ARTIKEL HUKUM
Salah satu standar pelayanan
penulis dan brand konsultan hukum yang penulis bangun, SHIETRA & PARTNERS, ialah
standar pelayanan yang mengejar kesempurnaan. Namun, ironisnya standar dan filosofi
pelayanan yang sempurna itu tampaknya tidak memadai dengan mindset masyarakat di
Indonesia.
Betapa tidak, berbagai jenis
tabiat klien telah kami temui, mulai dari yang royal hingga yang paling kikir
meski objek sengketa yang telah berhasil tangani senilai miliaran rupiah. Sayangnya,
tipe klien “berlagak dan mengaku miskin” acapkali lebih sering muncul ketimbang
jenis klien yang bersikap fair dan gentle dalam menuntut jasa kami sebanding
dengan standar fee yang kami ajukan dalam memberi pelayanan hukum. Seakan tidak dapat berpikir secara rasional, mereka tidak menyadari bahwa permintaan pelayanan hukum secara profesional namun menuntut cuma-cuma hanya melukai perasaan profesi manapun.
Terdapat satu fenomena unik
dari rata-rata masyarakat Indonesia: sibuk membangun citra diri mereka sebagai
orang susah di mata kami, profesional hukum yang akan memberi layanan
konsultasi hukum bagi mereka. Nilai objek yang disengketakan berupa tanah, dan
bernilai miliaran hingga belasan miliar, namun mengaku keberatan dengan fee
yang kami tawarkan meski tidak seberapa.
Alhasil, dengan rasa belas
kasihan, tetap kami layani. Namun apa yang kemudian terjadi? Inilah kisah
tragisnya mindset rata-rata bangsa Indonesia.
Meski telah kami beri layanan
sempurna, mereka menuntut lebih dari itu tanpa menyadari waktu serta tenaga
yang telah kami keluarkan selaku konsultan hukum mereka dalam melakukan riset
serta pengerjaan proyek yang memakan waktu serta tenaga tidak sedikit. Mereka tidak mau memahami, bahwa "pertunjukan" meski hanya selama beberapa jam namun membutuhkan persiapan "panggung" serta "materi" yang bisa berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.
Apa yang kemudian terjadi
ketika kami tetap meladeni keinginan mereka yang tiada puasnya dengan fee “menyayat
hati” berupa ucapan terimakasih yang kami dapatkan? Inilah yang lebih membuat para konsultan hukum merasa
miris: kembali meminta layanan plus plus tanpa mau menyadari hak kami selaku
konsultan hukum profesional yang mana waktu adalah aset yang amat berharga!
Hal semacam itu sering kami
alami, yang mungkin juga banyak dijumpai rekan-rekan seprofesi lainnya.
Apakah SHIETRA
& PARTNERS tetap akan memberi pelayanan kepada klien jenis tersebut?
Jawab: Tetap kami
layani, namun kami juga mengenal batas. Hingga taraf tertentu, kami menganggap
itu sebagai bentuk “bantuan” yang hampir
menyerupai pelayanan “pro bono” meski taraf
ekonomi para klien kikir tersebut jauh di atas rata-rata.
Kalangan
profesi konsultan hukum mengenal baik filosofi “maintain” terhadap klien adalah teknik/seni utama yang harus dikuasai. Namun sayangnya,
filosofi utama ini jugalah yang kerap kali disalahgunakan untuk menjerat para
konsultan hukum profesional itu sendiri. Terkadang konsultan hukum profesional sangat
mendambakan klien yang juga mampu bersikap profesional, dalam arti mampu
bersikap fair, jujur, serta proporsional.
Dalam
beberapa kesempatan, bahkan acapkali terjadi, SHIETRA & PARTNERS memutuskan hubungan kerjasama
dengan klien tipe “kikir” demikian. Kami menyadari,
bahwa sumber daya waktu adalah terbatas, sementara keinginan dan tuntutan klien
adalah tiada batasnya (sebagaimana terbukti tiada puasnya meminta dilayani), sementara fee yang kami tawarkan hanya disanggupi
seminim mungkin, akhirnya kami memilih untuk mundur.
Terhadap
klien “kikir” yang masih “sudi” kami layani, SHIETRA &
PARTNERS tampaknya menggunakan pendekatan “pro bono”, meski kami menyadari bahwa klien “kikir” tersebut mampu secara ekonomi. Logika awam pun mampu mendeteksi, adalah tidak mungkin penduduk kelas bawah memiliki objek sengketa bernilai miliaran hingga belasan miliar rupiah.
Apa pendekatan
filosofi “pro bono” SHIETRA &
PARTNERS?
Jawab:
Kami anggap bahwa kami telah berdana kenapa klien yang lebih miskin dari kami,
apapun fakta sebenarnya. Mereka yang mampu namun mengaku miskin sejatinya hanya merendahkan harkat martabah mereka sendiri. Mereka telah mencuri hak pemberi jasa atas imbalan yang pantas. Yang tampaknya mereka memang memupuk kekayaan selama ini dengan cara-cara serupa, merampas hak orang lain, bahkan dengan berani hak konsultan hukumnya sendiri. Kami dengan demikian telah mengangkat harkat martabat
serta derajat SHIETRA & PARTNERS itu sendiri, dan disaat bersamaan klien
yang tidak jujur telah menurunkan harkat martabat serta derajat
dirinya sendiri, baik di mata kami maupun di mata dirinya sendrii.
Demikianlah
sekelumit kisah mengenai hubungan penyedia jasa konsultasi hukum dengan klien
pengguna jasa di Indonesia.
Produsen
selama ini dituntut untuk memiliki etika usaha, sementara adakah etika
konsumen?
Pernah pula terjadi, fee tidak dilunasi klien meski project telah kami tuntaskan. Terkadang, para konsultan hukum harus selektif terhadap klien. Sekali wanprestasi, prosedur blacklist akan dilekatkan pada identitas klien tersebut.
Pernah pula kami jumpai jenis calon klien yang hanya mau menggunakan aturan main dirinya sendiri ketika meminta pelayanan kami. SHIETRA & PARTNERS memiliki aturan main dalam memberi pelayanan hukum, sebagaimana tertuang secara rinci dalam laman dalam publikasi situs ini, yang disusun dengan belajar dari berbagai pengalaman pahit berhubungan dengan tipe-tipe klien "nakal". Alhasil, kami akan bersikap "sok jual mahal" agar calon klien tersebut bisa belajar untuk saling menghargai.
Pernah pula kami jumpai jenis calon klien yang hanya mau menggunakan aturan main dirinya sendiri ketika meminta pelayanan kami. SHIETRA & PARTNERS memiliki aturan main dalam memberi pelayanan hukum, sebagaimana tertuang secara rinci dalam laman dalam publikasi situs ini, yang disusun dengan belajar dari berbagai pengalaman pahit berhubungan dengan tipe-tipe klien "nakal". Alhasil, kami akan bersikap "sok jual mahal" agar calon klien tersebut bisa belajar untuk saling menghargai.
Hendak
mendapat pelayanan profesional, bersikaplah profesional! Bukankah semua profesi juga memiliki filosofi etis yang serupa?
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.