Penyalahgunaan Hak (Misbruik Van Recht), telaah Kasus Penguasaan Tanah

LEGAL OPINION
Question: Model bidang tanah yang kami beli adalah model kluster pemukiman kecil, dimana para penghuni kluster ini adalah orang-orang yang saling memiliki hubungan keluarga. Saya membeli salah satu bidang rumah pada kluster ini, lalu dikerjai oleh para pemilik bidang tanah lain dalam kluster dengan saling bersekongkol untuk mendirikan gedung baru di tanah yang selama ini menjadi akses keluar rumah saya, sehingga menyulitkan keluarga saya untuk keluar-masuk rumah karena praktis semua jalan dalam kluster memang dikuasai oleh sertifikat tanah milik para penghuni kluster yang menjadi tetangga saya, meski mestinya ada fasilitas umum dan fasilitas sosial berupa jalan yang diserahkan kepada pemerintah oleh pihak pengembang. Bagaimana ini?
Brief Answer: Salah satu resiko perumahan kluster model inklusif demikian memang berpotensi terjadi, karena tiadanya fasilitas umum maupun fasilitas sosial yang diserahkan kepada negara karena perumahan kluster kecil demikian biasanya dibangun oleh para orang-orang yang memiliki hubungan sanak keluarga, dimana sertifikat bidang tanah dipecah-pecah, dibangun rumah, sebelum kemudian dijual kepada masyarakat. Hukum dalam praktiknya mengenal konsep penyalah-gunaan hak (misburik van recht), artinya tak dapat seseorang menyalah-gunakan kewenangannya dengan tanpa suatu alasan yang patut, menimbulkan kerugian bagi pihak lain, dapat dihukum berdasarkan kriteria “Perbuatan Melawan Hukum”.
PEMBAHASAN:
Terdapat kasus yang cukup mewakili, sekaligus ironis ketika menyimak kronologinya, yakni putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang perkara gugatan perdata register Nomor 41/Pdt.G/2009/PN.TPI tanggal 16 Februari 2010, sengketa antara:
- Herry Rudianto als Sui In, sebagai Penggugat; melawan
- 8 (delapan) orang, sebagai Tergugat I—VIII; dan
- Badan Pertanahan Nasional Pusat Cq. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kepulauan Riau Cq. Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Tanjung Pinang, selaku Tergugat IX.
Penggugat merupakan pemilik sebidang tanah sertifikat Hak Milik (SHM) No. 72/Tanjungpinang, seluas 2.330 M2 yang dibeli dari Tergugat II—VIII, dimana batas utaranya adalah berbatas dengan jalan yang menuju akses ke lahan milik Penggugat seperti yang tertera dalam peta SHM No.72 yang merupakan pemisah dari SHM No. 169/1970.
Pada hari sabtu 16 Mei 2009, tanpa sepengetahuan dan seizin Penggugat, Tergugat I yang memperoleh Hak atas tanah dari Tergugat II, telah dengan sengaja menutup jalan umum yang telah dipergunakan oleh masyarakat yang berdiam di daerah sekitar lokasi untuk lalu-lintas jalan bagi kepentingan masyarakat, yang sudah belasan tahun yakni sejak tahun 1991.
Yang menjadi dasar aksi Tergugat I menutup jalan tersebut adalah karena Tergugat I telah membeli tanah berdasarkan SHM No. 1600 tanggal 3 Maret 2001 milik Tergugat II, yang telah dialihkan kepada Tergugat I pada tanggal 2 Mei 2008, dimana dalam peta SHM No.1600 yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Tanjungpinang (Tergugat IX) ternyata ada rencana jalan yang lain dari pada jalan yang sudah ada dalam peta SHM No.72 milik Penggugat, rencana jalan dimaksud adalah merupakan kesepakatan antar keluarga oleh Tergugat II s/d Tergugat VIII yang dilakukan setelah adanya jalan sesuai peta SHM No.72.
Saat ini pintu keluar-masuknya Penggugat dari rumah sudah tertutup oleh bangunan yang kemudian didirikan oleh Tergugat I. Perbuatan Tergugat II s/d Tergugat VIII yang bersepakat antar keluarga merubah rencana jalan dan rencana jalan mana telah dikeluarkan oleh Tergugat IX dalam SHM No.1600 dengan menerbitkan sertifikat, dan perbuatan Tergugat I yang membangun dan menutupi pintu keluar masuknya Penggugat, adalah merupakan Perbuatan Melawan Hukum.
Akibat perbuatan Melawan Hukum para Tergugat, mengakibatkan kerugian bagi Penggugat, sebagai berikut:
- Lori Pengugat sudah tidak bisa masuk menuju rumah Penggugat untuk diparkirkan di pekarangan milik Penggugat sehingga harus diparkirkan di pekarangan orang lain yang menimbulkan rasa was-was bagi Penggugat akan keselamatan lori tersebut;
- Penggugat merasa resah dan merasa tidak nyaman lagi, kerugian mana tidak dapat dinilai dengan uang, namun untuk memudahkannya Penggugat tetapkan sebesar Rp. 500.000.000,-.
Majelis Hakim kemudian membuat rumusan masalah sebagai berikut: Apakah perbuatan Tergugat II s/d Tergugat VIII yang bersepakat antar keluarga merubah rencana jalan dan rencana jalan mana telah dikeluarkan oleh Tergugat IX dalam sertifikat No.1600 milik dengan menerbitkan sertifikat dan perbuatan Tergugat I yang membangun dan menutupi pintu keluar masuknya Penggugat, adalah merupakan Perbuatan Melawan Hukum? Selengkapnya yang menjadi pertimbangan hukum Majelis Hakim:
“Menimbang, bahwa jika diteliti lebih lanjut tentang bukti P-1 dan P-3 tersebut di atas ternyata bahwa keberadaan tanah Sertifikat Hak Milik No. 00072 atas nama Penggugat yang diperoleh berdasarkan Akta Jual Beli tertanggal 18-2-1991 No. ... , dan sertifikat Hak Milik atas nama Maria yang diperoleh berdasarkan Akta Jual Beli tertanggal 17-12-1991 No. ... , kesemuanya itu adalah diperoleh berdasarkan Jual Beli dari para Tergugat yaitu Tergugat II, III, IV, V, VI dan VII (tidak disangkal oleh para Tergugat);
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah melakukan Pemeriksaan Setempat dan menemukan hal-hal sebagai berikut:
- Ada jalan yang telah lama keberadaannya dan merupakan akses jalan ke lokasi telah ada pagar yang terbuat dari batako setinggi lebih kurang 70 cm yang dibangun atas suruhan Tergugat II, pagar mana telah menghalangi kendaraan dan orang yang akan melintas jalan tersebut;
- Bahwa ada jalan lain yang menuju lokasi terperkara, akan tetapi jalan tersebut sangat miring dan jalan tersebut lebih baru keberadaannya jika dibandingkan dengan jalan yang sudah dilakukan penutupan oleh Tergugat II;
- Bahwa di depan pintu masuk rumah Penggugat yang semula jalan, telah ditutup oleh Tergugat I dengan batu miring (pondasi), sehingga akses jalan Penggugat keluar-masuk rumah tidak ada jalan lagi;
“Menimbang, bahwa Tanah dengan Sertifikat hak Milik No.00072 atas nama Penggugat seluas 2.330 M2 yang terletak di Kota Piring (Bt 6) Tanjung Pinang dengan Surat Ukur No.2621/91/R tertanggal 8 Juli 1991 (P-1), tanah dengan sertifikat hak guna Bangunan No.28 atas nama Pemilik Kopanda (Koperasi Angkutan Darat) seluas 92 meter2 (P-2) dan tanah Sertifikat Hak Milik atas nama Maria seluas 299 M2 (P-3) ternyata ketiga tanah tersebut di atas berbatasan / berjejer dan menghadap jalan yang sudah dilakukan penutupan oleh Tergugat II, (P-4), Pemeriksaan Setempat);
“Menimbang, bahwa sebelum Penggugat membeli tanah / rumah dari Tergugat III (alm), Penggugat menolong Tergugat III semasa hidupnya membebaskan tanah a quo yang pada saat itu menjadi jaminan di bank dengan cara membayar lebih kurang Rp.26.000.000,- (dua puluh enam juta rupiah) pada tahun 1990 apabila tidak dibebaskan oleh Penggugat tanah a quo telah dilelang oleh bank;
“Menimbang, bahwa oleh karena Penggugat menolong Tergugat III lah maka Penggugat membeli sebagian tanah dari Tergugat III alm (ibu dari Para Tergugat II sampai dengan Tergugat VIII) dan pada saat itu Tergugat III telah memberikan akses jalan keluar masuk tanah / rumah Penggugat sesuai sertifikat No. 00072 (P-1);
“Menimbang, bahwa Penggugat mendalilkan bahwa sejak dibeli pada tahun 1991, sebelah utaranya telah bersempadan dengan jalan yang menuju akses ke lahan milik Penggugat yang dituangkan dalam sertifikat Hak Milik No.00072 (P-1,saksi Muharif);
“Menimbang, bahwa Tergugat I yang membeli tanah dari Tergugat II pada saat pengukuran, seharusnya Tergugat I menghadirkan/memberitahukan pada pemilik tanah yang bersempadan dengannya (Penggugat) dalam hal ini tidak dilakukan, baik oleh Tergugat I sebagai pembeli dan Tergugat II sebagai Penjual, sehingga dalam hal ini Majelis Hakim menilai bahwa hal tersebut tidak lazim dalam hal jual beli tanah;
“Menimbang, bahwa seterusnya Tergugat II s/d Tergugat VIII telah bersepakat antar keluarga merubah rencana jalan seperti yang terdapat dalam sertifikat No. 00072 (P-1), sertifikat Hak Guna Bangunan No.28 (P-2) dan sertifikat Hak Milik No.00109 (P-3) dimana Jalan dalam surat ukur yang terdapat pada ketiga sertifikat tersebut adalah lurus menuju jalan raya, telah berubah menjadi sebagian tertutup (depan tanah hak milik No. 00072) memutar dan mendaki menuju jalan raya, sementara Jalan yang ada di depan tanah Hak Guna Bangunan No.28 dan depan tanah Hak Milik No.00109 sudah tidak ada lagi. Hal tersebut telah direalisasikan oleh Tergugat IX dalam Sertifikat Hak Milik No.1600 atas nama Catry Jintar (Tergugat I) yang bersal dari jual-beli antara Afrizal sebagai Penjual dan Catry Jintar sebagai pembeli tertanggal 02-05-2008 (TI-I);
“Menimbang, bahwa selanjutnya Tergugat I tanpa sepengetahuan dan seizin Penggugat telah dengan sengaja menutup jalan umum yang telah dipergunakan oleh masyarakat yang berdiam di sekitar lokasi a quo untuk lalu lintas sebagai jalan bagi kepentingan masyarakat sudah belasan tahun lamanya khususnya Penggugat sejak tahun 1991, walaupun sudah diberitahukan namun Tergugat I tidak peduli dan sekarang Tergugat I sudah sangat melampaui batas dengan cara menutup pintu yang merupakan akses keluar-masuk Penggugat sementara para Tergugat II, III, IV, V, VI, VII dan VIII mengetahui secara nyata bahwa Penggugat adalah berasal dari mereka (Pemeriksaan Setempat, saksi-saksi Muharaf dan Kamis);
“Menimbang, bahwa kalau diteliti keberadaan rencana jalan yang ada pada sertifikat No.00072 dibuat pada tahun 1991 (P-1) dan sertifikat Hak Milik No. 00109 dibuat pada tahun 1992 (P-3) ternyata rencana jalan yang ada dalam surat ukur kedua tanah tersebut sudah ada jauh sebelum adanya rencana jalan yang disepakati oleh para Tergugat II, III, IV, V, VI, VII dan VIII seperti terdapat dalam sertifikat Hak Milik atas nama Catry Jintar No.1600 (TI-1);
“Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan tersebut diatas, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa rencana jalan yang benar dan dapat dipedomani adalah seperti yang terdapat pada sertifikat Hak Milik No.00072 dibuat pada tahun 1991 (P-1) dan sertifikat Hak Milik No.00109 dibuat pada tahun 1992 (P-3), sehingga rencana jalan yang terdapat dalam sertifikat Hak Milik atas nama Catry Jintar No.1600 (TI-1) tidak dapat dipertimbangkan dan dikesampingkan dalam pembuktian perkara perkara ini;
“Menimbang, bahwa Tergugat I menyangkal bahwa tidak perlu minta izin atau persetujuan terlebih dulu dari Penggugat untuk membangun batu miring di atas tanah milik Tergugat I karena tergugat I memperolehnya dengan cara mengganti rugi tanah milik Tergugat II dan berdasarkan Pasal 4 Surat perjanjian kesepakatan Bersama, tertanggal 15 Nopember 2000 yang dibuat oleh ahli waris alm Anizar Achmad dan dilegalisasi oleh Chrsanty Pintaria, SH secara tegas menyebutkan bahwa berdasarkan kesepakatan bersama telah diperoleh denah letak tanah untuk setiap ahli waris sesuai sket gambar yang terdapat dalam Pasal 4 Surat Perjanjian Kesepakatan Bersama tersebut;
“Menimbang bahwa Tergugat I untuk membuktikan sangkalannya tersebut telah mengajukan bukti T.I-1 yang merupakan sertifikat Hak Milik No.1600 atas nama Tergugat I dibuat pada tahun 2001 yang pada surat ukurnya terdapat rencana jalan tidak sesuai dengan rencana jalan seperti yang terdapat pada sertifikat No. 00072 dibuat pada tahun 1991 (P-1) dan sertifikat Hak Milik No. 00109 dibuat pada tahun 1992 (P-3) hal mana telah dipertimbangkan bahwa sertifikat Hak Milik No.1600 atas nama Catry Jintar sepanjang yang menyangkut tentang rencana jalan yang terdapat di dalamnya tidak dapat dipertimbangkan dalam pembuktian perkara ini;
“Menimbang, bahwa Tergugat II, III, IV, V, VI, VII dan VIII telah menyangkal gugatan Penggugat dengan mendalilkan bahwa penutupan jalan sebagaimana didalilkan Penggugat memang bukan untuk jalan umum dan tidak benar rencana jalan berada pada tanah hak milik penggugat, yang sebenarnya rencana yang dimaksud Penggugat berada pada tanah-tanah para Tergugat;
“Menimbang, bahwa selain dari pada bukti-bukti tersebut diatas, Tergugat II, III, IV, V, VI, VII dan VIII telah mengajukan bukti-bukti (TII,IV,V,VII-1) yang merupakan Surat persetujuan ganti rugi antara Anizar Achmad sebagai Penjual dan Maria sebagai Pembeli pada 18 Maret 1985, (T.II,IV,V,VII-2) yang merupakan Surat Perjanjian Kesepakatan Bersama, (T.II,IV,V,VII-3) yang merupakan Surat Kematian atas nama alm Ny Aminah, (T.II,IV,V,VII-4) Sertifikat Kematian atas nama Jaenal, (T.II,IV,V,VII-7) yang merupakan Surat Pernyataan oleh Andri Yulisman, Erna Dewi, Afrizal LIzana Bin Anizar Achmad, Ali Akbar dan Akbariah yang isinya adalah menyatakan tentang adanya kesepakatan tentang pelepasan hak untuk menjadikan jalan (fasilitas Umum), (T.II,IV,V,VII-8) yang merupakan Akta Jual Beli dari Afrizal sebagai Penjual kepada Catry Jintar sebagai Pembeli;
“Menimbang, bahwa dari bukti (T.II,IV,V,VII-2) yang merupakan Surat Perjanjian Kesepakatan Bersama dihubungkan dengan bukti (T.II,IV,V,VII-7) yang merupakan Surat Pernyataan oleh Andri Yulisman, Erna, Afrizal Lizana Bin Anizar Achmad, Ali Akbar dan Akbariah yang isinya adalah menyatakan tentang adanya kesepakatan tentang pelepasan hak untuk menjadikan jalan (fasilitas Umum), Majelis Hakim berpendapat bahwa kesepakatan bersama dan Surat Pernyataan Bersama seperti tersebut diatas hanyalah mengikat orang orang yang turut memandatangani surat dimaksud, surat tersebut tidak lah boleh mengikat orang lain/tidak berlaku bagi orang yang tidak turut serta menandatangani surat tersebut, sedangkan bukti (T.II,IV,V,VII-3) yang merupakan Surat Kematian atas nama alm Ny.Aminah, (T.II, IV, V, VII-4) Sertifikat Kematian atas nama Jaenal adalah membuktikan bahwa Ny. Aminah dan Jaenal sudah meninggal dunia;
“Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan tersebut diatas, maka Majelis Hakim berpendapat dalil sangkalan yang diajukan Tergugat tersebut tidak konsekwen dan tidak mempu melumpuhkan dalil Penggugat yang menyangkut adanya rencana jalan sejak tahun 1991;
“Menimbang, bahwa Tergugat IX mendalilkan bahwa penerbitan sertifikat Hak Milik No. 1600 seluas 305 M2 atas nama Catry Jintar adalah berdasarkan penunjukan batas tanah oleh Tergugat II dan berdasarkan Daftar Tanah (buku Tanah) yang ada di kantor Pertanahan Kota Tanjungpinang saat dilaksanakan penerbitan sertifikat Hak Milik No. 1600 terhadap lokasi jalan yang dimaksudkan oleh Penggugat masih berada di dalam sertifikat Hak Milik No. 169 yang belum dilepaskan secara hukum oleh pemilik (orang tua Tergugat II sampai Tergugat VIII) untuk Jalan;
“Menimbang, bahwa sangkalan yang diajukan oleh Tergugat IX tersebut ternyata bertentangan dengan sertifikat yang telah dikeluarkannya yakni sertifikat No.00072 dibuat pada tahun 1991 (P-1) dan sertifikat Hak Milik No.00109 dibuat pada tahun 1992 (P-3) sehingga sangkalan Tergugat IX tersebut tidak berdasar dan dikesampingkan dalam pembuktian perkara ini;
“Menimbang, bahwa dari pertimbangan tersebut di atas maka Majelis berpendapat bahwa perbuatan Tergugat II s/d Tergugat VIII yang berpendapat antar keluarga merubah rencana jalan dan rencana jalan mana telah dikeluarkan oleh Tergugat IX dalam sertifikat No.1600 milik dengan menerbitkan sertifikat dan perbuatan Tergugat I yang membangun dan penutupi pintu keluar masuknya Penggugat, adalah merupakan Perbuatan Melawan Hukum, oleh karenanya petitum penggugat pada butir 1 dikabulkan untuk sebagian;
“Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat II s/d Tergugat VIII yang bersepakat antar keluarga merubah rencana jalan dan rencana jalan mana telah dikeluarkan oleh Tergugat IX dalam sertifikat No. 1600 milik dengan menerbitkan sertifikat dan perbuatan Tergugat I yang membangun dan menutupi pintu keluar masuknya Penggugat, adalah merupakan Perbuatan Melawan Hukum, maka adalah patut untuk mengabulkan Petitum butir tiga;
“Menimbang, bahwa oleh karena pembatalan sertifikat adalah merupakan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara, maka petitum nomor empat ditolak;
“Menimbang, bahwa, oleh perkara ini adalah Perkara Perbuatan Melawan Hukum penguasaan tanah terperkara oleh Tergugat dan sampai dengan perkara ini didaftar masih dalam penguasaan Tergugat, maka demi kepastian hukum, petitum Gugatan Penggugat pada butir 7 tentang dwangsom (ex Psl 606 RV) patut dikabulkan yang jumlahnya akan ditentukan dengan azas kepatutan yakni sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) setiap hari keterlambatan sampai dengan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
“Menimbang, bahwa oleh karena para Tergugat II s/d Tergugat VIII yang bersepakat antar keluarga merubah rencana jalan dan rencana jalan mana telah dikeluarkan oleh Tergugat IX dalam sertifikat No.1600 milik dengan menerbitkan sertifikat dan perbuatan Tergugat I yang membangun dan menutupi pintu keluar masuknya Penggugat, adalah merupakan Perbuatan Melawan Hukum, maka petitum No.8 (delapan) yang menyangkut tentang supaya Tergugat I segera mengosongkan lokasi tanah dan mengembalikannya kembali pada posisi jalan umum, dan petitum 9 (Sembilan) yang menyangkut tentang Tergugat II, III,IV, V, VI,VII dan VIII untuk merubah jalan yang dibuatnya dan menyesuaikan dengan posisi jalan yang telah ada sesuai dengan sertifikat Hak Milik No. 00072 milik Penggugat dan mengusulkan kembali kepada Tergugat IX, adalah patut untuk dikabulkan;
Dalam Rekonvensi.
“Menimbang, bahwa Penggugat Rekonvensi / Tergugat Konvensi dalam gugatan Rekonvensinya pada pokoknya mendalilkan hal-hal sebagai berikut:
“Bahwa berdasarkan Sertifikat hak Milik No.1600 dan surat ukur No.0409/MKP/2001 tanggal 3 Maret 2001 milik Tergugat II, maka secara juridis masih ada hak Tergugat II menuntut kepada Penggugat atas tindakan sewenang-wenang dimana tanah yang masih atas nama Tergugat II tersebut oleh dan akibat perbuatan Penggugat dalam konvensi menjadikan jalanan untuk dilalui untuk alat berat berupa lori dengan tanpa seizin Penggugat dalam rekonpensi sehingga tanah-tanah menjadi rusak sedangkan Tergugat dalam rekonpensi / Penggugat dalam konpensi telah menggunakan tanah tersebut selama 15 tahun lamanya tanpa memberi imbalan apapun kepada Tergugat II;
M E N G A D I L I
Dalam Konvensi:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan bahwa Sertifikat Hak Milik No. 00072 atas nama Herry Rudianto yang terletak di Desa Kota Piring (BT 6) Kota Tanjungpinang seluas 2330 M2 sesuai surat ukur No. ... tanggal 8 Juli 1991 yang telah dikuasai sejak tahun 1991 berdasarkan Akta Jual Beli No. ... tanggal 18 Februari 1991, adalah sah dan menjadi patokan atas penerbitan sertifikat lain yang bersempadan dikemudian hari;
3. Menyatakan para Tergugat (Tergugat I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, dan IX) telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
4. Menghukum para Tergugat (Tergugat I, II, III, IV, V, VI, VII dan VIII) secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) setiap harinya jika lalai melaksanakan isi putusan, sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
5. Memerintahkan kepada Tergugat I untuk segera mengosongkan lokasi tanah dan mengembalikan kembali posisi jalan umum yang selama ini ada dan digunakan oleh masyarakat kepada keadaan sedia kala;
6. Memerintahkan kepada Tergugat (Tergugat I, II, III, IV, V, VI, VII dan VIII) untuk merubah rencana jalan dan menyesuaikan dengan posisi jalan yang telah sesuai dengan Sertifikat Hak Milik No. 00072 milik Penggugat dan mengusulkan kembali kepada Tergugat IX;
7. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya;
Dalam Rekonpensi:
- Menolak gugatan Penggugat Rekonpensi / Tergugat Konvensi untuk seluruhnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.