LEGAL
OPINION
Question: Lahan kami rencananya akan kena proyek pembebasan
tanah oleh pemerintah. Pada dasarnya dari pihak kami tidak keberatan jika
memang untuk kepentingan umum. Tapi, jika nantinya saya tak sepakat dengan
besar angka ganti rugi dari Pemda, saya bisa gugat ke mana? Ada yang bilang gugat
ke PTUN. Tapi ada juga yang bilang, itu kewenangan Pengadilan Negeri. Mana yang
benar?
Brief Answer: Secara teoretis, surat keputusan (penetapan / beschikking) merupakan kompetensi
absolut Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), termasuk penetapan berjenis
“Umum—Konkret” seperti Surat Keputusan Gubernur terkait Upah Minimum Regional,
sebagaimana telah dinyatakan secara resmi oleh Mahkamah Agung RI. Bahkan,
perilaku dan setiap perbuatan hukum setiap pejabat/badan hukum publik (termasuk
memberi besaran ganti rugi) dikategorikan sebagai Keputusan Pejabat Tata Usaha
Negara.
Antara penentuan besaran nilai
ganti rugi dengan surat keputusan gubernur, bupati, atau walikota tentang
penetapan lokasi pembangunan sebenarnya adalah satu kesatuan paket kebijakan
pemerintah daerah, sehingga menjadi ganjil bila terdapat dualitas kompetensi
peradilan yang berwenang memeriksa dan memutus.
SHIETRA & PARTNERS
mensinyalir, besaran ganti-rugi tidak berupa surat keputusan ataupun
dalam bentuk penetapan pejabat daerah—disinilah celah hukum bagi oknum aparatur
“bermain” dan “memancing di air keruh”. Bila dasarnya hanyalah nominal yang
tercantum dalam dokumen hasil penilaian Penilai (appraisal), maka besaran estimasi harga hak atas tanah akan terbagi
menjadi dua kelompok hasil penilaian: harga pasar dan harga NJOP/likuidasi.
Dasar manakah yang akan dipakai, inilah celah hukumnya, sehingga SHIETRA &
PARTNERS berani membuat kesimpulan bahwa penentuan besaran ganti-rugi tanpa
berbentuk penetapan pejabat daerah, adalah korup.
Namun tampaknya rezim pengadaan
tanah demi kepentingan umum memiliki “aturan main” tersendiri yang mau tidak
mau harus kita ikuti—selama tiada warga negara yang mengajukan uji materiil
terhadap ketentuan normatif tersebut. Hingga saat tulisan ini disusun, Mahkamah
Agung masih berpendirian bahwa yang menjadi yurisdiksi sengketa terkait besaran
nilai ganti-rugi pembebasan hak atas tanah merupakan kewenangan Pengadilan
Negeri.
Perlu diingat dengan saksama, keberatan
atas besaran nilai ganti-rugi tersebut wajib diajukan paling lambat 14 (empat
belas) Hari setelah hasil Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian yang tidak Anda
sepakati.
PEMBAHASAN:
Berikut SHIETRA & PARTNERS memberi beberapa penegasan terhadap beberapa
kaidah normatif yang paling relevan untuk diketahui sebagai berikut:
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2016
TENTANG TATA CARA PENGAJUAN
KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN
TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan Pasal 37
dan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum, penetapan bentuk dan/atau besarnya ganti
kerugian dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum didasarkan pada
musyawarah antara lembaga pertanahan dengan pihak yang berhak, dan dalam hal
musyawarah penetapan ganti kerugian tidak mencapai kesepakatan, pihak
yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri untuk
memutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian;
b. bahwa sesuai dengan Pasal 39
dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk
dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil musyawarah penetapan ganti
kerugian tetapi tidak mengajukan keberatan ke pengadilan negeri atau
menolak putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, ganti
kerugian dititipkan di pengadilan negeri;
c. bahwa untuk kelancaran
pemeriksaan keberatan dan penitipan ganti kerugian ke pengadilan negeri dalam pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara
Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke Pengadilan Negeri dalam
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4958);
2. Undang-Undang Nomor 49 Tahun
2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 158,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5077);
3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 157 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076);
4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5280);
5. Peraturan Presiden Nomor 71
Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum, sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 30 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 71
Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 55).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MAHKAMAH
AGUNG TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE
PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN
UMUM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Mahkamah Agung
ini yang dimaksud dengan:
1. Pengadaan Tanah
adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak
dan adil kepada pihak yang berhak;
2. Instansi yang Memerlukan
Tanah adalah lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah
nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan Badan Hukum
Milik Negara/Badan Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan khusus pemerintah
atau badan usaha yang mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian dari lembaga
negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, dan Badan Hukum Milik Negara/Badan Usaha Milik
Negara yang mendapat penugasan khusus pemerintah dalam rangka penyediaan infrastruktur
untuk kepentingan umum;
3. Ganti Kerugian adalah
penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses
pengadaan tanah;
4. Musyawarah Penetapan
Ganti Kerugian adalah musyawarah yang dilakukan oleh lembaga pertanahan
selaku pelaksana pengadaan tanah dengan pihak yang berhak atau kuasanya dan
mengikutsertakan Instansi yang Memerlukan Tanah untuk memperoleh kesepakatan mengenai
bentuk dan/atau besar ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian Ganti Kerugian
dari penilai atau penilai publik yang hasilnya dituangkan dalam
berita acara hasil musyawarah penetapan ganti kerugian;
5. Keberatan adalah permohonan
yang diajukan secara tertulis ke pengadilan oleh pihak yang berhak terhadap
bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan Musyawarah Penetapan Ganti
Kerugian;
6. Pemohon Keberatan
adalah pihak yang berhak yang mengajukan Keberatan ke pengadilan negeri yang
terdiri atas perseorangan, badan hukum, badan sosial, badan keagamaan, atau
instansi pemerintah yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang meliputi: a. pemegang
hak atas tanah; b. pemegang hak pengelolaan; c. nadzir untuk tanah wakaf;
d. pemilik tanah bekas milik adat; e. masyarakat hukum adat; f. pihak
yang menguasai tanah negara dengan iktikad baik; g. pemegang dasar
penguasaan atas tanah; dan/atau h. pemilik bangunan, tanaman,
atau benda lain yang berkaitan dengan tanah. [Note SHIETRA & PARTNERS:
Kaidah diatas dapat mengkriminalisasi pihak pemerintah itu sendiri. Sebabnya,
pemukim liar dapat menolak digusur selama pemerintah tidak memberi ganti-rugi
atas penguasaan tanah yang dilakukan sang pemukim selama puluhan tahun,
disamping sang pemukim liar merupakan pemilik bangunan.]
7. Termohon Keberatan
adalah lembaga pertanahan sebagai lembaga pemerintah yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pertanahan yang terdiri atas Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi atau Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sesuai
dengan hierarkinya yang secara nyata menjadi ketua pelaksana pengadaan tanah
dan Instansi yang memerlukan tanah;
8. Pelaksana Pengadaan Tanah
adalah tim yang dibentuk dan diketuai oleh Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
sesuai dengan hierarkinya untuk melaksanakan pengadaan pertanahan;
9. Hakim adalah hakim
tunggal atau majelis hakim yang memeriksa dan memutus Keberatan;
10. Penitipan Ganti Kerugian
adalah penyimpanan Ganti Kerugian berupa uang kepada pengadilan oleh Instansi
yang memerlukan tanah dalam hal pihak yang berhak menolak besarnya Ganti
Kerugian berdasarkan hasil Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian tetapi tidak
mengajukan Keberatan ke pengadilan, menolak putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, atau dalam keadaan tertentu yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan;
11. Jadwal Sidang adalah
pembagian waktu berdasarkan tahapan persidangan secara berurutan mulai dari
sidang pertama hingga pengucapan putusan yang ditetapkan oleh Hakim;
12. Pengadilan adalah
Pengadilan Negeri;
13. Hari adalah hari
kerja.
BAB II
KEBERATAN TERHADAP BENTUK
DAN/ATAU BESARNYA GANTI KERUGIAN BERDASARKAN MUSYAWARAH PENETAPAN GANTI
KERUGIAN
Bagian Kesatu Kewenangan
Pengadilan, Kedudukan Hukum Pemohon, dan Pengajuan Keberatan
Pasal 2
Pengadilan berwenang memeriksa,
mengadili, memutus dan menyelesaikan Keberatan terhadap bentuk dan/atau
besarnya ganti kerugian yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Penetapan Ganti
Kerugian.
Pasal 3
Keberatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 diajukan dalam bentuk permohonan. [Note SHIETRA &
PARTNERS: Perhatikan, formatnya ialah “Permohonan”, bukan “Gugatan”—meski,
penulis menilai lebih tepat bila dikategorikan sebagai gugatan (contradictoir).]
Pasal 4
Keberatan dapat diajukan oleh:
a. pihak yang berhak atau
kuasanya yang hadir tetapi menolak hasil Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian;
dan/atau
b. pihak yang berhak yang tidak
hadir dan tidak memberikan kuasa yang menolak hasil Musyawarah Penetapan Ganti
Kerugian.
Pasal 5
Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diajukan paling
lama 14 (empat belas) Hari setelah hasil Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian.
Bagian Kedua Persyaratan
Pengajuan Keberatan
Pasal 6
(1) Keberatan diajukan secara
tertulis dalam Bahasa Indonesia oleh Pemohon Keberatan atau kuasanya yang
memuat:
a. identitas Pemohon Keberatan;
1) dalam hal Pemohon Keberatan
orang perseorangan, memuat nama, umur, tempat tinggal, dan pekerjaan Pemohon
Keberatan dan/atau kuasanya;
2) dalam hal Pemohon Keberatan
badan hukum perdata, memuat nama badan hukum perdata, tempat kedudukan,
identitas orang yang berwenang untuk mewakili badan hukum perdata tersebut di
Pengadilan, dan/atau identitas kuasanya apabila diwakili kuasa;
3) dalam hal Pemohon Keberatan
instansi pemerintah, memuat nama instansi pemerintah, tempat kedudukan,
pimpinan instansi yang bertindak untuk dan atas nama instansi pemerintah
tersebut;
4) dalam hal Pemohon Keberatan
masyarakat hukum adat, memuat nama masyarakat hukum adat yang masih hidup,
alamat masyarakat hukum adat, dan fungsionaris masyarakat hukum adat tersebut;
b. identitas termohon
keberatan, memuat:
1) nama dan tempat kedudukan Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi atau Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota; dan
2) nama dan tempat kedudukan
Instansi yang memerlukan tanah;
c. penyebutan secara lengkap
dan jelas penetapan lokasi pembangunan;
d. penyebutan waktu dan tempat
pelaksanaan serta berita acara hasil Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian, dalam
hal Pemohon Keberatan mempunyai dokumen berita acara hasil Musyawarah
Penetapan Ganti Kerugian;
e. uraian yang menjadi dasar
Keberatan:
1) kedudukan hukum Pemohon
Keberatan sebagai pihak yang berhak;
2) penjelasan pengajuan
Keberatan masih dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah hasil
Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian dalam hal Pemohon Keberatan mempunyai
dokumen berita acara hasil Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian;
3) alasan-alasan Keberatan
menyebutkan secara jelas hal-hal yang pada pokoknya menerangkan bahwa bentuk
dan/atau besarnya Ganti Kerugian merugikan Pemohon Keberatan;
f. hal pokok yang dimohonkan
dalam permohonan:
1) mengabulkan Keberatan dari
Pemohon Keberatan;
2) menetapkan bentuk dan/atau
besarnya Ganti Kerugian sesuai tuntutan Pemohon Keberatan; [Note SHIETRA
& PARTNERS: Yang dimaksud dengan “bentuk” ganti rugi, bisa berupa “tukar
guling” bidang tanah, semisal, memberi pemegang hak atas tanah bidang tanah
lain sebagai konstruksi hukum tukar-menukar. Inilah yang kerap tidak diketahui
oleh para pemegang hak yang terkena proyek pengadaan tanah.]
3) menghukum Termohon Keberatan
untuk melaksanakan pemberian Ganti Kerugian sesuai tuntutan Pemohon Keberatan;
4) menghukum Terrmohon
Keberatan untuk membayar biaya perkara.
(2) Keberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), selain diajukan dalam bentuk tertulis dan dapat juga
disertai dalam format digital yang disimpan secara elektronik dalam media
penyimpanan berupa cakram padat atau serupa dengan itu. (diharmonisasi).
Pasal 7
Keberatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ditandatangani oleh Pemohon Keberatan atau kuasanya dengan
dilampiri alat bukti pendahuluan berupa:
a. bukti yang berkaitan dengan
identitas Pemohon Keberatan:
1) dalam hal Keberatan diajukan
oleh orang perseorangan, berupa fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu
identitas lainnya yang sah;
2) dalam hal Keberatan diajukan
oleh badan hukum perdata yang telah berbadan hukum, berupa fotocopy surat
keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang pengesahan badan hukum
atau akta pendirian bagi perserikatan perdata lainya, fotocopy keputusan
pengangkatan orang yang mewakili badan hukum atau perserikatan perdata lainnya
serta fotocopy KTP atau kartu identitas lainnya yang sah;
3) dalam hal Keberatan diajukan
oleh instansi pemerintah, berupa fotocopy surat keputusan pengangkatan atau
surat penunjukan atau surat tugas dari pimpinan instansi pemerintah tersebut;
4) dalam hal Keberatan diajukan
oleh masyarakat hukum adat yang masih hidup, berupa fotocopy kartu identitas fungsionaris
masyarakat hukum adat tersebut.
b. fotocopy alat bukti surat
untuk membuktikan Pemohon sebagai pihak yang berhak atas objek pengadaan tanah.
Bagian Ketiga
Tata Cara Pengajuan Keberatan
Pasal 8
(1) Keberatan diajukan kepada
Pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi lokasi objek Pengadaan Tanah.
(2) Panitera wajib melakukan
penelitian administrasi Keberatan dan memeriksa alat bukti pendahuluan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7.
(3) Dalam hal berkas Keberatan
telah lengkap, panitera memberikan tanda terima setelah Pemohon Keberatan
membayar panjar biaya perkara melalui bank.
Pasal 9
Fotocopy alat bukti pendahuluan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf a, dan b, wajib dibubuhi meterai cukup
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Registrasi Perkara dan
Penjadwalan Persidangan
Pasal 10
(1) Keberatan yang sudah
lengkap dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3)
dicatat dalam Buku Register Perkara Gugatan dan diberi nomor
perkara.
(2) Dalam hal Pemohon Keberatan
mencabut Keberatan yang telah dicatat dalam Buku Register Perkara Gugatan,
Ketua Pengadilan atau Hakim menerbitkan Penetapan Pencabutan.
Pasal 11
(1) Panitera menyerahkan berkas
perkara yang sudah diregister kepada Ketua Pengadilan.
(2) Ketua Pengadilan menunjuk
Hakim yang memeriksa dan mengadili Keberatan tersebut dan panitera menunjuk
panitera pengganti.
(3) Hakim menerbitkan penetapan
hari sidang pertama dengan memuat pula rencana Jadwal Sidang.
(4) Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) dilaksanakan pada hari yang sama.
(5) Rencana Jadwal Sidang
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi pemeriksaan persidangan yang
dimulai dari sidang pertama sampai dengan putusan.
(6) Rencana Jadwal Sidang
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang sudah ditetapkan menjadi Jadwal
Sidang bersifat mengikat, dan tidak ditaatinya Jadwal Sidang menyebabkan
hilangnya hak atau kesempatan bagi pihak yang bersangkutan untuk berproses
kecuali terdapat alasan yang sah.
Bagian Kelima Pemanggilan dan
Pemeriksaan Persidangan
Paragraf 1
Panggilan Sidang
Pasal 12
(1) Panggilan sidang pertama
disertai dengan:
a. Penetapan Hakim yang memuat
hari dan tanggal sidang pertama dan rencana Jadwal Sidang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (3);
b. perintah bagi Pemohon
Keberatan untuk melengkapi bukti-bukti lain selain yang diuraikan dalam Pasal
7;
c. perintah bagi Termohon
Keberatan untuk menyampaikan alat-alat bukti; dan
d. perintah untuk mempersiapkan
saksi dan/atau ahli yang diajukan dalam persidangan sesuai rencana Jadwal
Sidang yang telah ditetapkan, dalam hal Pemohon Keberatan dan/atau Termohon
Keberatan bermaksud mengajukan saksi dan/atau ahli.
(2) Panggilan sidang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh juru sita atau juru sita
pengganti.
(3) Panggilan sidang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah diterima oleh Pemohon Keberatan
dan Termohon Keberatan atau kuasanya dalam jangka waktu paling lama
3 (tiga) hari sebelum hari persidangan. [Note SHIETRA & PARTNERS:
Semestinya tertulis “paling sedikit” sudah harus diterima oleh Pemohon
Keberatan 3 hari sebelum Hari-H.]
(4) Panggilan sidang berikutnya
dilakukan oleh juru sita atau juru sita pengganti dengan melampirkan perubahan
Jadwal Sidang.
Paragraf 2
Pemeriksaan Persidangan
Pasal 13
(1) Pengadilan wajib memutus
Keberatan mengenai bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian paling lama 30
(tiga puluh) hari sejak perkara diregister di kepaniteraan Pengadilan.
(2) Pemeriksaan persidangan
dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal Pemohon Keberatan
tidak hadir pada hari sidang pertama dan tidak mengirimkan wakil atau kuasanya
yang sah meskipun telah dipanggil secara sah dan patut, dilakukan pemanggilan
satu kali lagi.
(4) Dalam hal Pemohon Keberatan
kembali tidak hadir pada hari sidang kedua, Keberatan dinyatakan gugur.
(5) Dalam hal Termohon
Keberatan tidak hadir pada hari sidang pertama dan tidak mengirimkan wakil atau
kuasanya yang sah meskipun telah dipanggil secara sah dan patut, dilakukan
pemanggilan satu kali lagi.
(6) Dalam hal Termohon
Keberatan kembali tidak hadir pada hari sidang kedua, pemeriksaan dilanjutkan
tanpa hadirnya Termohon Keberatan dengan tetap melakukan pembuktian. [Note
SHIETRA & PARTNERS: Konstruksi hukum acara tersebut diatas merupakan
tipikal “gugatan” (contradictoir),
bukan “permohonan” (voluntair).]
Bagian Kedua
Pembuktian
Pasal 14
(1) Pemeriksaan persidangan
dilakukan tanpa menempuh prosedur mediasi sebagaimana diatur dalam Peraturan
Mahkamah Agung tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, namun Hakim tetap
mengupayakan perdamaian di antara para pihak sampai dengan sebelum pengucapan
putusan. [Note SHIETRA & PARTNERS: Konstruksi hukum acara dalam ayat ini
cukup baik, dan seyogianya diterapkan pula dalam hukum acara gugatan biasa,
karena selama ini pemisahan proses mediasi hanya menjadi formalitas yang
membuang waktu dan energi pada praktiknya. Seyogianya mediasi diberlakukan
secara paralel dengan jalannya pemeriksaan terhadap gugatan, bila para pihak
sepakat menunjuk hakim pengadilan sebagai mediator.]
(2) Dalam hal para pihak
mencapai perdamaian dalam pemeriksaan persidangan dan berkehendak untuk
dikuatkan dalam akta perdamaian, Hakim menerbitkan akta perdamaian.
(3) Pemeriksaan persidangan
meliputi:
a. pembacaan Keberatan Pemohon;
b. jawaban Termohon Keberatan;
c. pemeriksaan alat-alat bukti;
dan
d. pengucapan putusan.
(4) Pemeriksaan persidangan
dilakukan tanpa pengajuan eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik, dan
kesimpulan oleh para pihak. [Note SHIETRA & PARTNERS: menyerupai konstruksi
hukum small clain court.]
Pasal 15
(1) Dalam hal Pemohon Keberatan
mengajukan permohonan pencabutan Keberatan, Hakim menerbitkan penetapan
pencabutan Keberatan.
(2) Penetapan sebagaimana
dimaksud ayat (1) diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, dengan
memerintahkan kepada panitera untuk mencoret Keberatan dari Buku Register
Perkara Gugatan, dan salinannya disampaikan kepada para pihak.
(3) Dalam hal Pemohon Keberatan
lebih dari satu dan sebagian dari Pemohon Keberatan mengundurkan diri atau
mencabut Keberatan, maka pemeriksaan persidangan dilanjutkan tanpa
mengikutsertakan Pemohon Keberatan yang mengundurkan diri atau mencabut
Keberatan tersebut.
(4) Pengunduran diri sebagian
Pemohon Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimuat dalam pertimbangan
putusan.
(5) Panitera mengeluarkan surat
keterangan pengunduran diri atau pencabutan Keberatan sebagian Pemohon
Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan berita acara sidang.
Paragraf 3
Pembuktian
Pasal 16
Alat-alat bukti terdiri dari:
a. surat atau tulisan;
b. saksi atau ahli;
c. persangkaan;
d. pengakuan;
e. sumpah; dan/atau
f. alat bukti lain berupa informasi
elektronik atau dokumen elektronik.
Pasal 17
Saksi dan/atau ahli dapat
diajukan oleh para pihak atau dipanggil atas perintah Pengadilan.
[Note SHIETRA & PARTNERS: Konsepsi sub
poena tersebut diatas mengadopsi hukum acara Anglo Saxon, meski hingga saat
ini pada praktiknya di Indonesia tampaknya masih diberlakukan “separuh hati”
oleh pengadilan.]
Pasal 18
Alat bukti informasi elektronik atau dokumen elektronik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf f dapat berupa rekaman data atau
informasi yang dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan
atau tanpa bantuan sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik
apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa
tulisan, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, atau angka yang memiliki
makna.
Paragraf 4
Putusan
Pasal 19
Putusan atas Keberatan terhadap
bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian dibuat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dengan sekurang-kurangnya memuat:
a. identitas para pihak;
b. maksud dan tujuan Keberatan;
c. kedudukan hukum Pemohon
Keberatan;
d. penjelasan tenggang waktu
pengajuan Keberatan;
e. pertimbangan Hakim tentang
Keberatan Pemohon Keberatan;
f. dasar hukum;
g. amar putusan;
h. kehadiran para pihak pada
hari pengucapan putusan.
Pasal 20
Amar putusan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 19 huruf g pada pokoknya memuat:
a. dalam hal Keberatan
dikabulkan:
1. mengabulkan Keberatan
Pemohon Keberatan;
2. menetapkan bentuk dan/atau
besarnya Ganti Kerugian:
3. menghukum Termohon Keberatan
untuk melaksanakan pemberian Ganti Kerugian kepada Pemohon Keberatan sesuai
dengan bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian yang ditetapkan;
4. menghukum Termohon Keberatan
untuk membayar biaya perkara;
b. dalam hal Keberatan ditolak:
1. menolak Keberatan Pemohon
Keberatan;
2. menghukum Pemohon Keberatan
untuk membayar biaya perkara;
c. dalam hal Pemohon Keberatan
tidak pernah hadir dalam persidangan dan tidak mengirimkan wakil atau kuasanya
yang sah walaupun telah dipanggil secara sah dan patut 2 (dua) kali
berturut-turut:
1. menyatakan Keberatan Pemohon
Keberatan gugur;
2. menghukum Pemohon Keberatan
untuk membayar biaya perkara;
d. dalam hal Pemohon Keberatan
tidak mempunyai kedudukan hukum, diajukan melewati tenggang waktu, dan/atau
Keberatan tidak memenuhi syarat formal lainnya:
1. menyatakan Keberatan Pemohon
Keberatan tidak dapat diterima;
2. menghukum Pemohon Keberatan
untuk membayar biaya perkara;
e. dalam hal Pengadilan tidak
berwenang mengadili:
1. menyatakan Pengadilan tidak
berwenang untuk memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan Keberatan;
2. menghukum Pemohon Keberatan
untuk membayar biaya perkara.
Bagian Keenam
Upaya Hukum terhadap Putusan
Pengadilan
Pasal 21
(1) Para Pihak dapat
mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan kepada Mahkamah
Agung Republik Indonesia.
(2) Permohonan kasasi diajukan
paling lama 14 (empat belas) hari sejak putusan Pengadilan diucapkan dalam
persidangan terbuka untuk umum yang dihadiri oleh para pihak.
(3) Dalam hal pihak yang
mengajukan kasasi tidak hadir pada sidang pengucapan putusan Pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tenggang waktu pengajuan kasasi dihitung
sejak diterimanya pemberitahuan putusan.
(4) Memori kasasi diajukan
paling lama 7 (tujuh) hari sejak pernyataan kasasi.
(5) Pemberitahuan memori kasasi
kepada Termohon kasasi oleh panitera dikirim paling lama 1 (satu) hari setelah
memori kasasi tersebut diterima oleh kepaniteraan Pengadilan.
(6) Termohon kasasi dapat
mengajukan kontra memori kasasi paling lama 7 (tujuh) hari sejak pemberitahuan
dan penyerahan memori kasasi melalui Pengadilan.
(7) Pengiriman berkas kasasi
paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterima memori / kontra memori kasasi.
(8) Pengiriman berkas
(hardcopy) didahului dengan pengiriman dokumen elektronik (softcopy).
(9) Pengiriman berkas (hardcopy)
ditujukan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui pos surat tercatat
dengan kelengkapan berkas sebagaimana mestinya.
(10) Panjar biaya perkara
ditaksir oleh panitera dan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan dengan surat
keputusan.
Pasal 22
Mahkamah Agung Republik
Indonesia wajib memutus permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan kasasi diregistrasi.
Pasal 23
Putusan kasasi merupakan putusan akhir yang bersifat
final dan mengikat yang tidak tersedia upaya hukum peninjauan kembali.
BAB III
PENITIPAN GANTI KERUGIAN
Bagian Kesatu
Persyaratan Penitipan Ganti
Kerugian
Pasal 24
(1) Instansi yang memerlukan
tanah dapat mengajukan permohonan Penitipan Ganti Kerugian kepada Pengadilan
dalam hal memenuhi satu atau lebih keadaan berikut ini:
a. pihak yang berhak menolak
bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil Musyawarah Penetapan
Ganti Kerugian tetapi tidak mengajukan Keberatan ke Pengadilan;
b. pihak yang berhak menolak bentuk
dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. pihak yang berhak tidak
diketahui keberadaannya;
d. objek pengadaan tanah yang
akan diberikan Ganti Kerugian:
1) sedang menjadi objek
perkara di pengadilan;
2) masih dipersengketakan
kepemilikannya;
3) diletakkan sita oleh
pejabat yang berwenang;
4) menjadi jaminan di bank.
(2) Bentuk Ganti Kerugian yang
dapat dititipkan di Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa uang
dalam mata uang rupiah.
Pasal 25
(1) Permohonan Penitipan Ganti
Kerugian diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia oleh Pemohon atau
kuasanya yang paling sedikit memuat:
a. identitas Pemohon:
1) dalam hal Pemohon instansi
pemerintah, meliputi nama instansi pemerintah, tempat kedudukan, pimpinan
instansi yang bertindak untuk dan atas nama instansi pemerintah tersebut dan
identitas kuasanya apabila diwakili kuasa;
2) dalam hal Pemohon Badan
Hukum Milik Negara/Badan Usaha Milik Negara/Daerah/Badan Hukum perdata lainnya,
meliputi nama badan hukum, tempat kedudukan, identitas orang yang yang
berwenang untuk mewakili badan hukum tersebut di Pengadilan, dan identitas
kuasanya apabila diwakili kuasa;
b. identitas Termohon;
1) dalam hal Termohon orang
perorangan, meliputi nama, tempat tinggal, dan hubungan hukum dengan objek
pengadaan tanah sebagai pihak yang berhak;
2) dalam hal Termohon badan
hukum perdata, meliputi nama badan hukum perdata, tempat kedudukan dan hubungan
hukum dengan objek pengadaaan tanah sebagai pihak yang berhak;
3) dalam hal Termohon instansi
pemerintah, meliputi nama instansi pemerintah, tempat kedudukan, dan hubungan
hukum dengan objek pengadaaan tanah sebagai pihak yang berhak;
4) dalam hal Termohon
masyarakat hukum adat, meliputi nama masyarakat hukum adat, alamat masyarakat
hukum adat, fungsionaris masyarakat hukum adat dan hubungan hukum dengan objek
pengadaaan tanah sebagai pihak yang berhak;
c. uraian yang menjadi dasar
permohonan Penitipan Ganti Kerugian yang sekurang-kurangnya meliputi:
1) hubungan hukum Pemohon
dengan objek pengadaan tanah;
2) hubungan hukum Termohon
dengan objek pengadaan tanah sebagai pihak yang berhak;
3) penyebutan secara lengkap
dan jelas surat keputusan gubernur, bupati, atau walikota tentang penetapan
lokasi pembangunan;
4) penyebutan besarnya nilai
Ganti Kerugian berdasarkan penilaian penilai atau penilai publik;
5) penyebutan waktu dan tempat
pelaksanaan serta berita acara hasil Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian;
6) penyebutan putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dalam hal terdapat
putusan tersebut;
7) penolakan Termohon atas
bentuk dan/atau besar ganti kerugian berdasarkan Musyawarah Penetapan Ganti
Kerugian atau putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
8) besaran nilai Ganti Kerugian
yang akan dibayarkan oleh Pemohon kepada Termohon secara jelas, lengkap dan
rinci; dan
9) waktu, tempat, dan cara
pembayaran Ganti Kerugian.
d. Hal yang dimohonkan untuk
ditetapkan:
1) mengabulkan permohonan
Pemohon;
2) menyatakan sah dan berharga
Penitipan Ganti Kerugian dengan menyebutkan jumlah besarnya ganti kerugian,
data fisik dan data yuridis bidang tanah dan/atau bangunan serta pihak yang
berhak menerima; dan
3) pembebanan biaya perkara.
(2) Permohonan Penitipan Ganti
Kerugian ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya dengan dilampiri dokumen
pendukung sekurang-kurangnya berupa:
a. bukti yang berkaitan dengan
identitas Pemohon:
1) dalam hal Pemohon instansi
pemerintah, berupa fotocopy surat keputusan pengangkatan / penunjukan / tugas pimpinan
instansi pemerintah tersebut;
2) dalam hal Pemohon Badan
Hukum Milik Negara/Badan Usaha Milik Negara/Daerah/badan hukum perdata lainnya,
berupa fotocopy surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang
pengesahan badan hukum, foto copy keputusan pengangkatan orang yang mewakili
badan hukum di Pengadilan serta fotocopy KTP atau kartu identitas lainnya yang
sah.
b. fotocopy surat keputusan
gubernur atau bupati/walikota tentang penetapan lokasi pembangunan yang
menunjukkan Pemohon sebagai Instansi yang memerlukan tanah;
c. fotocopy dokumen untuk
membuktikan Termohon sebagai pihak yang berhak atas objek pengadaan tanah;
d. fotocopy surat dari penilai
atau penilai publik perihal nilai Ganti Kerugian;
e. fotocopy berita acara hasil
Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian;
f. fotocopy salinan putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dalam hal sudah terdapat
putusan;
g. fotocopy surat penolakan
Termohon atas bentuk dan/atau besar Ganti Kerugian berdasarkan Musyawarah
Penetapan Ganti Kerugian atau putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, jika telah ada;
h. fotocopy dokumen surat
gugatan atau keterangan dari panitera pengadilan yang bersangkutan dalam hal
objek pengadaan tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian sedang menjadi objek
perkara di pengadilan atau masih dipersengketakan kepemilikannya;
i. fotocopy surat keputusan
peletakan sita atau surat keterangan pejabat yang meletakkan sita dalam hal
objek pengadaan tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian diletakkan sita oleh
pejabat yang berwenang;
j. fotocopy surat keterangan
bank dan Sertifikat Hak Tanggungan dalam hal objek pengadaan tanah yang akan
diberikan Ganti Kerugian menjadi jaminan di bank.
(3) Dalam hal berkas permohonan
penitipan Ganti Kerugian dinilai lengkap, Panitera memberikan Tanda Terima
Berkas setelah Pemohon membayar panjar biaya melalui bank.
Bagian Kedua
Registrasi Permohonan
Pasal 26
(1) Permohonan penitipan Ganti
Kerugian yang sudah lengkap dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (3) dicatat dalam Buku Register Konsinyasi dan diberi nomor.
(2) Dalam hal Pemohon mencabut
permohonan yang telah dicatat dalam Buku Register Konsinyasi tetapi berkas
permohonan belum disampaikan kepada Ketua Pengadilan, Panitera menerbitkan akta
pencabutan permohonan dan diberitahukan kepada Pemohon disertai dengan pengembalian
berkas permohonan.
Bagian Ketiga
Penawaran Pembayaran
Pasal 27
(1) Panitera menyampaikan
berkas permohonan yang sudah diregistrasi kepada Ketua Pengadilan.
(2) Ketua Pengadilan
menerbitkan penetapan yang memerintahkan Juru Sita Pengadilan dengan disertai
oleh 2 (dua) orang saksi untuk melakukan penawaran pembayaran kepada Termohon
di tempat tinggal Termohon.
(3) Juru Sita dengan disertai 2
(dua) orang saksi menjalankan perintah Ketua Pengadilan tersebut dengan
mendatangi Termohon di tempat tinggal Termohon.
(4) Juru Sita menyampaikan
langsung kepada Termohon atau kuasanya kehendak untuk menawarkan pembayaran
uang sejumlah nilai Ganti Kerugian yang diajukan Pemohon kepada Termohon
berikut segala akibat dari penolakan penawaran pembayaran tersebut.
(5) Juru Sita membuat berita
acara tentang pernyataan kesediaan untuk menerima atau menolak uang Ganti
Kerugian yang ditawarkan tersebut dengan ditandatangani oleh Juru Sita, saksi-saksi
dan Termohon.
(6) Tidak ditandatanganinya
berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mempengaruhi keabsahan
berita acara.
(7) Salinan berita acara
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan pula kepada Termohon.
Pasal 28
Juru Sita melaporkan
pelaksanaan penawaran pembayaran Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada Pasal
27 kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera dengan melampirkan berita acara
pernyataan kesediaan untuk menerima atau menolak uang Ganti Kerugian.
Bagian Keempat
Penetapan dan Penyimpanan Uang
Ganti Kerugian
Pasal 29
(1) Dalam hal Termohon menolak
untuk menerima uang sejumlah nilai Ganti Kerugian yang ditawarkan untuk
dibayar, Ketua Pengadilan menetapkan hari sidang untuk memeriksa permohonan
penitipan Ganti Kerugian dan memerintahkan Juru Sita untuk memanggil Pemohon
dan Termohon yang akan dilaksanakan pada hari, tanggal dan jam dengan membuat
berita acara tentang pemberitahuan akan dilakukan penyimpanan terhadap uang
Ganti Kerugian di kas Kepaniteraan Pengadilan.
(2) Ketua Pengadilan menerbitkan
penetapan dengan amar:
a. mengabulkan permohonan
Pemohon;
b. menyatakan sah dan menerima
Penitipan Ganti Kerugian dengan menyebutkan jumlah besaran ganti kerugian, data
fisik dan data yuridis bidang tanah dan/atau bangunan serta pihak yang berhak
menerima;
c. memerintahkan panitera untuk
melakukan penyimpanan uang Ganti Kerugian dan memberitahukannya kepada
Termohon;
d. membebankan biaya perkara
kepada Pemohon.
(3) Panitera membuat berita
acara penyimpanan penitipan uang Ganti Kerugian yang ditandatangani oleh
Panitera, Pemohon dan 2 (dua) orang saksi dengan menyebutkan jumlah dan
rinciannya untuk disimpan dalam kas Kepaniteraan Pengadilan sebagai uang penitipan
Ganti Kerugian.
(4) Salinan berita acara
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan pula kepada Pemohon dan
Termohon.
(5) Ketidakhadiran
Termohon dalam penyerahan uang Ganti Kerugian tidak menghalangi dilakukannya penyimpanan
uang Ganti Kerugian.
Bagian Kelima
Pengambilan Uang Penitipan
Ganti Kerugian
Pasal 30
Dalam hal pihak yang berhak
menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan Musyawarah
Penetapan Ganti Kerugian tetapi tidak mengajukan keberatan ke pengadilan
negeri atau menolak Ganti Kerugian berdasarkan putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, Ganti Kerugian dapat diambil di kepaniteraan
Pengadilan dalam waktu yang dikehendaki oleh pihak yang berhak disertai dengan
surat pengantar dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.
Pasal 31
(1) Dalam hal pihak yang
berhak menerima Ganti Kerugian tidak diketahui keberadaannya, Pelaksana
Pengadaan Tanah menyampaikan pemberitahuan mengenai ketidakberadaaan pihak yang
berhak secara tertulis kepada camat dan lurah/kepala desa atau nama lainnya.
(2) Dalam hal pihak yang berhak
telah diketahui keberadaannya, pihak yang berhak mengajukan permohonan kepada
Pengadilan untuk mengambil Ganti Kerugian disertai dengan surat pengantar dari
Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.
Pasal 32
Dalam hal objek pengadaan tanah sedang menjadi objek
perkara di pengadilan atau masih dipersengketakan, Ganti Kerugian diambil oleh
pihak yang berhak di kepaniteraan Pengadilan setelah terdapat putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau akta perdamaian, disertai
dengan surat pengantar dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.
Pasal 33
Dalam hal objek pengadaan tanah diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang,
Ganti Kerugian diambil oleh pihak yang berhak di kepaniteraan Pengadilan
setelah adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau sita
telah diangkat, disertai dengan surat pengantar dari Ketua Pelaksana Pengadaan
Tanah.
Pasal 34
Dalam hal objek pengadaan tanah menjadi jaminan di bank, Ganti Kerugian dapat diambil
di kepaniteraan Pengadilan setelah adanya persetujuan dari pihak bank, disertai
dengan surat pengantar dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.
Pasal 35
(1) Dalam setiap pengambilan
Ganti Kerugian ke kepaniteraan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
sampai dengan Pasal 34, panitera membuat berita acara pengambilan uang
penitipan ganti kerugian yang ditandatangani oleh pihak yang berhak dan 2 (dua)
orang saksi.
(2) Apabila Tim Pelaksana
Pengadaan Tanah telah berakhir masa tugasnya, maka surat pengantar diterbitkan
oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi/Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 36
(1) Terhadap permohonan
Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian yang telah didaftarkan di Pengadilan
sebelum diundangkannya Peraturan Mahkamah Agung ini dan berkas perkara belum
diperiksa oleh Hakim, berlaku ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Agung ini.
(2) Terhadap perkara yang sudah
diperiksa dan diputus oleh Pengadilan setelah diundangkannya Peraturan Mahkamah
Agung ini, maka proses pengajuan kasasinya tunduk pada Peraturan Mahkamah Agung
ini.
Pasal 37
Ketentuan Hukum Acara Perdata tetap berlaku sepanjang
tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Mahkamah Agung ini.
BAB V
PENUTUP
Pasal 38
Peraturan Mahkamah Agung ini
mulai berlaku pada tanggal diundangkan
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Mahkamah Agung ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia Ditetapkan di Jakarta pada
tanggal 19 April 2016
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
INDONESIA
ttd
MUHAMMAD HATTA ALI
Diundangkan di Jakarta pada
tanggal 20 April 2016
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
©
SHIETRA & PARTNERS Copyright.