LEGAL OPINION
Question: Bukankah aturan hukumnya, jika sudah menempati objek tanah selama lebih dari 20 tahun, atau bahkan 30 tahun, maka yang menempati tanah berhak menjadi pemilik sah atas tanah? Saya sudah menyewa rumah ini selama hampir 35 tahun.
Brief Answer: Baik dalam regulasi perihal penghunian oleh bukan pemilik maupun praktik litigasi, hubungan sewa-menyewa tidak melahirkan hak kepemilikan atas objek sewa benda tak bergerak meski pihak penyewa telah menyewa selama lebih dari 30 tahun sekalipun.
Baik penghunian liar maupun penghunian bukan pemilik dari hubungan sewa-menyewa yang berakhir masa sewanya, tidak dapat dimaknai sebagai memberikan hak bagi penghuni untuk menuntut uang pindah (sering disebut dengan istilah “uang kerohiman”).
Karena bagaimanapun penyewa akan dimaknai sebagai telah wanprestasi bila tidak mengindahkan masa sewa dalam perjanjian sewa—terlebih menghuni tanpa perjanjian penghunian apapun (pemukim liar). Begitupula pemukim liar, yang sejatinya harus membayar sewa kepada negara, namun kemudian menuntut ganti-rugi dari negara, adalah pendirian yang tidak pada tempatnya.
Secara sosiologis, semua orang berminat untuk tinggal dan berdagang di kota besar, namun bukan artinya dirinya dengan demikian menjadi berhak untuk membuka lapak secara liar atau menjadi pemukim liar yang tidak berkewajiban untuk ditertibkan.
Begitupula kerena rezim hukum pertanahan di Tanah Air masih mengakui praktik partikelir, sehingga menafikan fakta sosial bahwasannya masih banyak warga negara yang belum memiliki kebutuhan pokok bernama “papan” alias rumah tinggal untuk bernaung, sehingga hanya mampu menyewa dari para tuan tanah.
PEMBAHASAN:
Jangankan 30 tahun, selama 50 tahun menyewa objek tanah sekalipun, tidak melahirkan hak kepemilikan bagi pihak penyewa, sebagaimana SHIETRA & PARTNERS dapat merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa penghunian register Nomor 87 K/Pdt/2014 tanggal 28 Mei 2014, perkara antara:
- NY. LANNY SUGIARTO alias HON PIT LAN, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- Ny. SYARIFAH AISJAH BINTI AGIL, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Penggugat saat ini menguasai sebidang tanah seluas ± 2.000 M2 yang Penggugat sewa dari Tn. Abdurrahman Bin Abu Bakar Alaydrus yang mengaku sebagai kuasa dari ahli waris Tn. Agil dan Ali Alaydrus pada tanggal 6 Juni 1962, yang merupakan bagian dari tanah Persil Reg Van Eigendom Vervonding Nomor 4245 yang saat ini dikenal dengan jalan Pangeran Jayakarta Nomor 62 Kelurahan Mangga Dua Selatan, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Diatasnya berdiri bangunan Penggugat yang dikenal dengan pabrik kaleng ‘Gaya Tunggal’. Riwayat objek sengketa adalah sebagai berikut: Tanah seluas + 3500 M2 yang dikuasai oleh Tn. Laij Soetj Khoen yang di atasnya berdiri bangunan kayu dioperkan haknya oleh Tn. Laij Soetj Khoen kepada Ong Tjin Nam pada tanggal 1 Mei 1961 dan bangunan kayu tersebut dijadikan Ong Tjin Nam sebagai pabrik kaleng.
Atas pengoperan hak bangunan tersebut, Ong Tjin Nam membuat perjanjian pula dengan Tn. Abdurrahman Bin Abu Bakar Alaydrus yang mengaku sebagai kuasa ahli waris Tn. Agil dan Ali Alaydrus sebagai pemilik tanah Eigendom Verponding Nomor 4245 tersebut sebagaimana perjanjian sewa-menyewa tanggal 1 Mei 1961.
Kemudian dari Ong Tjin Nam objek sengketa pada tanggal 7 Juni 1962 dioverkan kepada Penggugat. Sebelum pengoveran pabrik berlangsung, secara resmi Penggugat juga membuat perjanjian sewa-menyewa dengan Tn. Abdurrahman Bin Abu Bakar Alaydrus sebagai kuasa Pemegang hak Eigendom Verponding Nomor 4245, yaitu Tn. Agil dan Ali Alaydrus sebagaimana perjanjian sewa-menyewa tanah tanggal 6 juni 1962.
Atas bidang tanah Eigendom Verponding tersebut ada beberapa kali pengoperan kepada pihak lain yang diketahui oleh Tn. Abdurrahman Bin Abu Bakar Alaydrus, dan sejak Tahun 1966 objek tanah telah mulai penggugat kuasai ± 2.000 M2 sampai saat ini, dimana diatasnya berdiri bangunan permanen yang dikenal dengan Pabrik kaleng ‘Gaya Tunggal’ milik Penggugat dengan ratusan pekerjanya.
Selama puluhan tahun Penggugat tetap melakukan pembayaran sewa tanah sebagaimana mestinya, dan didalam perjanjian sewa-menyewa tersebut terdapat klausula: ‘Bahwa, perjanjian sewa-menyewa ini dimulai sejak tanggal 6 Juni 1962 sampai dengan batas waktu yang tidak dapat ditentukan.’ sebagai kesepakatan bersama yang berlaku sebagai undang-undang bagi pembuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata).
Karena Penggugat terlalu sibuk mengurus pabriknya tersebut, Penggugat tidak terlalu perduli atas terbitnya sertifikat Hak milik (SHM) Nomor 19/Mangga Dua Selatan tanggal 23 November 1974 atas nama Tergugat yang katanya sebagai ahli waris dari Tn. Agil dan Ali Alaydrus dan Penggugat tetap membayar sewa kepada Tergugat dengan sebagaimana mestinya, dan karena Penggugat saat ini sudah cukup tua maka pengelolaan pabrik Penggugat serahkan kepada anak Penggugat, dimana Penggugat tetap tinggal di tanah objek sengketa.
Tiba-tiba saja pada bulan November 2009, Penggugat mendapat berita dari anak Penggugat bahwa Tergugat dan Walikota Jakarta Pusat menyuruh Penggugat pindah dari objek sengketa dengan hanya sekedar uang pindah dan tanpa alasan hukum yang jelas, dan tentu saja Penggugat berkeberatan sebab yang memiliki hak atas objek sengketa adalah Penggugat bukan anak Penggugat, dan Penggugat telah menguasai objek sengketa hampir mencapai 50 (lima puluh) tahun dan berharap Negara dapat memperhatikan hak-hak Penggugat, demikian Penggugat mendalilkan.
Didalilkan pula, bahwa Penggugatlah yang harus mendapatkan skala prioritas untuk mendapatkan hak atas objek sengketa, karena Penggugat menguasai objek sengketa dalam kurun waktu yang cukup panjang, bukan oleh Tergugat yang notabene tinggal jauh dari lahan objek sengketa, sehingga sangat berdasar hukum jika lahirnya SHM Nomor 19/Mangga Dua Selatan atas nama Tergugat harus dinyatakan cacat hukum.
Menanggapi gugatan Penggugat, Tergugat mengajukan gugatan balik (rekonpensi), dengan dalil bahwa gugatan Penggugat tidak mempunyai dasar hukum, hanya akal-akalan Sutjipto Sugiarto yang memperalat ibunya sendiri yang bernama Ny. Lanny Sugiarto alias Hon Pit Lan, padahal Penggugat tidak ada kaitan apa-apa dengan tanah milik Tergugat dengan cara memanfaatkan Penggugat agar dapat tetap menempati tanah milik Tergugat secara gratis tanpa batas waktu, dan tidak menyerahkan objek tanah kepada pemiliknya, sehingga Penggugat telah melakukan perbuatan melawan Hukum.
Pada tanggal 24 Februari 1987, Tergugat melaporkan mengenai adanya tindak pidana pemalsuan ke hadapan Polda Metro Jaya kepada penghuninya (i.c. Sutjipto Sugiarto) diatas tanah kepunyaan Tergugat, berlanjut hingga disidangkan dan diadili Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan putusannya tertanggal 5 November 1992 Nomor 50/VIII/PID/B/1992/PN.Jkt.Pst. yang amar vonisnya berbunyi antara lain :
“Mengadili:
- Menyatakan, bahwa Terdakwa terbukti secara sah menurut hukum melakukan tindak pidana pemalsuan;
- Mengembalikan sebidang tanah seluas 1960 M² yang terletak di Jalan Pangeran Jayakarta Nomor 62 M, kelurahan Mangga Dua Selatan, Jakarta Pusat kepada saksi Ny. Sjarifah Aisjah.”
Pernah juga ada instruksi Gubernur KDKI Jakarta Nomor 003/1.754/I/1981 tertanggal 30 Januari 1981 dimana Walikota Jakarta Pusat mendapat instruksi dari gubernur, sebagai berikut:
1. Segera membongkar semua bangunan tanpa ijin/liar yang berdiri di atas tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 19 di Jalan Jayakarta Nomor 38 A, (belakang) Kelurahan Mangga Dua Selatan, Jakarta Pusat;
2. Menyerahkan tanah tersebut dalam keadaan kosong kepada pemilik tanah yang syah yaitu Sdr. Syarifah Aisjah binti Agil;
3. Agar dalam melaksanakan pembongkaran–pembongkaran tersebut dijalankan dengan tertib dan bekerjasama dengan Aparat Muspida setempat.”
Terhadap gugatan Penggugat dan gugatan balik Tergugat, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 124/PDT.G/2011/PN.JKT.PST tanggal 21 Desember 2011, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Tentang eksepsi tersebut Majelis tidak sependapat, karena meskipun Badan Pertanahan sebagai pihak yang menerbitkan Sertifikat dimaksud tidak menjadi pihak dalam perkara ini, putusan perkara ini dapat dijadikan dasar untuk membatalkan Sertifikat dimaksud kepada Badan Pertanahan;
“Menimbang, bahwa perjanjian sewa-menyewa tanah objek sengketa (vide bukti P-3) terjadi antara Penggugat dengan Abdulrrahman bin Abubakar Alaydrus yang bertindak sebagai kuasa dari ahli waris Tuan Agil dan Alaydrus, sejak tahun 1962 dan berlaku tanpa batas waktu. Bahwa perjanjian sewa-menyewa seperti ini, tidak dapat dipertahankan karena diperjanjikan tanpa batas waktu, dan tidak ada kepastian siapa sebenarnya ahli waris yang sah dari Tuan Agil dan Alaydrus sehingga dapat berhak menyewakan tanah terperkara tersebut kepada Penggugat;
“Menimbang, bahwa dengan terbitnya sertifikat Hak Milik Nomor 19/Mangga Dua Selatan, atas nama Sjarifah Aisjah bin Agil bin Idroes Alaydroes tersebut, maka Perjanjian Sewa Menyewa Tanah tanggal 6 Juni 1962 antara Penggugat dengan Abdulrrahman bin Abubakar Alaydrus yang bertindak sebagai kuasa dari ahli waris Tuan Agil dan Alaydrus, tidak dapat dipertahankan lagi dan perlu diperbaharui/diperjanjikan kembali antara Penggugat dengan Tergugat Ny. Sjarifah Aisjah bin Agil bin Idroes Alaydroes sebagai pemilik tanah yang sah;
“Menimbang, bahwa mengenai alasan dari Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi menguasai tanah dan bangunan objek sengketa karena ‘sewa’, telah dipertimbangkan oleh Majelis Hakim. Perjanjian Sewa Menyewa yang ditandatangani antara Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi dengan Abdulrrahman bin Abubakar Alaydrus sejak tanggal 6 Juni 1962, yang berlangsung tanpa batas waktu, tidak dapat dipertahankan dan tidak dapat dijadikan alasan oleh Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi untuk tetap menguasai tanah dan bangunan sengketa;
“Menimbang, bahwa melalui bukti T - 1, yaitu berupa sertifikat Hak Milik Nomor 19/Mangga Dua Selatan, Jalan Pangeran Jayakarta, nama pemegang hak Sjarifah Aisjah bin Agil bin Idroes Alaydroes, tahun 1974. Tergugat dapat membuktikan bahwa tanah objek sengketa dalam perkara a quo adalah hak milik Tergugat.
“Menimbang, bahwa perbuatan Tergugat yang telah meminta agar Penggugat (yang menguasai tanah milik Tergugat) segera pindah / meninggalkan tanah milik Tergugat sebagaimana dalam dalil gugatan Penggugat, menurut pendapat Majelis Hakim perbuatan Tergugat tersebut tidak bertentangan dengan kewenangan hukum yang dimiliki oleh Tergugat.
“Bahwa Tergugat sebagai pemilik tanah, berhak atas tanah miliknya dan menguasai tanah miliknya tersebut. Tergugat sebagai pemilik sah atas tanah a quo, hak dan kepentingannya harus dijamin dan dilindungi oleh hukum/undang-undang;
“Menimbang, bahwa tindakan Tergugat yang telah meminta agar Penggugat atau pihak siapapun yang menguasai tanah milik Tergugat tersebut untuk segera pindah/meninggalkan tanah milik Tergugat yang menjadi objek sengketa dalam perkara a quo, perbuatan/tindakan Tergugat tersebut tidak melanggar hak subjektif Penggugat atau siapapun yang menguasai tanah terperkara, oleh karena tanah tersebut dalam perkara a quo adalah tanah milik Tergugat;
“MENGADILI :
Dalam Konvensi
Tentang Eksepsi
- Menolak eksepsi Tergugat tersebut;
Tentang Pokok Perkara
- Menolak gugatan Penggugat Konvensi untuk seluruhnya;
Dalam Rekonvensi
- Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonvensi Ny. Syarifah Aisyah Binti Agil untuk sebahagian;
- Menyatakan Tergugat Rekonvensi Ny. Lanny Sugiarto alias Hot Pin Lan telah melakukan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian kepada Penggugat Rekonvensi;
- Menyatakan sebidang tanah seluas 1960 M2 yang terletak di Jalan Pangeran Jayakarta Nomor 62 M, Kelurahan Mangga Dua Selatan, Jakarta Pusat adalah sah milik Penggugat Rekonvensi Ny. Syarifah Aisyah Binti Agil;
- Menghukum Tergugat Rekonvensi Ny. Lanny Sugiarto alias Hot Pin Lan dan atau siapapun yang mendapat hak daripadanya untuk mengosongkan tanah sengketa dan menyerahkan tanah sengketa tersebut di Jalan Pangeran Jayakarta Nomor 62-M, Kelurahan Mangga Dua Selatan, Jakarta Pusat kepada Penggugat Rekonvensi Ny. Syarifah Aisyah Binti Agil;
- Menghukum Tergugat Rekonvensi Ny. Lanny Sugiarto alias Hot Pin Lan dan atau siapapun yang mendapat hak daripadanya menguasai tanah sengketa, membayar uang paksa setiap kali lalai melaksanakan isi putusan mengosongkan tanah perkara dan menyerahkannya kepada Penggugat Rekonvensi Ny. Syarifah Aisyah Binti Agil, sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per-hari, sejak putusan dalam perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
- Menghukum Tergugat Rekonvensi Ny. Lanny Sugiarto alias Hot Pin Lan dan atau siapapun yang mendapat hak daripadanya menguasai tanah sengketa, untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat Rekonvensi Ny. Syarifah Aisyah Binti Agil sebesar Rp2.950.000.000,00 (dua miliar sembilan ratus lima puluh juta rupiah);
- Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi yang lain dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding, atas permohonan Penggugat, putusan Pengadilan Negeri tersebut kemudian diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan Putusan Nomor 477/PDT/2012/PT.DKI tanggal 1 Mei 2013, dengan amar sebagai berikut :
- Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi;
- Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 21 Desember 2011 Nomor 124/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst. sebagai berikut:
Dalam Konvensi:
Tentang Eksepsi:
- Menolak Eksepsi Tergugat tersebut;
Tentang Pokok Perkara :
- Menolak gugatan Penggugat Konvensi untuk seluruhnya
Dalam Rekonvensi:
- Menyatakan Tergugat Rekonvensi Ny. Lanny Sugiarto alias Hot Pin Lan telah melakukan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian kepada Penggugat Rekonvensi;
- Menyatakan sebidang tanah seluas 1960 M2 yang terletak di Jalan Pangeran Jayakarta Nomor 62 M, Kelurahan Mangga Dua Selatan, Jakarta Pusat adalah sah milik Penggugat Rekonvensi Ny. Syarifah Aisyah Binti Agil;
- Menghukum Tergugat Rekonvensi Ny. Lanny Sugiarto alias Hot Pin Lan dan atau siapapun yang mendapat hak dari padanya untuk mengosongkan tanah sengketa dan menyerahkan tanah sengketa tersebut di Jalan Pangeran Jayakarta Nomor 62 M, Kelurahan Mangga Dua Selatan, Jakarta Pusat kepada Penggugat Rekonvensi Ny. Syarifah Aisyah Binti Agil;
- Menghukum Tergugat Rekonvensi Ny. Lanny Sugiarto alias Hot Pin Lan dan atau siapapun yang mendapat hak dari padanya menguasai tanah sengketa, membayar uang paksa setiap kali lalai melaksanakan isi putusan mengosongkan tanah perkara dan menyerahkannya kepada Penggugat Rekonvensi Ny. Syarifah Aisyah Binti Agil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per-hari, sejak putusan dalam perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
- Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi yang lain dan selebihnya.”
Sang penyewa mengajukan upaya hukum kasasi, dengan tanpa mau menyadari berbagai kekeliruan yang telah dilakukannya, mengajukan keberatan atas putusan Pengadilan Tinggi, dengan merujuk putusan MA Nomor 1976 K/Sip/PDT/1994 tanggal 30 Mei 1996 yang menyebutkan:
“Merujuk kepada Kep. Men. Sos. Nomor 11 Tahun 1977 dalam hal SIP yang dimiliki oleh para penyewa sudah habis dan tidak atau belum diperpanjang, maka beralasan untuk menghukum para penyewa untuk mengosongkan tanah dan rumah terperkara, namun dikaitkan dengan kedudukan ekonomi antara pihak yang menyewakan dengan para penyewa ternyata lebih lemah dari pihak yang menyewakan, maka pihak yang menyewakan berkewajiban untuk membayar pesangon kepada para penyewa guna mencari tempat tinggal pengganti yang layak sebesar 25 % dari harga pasaran dan rumah sengketa.”
Penggugat merujuk pula Pasal 2 ayat (1) huruf b, Pasal 2 ayat (2) dan ayat (5) Kep. Men. Sos. Nomor 11 Tahun 1977, yang menyebutkan:
- Pasal 2 ayat (1) huruf b :
“Dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam ayat (2) a, maka besarnya luas rumah pengganti paling kecil 75% dari rumah yang diganti.”
- Pasal 2 ayat (2):
“Dalam hal rumah/tempat dipakai untuk keperluan lain dari pada untuk tempat tinggal (untuk toko, perusahaan dan sebagainya) maka besarnya/luasnya rumah/tempat pengganti harus sepadan dengan rumah/tempat yang akan diganti.”
- Pasal 2 ayat (5):
“Di samping letak rumah/tempat tersebut, maka bagi rumah/tempat yang dipakai untuk keperluan lain dari pada untuk tempat tinggal (untuk toko/perusahaan dan sebagainya) perlu diperhatikan pula hal-hal yang mempengaruhi penggunaannya (missal dengan pasar, stasiun, daerah yang banyak penduduknya dan sebagainya). Dalam hal ini ditentukan yang sepadan pula.”
Dimana terhadap keberatan-keberatan sang penyewa, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah memeriksa secara saksama memori kasasi tanggal 18 September 2013 dan jawaban memori tanggal 11 Oktober 2013 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Tinggi Jakarta yang memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum karena putusan dan pertimbangan hukumnya telah tepat dan benar dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Judex Facti menolak gugatan Penggugat Konvensi seluruhnya karena Penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil Gugatan dan sebaliknya Tergugat telah dapat membuktikan sangkalannya secara jelas tepat dan beralasan yang kemudian jadi dalil-dalil pembuktian untuk gugatan rekonvensi sehingga Judex Facti mengabulkan gugatan rekonvensi dari Tergugat/Penggugat Rekonvensi mengingat tanah sengketa adalah milik Tergugat Konvensi/Pengugat Rekonvensi sehingga gugatan rekonvensi dikabulkan dan penguasaan tanah yang dilakukan oleh Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi adalah merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan Tergugat Konvensi/Pengugat Rekonvensi sehingga Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi/Pemohon Kasasi dihukum mengembalikan tanah obyek sengketa pada Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi Jakarta dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Ny. Lanny Sugiarto alias Hon Pit Lan tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Ny. LANNY SUGIARTO alias HON PIT LAN tersebut.”
Menyadari kesalahan tetaplah lebih bijaksana, atau setidaknya meminta pandangan hukum dari seseorang yang paham seluk-beluk aspek hukum pertanahan di Tanah Air secara objektif. Ketimbang secara “gelap mata” mengajukan gugatan, yang berujung pada rusaknya reputasi, alih-alih dikabulkan justru berujung pada digugat-baliknya pihak penggugat oleh pihak tergugat.
SHIETRA & PARTNERS menyebutnya sebagai: suatu sengketa yang sebetulnya tidak perlu ada bila pihak penggugat mau berkonsultasi dengan seorang konsultan hukum yang netral, untuk dapat mengetahui hak dan kewajiban dirinya di mata hukum. Alangkah bijaknya bila sang penyewa bersikap “besar jiwa” dan mau menerima uang pindah yang ditawarkan sang pemilik tanah.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.