Aturan Main PPATK (Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan)

LEGAL OPINION
Question: Sebenarnya apa yang menjadi aturan main PPATK? Semisal bila yang dimintainya adalah rahasia nasabah, bagaimana? Bagaimana juga dengan pihak penyelenggara jasa yang kemudian memberi informasi sensitif tersebut pada PPATK, adakah resiko hukum dari nasabah yang dapat dialamatkan kepada pihak kami? Hal ini penting untuk kami ketahui demi kepastian hukum kami sendiri yang terjepit berada di pihak tengah-tengah antara PPATK dan pengguna jasa kami.
Brief Answer: Pada prinsipnya setiap profesi / penyedia jasa dan/atau barang, dibebani hukum untuk bersikap kooperatif terhadap PPATK. Selama informasi / data, baik rahasia atau tidak rahasia diberikan secara patut kepada otoritas PPATK, maka undang-undang dibidang anti pencucian uang memberi imunitas baik secara pidana maupun secara perdata terhadap pelapor sekalipun oleh tuntutan maupun gugatan pengguna jasa / barang yang dilaporkan olehnya.
Hal kedua yang patut diketahui, bahwa pelapor wajib pula merasiakan permintaan data dari pihak PPATK terhadap sang pengguna jasa / barang. Sebagai bagian dari asas resiprositas, PPATK pun disaat bersamaan berkewajiban merahasiakan informasi atau data yang telah diberikan oleh para penyedia jasa / barang.
Sehingga praktis, ketika kedua prinsip resiprokal tersebut dijalani dengan tepat sesuai lajurnya, maka tiada akan terdapat resiko hukum apapun karena pengguna jasa / barang tidak akan mengetahui / menyadari bahwa aktifitas keuangannya terpantau oleh PPATK berdasarkan kontribusi informasi / data dari pihak Anda selaku penyedia jasa / barang.
PEMBAHASAN:
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyatakan bahwa PPATK merupakan lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Untuk melaksanakan ketentuan normatif hukum ini, Pasal 41 ayat (3) undang-undang bersangkutan mendelegasikan pengaturan lebih lanjut dengan peraturan pemerintah mengenai tata cara penyampaian data dan informasi oleh Instansi Pemerintah dan/atau lembaga swasta.
Dalam melaksanakan fungsi di atas, PPATK antara lain berwenang untuk meminta dan mendapatkan data dan informasi dari Instansi Pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari Instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu.
Data dan informasi merupakan sumber informasi utama dalam mendukung pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan PPATK. Sumber data dan informasi yang diperlukan oleh PPATK berasal dari Instansi Pemerintah dan/atau lembaga swasta. penyampaian data dan informasi oleh Instansi Pemerintah dan/atau lembaga swasta ke PPATK harus dilakukan melalui tata cara yang telah diatur berdasarkan peraturan Pemerintah—Hal tersebut bertujuan agar penyampaian data dan informasi ke PPATK memiiiki kerangka aturan (legal framework) yang jelas dan sesuai dengan prinsip-prinsip keamanan informasi serta memberikan perlindungan bagi Instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menyampaikan data dan informasi.
Adapun materi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah berikut ini antara lain:
1. jenis data dan informasi yang diminta oleh PPATK;
2. tata cara penyampaian data dan informasi oleh Instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta ke PPATK; dan
3. perlindungan hukum bagi pimpinan Instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta serta pejabat atau pegawai yang ditunjuk terhadap penyampaian data dan informasi ke PPATK.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2016
 TENTANG
TATA CARA PENYAMPAIAN DATA DAN INPORMASI OLEH INSTANSI PEMERINTAH DAN/ATAU LEMBAGA SWASTA DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK  PIDANA PENCUCIAN UANG
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.
2. Instansi Pemerintah adalah kementerian, lembaga, badan lain yang dibentuk berdasarkan peraturan perundangundangan baik di pusat maupun di daerah, atau pemerintah daerah yang fungsi dan tugasnya berkaitan dengan penyelenggaraan negara.
Pasal 2
(1) PPATK mempunyai fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
(2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPATK berwenang meminta dan mendapatkan data dan informasi dari Instansi Pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan:
a. mengelola data dan informasi; dan/atau
b. menerima laporan dari profesi tertentu.
Penjelasan Resmi Pasal 2 Ayat (2): “Yang dimaksud dengan “lembaga swasta” antara lain asosiasi Advokat, asosiasi Notaris, asosiasi Akuntan, Kustodian Sentral Efek Indonesia, dan Kliring penjaminan Efek Indonesia.”
Pasal 3
Jenis data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri atas:
a. daftar pencarian orang;
b. laporan harta kekayaan penyelenggara negara;
c. data dan informasi terkait profil pengguna jasa;
d. data dan informasi yang berkaitan dengan kliring dan/atau settlement di industri jasa keuangan;
e. data dan informasi yang berkaitan dengan potitically exposed persons;
f. data dan informasi kependudukan;
g. data dan informasi di bidang administrasi badan hukum;
h. data dan informasi mengenai lalu lintas orang atau barang dari dan keluar wilayah Indonesia;
i. data dan informasi di bidang pertanahan;
j. data dan informasi di bidang perpajakan; dan/atau
k. data dan informasi lain yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Penjelasan Resmi Pasal 3:
Huruf c: “Yang dimaksud dengan pengguna jasa" adalah orang perseorangan atau korporasi yang menggunakan jasa pihak pelapor.”
Huruf e: “Yang dimaksud dengan “politically exposed persons” adalah orang yang memiliki atau pernah memiliki kewenangan publik, diantaranya penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelenggara negara dan/atau orang yang tercatat atau pernah tercatat sebagai anggota partai politik yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan dan operasional partai politik, baik yang berkewarganegaraan Indonesia maupun yang berkewarganegaraan asing.”
Pasal 4
(1) Untuk mendapatkan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Kepala PPATK mengajukan permintaan secara tertulis kepada pimpinan Instansi Pemerintah dan/atau lembaga swasta.
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) paling sedikit memuat:
a. alasan permintaan;
b. jenis data dan informasi yang dimintakan; dan
c. jangka waktu pemenuhan permintaan data dan informasi.
Pasal 5
Pimpinan Instansi Pemerintah dan/atau lembaga swasta wajib memberikan data dan informasi yang diminta oleh Kepala PPATK sebagaimana dimaksud dalam pasal 4.
Pasal 6
Penyampaian data dan informasi oleh Instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan. [Note SHIETRA & PARTNERS: Ketentuan dalam pasal tersebut membuka peluang multi-tafsir, apakah data yang dapat diberikan hanyalah data yang dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan, ataukah dengan diberikannya data/informasi tersebut maka melepaskan sifat kerahasiaan dari suatu data yang sebenarnya rahasia? Seyogianya regulator menggunakan bahasa yang jelas dan menghindari multi-tafsir demikian.]
Pasal 7
(1) Penyampaian data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat dilakukan secara:
a. elektronik; dan/ atau
b. nonelektronik.
(2) Penyampaian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui:
a. pengiriman email yang terenkripsi;
b. pemberian hak akses ke PPATK; dan/atau
c. sarana elektronik lainnya.
(3) Penyampaian secara nonelektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf b dilakukan dengan mengirimkan surat kepada Kepala PPATK yang disertai dengan:
a. data dan informasi yang telah dimuat dalam compact disc, uniuersal seial bus, atau media penyimpan lainnya yang terenkripsi; dan/atau
b. data dan informasi yang telah dibuat dalam dokumen hasil cetak (hard copy).
Penjelasan Resmi Pasal 7 Ayat (2):
Huruf b: “Pemberian hak akses dalam ketentuan ini dapat didasarkan kerja sama antara PPATK dan Instansi Pemerintah dan/atau lembaga swasta.”
Huruf c: “Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan sarana elektronik lainnya misalnya short messages service, teiepon, dan faximile.”
Pasal 8
(1) Penyampaian data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat dilakukan oleh pejabat atau pegawai yang ditunjuk oleh pimpinan Instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta.
(2) Penerimaan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pejabat atau pegawai yang ditunjuk oleh Kepala PPATK.
Penjelasan Resmi Pasal 8 Ayat (1): “Yang dimaksud dengan "pegawai, termasuk juga karyawan pada lembaga swasta.”
Pasal 9
(1) Pimpinan Instansi Pemerintah dan/atau lembaga swasta serta pejabat atau pegawai yang ditunjuk bertanggung jawab atas data dan informasi yang disampaikan.
(2) Pimpinan Instansi Pemerintah dan/atau lembaga swasta serta pejabat atau pegawai yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dituntut secara pidana atau digugat secara perdata atas penyampaian data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, kecuali terdapat unsur penyalahgunaan wewenang.
Penjelasan Resmi Pasal 9:
Ayat (1): “Yang dimaksud dengan "bertanggung jawab" adalah bertanggung jawab atas kerahasiaan (confidentiatity), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability) data dan informasi yang disampaikan ke PPATK.”
Ayat (2): Yang dimaksud dengan "penyalahgunaan wewenang" adalah pemberian dan penyampaian data dan informasi selain kepada PPATK.”
Pasal 10
Pimpinan Instansi Pemerintah dan/atau lembaga swasta serta pejabat atau pegawai yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib merahasiakan permintaan data dan informasi oleh PPATK.
Pasal 11
PPATK wajib merahasiakan data dan informasi yang diterima dari Instansi Pemerintah dan/atau lembaga swasta, kecuali untuk pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.