPTKA yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
a. alasan penggunaan TKA;
b. jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur organisasi perusahaan yang bersangkutan;
c. jangka waktu penggunaan TKA; dan
d. penunjukan tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan.
(3) Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemberi Kerja TKA mengajukan permohonan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(4) Permohonan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Pemberi Kerja TKA dengan melampirkan:
a. surat izin usaha dari instansi yang berwenang;
b. akta dan keputusan pengesahan pendirian dan/atau perubahan dari instansi yang berwenang;
c. bagan struktur organisasi perusahaan;
d. surat pernyataan untuk penunjukan Tenaga Kerja Pendamping dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kerja; dan
e. surat pernyataan untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA.
(5) Selain informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), RPTKA dapat memuat rencana penggunaan TKA untuk pekerjaan yang bersifat sementara atau sewaktu-waktu dengan masa kerja paling lama 6 (enam) bulan, seperti pekerjaan untuk melakukan audit, kendali mutu produksi, inspeksi pada cabang perusahaan di Indonesia, dan pekerjaan yang berhubungan dengan pemasangan atau perawatan mesin. [Note SHIETRA & PARTNERS: Frasa ‘seperti’ memiliki padanan kata ‘antara lain’.]
NOTE SHIETRA & PARTNERS : Pada tanggal 19 Desember 2017, Mahkamah Agung RI kembali menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2017 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, yang salah satunya berisi:
a) Tenaga Kerja Asing (TKA) dapat dipekerjakan di Indonesia hanya untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
b) Tenaga Kerja Asing (TKA) yang dilindungi, hanya Tenaga Kerja Asing (TKA) yang telah memiliki Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).
c) Tenaga Kerja Asing (TKA) yang jangka waktu IMTA-nya telah berakhir, namun PKWT-nya masih berlaku, sisa waktu PKWT tidak lagi mendapat perlindungan hukum.”
Komentar SHIETRA & PARTNERS: Mahkamah Agung RI seakan tidak mau belajar dari pengalaman buruk disalah-gunakannya rezim perizinan IMTA olah kalangan Pengusaha, dimana IMTA bermula dari RPTKA yang merupakan domain / tanggung jawab pihak Pengusaha, bukan tanggung jawab Tenaga Kerja Asing untuk mengurus, memohonkan, dan memperpanjang.
Dengan alasan IMTA telah habis masa berlakunya, sama artinya memberi kekuasaan mutlak bagi kalangan Pengusaha untuk memutus kontrak kerja Pekerjanya secara sepihak, sebagai mekanisme legal praktik ‘penyelundupan hukum’. Selengkapnya, lihat kasus modus PHK terselubung terhadap TKA, sebagaimana tragedi yang dapat dijumpai dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor 34 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 3 Maret 2016, perkara antara: CHAN KOK PENG Vs. PT. REBINMAS JAYA.
Idealnya, Kementerian Tenaga Kerja membuat deregulasi guna mengoreksi perspektif Mahkamah Agung RI, bukan justru bersikap ‘latah’ dan turut memperkeruhnya.]
Pasal 8
Pengesahan RPTKA diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk paling lama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima secara lengkap.
Pasal 9
Pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 merupakan izin untuk mempekerjakan TKA.
Pasal 10
(1) Pemberi Kerja TKA tidak wajib memiliki RPTKA untuk mempekerjakan TKA yang merupakan:
a. pemegang saham yang menjabat sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris pada Pemberi Kerja TKA;
b. pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing; atau
c. TKA pada jenis pekerjaan yang dibutuhkan oleh pemerintah.
(2) Jenis pekerjaan yang dibutuhkan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 11
(1) RPTKA yang telah disahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 berlaku sesuai dengan jangka waktu rencana penggunaan TKA oleh Pemberi Kerja TKA.
(2) RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan perubahan sepanjang terdapat perubahan mengenai:
a. alamat Pemberi Kerja TKA;
b. nama Pemberi Kerja TKA;
c. jabatan yang akan diduduki TKA;
d. kebutuhan menggunakan TKA untuk pekerjaan yang bersifat sementara dan tidak tercantum dalam RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5);
e. jangka waktu penggunaan TKA;
f. jumlah TKA yang melebihi jumlah TKA dalam RPTKA awal; dan/atau
g. penunjukan tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan.
(3) Pemberi Kerja TKA menyampaikan perubahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(4) Perubahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendapat pengesahan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 12
Perubahan RPTKA disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk paling lama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima secara lengkap.
Pasal 13
(1) Untuk pekerjaan yang bersifat darurat dan mendesak, Pemberi Kerja TKA dapat mempekerjakan TKA dengan mengajukan permohonan pengesahan RPTKA kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk paling lama 2 (dua) hari kerja setelah TKA bekerja.
(2) Pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Menteri atau pejabat yang ditunjuk, paling lama 1 (satu) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
Pasal 14
(1) Pemberi Kerja TKA yang akan mempekerjakan TKA menyampaikan data calon TKA kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Data calon TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir;
b. kewarganegaraan, nomor paspor, masa berlaku paspor, dan tempat paspor diterbitkan;
c. nama jabatan dan jangka waktu bekerja;
d. pernyataan penjaminan dari Pemberi Kerja TKA; dan
e. ijazah pendidikan dan surat keterangan pengalaman kerja atau sertifikat kompetensi sesuai dengan syarat jabatan yang akan diduduki TKA.
(3) Menteri atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan notifikasi penerimaan data calon TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pemberi Kerja TKA paling lama 2 (dua) hari kerja dengan tembusan Direktorat Jenderal Imigrasi.
Pasal 15
(1) Pemberi Kerja TKA wajib membayar dana kompensasi penggunaan TKA atas setiap TKA yang dipekerjakan setelah menerima notifikasi.
(2) Pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui bank yang ditunjuk oleh Menteri.
(3) Pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA oleh Pemberi Kerja TKA merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Pasal 16
(1) Instansi pemerintah, perwakilan negara asing, dan badan internasional yang mempekerjakan TKA, tidak diwajibkan memiliki RPTKA dan (tidak diwajibkan) membayar dana kompensasi penggunaan TKA.
(2) Penggunaan TKA pada lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan penggunaan TKA pada jabatan tertentu di lembaga pendidikan, tidak diwajibkan membayar dana kompensasi penggunaan TKA.
(3) Ketentuan mengenai jabatan tertentu di lembaga pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 17
(1) Setiap TKA yang bekerja di Indonesia wajib mempunyai Vitas untuk bekerja.
(2) Vitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimohonkan oleh Pemberi Kerja TKA atau TKA kepada menteri yang membidangi urusan pemerintahan dibidang hukum dan hak asasi manusia atau pejabat imigrasi yang ditunjuk.
(3) Pejabat imigrasi yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk pejabat imigrasi yang berada di Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Pasal 18
Permohonan Vitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), dimohonkan dengan melampirkan notifikasi dan bukti pembayaran.
Pasal 19
Pejabat imigrasi pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri memberikan Vitas paling lama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima secara lengkap.
Pasal 20
(1) Permohonan Vitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) sekaligus dapat dijadikan permohonan Itas.
(2) Dalam hal pengajuan permohonan Itas dilakukan sekaligus dengan permohonan Vitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses permohonan pengajuan Itas dilaksanakan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang merupakan perpanjangan dari Direktorat Jenderal Imigrasi.
Pasal 21
(1) Pemberian Itas dilaksanakan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Itas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan izin tinggal untuk bekerja bagi TKA.
(3) Izin tinggal untuk bekerja bagi TKA untuk pertama kali diberikan paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberian Itas bagi TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus disertai dengan pemberian Izin Masuk Kembali untuk beberapa kali perjalanan yang masa berlakunya sesuai dengan masa berlaku Itas.
Pasal 22
Dalam melaksanakan pekerjaan yang bersifat darurat dan mendesak, TKA dapat menggunakan jenis visa dan izin tinggal yang diperuntukkan bagi kegiatan dimaksud sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
[Note SHIETRA & PARTNERS: Untuk apakah terdapat ketentuan Pasal 22 diatas, bila menjadi overlaping oleh sebab telah terdapat pengaturan yang demikian ‘longgar’ dalam Pasal 21 Ayat (4) sebelumnya?]
Pasal 23
Permohonan Vitas untuk bekerja dan Itas bagi TKA dikenakan biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak kementerian yang membidangi urusan pemerintahan dibidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 24
(1) Pembayaran Dana Kompensasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing dilakukan setiap tahun sesuai dengan jangka waktu TKA bekerja di wilayah Indonesia.
(2) Dalam hal penggunaan TKA lebih dari 1 (satu) tahun, pembayaran dan kompensasi untuk tahun kedua dan tahun berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi:
a. penerimaan negara bukan pajak, dalam hal TKA bekerja di lokasi lebih dari 1 (satu) provinsi;
b. penerimaan daerah provinsi, dalam ha! TKA bekerja di lokasi lebih dari 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; dan
c. penerimaan daerah kabupaten / kota, dalam hal TKA bekerja di lokasi dalam 1 (satu) kabupaten / kota.
Pasal 25
Setiap Pemberi Kerja TKA wajib menjamin TKA terdaftar dalam Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi TKA yang bekerja lebih dari 6 (enam) bulan dan/atau polis asuransi di perusahaan asuransi berbadan hukum Indonesia.
[Note SHIETRA & PARTNERS: Standar ganda demikian lebih menguntungkan pihak Tenaga Kerja Asing. Sementara bagi Tenaga Kerja Lokal, Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang diselenggarakan pemerintah bersifat wajib tanpa diberi hak untuk memilih, sementara kalangan TKA dapat memilih untuk hanya mengikuti polis asuransi swasta.]
BAB III
PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pasal 26
(1) Setiap Pemberi Kerja TKA, wajib:
a. menunjuk tenaga kerja Indonesia sebagai Tenaga Kerja Pendamping;
b. melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA; dan
c. memfasilitasi pendidikan dan pelatihan Bahasa Indonesia kepada TKA.
[Note SHIETRA & PARTNERS: Terdapat salah kaprah di tengah masyarakat, seolah TKA yang dipekerjakan wajib telah menguasasi Bahasa Indonesia. Sementara regulasi yang ada hanya mengatur kewajiban bagi pengguna TKA untuk memberi kursus Bahasa Indonesia bagi TKA bersangkutan, sementara TKA itu sendiri ketika dipekerjakan tidak harus sudah menguasai Bahasa Indonesia.]
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak berlaku bagi TKA yang menduduki jabatan direksi dan/atau komisaris.
Pasal 27
Penunjukan tenaga kerja Indonesia sebagai Tenaga Kerja Pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk alih teknologi dan alih keahlian.
[Note SHIETRA & PARTNERS: Norma ‘gimmick’, sebab dalam praktiknya di lapangan ketentuan demikian tidak pernah dipatuhi dan juga tidak pernah ada pengawasan implementasinya oleh pihak pemerintah. Alih tekonologi, justifikasi yang sempurna sebagai ‘alibi’ semata.]
Pasal 28
(1) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan di dalam dan/atau di luar negeri.
(2) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 29
Tenaga Kerja Pendamping yang mengikuti pendidikan dan pelatihan mendapat sertifikat pelatihan dan/atau sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
PELAPORAN
Pasal 30
(1) Pemberi Kerja TKA wajib melaporkan pelaksanaan penggunaan TKA setiap 1 (satu) tahun kepada Menteri.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. pelaksanaan penggunaan TKA; dan
b. pelaksanaan pendidikan dan pelatihan Tenaga Kerja Pendamping.
(3) Dalam hal kontrak kerja TKA akan berakhir atau diakhiri sebelum masa kontrak kerja, Pemberi Kerja TKA wajib melaporkan kepada Menteri dan Kepala Kantor Imigrasi di lokasi tempat tinggal TKA.
Pasal 31
Menteri atau pejabat yang ditunjuk harus menyampaikan data TKA yang dipekerjakan oleh Pemberi Kerja TKA kepada unit kerja pemerintahan provinsi / kabupaten / kota yang membidangi ketenagakerjaan sesuai dengan lokasi kerja TKA.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 32
Pembinaan terhadap Pemberi Kerja TKA dalam penggunaan TKA serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh kementerian yang membidangi urusan dibidang ketenagakerjaan dan dinas yang membidangi ketenagakerjaan di provinsi dan kabupaten / kota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 33
(1) Pengawasan atas penggunaan TKA dilaksanakan oleh:
a. Pengawas Ketenagakerjaan pada kementerian dan dinas provinsi yang membidangi urusan dibidang ketenagakerjaan; dan
b. pegawai imigrasi yang bertugas pada bidang pengawasan dan penindakan keimigrasian, secara terkoordinasi sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangan masing-masing.
(2) Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a melakukan pengawasan pada norma penggunaan TKA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengawasan pendidikan dan pelatihan Tenaga Kerja Pendamping dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan pada kementerian dan dinas provinsi yang membidangi urusan dibidang ketenagakerjaan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangan masing-masing.
BAB VI
SANKSI
Pasal 34
(1) Pemberi Kerja TKA yang melanggar ketentuan penggunaan TKA, pelaksanaan pendidikan dan pelatihan Tenaga Kerja Pendamping, dan pelaporan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan.
(2) Pemberi Kerja TKA yang memberikan keterangan tidak benar dalam pernyataan penjaminan atau tidak memenuhi jaminan yang diberikannya dan TKA yang melanggar ketentuan izin tinggal keimigrasian, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang keimigrasian.
BAB VII
PEMBIAYAAN
Pasal 35
Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan Peraturan Presiden ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi, serta sumber pendanaan lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 36
(1) Proses penggunaan TKA serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini, dilakukan melalui penggunaan data secara bersama (data sharing) dan terintegrasi secara elektronik (online).
(2) Penggunaan data secara bersama (data sharing) dan terintegrasi secara elektronik (online) dilakukan secara bertahap.
(3) Dalam ha! Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri belum memiliki sistem elektronik (online), persetujuan Vitas oleh menteri yang membidangi urusan pemerintahan dibidang hukum dan hak asasi manusia atau pejabat imigrasi diberikan melalui telekomunikasi surat elektronik.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 37
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku:
a. RPTKA dan izin yang telah dimiliki oleh Pemberi Kerja TKA dan ditetapkan oleh Pemerintah sebelum Peraturan Presiden ini berlaku, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya; dan
b. Permohonan RPTKA dan izin yang telah diajukan sebelum Peraturan Presiden ini berlaku, diselesaikan dengan mengacu pada ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku:
a. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing Serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 162), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
b. semua peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing Serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Presiden ini.
Pasal 39
Peraturan Presiden ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 26 Maret 2018
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 29 Maret 2018
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 39
Secara lebih spesifik, norma pada Peraturan Pemerintah diatas kemudian dijewantahkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaja Kerja Asing (yang mencabut keberlakuan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing).
Adapun poin dan susbtansi penting dalam ketentuan PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 10 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN TENAJA KERJA ASING, antara lain:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
10. Pekerja Bersifat Darurat dan Mendesak adalah pekerjaan yang tidak terancana yang memerlukan penanggulangan segera disebabkan antara lain bencana alam, kerusakan mesin utama, huru-hara / unjuk rasa / kerusuhan yang perlu segera ditangani untuk menghindari kerugian fatal bagi perusahaan dan/atau masyarakat umum.
11. Pekerjaan Bersifat Sementara adalah pekerjaan yang bersifat sewaktu-waktu atau dapat diselesaikan dalam jangka waktu singkat, paling lama 6 (enam) bulan.
12. Usaha Jasa Impresariat adalah kegiatan pengurusan penyelenggaraan hiburan di Indonesia, baik yang mendatangkan maupun memulangkan TKA dibidang seni dan olah raga yang bersifat sementara.
13. Visa Tinggal Terbatas yang selanjutnya disebut Vitas, adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang di Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi Orang Asing untuk melakukan pekerjaan ke Wilayah Indonesia dan menjadi dasar untuk pemberian izin tinggal terbatas dalam rangka bekerja.
14. Izin Tinggal Terbatas yang selanjutnya disebut Itas, adalah izin yang diberikan kepada orang asing untuk tinggal dan berada di Wilayah Indonesia untuk jangka waktu tertentu untuk bekerja.
15. Notifikasi adalah persetujuan penggunaan TKA yang dierbitkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja sebagai dasar penerbitan Itas.
Pasal 5
Setiap TKA yang dipekerjakan oleh Pemberi Kerja TKA, wajib:
a. memiliki pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA;
b. memiliki sertifikat kompetensi atau memiliki pengalaman kerja paling sedikit 5 (lima) tahun yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang akan diduduki TKA;
c. mengalihkan keahliannya keapda Tenaga Kerja Pendamping;
d. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak bagi TKA yang sudah bekerja lebih dari 6 (enam bulan; dan
e. memiliki Itas untuk bekerja yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.
[Note SHIETRA & PARTNERS: Melihat syarat mutlak TKA diatas, tidak diwajiban sudah dikuasainya Bahasa Indonesia oleh TKA bersangkutan.]
Pasal 8
(1) Pemberi Kerja TKA dapat memekerjakan TKA yang sedang dipekerjakan Pemberi Kerja TKA yang lain dalam jabatan:
a. direktur atau komisaris yang bukan pemegang saham; atau
b. sektor tertentu meliputi sektor pendidikan dan pelatihan vokasi, sektor ekonomi digital, serta sektor migas bagi kontraktor kontrak kerja sama.
(2) Dalam hal Pemberi Kerja TKA akan memekerjakan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), TKA tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Pemberi Kerja pertama.
(3) Masing-masing Pemberi Kerja TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki RPTKA dan membayar DKP-TKA.
(4) TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipekerjakan paling lama sampai dengan berakhirnya masa kerja TKA pada Pemberi Kerja TKA pertama.
Pasal 9
(1) Pemberi Kerja TKA yang akan memekerjakan TKA harus memiliki RPTKA yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Jangka waktu RPTKA sebagaiaman dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan perjanjian kerja atau perjanjian pekerjaan.
Pasal 10
(1) Pemberi Kerja TKA yang tidak wajib memiliki RPTKA memiliki:
a. instansi pemerintah, perwakilan negara asing, dan badan internasional; atau
b. Pemberi Kerja TKA yang memekerjakan TKA sebagai anggota direksi atau anggota dewan komisaris dengan kepemilikan saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 11
(1) Untuk mendapatkan RPTKA, Pemberi Kerja TKA harus mengerjakan permohonan kepada Dirjen atau Direktur melalui TKA Online dengan cara:
a. mengisi:
1) identitas Pemberi Kerja TKA;
2) jumlah tenaga kerja Indonesia yang dipekerjakan;
3) rencana penyerapan tenaga kerja Indonesia setiap tahun;
4) rencana penggunaan TKA setiap tahun sesuai perjanjian kerja atau perjanjian pekerjaan;
5) data Tenaga Kerja Pendamping; an
6) alasan penggunaan TKA.
b. mengunggah:
1) rancangan perjanjian kerja atau perjanjian pekerjaan;
2) bagan struktur organisasi;
3) surat pernyataan untuk penunjukkan Tenaga Kerja Pendamping;
4) surat pernyataan untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA; dan
5) surat pernyataan kondisi darurat dan mendesak dari Pemberi Kerja TKA alam hal Pemberi Kerja TKA memekerjakan TKA untuk Pekerjaan Bersifat Darurat dan Mendesak.
(2) Permohonan RPTKA sebagaiaman dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen.
(3) Dalam hal dokumen permohonan RPTKA belum lengkap, Direktur atau pejabat yang ditunjuk harus memberitahukan kepada Pemberi Kerja TKA.
(4) Pemberi Kerja TKA paling lama 1 (satu) hari kerja harus melengkapi kekurangan persyaratan dokumen dan disampaikan melalui TKA Online.
(7) Dalam hal penilaian kelayakan permohonan RPTKA sebagaiaman dimaksud pada ayat (6) telah memenuhi persyaratan paling lama 2 (dua) hari kerja Dirjen atau Direktur menerbitkan pengesahan RPTKA.
(8) Rancangan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) Angka (1) dibuat oleh Pemberi Kerja TKA paling sedikit memuat pengaturan sebagaiaman diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9) Rancangan Perjanjian Kerja dan Surat Pernyataan Pemberi Kerja TKA sebagaiaman dimaksud pada ayat (1) Huruf (b) sesuai dengan dalam Format 1 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 13
(1) Pengesahan RPTKA dilakukan oleh:
a. Dirjen untuk Pemberi Kerja TKA yang memekerjakan TKA sebanyak 50 (lima puluh) orang atau lebih; atau
b. Direktur untuk Pemberi Kerja TKA yang memekerjakan TKA kurang dari 50 (lima puluh) orang.
Pasal 14
(1) Pemberi Kerja TKA yang memekerjakan TKA untuk Pekerjaan Darurat dan Mendesak wajib memiliki RPTKA.
(2) Paling lambat 2 (dua) hari setelah TKA dipekerjakan, Pemberi Kerja TKA wajib mengajukan permohonan RPTKA kepada Dirjen atau Direktur melalui TKA Online.
(3) dalam hal permohonan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lengkap, Dirjen atau Direktur menerbitkan pengesahan RPTKA dalam waktu paling lama 1 (satu) hari kerja.
(4) Pengesahan RPTKA untuk Pekerjaan Bersifat Darurat dan Mendesak diterbitkan paling lama 1 (satu)bulan dan tidak dapat diperpanjang.
Pasal 15
(1) Pemberi Kerja TKA yang memekerjakan TKA untuk Pekerjaan Bersifat Sementara wajib memiliki RPTKA.
(2) RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk:
a. pembuatan film yang bersifat komersial dan telah mendapat izin dari instansi yang berwenang;
b. melakukan audit, kendali mutu produksi, atau inspeksi pada cabang perusahaan di Indonesia untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) bulan;
c. pekerjaan yang berhubungan dengan pemasangan mesin, elektrikal, layanan purna jual, atau produk dalam masa penjajakan usaha; atau
d. Usaha Jasa Impresariat.
(3) Pemberi Kerja TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan permohonan RPTKA kepada Dirjen atau Direktur melalui TKA Online dengan mengisi dan mengunggah dokumen sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 ayat (1).
(4) Dalam hal permohonan RPTKA telah lengkap, Dirjen atau Direktur menerbitkan pengesahan RPTKA paling alma 2 (dua) hari kerja.
(5) Pengesahan RPTKA untuk Pekerjaan Bersifat Sementara diterbitkan paling lama 6 (enam) bulan dan tidak dapat diperpanjang.
Pasal 16
(1) Pemberi Kerja TKA dapat mengajukan permohonan perubahan RPTKA sebelum berakhirnya jangka waktu RPTKA.
(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. nama Pemberi Kerja TKA;
b. alamat Pemberi Kerja TKA;
c. lokasi kerja TKA;
d. jabatan TKA;
e. jumlah TKA;
f. jangka waktu;
g. sektor usaha; dan/atau
h. jumlah Tenaga Kerja Pendamping.
Pasal 18
(1) Pemberi Kerja TKA yang akan memekerjakan TKA, wajib melakukan permohonan Notifikasi kepada Dirjen.
(2) Permohonan Notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan Pemberi Kerja TKA dengan melengkapi data calon TKA melalui TKA Online, dengan cara: a. mengisi: ...
Pasal 22
Pemberi Kerja TKA yang memekerjakan TKA sebagai anggota direksi atau anggota dewan komisaris dengan kepemilikan saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan pejabat diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing dikecualikan dari Notifikasi.
Pasal 33
(1) Pemberi Kerja TKA wajib melaporkan pelaksanaan penggunaan TKA setiap 1 (satu) tahun kepada Dirjen.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pelaksanaan penggunaan TKA, dan/atau
b. pelaksanaan pendidikan dan pelatihan Tenaga Kerja Pendamping.
(3) Dalam hal perjanjian kerja TKA berakhir atau diakhiri sebelum jangka waktu perjanjian kerja, Pemberi Kerja TKA wajib melaporkan berakhirnya penggunaan TKA kepada Dirjen melalui TKA Online.
Pasal 38
Dalam hal Pengawas Ketenagakerjaan menemukan TKA melakukan pelanggaran norma ketenagakerjaan, Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja merekomenasikan kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk dilakukan tindakan keimigrasian terhadap TKA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 39
(1) Sanksi administratif terdiri dari:
a. penundaan pelayanan;
b. penghentian sementara proses perizinan TKA;
c. pencabutan Notifikasi; dan/atau
d. sanksi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi administratif berupa penundaan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) diberikan kepada Pemberi Kerja TKA yang melakukan pelanggaran:
a. tidak mengikut-sertakan TKA dalam program asuransi di perusahaan asuransi berbadan hukum Indonesia yang bekerja kurang dari 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) Huruf (c);
b. tidak mengikut-sertakan TKA dalam program Jaminan Sosial Nasional yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) Huruf (d);
c. tidak melaporkan setiap tahun keapda Menteri terkait pelaksanaan penggunaan TKA dan/atau pelaksanaan pendidikan dan pelatihan Tenaga kerja Pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayaat (1); dan/atau
d. tidak melaporkan berakhirnya penggunaan TKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3).
(3) Sanksi administratif berupa penghentian sementara proses perizinan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Huruf (b) diberikan kepada Pemberi Kerja TKA yang melakukan pelanggaran:
a. tidak memiliki RPTKA yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) Huruf (a);
b. tidak menunjuk Tenaga Kerja Pendamping dalam rangka alih teknologi dan keahlian TKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (4) Huruf (e);
c. tidak melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi Tenaga Kerja Pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) Huruf (f); dan/atau
d. tidak memfasilitasi pendiikan dan pelatihan Bahasa Indonesia kepada TKA yang dipekerjakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) Huruf (g).
(4) Sanksi administratif berupa pencabutan Notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Huruf (c), diberikan kepada Pemberi Kerja TKA yang melakukan pelanggaran:
a. memekerjakan TKA pada jabatan-jabatan yang tidak boleh diisi oleh TKA atau jabatan yang tertutup bagi TKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (3); dan/atau
b. tidak membayar DKP-TKA untuk setiap TKA yang dipekerjakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) Huruf (b) dan Pasal 24 ayat(3).
(5) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dalam Keputusan Dirjen.
(6) Pencabutan Notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Dirjen merekomendasikan kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk dilakukan tindakan keimigrasian terhadap TKA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 40
(1) Dalam hal Pemberi Kerja TKA telah melaksanakan kewajiban, Dirjen menetapkan pencabutan sanksi penundaan pelayanan atau penghentian sementara proses perizinan TKA.
Apakah norma-norma yang terkandung dalam peraturan diatas lebih bersifat “pro” terhadap tenaga kerja lokal atau justru pemerintah selaku regulator tampaknya lebih memihak pada kalangan TKA, tidak ada pilihan lain selain membandingkannya dengan norma-norma dalam regulasi yang berlaku sebelumnya.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.
Berikut dibawah ini perbandingan dengan peraturan yang lama terkait penggunaan Tenaga Kerja Asing.
LEGAL OPINION